RIRI POV
Gerubuk! Gerubuk! Gerubuk!
"Assalamualaikum!" seru orang yang membuat kegaduhan itu.
Aku dan Bunda serentak melihat ke arah asal suara kegaduhan tersebut lalu menjawabnya.
"Wa'alaikumsalam," sahutku dan Bunda kompak.
"Loh? Dewi, Rani? Ada apa? Kenapa kalian kayak orang yang dikejar-kejar setan begitu?" tanya Bunda heran. Sedangkan aku hanya cekikikan melihat mereka.
"Itu tuh setannya, Tante! Kita dipaksa ke sini dalam waktu 15 menit. Kalau kita telat, kita bakalan kena hukuman dari dia," tunjuk Dewi padaku dengan wajah kesal.
Aku segera mengubah raut wajahku menjadi serius dan berlagak marah.
"Kalian telat 3 menit! Siap-siap kalian dapet hukuman dari aku," ucapku setelah melihat jam dan tersenyum miring melihat mereka.
"Kamu gila ya, Ri? Kita udah secepet yang kita bisa buat bisa
Setelah pulang dari rumah Nisa', Riri langsung menuju kamar mandi. Sedangkan Haikal memilih menonton televisi yang berada dalam kamar mereka. Selesai mandi dan berpakaian, Riri duduk di meja rias. Ia menyisir rambutnya dan memakai tipis bedak ke wajahnya.Haikal yang melihat Riri telah selesai mandi, ia pun bergegas menuju kamar mandi dan mandi.Selesai merias dirinya, Riri bangkit dari duduknya. Namun ia terpaku memandang cermin yang memantulkan bayangan dirinya. Diperhatikannya perutnya yang sudah terlihat membuncit. Dielusnya perlahan perutnya seolah mengelus kepala anaknya dengan penuh rasa sayang.Gimana keadaan kamu di dalam sana, Nak? Kamu baik-baik aja, 'kan? Obat-obatan Mami nggak mempengaruhi tumbuh kembang kamu, 'kan? Mami harap kamu kuat di dalam sana. Mami pun bakalan berusaha sekuat Mami untuk bertahan dengan penyakit Mami supaya kamu bisa lahir ke dunia ini. Biar kamu bisa nikmati keindahan dunia ini. Da
Riri menghapus air matanya lalu bangkit. "Udah ah. Cukup sampe sini acara sedih-sedihannya. Kita makan, yuk. Aku udah laper, nih," ajak Riri untuk mengalihkan kesedihannya. "Ya udah, yuk. Aku juga laper," sahut Haikal. Mereka keluar dari kamar dan berjalan menuju meja makan. Tadi Nisa' membawakan makanan untuk mereka. Setelah Riri mengambilkan nasi dan lauk di piring masing-masing, mereka makan dalam diam. Namun Haikal masih menyuapi Riri seperti biasa. Selesai makan dan mencuci piring, mereka kembali masuk ke kamar. Mereka sama-sama duduk di sofa, namun dengan kesibukan masing-masing. Haikal sibuk dengan laptop dan berkas-berkas kantornya, sedangkan Riri sibuk menonton televisi. "Haikal, kapan kamu mau ketemuan sama Clara?" tanya Riri memecahkan keheningan di antara mereka. "Dia ngajak ketemu besok siang. Mungkin jam makan siang. Kenapa?" jawab dan tanya Haikal. "Mm
RIRI POVPagi ini aku terkejut setengah mati. Bagaimana tidak? Aku terbangun dari tidur dengan keadaan yang tidak seharusnya. Aku terbangun dalam keadaan tanpa busana sehelai benang pun. Tangan Haikal memeluk tubuhku erat. Yang lebih mengejutkan lagi, keadaan Haikal pun sama. Hanya selembar selimut yang menutupi seluruh tubuh kami.Apa yang sebenernya terjadi? A-apa jangan-jangan aku dan Haikal ...? Aku terbelalak dan langsung menutup wajahku. Arrgghhh .... Ini memalukan! Kenapa Haikal ngelakuin hal itu ke aku? batinku bertanya frustrasi."Kal, Haikal! Bangun, Kal!" Kuguncang tubuh Haikal kuat."Sebentar lagi, ya. Aku masih ngantuk," racaunya belum membuka matanya."Bangun sekarang! Aku mau bicara sama kamu. Cepetan banguuuun ...." aku semakin kuat mengguncang-guncangkan tubuhnya."Ada apa sih, Ri? Aku m
