Home / All / Betrayal Of Love / 1. Awal mula

Share

Betrayal Of Love
Betrayal Of Love
Author: Imouni29

1. Awal mula

Author: Imouni29
last update Last Updated: 2021-04-21 01:13:52

Satu hal yang paling memuakkan bagi Saraswati ialah pertengkaran dalam rumah tangganya. Ia sangat muak jika harus bertengkar dengan sang suami pada malam hari. Rasa tegar dan juga sabar selalu ia selipkan dalam hati agar bisa mempertahankan sesuatu yang berharga dalam hidupnya.

Pernikahan keduanya bukan karena dua insan yang mempersatukan. Melainkan sebuah perjodohan antara keluarga. Saraswati dan Kabir menikah atas dasar sebuah keinginan terakhir dari mendiang sang nenek---Juju---pernah berjanji akan menikahkan cucunya dengan cucu sahabatnya---Hadian---janji yang tidak bisa diingkari dan janji yang harus ditepati.

Pernikahan Saras sudah berjalan hampir lima bulan setengah, masih terbilang sebentar. Akan tetapi, bagi Saras itu sudah cukup lama dan paling menyesakkan dalam hidup.

Saras memiliki status sebagai seorang istri, tetapi ia merasa bukan seperti seorang istri sungguhan. Ia merasa sebagai diri sendiri tanpa memiliki status yang sesungguhnya dalam hubungan tersebut.

Hubungan ikatan janji suci, janji-janji yang diucapkan dengan Kabir hanyalah sebuah kebohongan dan juga kepalsuan. Saras bersungguh-sungguh mengucapkan janji suci tersebut. Namun, berbeda dengan sang suami yang malas mengucapkannya. Duduk di pelaminan untuk bersanding dengan Saras saja laki-laki itu berat hati, apalagi mengucapkan sebuah janji suci pernikahan.

Jika dilihat-lihat, Saras merupakan gadis cantik, baik, dan juga penyanyang. Hanya saja Kabir tidak bisa membuka mata, kalau wanita yang sedang berperan sebagai istrinya ialah sosok wanita yang diimpikan banyak kaum adam.

Jika saja bukan atas sebuah keinginan seseorang, mungkin Saras sudah menolak menikah.

Siapa sangka dibalik pernikahan mewah yang terkesan romantis dan juga megah kala itu, sebenarnya badai pemula yang datang pada kehidupan baru Saras.

Tinggal satu atap dengan suaminya, rasanya seperti tinggal di rumah sendiri-sendiri. Keduanya berpisah kamar itupun berjarakan cukup jauh.

Saras dan Kabir tinggal di rumah mewah yang terletak di kota Jakarta, Indonesia. Rumah yang dijadikan tempat pelampiasan dan terbongkarnya topeng Kabir di hadapan Saras. Berbohong ingin hidup mandiri kepada sang ibu, justru Kabir malah menjadikan Saras sebagai tempat kekesalan dan lampiasan amarah di kala sedang memendam rasa kebencian.

Rumah mewah yang ditinggali sangat terasa sepi bagi Saras. Tidak ada rasa bahagia yang didapat, melainkan selalu luka dan luka.

Saras selalu ditinggal pergi oleh Kabir dan benar-benar terabaikan. Mendengar kalimat panjang, senyuman serta lirikan mata dari sang suami rasanya sangat langka didapatkan. Apalagi mendapatkan sebuah 'cinta' untuk dirinya. Sang suami hanya mengeluarkan suara singkat, dingin, dan juga bersikap tak peduli. Senyum sinis, lirikan mata tajam yang begitu menusuk membuat hati Saras bagaikan tertusuk oleh ribuan jarum yang tajam.

Walaupun terabaikan dan mustahil dicintai. Saras selalu menguatkan hati agar tetap tegar dan sabar menghadapi sikap sang suami. Percaya bahwa laki-laki itu akan berubah suatu saat nanti.

Terkadang Saras juga sering melamun sekaligus bertanya-tanya dalam hati. Mengapa pada saat itu ia bisa langsung jatuh cinta cuma dengan menatap wajah laki-laki itu, bahkan rasa cinta semakin berbunga seiring berjalannya waktu. Ah, rasa cinta tak seharusnya disalahkan, karena cinta bisa datang secara tiba-tiba.

