AUTHOR POV
Sudah hampir dua bulan Riri meninggalkan rumah keluarga Haikal. Kini kehidupan Haikal sangat kacau balau. Dunianya terasa porak-poranda tanpa kehadiran Riri. Ini bahkan lebih parah daripada saat dirinya ditinggalkan oleh Clara waktu itu.
Kini keadaan Haikal benar-benar sangat memprihatinkan. Tubuhnya kurus, matanya cekung dan terdapat lingkaran hitam di sekitaran bola matanya. Pria itu juga sering melamun dan tidak fokus pada apa yang dikerjakannya.
Pernah suatu kali dirinya ingin makan. Tetapi yang ia ambil bukannya piring. Melainkan mengambil gelas, lalu mengisinya dengan nasi. Atau melakukan hal yang sebaliknya. Pria itu ingin minum, tetapi yang diambilnya adalah piring, lalu mengisinya dengan air.
Tommy dan Mawarni yang menyaksikan kejadian itu, turut merasakan kesedihan yang dialami oleh Haikal. Maka dari itu, Tommy dan Mawarni melarang Haikal pergi sendirian atau mengendar
AUTHOR POVRiri terus bergerak gelisah di atas ranjang. Ia masih belum bisa memejamkan matanya. Padahal hari sudah cukup larut malam. Otaknya terus memikirkan Haikal. Kerinduannya terhadap Haikal yang telah menggunung membuatnya tidak bisa tidur. Rasanya Riri sudah tidak sanggup lagi untuk menahan perasaan rindunya itu. Apalagi setelah kemarin dirinya mendengar suara Haikal di telepon yang terdengar putus asa dan frustrasi memohon dirinya kembali. Riri jadi semakin merindukan sosok yang menjadi ayah dari calon anak-anaknya itu.Merasa lelah membolak-balikkan badannya di kasur, Riri memilih untuk bangkit. Kemudian mengambil jaket, syal, juga ponselnya dan berjalan keluar dari kamar. Riri memutuskan untuk menuju halaman belakang villa dan duduk di sebuah ayunan yang menghadap ke pantai. Debur ombak yang disapu angin laut yang bersahut-sahutan menerpa bibir pantai, bagaikan alunan musik yang mengalun indah di pendengaran Riri
Still flashback onAUTHOR POVDi sinilah Fikri dan Haikal sekarang. Duduk berhadapan di sebuah kafe yang berada dalam sebuah mall di pusat kota. Setelah memantapkan hati dan pikirannya, Fikri menghubungi Haikal dan memintanya untuk bertemu."Jadi, ada apa lo nelepon gue dan ngajak ketemu? Lo mau ngetawain gue karena keadaan gue sekarang?" tanya Haikal sarkastik."Santai dong, Bro! Nggak usah sarkas gitu ngomongnya. Gue ngajak lo ketemu karena ada yang mau gue tanyain sama lo. Ini penting banget! Dan ini menyangkut tentang Riri," jelas Fikri dengan santai."Tentang Riri? Apa yang mau lo tanyain? Apa lo mau nanya, kapan gue bakalan ceraiin Riri? Iya? Kalau itu yang mau lo tanyain, sebaiknya lo denger omongan gue ini baik-baik. Gue nggak akan pernah ceraiin Riri sampe
Still flashback onSaat ini aku dan Fikri berada di sebuah rumah sakit yang terletak di pinggiran kota. Kami memilih rumah sakit ini karena rumah sakit ini sangat jauh dari rumah keluargaku, keluarga Riri, kampus, atau pun tempat yang biasa Riri datangi. Dan kami yakin kalau Riri belum pernah datang ke rumah sakit ini. Itu karena Riri tidak pernah pergi jauh dari rumah seorang diri.Tidak terlalu lama kami menunggu antrean. Hanya sekitar 20 menit, giliran kami dipanggil. Kami memasuki ruangan seorang dokter spesialis yang bernama Lisa tersebut lalu duduk di kursi yang berhadapan dengan dokter dan berbatasan dengan meja kerjanya setelah dipersilakan."Jadi, siapa yang sakit dan apa keluhannya, Pak?" tanya Dokter Lisa sopan."Kami berdua tidak sakit, Dok. Kami ke sini cuma ingin bertanya tentang obat ini. Ini sebenarnya obat apa?" tanyaku seraya mengel