RIRI POVAku berjalan menuju kelas dengan senyum sumringah yang mengembang di bibirku ketika mengingat aktivitasku dan Haikal tadi sebelum ke kampus.Tapi senyum itu tidak berlangsung lama. Ketika aku teringat akan Clara, senyum itu berubah menjadi penyesalan.Aku bukan menyesal karena telah melakukannya dengan Haikal. Tetapi aku menyesal karena telah melakukannya dengan lelaki yang tidak mencintai diriku. Aku menyesal mencintai suamiku sendiri. Memang tidak ada yang melarangku untuk mencintainya. Karena dia suamiku sendiri. Tetapi dirinya yang tidak mencintaiku itulah sebabnya mengapa aku menyesal mencintainya.Aku berjalan sambil meratapi dan mengeluhkan nasibku pada Sang Pencipta. Kenapa Allah memberikan nasib yang begitu buruk padaku? Aku bersuamikan seorang pria yang mencintai wanita lain dan sekarang aku tengah mengandung anaknya. Ditambah penyakit yang sedang kuderita saat ini yang
AUTHOR POVRiri terharu mendengar penjelasan Rani. Matanya langsung berkaca-kaca.Sebegitu khawatirnya mereka sama aku. Mereka belum tau tentang penyakit yang aku derita. Gimana kalau mereka tau nanti? Pasti mereka bakalan sedih dan terpukul banget dengernya. Maafin aku, semuanya. Aku nggak mungkin bisa ngasih tau kalian tentang keadaanku yang sebenernya. Pasti kalian bakalan sedih dan ngekhawatirin aku. Dan aku nggak mau ngebuat kalian sedih dan ngekhawatirin aku secara berlebihan. Aku nggak mau ngeliat wajah sedih kalian sewaktu kalian ngeliat aku. Aku cuma mau ninggalin kalian dengan kenangan yang bahagia. Bukan kenangan yang menyedihkan, batin Riri kemudian terisak. Semua orang di ruangan itu panik mendengarnya menangis."Kenapa, Sayang? Apa ada yang sakit? Bagian mana yang sakit?" tanya Nisa' panik. Riri menggeleng pelan menjawab pertanyaan Nisa'."Maaf," hanya satu
"Kamu makan dulu, ya. Setelah itu minum obat lalu istirahat," ucap Haikal lalu mulai menyuapkan bubur itu ke mulut Riri."Aku nggak mau makan ituuuu," Riri berkata dengan nada manja dan menutup mulutnya."Tapi kamu harus makan, Ri. Kalau kamu nggak makan, kasihan baby-nya. Dia juga butuh nutrisi dan asupan makanan. Kalau nanti dia kekurangan nutrisi, kamu nggak kasihan?" tanya Haikal mencoba membujuk Riri agar mau makan. Dan Riri menggeleng kuat mendengar pertanyaan Haikal."Makanya, kamu harus makan," ucap Haikal lembut."Tapi aku nggak mau makan itu~," Riri berkata semakin manja dan mengayun.Nisa' dan Mawarni yang semenjak kepergian Rani, Dewi, dan Fikri telah duduk di sofa, memandang Riri dengan wajah tercengang. Mereka antara percaya dan tidak dengan apa yang mereka lihat saat ini."Terus, kamu maunya makan apa?" tanya Haikal masih berusaha bersabar dan berka
RIRI POV"Gimana rasanya orang yang saling mencintai? Apa menyenangkan? Apa ada ciri-ciri kalau seseorang itu lagi jatuh cinta? Kalau ada, apa ciri-cirinya?" tanyaku padanya.Kulihat dia tercengang mendengar pertanyaanku. Dan aku dengan tidak sabar menunggu jawabannya.5 detik.10 detik.15 detik.Ck! Nih orang ternyata Lola juga, ya? Pertanyaan kayak gitu aja mikirnya lama, gerutuku dalam hati.Kulihat Haikal menunjukkan raut wajah yang seperti ingin tertawa. Tentu saja aku menatapnya dengan kening yang berkerut tidak mengerti.Apa jangan-jangan dia mau ngetawain pertanyaanku tadi? Emangnya ada yang lucu dari pertanyaanku? Aku semakin tidak mengerti."Ppfffttt, buahahaha ...," tawanya pecah seketika.Tuh, 'kan? Apa yang aku bilang?