"Hei, kamu sedang melamumkan apa?" Suara lembut seorang wanita paruh baya membuyarkan lamunan Saras.

Saras mengerjap, menoleh ke arah sumber suara itu. Seulas senyum hangat terbingkai di bibir melihat siapa yang datang. Ia beranjak dari sofa ruang tamu, menghampiri sang ibu mertua yang datang mampir. Menyalimi tangan Lia dengan takzim.

Pelukan hangat didapatkan oleh Saras dari sang ibu mertua.  

"Mama, kenapa enggak mengabari kalau ingin mampir? Biar Saras menyiapkan kue kecil untuk Mama."  Saras mengajak Lia untuk duduk berdua di sofa ruang tamu. Mengobrol sekaligus saling melepas rindu.

"Mama sengaja enggak ngabarin. Enggak usah repot-repot, Ras. Mama ke sini, karena Mama kangen sama kalian." Lia menenangkan sang menantu. Beruntung memiliki menantu seperti Saras, sudah cantik, gesit, dan pintar memasak. Ia selalu ketagihan dengan masakan buatan Saras.

Saras mengulas senyum kecil, merasa beruntung memiliki mertua yang baik dan mau mengerti dirinya. Entah mengapa air mata pelupuk matanya sudah menganak bagaikan sungai. 

Lia merasa heran melihat Saras meneteskan air mata. Dengan sayang, ia menangkup wajah cantik milik Saras dan berkata, "Kamu menangis. Apa Kabir menyakiti kamu?" Raut khawatir terpatri dalam manik mata sang ibu.

Saras menggeleng kecil, berusaha tersenyum agar Lia tidak mengkhawatirkan dirinya. "Saras enggak apa-apa, Ma. Saras cuma rindu sama ummi Saras."

Saras berbohong. Ia menangis bukan rindu dengan sang ibu kandung, melainkan rasa sesak di dada semakin menyeruak dalam benak. Jujur saja, ingin rasanya ia menumpahkan semua keluh-kesah pada Lia yang selalu memberikan ia petuah seperti sang ummi. Juga berbaik hati dan selalu perhatian. Sifat lembut sang ibu mertua jauh berbeda dengan sifat suaminya.

Luka yang selama ini ditahan, semakin hari semakin menganga dengan lebar. Kabir tak mempunyai hati, selalu acuh tak acuh, dan membentak kala sedang marah tanpa meminta maaf.

Saras menghela napas pelan sembari tersenyum tipis. Menghapus sisa air mata oleh ibu jarinya sendiri.

"Jangan berbohong, Sayang. Kalau kamu memiliki masalah dalam rumah tanggamu, kamu bisa berbagi sama Mama. Mama siap mendengarkan, karena sekarang ... kamu adalah tanggung jawab, Mama. Bahkan Mama sudah menganggap kamu seperti anak perempuan Mama sendiri," ucap lembut Lia sembari mengelus puncak rambut Saras.

Saras menggeleng kecil, enggan berbagi cerita. Ia juga bingung, tak tahu harus berkata apa. Entah dorongan darimana, ia memeluk tubuh ibu mertuanya dengan erat. Tumpahlah sudah air mata yang ditahan dalam pelukan sang ibu mertua. Saras menangis terisak-isak, siapapun yang mendengar tangisan tersebut akan merasakan pilu.

Isakan tangis Saras mampu membuat Lia ikut merasakan sakit hati tanpa sebab. Ia tak kuasa menahan air mata mendengar suara tangisan sang menantu. Seolah-olah ada ikatan batin seperti seorang ibu dan anak.

Saras sadar, bahwa pelukan tersebut bisa saja membawa dirinya pada masalah. Takut kalau Lia memaksanya bercerita. Dengan terpaksa, ia melesai pelukan itu.

Lia mencoba tersenyum menguatkan sang menantu kesanyangan agar tak terlalu larut dalam kesedihan. Memahami bagaimana lika-liku hubungan rumah tangga atas kehendak perjodohan.

"Mama ... A--aku ... A--aku ...."

"Ssstt ...," potong Lia menyentuh bibir Saras dengan jari telunjuknya.