AUTHOR POVHaikal terus memandangi wajah Riri yang sedang tertidur pulas dalam pelukannya. Sesekali ia membelai wajah dan rambut istrinya tersebut. Diperhatikannya wajah sang istri yang terlihat lebih kurus dan pucat saat ini. Perasaan bersalah dan menyesal seketika menyeruak di hatinya. Bersalah dan menyesal karena sudah membuat orang yang berada dalam pelukannya menderita selama menjadi istrinya.Kembali Haikal membelai wajah Riri lalu mencium keningnya sedikit lebih lama seraya menggumamkan kata maaf. Setelah itu memejamkan matanya, mencoba untuk tidur karena waktu masih menunjukkan pukul setengah empat dini hari. Haikal mengeratkan pelukannya, seolah takut Riri akan pergi dan menghilang dari pandangannya lagi ketika dirinya membuka matanya nanti.Sementara Riri semakin menyamankan posisi tidurnya yang berada dalam pelukan Haikal dengan menyembunyikan wajahnya ke cerukan leher Haikal. Aroma tubuh Haikal
AUTHOR POV"Kenapa malah Clara yang dibahas, sih?" tanya Haikal kurang senang."Huh? Kenapa? Bukannya dia pacar kamu? Kenapa kamu kedengeran nggak seneng gitu?" tanya Riri heran."Dia emang pacarku, tapi kamu istriku. Aku nggak mau bahas dia sewaktu aku sama kamu. Jadi, tolong jangan bahas dia sewaktu kita sama-sama. Aku tau, walaupun di luar kamu keliatan baik-baik aja, tapi di dalem hati kamu ngerasain sakit. Maka dari itu, jangan sakiti hati kamu sendiri dengan bahas Clara," pinta Haikal sambil menggenggam lembut tangan Riri."Kenapa? Bukannya aku ini cuma istri kamu dalam status pernikahan kita dan ibu dari calon anak-anak kamu? Aku bukan siapa-siapa selain dari itu. Aku cuma orang asing yang terpaksa masuk ke dalam kehidupan kamu dan ngerusak kehidupan kamu. Aku cuma pengganggu dan penghalang dalam kisah cinta kamu. Kamu nggak perlu mikirin perasaan aku, apalagi jaga perasaanku. Aku b
AUTHOR POV"Jangan ucapin kata-kata yang bikin aku melambung tinggi ke angkasa, Kal! Karena kalau aku jatuh, bukan cuma sakit yang aku rasain. Tapi aku bakalan bener-bener hancur. Jangan buat aku ngerasa kalau aku adalah wanitamu satu-satunya dalam hidupmu! Karena aku tau, aku bukanlah satu-satunya wanita yang spesial di hatimu," cicit Riri pelan dan menundukkan kepalanya, nyaris tidak terdengar."Tapi, aku ngomong yang sejujurnya, Ri! Aku nggak lagi ngegombal!" bantah Haikal meyakinkan Riri."Terus, Clara gimana?" tanya Riri ambigu."Emang Clara kenapa?" tanya Haikal balik."Kalau kamu emang ngebutuhin aku dan nggak mau kehilangan aku, terus Clara gimana? Gimana nasib hubungan kalian?" tanya Riri lagi lebih memperjelas pertanyaannya."Terus, aku harus gimana? Aku harus ngelakuin apa? Jujur, aku masih cinta sama Clara," tanya Haikal bingun