RIRI POVAku terbangun dengan mendapati Mama dan Bunda yang sedang duduk di sisi ranjang. Aku yakin, tadi pasti aku pingsan saat menahankan rasa sakit di kepalaku. Aku tidak tahu berapa lama aku pingsan. Tetapi sepertinya cukup lama."Kamu udah bangun, Sayang? Kok tumben banget kamu udah bangun tapi tidur lagi?" tanya Bunda saat tahu aku bangun."Iya, Bun. Riri juga nggak tau, Bun. Tadi sih niatnya mau baring-baringan aja karena nggak ada kegiatan. Haikal juga tadi belum bangun. Tapi kok malah ketiduran. Hehe," jawabku asal lalu tertawa canggung sambil menggaruk tengkukku yang tidak gatal sama sekali untuk menghilangkan rasa gugupku. Bunda hanya menanggapi dengan kata 'oh' saja."Haikal ke mana, Bun?" tanyaku karena tidak melihat Haikal di ruangan ini."Haikal lagi nebus obat kamu. Sebentar lagi juga balik," jawab Bunda."Sambil nunggu Haikal, kamu sarapan
Setelah hampir dua tahun kemudian. Riri membuka mata dan menjadi kebingungan karena mendapati dirinya berada di suatu tempat yang asing baginya. Bagaimana tidak? Saat ini dirinya tengah berada di suatu taman bunga yang luas dan indah. Padahal seingatnya, dirinya tadi sedang duduk di kasur Asahy dan tengah memeluk boneka panda kesukaan almarhumah anaknya itu. Tetapi sekarang? Dirinya bahkan tidak tahu sedang berada di mana ia saat ini. Di saat Riri tengah sibuk memperhatikan sekelilingnya, tiba-tiba seseorang menghampiri dan memanggilnya. "Mi ...." Riri menoleh dan berbalik. Detik berikutnya matanya terbelalak lebar melihat sosok di hadapannya yang tadi memanggilnya. Matanya memburam karena buliran bening yang menumpuk di pelupuk matanya. Sosok di hadapan Riri tersenyum manis. "Apa kabar, Mi?" tanyanya pada Riri. Riri tidak langsung menjawab. Ia langsung berjalan cepat dan memeluk soso
Saat Asahy siuman, gadis itu sempat marah pada 'Adnan karena mengingkari janjinya pada gadis itu. "Dek, jujur sama Mami. Kenapa kamu tutupin tentang penyakit kamu ini? Kenapa kamu nggak kasih tau dari awal? Biar kita bisa obatin? Mami, Papi, Kakak-kakak kamu semua bersedia dan dengan senang hati jadi pendonor untuk kamu." Nada suara Riri yang kecewa terdengar jelas oleh Asahy. "Pi, cepet cari Dokter Arya. Minta dia untuk tes darah kita semua. Pasti salah satu dari kita ada yang cocok untuk jadi pendonor," lanjutnya, beralih pada Haikal. "Mi ...," panggil Asahy sambi balas menggenggam jemari Riri yang sedari tadi tidak lepas menggenggam tangannya. Riri menoleh. Air matanya tidak berhenti mengalir sedari tadi. "Nggak perlu lakuin tes. Karena itu percuma. Waktu itu Dokter Arya udah bilang, penyakit Adek ini udah stadium akhir dan termasuk golongan yang lebih berbahaya dan sulit untuk diobatin walaupun udah ngejalani pencangkokan. Jadi, kalau pun Adek ngejalani pencangko