"Jangan berbicara di saat kamu ingin menangis. Hal itu akan membuatmu semakin merasa sesak dan sakit hati. Menangislah, puaskan tangisanmu jika itu bisa membuatmu merasa lebih tenang setelahnya," ujar Lia seraya menyeka air mata di pipinya sendiri.

Tangisan yang tadinya memelan, kini malah menjadi histeris. Lantas Lia segera menarik menantunya ke dalam pelukan, membiarkan Saras menumpahkan tangisnya.

Tidak hanya menangis dalam pelukan sang ibu mertua. Saras selalu menangis dalam diam atau menangis di tengah-tengah kegelapan malam tanpa suara.

Dalam lima bulan, dalam masa pernikahannya sangat menguras batin Saras. Bayangkan saja jika kalian berada di posisi Saras, memiliki suami yang tidak pernah memedulikan dirinya bahkan tidak memiliki rasa cinta sedikitpun.  

"Katakan, Sayang. Apa Kabir membuatmu terluka? Mama tahu kalah pernikahan kalian terjadi karena sebuah janji bukan dua insan saling mencintai," kata Lia, seakan-akan tahu apa yang tengah dihadapi oleh Saras. Tangan yang sedikit keriput itu mengelus puncak kepala Saras dengan sayang.

Saras melerai pelukan itu, menghapus sisa air matanya. Ia perlu memperbaiki dugaan negatif dari sang ibu mertuanya.

"Enggak, Ma. Kabir enggak bikin Saras terluka. Jika Tuhan sudah berkehendak, suatu saat nanti kami pasti akan saling mencintai. Saras menangis, karena Saras rindu sama ummi dan abbi di kampung," alibi Saras yang tidak ingin membuat ibu mertuanya khawatir dan tahu titik permasalahan rumah tangannya.

Lia mengulas senyum tipis, tak ingin memaksa. "Baiklah, di mana Kabir?"

"Dia pergi bekerja, Ma," balas Saras. Lia mengangguk mengiakan sebagai jawabannya.

Jika kalian bertanya mengapa Saras tidak bercerai saja dengan Kabir atau menyudahi pernikahan drama tersebut. Asalkan kalian tahu saja penceraian itu tak semudah mengangkat berbagai helaian kertas. Apalagi menyobeknya.

Bila Saras mengambil keputusan untuk berpisah, maka hal buruk akan terjadi. Pasti akan ada satu orang yang terluka di alam baka sana, juga di sini.

Satu-satunya keputusan Saras; tetap bertahan meski tak dihargai. Rasanya pun sangat memuakkan. Apa pun risikonya nanti, ia akan tetap mencoba dan menerima keadaan rumah tangganya sendiri.

Ketika Saras sedang sibuk berlamun. Lia memilih pamit pulang, ingin memberikan ruang untuk sang menantu. Ia mengerti bahwa Saras tengah di landa masalah. 

"Mama pulang dulu, ya. Bilang pada Kabir agar segera menghubingi Mama," ucap Lia, yang kini sudah berdiri dari duduk dan melangkah menuju pintu keluar diikuti oleh Saras dari belakang.

Saras mengangguk kecil. "Iya, Ma. Saras bakalan kasih tahu ke Mas Kabir.. Dan hati-hati di jalan, Ma."

Lia mengangguk sebagai balasan, mengelus puncak rambut Saras sekilas dan mencium kening sang menantu cukup lama.

"Jaga dirimu," ujar Lia. Saras membalas dengan anggukan kecil.

Kini Saras kembali dengan pikirannya sendiri. Duduk di sofa sambil menonton TV. Namun, ia tidak menonton tanyangan TV tersebut. Melainkan sibuk berlamun memikirkan nasib hidupnya akan seperti apa nanti.

Suara pintu terbuka dengan keras membuat Saras terkejut sekaligus menoleh pada arah pintu masuk.

"Sepertinya kamu mencari masalah pada saya, Nyonya Besar!" Suara dingin milik Kabir mampu membuat bulu kuduk Saras berdiri. Kini ia beringsut bangun dari duduk, menatap takut pada Kabir.

"M--mas ...," gagap Saras merasa takut. 

Kabir tak memedulikan penjelasan dari Saras. Laki-laki itu menarik lengan Saras mencengkeram dengan kasar. Mampu membuat Saras meringis kesakitan.

"Ahh ... L--lepaskan ... S--asakit ...." Saras memohon dengan lirih.