HAIKAL POV"Haikal?" panggil Riri ketika dia selesai mandi dan sudah berpakaian.Tersirat nada ragu dari suara panggilannya. Riri menghampiri diriku yang sedang duduk di sofa yang berada di dalam kamar kami, sedang mengecek berkas-berkas di email yang dikirimkan ke laptopku oleh sekretarisku karena hari ini aku tidak berangkat ke kantor."Hm?" aku hanya meresponnya dengan gumaman, lalu menoleh untuk menatapnya.Riri sudah berdiri di samping sofa yang aku duduki. Saat ini Riri mengenakan dress khusus untuk ibu hamil yang memang sudah aku siapkan jauh-jauh hari.Aku memandangi Riri mulai dari atas kepala hingga ujung kaki, lalu kembali lagi ke atas dan pandangan mataku berhenti dan terkunci di wajahnya. Ah! Lebih tepatnya, bibirnya yang seksi itu.Bibir mungil dan tipis namun menurutku seksi dengan warna pink cerah itu, yang selalu memabukkan dan membuatku k
AUTHOR POVDi sinilah Riri dan Haikal berada sekarang. Duduk di salah satu kursi sebuah restoran, sedang menunggu pesanan mereka disajikan."Habis ini, kamu mau ke mana? Apa ada tempat yang mau kamu kunjungin?" tanya Haikal ketika mereka mulai menyantap makanan yang tadi mereka pesan."Aku pengen ketemu sama Bunda, Ayah, dan Akhdan. Aku udah kangen banget sama mereka," jawab Riri pelan, tetapi masih bisa didengar oleh Haikal."Ya, udah. Habis ini, kita langsung ke rumah Bunda. Sekarang, cepet habiskan makanan kamu," ucap Haikal yang diangguki oleh Riri."Uhuk, uhuk, uhuk."Riri terlalu bersemangat melahap makanannya setelah mendengar ucapan Haikal. Hingga akhirnya membuat dirinya terbatuk-batuk karena tersedak.Haikal buru-buru berdiri dan menghampiri Riri sambil menyodorkan segelas air minum. Riri menerima air minum itu, lalu meminumnya s
Setelah hampir dua tahun kemudian. Riri membuka mata dan menjadi kebingungan karena mendapati dirinya berada di suatu tempat yang asing baginya. Bagaimana tidak? Saat ini dirinya tengah berada di suatu taman bunga yang luas dan indah. Padahal seingatnya, dirinya tadi sedang duduk di kasur Asahy dan tengah memeluk boneka panda kesukaan almarhumah anaknya itu. Tetapi sekarang? Dirinya bahkan tidak tahu sedang berada di mana ia saat ini. Di saat Riri tengah sibuk memperhatikan sekelilingnya, tiba-tiba seseorang menghampiri dan memanggilnya. "Mi ...." Riri menoleh dan berbalik. Detik berikutnya matanya terbelalak lebar melihat sosok di hadapannya yang tadi memanggilnya. Matanya memburam karena buliran bening yang menumpuk di pelupuk matanya. Sosok di hadapan Riri tersenyum manis. "Apa kabar, Mi?" tanyanya pada Riri. Riri tidak langsung menjawab. Ia langsung berjalan cepat dan memeluk soso
Saat Asahy siuman, gadis itu sempat marah pada 'Adnan karena mengingkari janjinya pada gadis itu. "Dek, jujur sama Mami. Kenapa kamu tutupin tentang penyakit kamu ini? Kenapa kamu nggak kasih tau dari awal? Biar kita bisa obatin? Mami, Papi, Kakak-kakak kamu semua bersedia dan dengan senang hati jadi pendonor untuk kamu." Nada suara Riri yang kecewa terdengar jelas oleh Asahy. "Pi, cepet cari Dokter Arya. Minta dia untuk tes darah kita semua. Pasti salah satu dari kita ada yang cocok untuk jadi pendonor," lanjutnya, beralih pada Haikal. "Mi ...," panggil Asahy sambi balas menggenggam jemari Riri yang sedari tadi tidak lepas menggenggam tangannya. Riri menoleh. Air matanya tidak berhenti mengalir sedari tadi. "Nggak perlu lakuin tes. Karena itu percuma. Waktu itu Dokter Arya udah bilang, penyakit Adek ini udah stadium akhir dan termasuk golongan yang lebih berbahaya dan sulit untuk diobatin walaupun udah ngejalani pencangkokan. Jadi, kalau pun Adek ngejalani pencangko