Hari ini adalah hari ulang tahun Asahy yang tidak lain adalah anak bungsu Riri dan Haikal. Sedari pagi Riri sudah menyeret Asahy ke sana kemari untuk berbelanja dan melakukan perawatan tubuh serta wajah. Meskipun Asahy terlihat kesal dan bosan, namun sepertinya gadis itu tidak dapat berbuat apa pun. Ia hanya terpaksa mengikuti keinginan Riri karena ingin menyenangkan hati ibunya itu. Sebab untuk ke depannya, dirinya tidak tahu apakah dirinya masih diberi kesempatan untuk melakukan hal-hal seperti hari ini lagi.Pada malam harinya, tepat sebelum acara ulang tahunnya dimulai, Asahy meminta Riri dan Haikal berkumpul bersama dengan orang tua dari Arkhai, yang merupakan sahabat Asahy. Mereka sempat merasa bingung mengapa gadis itu meminta mereka berkumpul. Sedangkan para tamu undangan sudah berdatangan dan acara akan segera dimulai.Namun, para orang tua dan juga Arkhai terkejut mendengar penuturan Asahy. Gadis itu menyatakan perasaannya pada A
Setelah kelahiran anak ketiga, semakin hari, Riri dibuat semakin repot dan pusing oleh tingkah anak-anaknya dan juga Haikal. Si kembar dan suaminya itu tidak mau kalah dari si bungsu yang mereka beri nama Asahy Tsurayya' Zahirah Perdana, yang usianya baru beberapa bulan. Mereka merasa cemburu karena Riri lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengurus si bungsu daripada mengurus mereka. Padahal menurut Riri, ia sudah berusaha membagi waktu untuk mereka semua dengan adil. Tetapi tetap saja, si kembar dan Haikal tetap melakukan protes dan mengatakan jika Riri tidak adil membagi waktu untuk mereka. Mereka selalu saja melakukan hal-hal yang membuat Riri marah agar dapat menarik dan mendapatkan perhatian dari Riri. "Haikal! Ayo, bangun!" Riri mengguncang tubuh Haikal dengan sedikit kuat. Kesal melihat Haikal yang masih memejamkan matanya erat dan terlihat nyaman, walaupun Riri sedari tadi sudah membangunkanny
Setelah beberapa bulan kembali dari Amerika, kehidupan Riri-Haikal dan kedua anak kembarnya berjalan penuh dengan kebahagian setiap harinya. Ada saja hal-hal yang membuat hari-hari mereka seakan-akan penuh warna."Devran, Devni! Jangan lari-lari, nanti jatuh!" peringat Riri kepada kedua anaknya yang sedang berkejar-kejaran.Sore ini, Riri sedang duduk santai di halaman belakang rumah. Menikmati suasana sore hari sambil mengawasi Devran dan Devni yang sedang bermain."Mami ...," Devni memanggil Riri dengan sedikit merengek."Kenapa, Sayang?" tanya Riri sembari mengelus pipi putrinya."Liat, Kak Devlan jahat! Dia bikin boneka Devni jadi jolok pake cat!" adu Devni sambil menunjukkan bonekanya yang belepotan cat."Bo'ong, Mi! Bukan Devlan yang bikin!" Devran menyanggah tuduhan adiknya."Devni nggak bo'ong! Kak Devlan yang tadi colet-colet boneka Devni!" Devni
Setelah diwajibkan untuk berpuasa selama sehari, Riri akhirnya dibawa ke ruang operasi untuk menjalani operasi pengangkatan sel kanker di otaknya. Selama beberapa jam Haikal menunggu dengan cemas.Kenapa hanya Haikal yang menunggu Riri ketika proses operasi? Sudah jelas, itu karena Mawarni dan Nisa' harus tinggal di apartemen untuk menjaga Devran dan Devni selama Riri dan Haikal berada di rumah sakit. Ya. Selama Riri berobat di sana, Haikal memutuskan untuk menyewa sebuah apartemen.Saat proses operasi, keadaan Riri sempat menurun. Namun, jantungnya tidak sampai berhenti berdetak seperti ketika proses operasi caesar waktu itu. Selesai operasi dan dipindahkan ke ruang ICU, Riri dinyatakan koma oleh Dokter Gilbert. Haikal hanya dapat menghembuskan napas pasrah dan menahan rasa sesak di dadanya. Karena lagi-lagi dirinya harus menghadapi kenyataan bahwa Riri mengalami keadaan koma dan menunggunya terbangun entah sampai berapa