Sungguh, laki-laki itu sama sekali tidak memiliki hati nurani, bukannya melepas. Justru malah menarik paksa Saras menuju kamar. Menyeret hingga sampai di dalam kamar.

Laki-laki itu menghempaskan tubuh Saras dengan kasar ke lantai hingga tersungkur hampir mengenai ujung ranjang.

Tak hanya itu saja. Kabir menarik dagu Saras dengan kasar. Tatapan mata laki-laki itu begitu mengintimidasi, sangat tajam dan penuh dengan kilatan kemarahan.

"Kamu bilang apa pada mama saya, huh?" desis Kabir penuh penekanan.

"A--apa ma--maksudmu, Mas?" tanya Saras dengan gagap akibat pasokan oksigen yang menipis.

"Jangan bersandiwara lagi di hadapan saya, bicth! Saya tidak sengaja bertemu dengan mama saya di jalan sampai dia memarahi saya karena membuatmu menangis. Jangan sampai kamu mengadu padanya, sialan!" bentak Kabir, kilatan amarah terpatri di manik matanya.

Saras hanya bisa diam tak melawan. Buliran bening jatuh menetes dengan deras. Percuma melawan, yang ada akan memperburuk keadaan saja. 

Kabir mengulas senyum picik merasa senang melihat sang istri bonekanya menangis. Bagi Kabir menyakiti Saras itu sebuah hiburan seperti menuntaskan hasrat ingin menyakiti. 

"Jawab saya gadis bodoh!" teriak Kabir. Saras terkejut mendengar teriakan tersebut.

Tak ada jawaban yang Saras keluarkan dari mulut. Ia berusaha melepaskan cengkeraman Kabir di dagu agar bisa terlepas.

"Saya peringatkan sama kamu. Jangan pernah mengatakan semua tentang masalah rumah tangga kita pada orang lain, terutama mama saya sendiri! Karena saya tidak ingin melihat dia jatuh sakit," hardik Kabir dengan nada bicara terkesan dingin.

Kabir beranjak pergi meninggalkan Saras sendiri di dalam kamar. Pintu tertutup dengan keras, membuat ia terkelonjak kaget mendengar bantingan pintu tersebut.

Merasa sudah sendirian, ia menumpahkan seluruh air mata yang ditahan dengan sepuas hati. Jika saja kalian bisa mendengar suara tangisan pilu itu mungkin kalian juga akan ikut menangis bersama Saras.

"Ujian macam apa ini, Ya Tuhan?"

[WARNING: CERITA INI PERNAH SAYA SHARE DI apk oren DI AKUN IMOUNI DENGAN LATAR INDIA. KALAU INI VERSI INDONESIA.]

Related chapters

  • Betrayal Of Love   2

    Cuaca malam ini terlihat begitu indah, banyak bintang bertaburan di atas langit, sinar rembulan pun kini mulai ikut bersinar menghiasi. Bagi Saras malam ini sama saja seperti malam sebelumnya, selalu rasa sesak yang menyelimuti. Saras menumpahkan tangisnya dalam kegelepan malam, mengingat saat ia jatuh cinta pada lelaki itu hanya dengan menatap wajahnya saja. Sementara lelaki itu tidak mau membalas cintanya sama sekali, melainkan membenci kehadiran Saras. Jika saja bukan karena janji dari seseorang, Saras tidak mau menerima pernikahan konyol ini. Saras selalu bermimpi ingin memiliki sosok suami yang mencintai dirinya dengan tulus dan sosok suami yang bisa membahagiakan dirinya. Bukan yang malah menyakiti dan membuat luka di hati Saras. Rasa lelah menyelimuti. Ingin mengakhiri, tetapi takut kalau ia mengakhiri maka bencana besar akan terjadi. Saras takut itu. Me