Hari ini adalah hari ulang tahun Asahy yang tidak lain adalah anak bungsu Riri dan Haikal. Sedari pagi Riri sudah menyeret Asahy ke sana kemari untuk berbelanja dan melakukan perawatan tubuh serta wajah. Meskipun Asahy terlihat kesal dan bosan, namun sepertinya gadis itu tidak dapat berbuat apa pun. Ia hanya terpaksa mengikuti keinginan Riri karena ingin menyenangkan hati ibunya itu. Sebab untuk ke depannya, dirinya tidak tahu apakah dirinya masih diberi kesempatan untuk melakukan hal-hal seperti hari ini lagi.Pada malam harinya, tepat sebelum acara ulang tahunnya dimulai, Asahy meminta Riri dan Haikal berkumpul bersama dengan orang tua dari Arkhai, yang merupakan sahabat Asahy. Mereka sempat merasa bingung mengapa gadis itu meminta mereka berkumpul. Sedangkan para tamu undangan sudah berdatangan dan acara akan segera dimulai.Namun, para orang tua dan juga Arkhai terkejut mendengar penuturan Asahy. Gadis itu menyatakan perasaannya pada A
Setelah kelahiran anak ketiga, semakin hari, Riri dibuat semakin repot dan pusing oleh tingkah anak-anaknya dan juga Haikal. Si kembar dan suaminya itu tidak mau kalah dari si bungsu yang mereka beri nama Asahy Tsurayya' Zahirah Perdana, yang usianya baru beberapa bulan. Mereka merasa cemburu karena Riri lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengurus si bungsu daripada mengurus mereka. Padahal menurut Riri, ia sudah berusaha membagi waktu untuk mereka semua dengan adil. Tetapi tetap saja, si kembar dan Haikal tetap melakukan protes dan mengatakan jika Riri tidak adil membagi waktu untuk mereka. Mereka selalu saja melakukan hal-hal yang membuat Riri marah agar dapat menarik dan mendapatkan perhatian dari Riri. "Haikal! Ayo, bangun!" Riri mengguncang tubuh Haikal dengan sedikit kuat. Kesal melihat Haikal yang masih memejamkan matanya erat dan terlihat nyaman, walaupun Riri sedari tadi sudah membangunkanny
Setelah beberapa bulan kembali dari Amerika, kehidupan Riri-Haikal dan kedua anak kembarnya berjalan penuh dengan kebahagian setiap harinya. Ada saja hal-hal yang membuat hari-hari mereka seakan-akan penuh warna."Devran, Devni! Jangan lari-lari, nanti jatuh!" peringat Riri kepada kedua anaknya yang sedang berkejar-kejaran.Sore ini, Riri sedang duduk santai di halaman belakang rumah. Menikmati suasana sore hari sambil mengawasi Devran dan Devni yang sedang bermain."Mami ...," Devni memanggil Riri dengan sedikit merengek."Kenapa, Sayang?" tanya Riri sembari mengelus pipi putrinya."Liat, Kak Devlan jahat! Dia bikin boneka Devni jadi jolok pake cat!" adu Devni sambil menunjukkan bonekanya yang belepotan cat."Bo'ong, Mi! Bukan Devlan yang bikin!" Devran menyanggah tuduhan adiknya."Devni nggak bo'ong! Kak Devlan yang tadi colet-colet boneka Devni!" Devni
Setelah diwajibkan untuk berpuasa selama sehari, Riri akhirnya dibawa ke ruang operasi untuk menjalani operasi pengangkatan sel kanker di otaknya. Selama beberapa jam Haikal menunggu dengan cemas.Kenapa hanya Haikal yang menunggu Riri ketika proses operasi? Sudah jelas, itu karena Mawarni dan Nisa' harus tinggal di apartemen untuk menjaga Devran dan Devni selama Riri dan Haikal berada di rumah sakit. Ya. Selama Riri berobat di sana, Haikal memutuskan untuk menyewa sebuah apartemen.Saat proses operasi, keadaan Riri sempat menurun. Namun, jantungnya tidak sampai berhenti berdetak seperti ketika proses operasi caesar waktu itu. Selesai operasi dan dipindahkan ke ruang ICU, Riri dinyatakan koma oleh Dokter Gilbert. Haikal hanya dapat menghembuskan napas pasrah dan menahan rasa sesak di dadanya. Karena lagi-lagi dirinya harus menghadapi kenyataan bahwa Riri mengalami keadaan koma dan menunggunya terbangun entah sampai berapa