Hari ini Haikal tidak berangkat ke kantor. Ia sedang sibuk berkemas. Riri juga terlihat sibuk berkemas. Ia sibuk mengemasi perlengkapan untuk Devran dan Devni. Dan Haikal membantu Riri agar pekerjaannya cepat selesai. Mereka berencana akan pergi ke Baltimore, Amerika. Haikal yang mengajukan usulan tersebut dengan mengatakan jika ia mengajak Riri, Devran dan Devni, Mawarni dan Nisa' pergi ke Amerika hanya untuk berlibur.Walaupun sebenarnya Riri merasa sedikit ganjil dengan Haikal yang tiba-tiba mengajak mereka berlibur ke Amerika, namun Haikal dapat meyakinkan Riri. Haikal meminta Riri menganggap kepergian mereka ini sebagai bulan madu mereka yang dulu tidak pernah mereka lakukan. Dan Riri hanya mencoba untuk berpikir positif.Riri menghembuskan napas lega ketika ia menyelesaikan acara mengemasnya. Kemudian ia merebahkan tubuhnya di kasur. Merenggangkan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku. Setiap bagian tubuhnya benar-benar terasa seperti akan terlepas dari sendi-sendi
Waktu terus bergulir. Hari demi hari pun berlalu. Perkembangan si kembar sungguh membuat Riri dan Haikal kerepotan. Selain perkembangan mereka yang semakin menggemaskan, si kembar juga semakin rewel. Hingga tak jarang mereka meminta bantuan kepada Mawarni dan Nisa' dalam mengurus Devran dan Devni.Seperti pagi ini, Mawarni dan Nisa' sudah berada di kediaman Haikal dan Riri. Haikal dan Riri sengaja meminta mereka datang untuk membantunya menjaga si kembar. Dan seperti biasa, walaupun Mawarni dan Nisa' merasa senang bisa menghabiskan waktu bersama si kembar, namun tidak jarang juga mereka menggerutu."Kalian ini pandainya cuma bikin anak doang, ya? Giliran jagain anaknya minta bantuan Mama sama Bunda," itulah gerutuan Mawarni setiap kali Haikal memintanya datang untuk membantu Riri mengasuh bayi kembar mereka."Ah, Mama. Namanya kita masih Pakmahmud. Jadi wajar dong, kalau kita minta bantuan," elak Haikal."
Seminggu setelah kepulangan Riri dari rumah sakit, mereka mengadakan acara syukuran Aqiqahan serta pemberian nama untuk si kembar. Semua terlihat sibuk dari dua hari sebelum acara.Halaman sudah dipasang tenda pesta. Tak lupa pula dekorasi tambahan seperti bunga dan poster foto si kembar beserta namanya telah terpajang. Juga ucapan selamat datang telah terpampang dengan indahnya menggunakan rangkaian bunga. Di dalam rumah juga sudah dihias dengan begitu indah.Devran Arlen Rasyad Perdana dan Devni Ranaa Adhwaa' Perdana. Itulah nama yang tertera di poster foto si kembar. Kedua nama itu adalah gabungan dari beberapa ide nama yang diusulkan oleh Riri, Haikal, keluarga, dan para sahabat Riri. Setelah perdebatan yang alot dalam menentukan nama si kembar, akhirnya kedua nama itu yang menjadi keputusan akhir.Acara berlangsung dan berakhir dengan lancar. Tidak ada kendala yang b