    Last Updated : 2021-04-22
  • Betrayal Of Love   3

    Saras masih berada di rumah ibu mertuanya, ia terpaksa harus menginap di rumah Lia selama hari pernikahan Adira berlangsung. Otomatis ia harus menjalani sandiwara yang tampak terkesan sangat romantis bersama Kabir di hadapan keluarga mereka. Jika boleh jujur, Saras merasa sangat senang jika Kabir memperlakukannya dengan lembut dan romantis. Walaupun itu hanya sebuah sandiwara. Sungguh, Saras sangat berharap kalau sandiwara yang tengah dijalani bisa berubah menjadi kenyataan. Ah, rasanya itu tidak mungkin bisa terjadi. Hari semakin sore, persiapan menyajikan kue dan pembukusan makanan sudah selesai disiapkan. Tinggal menunggu waktu setelah isya maka para tetangga akan datang ke rumah untuk memberi selamat dan membaca surah-surah alquran guna memberkati kedua calon mempelai agar senantiasa selalu bersama dan acara pun tetap berjalan lancar sampai akhir. Tampaknya Saras tengah menikmati angin sore sambil menatap langit yang sedikit kemerahan. Ia sengaja memilih

    Last Updated : 2021-04-25
  • Betrayal Of Love   4

    Langit terlihat sudah berubah menjadi gelap, senja yang hangat dan tengah menyapa, kini telah pamit. Awan gelap menyambut datang, menggantikan posisi senja. Seorang gadis masih berdiri di balkon kamar sembari menengadah ke langit, setetes air mata terjatuh tanpa diperintah. Entah apa yang sedang ada dipikirannya sekarang, ia benar-benar terlihat kacau. Sangat enggan menjalani sandiwara di hadapan keluarga bersama sang suami. "Kapan semua ini akan berakhir, Tuhan?" Saras bertanya pada batinnya seraya masih menengadah langit dengan tatapan hambar. Memejamkan matanya sekilas, sekaligus merasakan angin malam menerpa wajah. Apakah berawal dari pernikahan ini, ujian hidupnya dimulai? Memilik

    Last Updated : 2021-04-25
  • Betrayal Of Love   5

    Malam kian larut, acara syukuran dan lamaran sudah selesai dua jam yang lalu. Hanya tinggal mempersiapkan keseluruhan pernikahan Adira.Sudah sangat malam, tetapi Saras tidak bisa memejamkan mata. Ia selalu mengubah posisi tidur, mencari posisi yang nyaman dan ia tidak bisa menemukan posisi ternyamannya. Kaki Saras turun dari ranjang, berjalan menuju balkon kamar.Udara khas malam sangat dingin menusuk relung tulang. Ditambah dengan kilauan bintang di langit, membuat suasana malam tampak cantik saja. Tangannya terulur memeluk tubuh sendiri, merasakan embusan angin menerpa wajah, entah kenapa memori ingatan pertunangan sekaligus malam pertama dirinya dan Kabir kembali berputar.Ingatan yang berusaha Saras enyahkan dari pikirannya sendiri. Kini memberontak memenuhi sebagian pikirannya.Saras menengadah langit, menatap rembulan dan juga bintang di sana. Tanpa diperintah buliran bening jatuh begitu saja mengingat memori masa lalu yang menyesakkan benak.

    Last Updated : 2021-04-29
  • Betrayal Of Love   6

    Malam telah tiba, kerlap-kerlip bintang mempercantik indahnya suasana malam. Terlebih lagi di rumah Lia sedang diadakan pesta setelah lamaran. Banyak tatamu yang hadir dari kalangan atas, rekan kerja, pemilik butik, sampai dokter yang merupakan teman dari sang calon mempelai pria.Saras memandang ke halaman belakang rumah yang luas, di mana pesta digelar. Tidak hanya di halaman, dalam ruang tamu juga bergelar. Begitu meriah, Saras memaklumi bahwa keluarga Kabir merupakan keluarga kaya dan Kabir merupakan anak konglomerat dari pasangan Lia dan Doni Maulana Yasauno.Embusan napas panjang terdengar, Saras hanya mampu menatap sekitar tanpa ada niat untuk bergabung. Mengambil minuman yang tersedia di prasmanan, meneguknya agar menghilangkan rasa kering di tenggorokan.Saras terkejut saat menoleh ke samping, mendapati seorang laki-laki berambut ikal dengan gaya berpakaian casual dipadukan oleh jaket kulit berwarna hitam. Lebih terkejutnya lagi, saat laki-laki itu meny