Hari ini Haikal tidak berangkat ke kantor. Ia sedang sibuk berkemas. Riri juga terlihat sibuk berkemas. Ia sibuk mengemasi perlengkapan untuk Devran dan Devni. Dan Haikal membantu Riri agar pekerjaannya cepat selesai. Mereka berencana akan pergi ke Baltimore, Amerika. Haikal yang mengajukan usulan tersebut dengan mengatakan jika ia mengajak Riri, Devran dan Devni, Mawarni dan Nisa' pergi ke Amerika hanya untuk berlibur.Walaupun sebenarnya Riri merasa sedikit ganjil dengan Haikal yang tiba-tiba mengajak mereka berlibur ke Amerika, namun Haikal dapat meyakinkan Riri. Haikal meminta Riri menganggap kepergian mereka ini sebagai bulan madu mereka yang dulu tidak pernah mereka lakukan. Dan Riri hanya mencoba untuk berpikir positif.Riri menghembuskan napas lega ketika ia menyelesaikan acara mengemasnya. Kemudian ia merebahkan tubuhnya di kasur. Merenggangkan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku. Setiap bagian tubuhnya benar-benar terasa seperti akan terlepas dari sendi-sendi
Waktu terus bergulir. Hari demi hari pun berlalu. Perkembangan si kembar sungguh membuat Riri dan Haikal kerepotan. Selain perkembangan mereka yang semakin menggemaskan, si kembar juga semakin rewel. Hingga tak jarang mereka meminta bantuan kepada Mawarni dan Nisa' dalam mengurus Devran dan Devni.Seperti pagi ini, Mawarni dan Nisa' sudah berada di kediaman Haikal dan Riri. Haikal dan Riri sengaja meminta mereka datang untuk membantunya menjaga si kembar. Dan seperti biasa, walaupun Mawarni dan Nisa' merasa senang bisa menghabiskan waktu bersama si kembar, namun tidak jarang juga mereka menggerutu."Kalian ini pandainya cuma bikin anak doang, ya? Giliran jagain anaknya minta bantuan Mama sama Bunda," itulah gerutuan Mawarni setiap kali Haikal memintanya datang untuk membantu Riri mengasuh bayi kembar mereka."Ah, Mama. Namanya kita masih Pakmahmud. Jadi wajar dong, kalau kita minta bantuan," elak Haikal."
Seminggu setelah kepulangan Riri dari rumah sakit, mereka mengadakan acara syukuran Aqiqahan serta pemberian nama untuk si kembar. Semua terlihat sibuk dari dua hari sebelum acara.Halaman sudah dipasang tenda pesta. Tak lupa pula dekorasi tambahan seperti bunga dan poster foto si kembar beserta namanya telah terpajang. Juga ucapan selamat datang telah terpampang dengan indahnya menggunakan rangkaian bunga. Di dalam rumah juga sudah dihias dengan begitu indah.Devran Arlen Rasyad Perdana dan Devni Ranaa Adhwaa' Perdana. Itulah nama yang tertera di poster foto si kembar. Kedua nama itu adalah gabungan dari beberapa ide nama yang diusulkan oleh Riri, Haikal, keluarga, dan para sahabat Riri. Setelah perdebatan yang alot dalam menentukan nama si kembar, akhirnya kedua nama itu yang menjadi keputusan akhir.Acara berlangsung dan berakhir dengan lancar. Tidak ada kendala yang b