    Last Updated : 2021-05-04
  • Betrayal Of Love   7

    Pagi-pagi sekali, Saras sudah bangun. Sedari malam ia tidak bisa tidur, berbagai pikiran buruk selalu menghantuinya. Terlebih saat melihat betapa marahnya wajah Kabir. Sungguh, batinnya berkata lelah. Namun, logikanya mengatakan jangan menyerah.Saras benar-benar dilema. Sorot matanya tertuju pada tumpukan piring bersih. Mengalihkan pikiran dengan berbagai mengerjakan pekerjaan rumah tangga rasanya hanya sia-sia saja. "Ya Allah, kenapa pikiran buruk selalu menghantui isi kepalaku?" Saras menengadah menatap langit-langit dapur. Air mata menetes saat mengingat perlakuan Kabir selama lima bulan terakhir. Seulas senyum kecut terbingkai, Saras sangat menantikan berakhirnya sandiwara antara ia dan Kabir. Berharap kalau laki-laki itu akan segera berubah secepatnya agar Saras bisa merasakan bagaimana rasanya dicintai. Lelah rasanya bila harus mencintai orang lain terlebih dulu, tanpa dicintai balik. Rasanya benar-benar menyesakkan.

    Last Updated : 2021-06-03
  • Betrayal Of Love   8

    Setelah mengantarkan sang ibu mertua sampai ke butik. Saras berjalan keluar menuju kafe yang berada tak jauh dari butik tersebut. Tanpa sengaja langkahnya memelan kala sorot matanya tak sengaja menangkap sosok Kabir tengah bergandengan tangan dengan wanita lain, bahkan mereka begitu mesra. Perasaan sebelum ia pergi dengan Lia, Kabir tengah sibuk diskusi dengan ayah mertua di ruang kerja. Namun, mengapa laki-laki itu ada di sini bersama wanita lain?Rasa nyeri menjalar dari dada hingga sampai di ulu hati. Mereka tampak mesra sembari saling menyuapi roti satu sama lain. Andaikan saja Saras diperlakukan seperti itu, mungkin Saras akan menjadi perempuan yang paling bahagia. Tak ingin menambah beban pikiran lagi. Saras buru-buru melanjutkan langkahnya menuju Kafe Mentari di mana ia akan bertemu dengan sahabat semasa putih abunya dulu. Sudah dua tahun mereka berpisah tanpa kabar. Terakhir kali Saras dengar, Tejana sedang melanjutkan studi di Amerika. Selebihnya

    Last Updated : 2021-06-08
  • Betrayal Of Love   9

    Saras merasa canggung sekaligus merasa tak nyaman. Terlebih lagi wajah sang mantan masih tetap sama, begitu manis dipandang mata. Ingatan memori semasa putih abu terlintas begitu saja. "Sudah lama tidak bertemu, Sar," ucap Gemintang dengan lembut. Suara bass itu menyapa telinga Saras. Dulu, Saras sangat menyukai suara Gemintang, tetapi sekarang tidak lagi. Dengan susah payah, Saras mengulas senyum kecil menatap Gemintang. "Iya. Kamu makin tampan saja." Jujur saja kalimat itu hanya sebagai candaan. Mencoba mencairkan suasana di antara mereka. "Iya, Ras. Gemintang, 'kan abis pulang dari Italia. Makanya jadi ganteng gini," sahut Tejana sambil menepuk punggung Gemintang dengan keras. Memahami bagaimana atmosfer di meja mereka. "Jana, Jana. Kamu juga makin hari makin cantik," timpal Gemintang menoleh menatap Tejana dengan seulas senyum kecil di wajah. "Aku sadar kok cantik, emang dari lahir udah cantik." Dengan perca

    Last Updated : 2021-06-14

Latest chapter

  • Betrayal Of Love   39. Karma Fadhillah

    Kabir bungkam, kata-kata Fadhilla membuat hatinya tertohok. Ia melupakan hal penting itu; laki-laki bodoh nan pengecut sepertinya sangat tidak pantas menjadi seorang ayah. Membayangkan saja, Kabir merasa tidak mampu. Memiliki seorang anak dari wanita yang berbeda membuat ia takut tak bisa berbagi kasih sayang pada anak itu. Di sisi lain, hatinya sangat menginginkan Saras. Namun di satu sisi, ia merasa bertanggung jawab atas kesalahannya sendiri. "Tidak bisa, 'kan?!" Fadhillah kembali bersuara. Nadanya meninggi, wajah sudah sembab oleh buliran bening. "Sungguh, aku sangat menyesal menikah denganmu! Bodoh memang," lanjut Fadhillah, terus mengutarakan apa yang selama ini menyesakkan di ulu hatinya. Kabir menatap kosong ke lantai, seolah mencari jawaban di sela-sela retakan ubin. Setiap kata yang keluar dari mulut Fadhillah bagaikan palu yang menghantam hatinya tanpa ampun. Rasa sabar wanita itu sudah habis, hatinya sudah mati rasa. Tidak ada lagi rasa cinta yang Fadhillah rasakan

  • Betrayal Of Love   38. Temenan Sama Mantan

    Fadhillah merasa bersalah kepada Saras. Ucapan Saras membuat Fadhillah merasa sakit hati. Memang benar sih lebih baik melepaskan daripada bertahan dengan seorang pengkhianat. Fadhillah menatap layar ponselnya di mana pesan dari Kabir muncul, Kabir memberitahukan bahwa laki-laki itu tidak bisa menjemput dengan alasan ada meeting yang tidak bisa ditunda. Fadhillah memaklumi, di sisi lain ia merasa kesepian. Sikap Kabir yang sekarang berbeda dengan yang dulu. Sementara Saras, ia menghela napas pelan setelah berjalan jauh dari kafe menuju halte bus. Saras terduduk, pikiran berkecamuk. Sudut bibir mengulas senyum tipis, terlalu banyak luka yang ditorehkan oleh Kabir membuat Saras memendam rasa benci. "Jangan melamun, Ras!" Lamunan Saras buyar, tubuh menegang, kepala menoleh ke samping. Di sana, seorang laki-laki berambut hitam undercut ikut duduk di sampingnya dengan menciptakan sedikit jarak di antara mereka. "Gemintang? Ngapain di sini, bosen banget ketemu sama kamu." Saras berkel

  • Betrayal Of Love   37. Ketemu Fadhillah

    "Rasanya sepi, Ras. Enggak ada kamu di kantor." Saras tersenyum kecil mendengar kelakar dari Marcello. Kepala tertunduk menghirup bau Caramel Latte pesanannya. Lalu menyeruput dengan pelan. Niat hati ingin menghilangkan beban pikiran, malah bertemu dengan Marcello yang sehabis meeting dengan klien. "Masih ada pegawai yang kompeten kali di sana. Lagian ya kalo dipaksain, nanti malah rentan keguguran. Sayang banget soalnya," ucap Saras sembari mengelus perutnya yang sebentar lagi akan buncit. Marcello menanggapi dengan tawa kecil. Seharusnya Kabir kala itu bersyukur memiliki Saras. Ah, sudah pada dasarnya skenario Tuhan, tidak ada yang tahu akan seperti apa ke depannya. "Ras ...." Marcello memanggil, ragu ingin bertanya kepada wanita itu. Dipendam, rasanya akan penasaran. Bertanya, takut membuat Saras tersinggung. Sebab, pertanyaan yang akan diajukan bersifat pribadi dan terkesan sudah berada di jalur masing-masing. "Kenapa?" Saras bertanya, menatap Marcello sekilas. Lalu mengedark

  • Betrayal Of Love   36. Penyesalan?

    Saras tersenyum miris melihat berbagai foto mesra dan penuh kemewahan dari akun media sosial Fadhilah. Ada sedikit rasa cemburu di hati melihat keduanya kini telah resmi bersanding sebagai suami-istri. Saras bukannya tidak bisa mengiklaskan laki-laki itu, hanya saja ia tak suka melihat orang yang sudah membuatnya terluka berbahagia di sana. Tangan mengelus perut yang sebentar lagi akan terlihat membuncit. Bibir tertarik ke atas membentuk senyuman kecil. Tak terasa ia melalui hari-hari sendirian, tidak terlalu sendirian. Dibantu oleh kedua orang tua, yang nekat keduanya ingin menetap di Jakarta. Saras senang, di sini merasa dimanjakan. Tidak hanya sang mama kandung, mama mertuanya juga sering datang menjenguk sambil membawakan berbagai jenis makanan. Katanya, untuk anak Saras. "Ras, kamu yakin mau lanjut kerja?" tanya Lia yang kebetulan sedang berkunjung ke rumah. Saras yang sedang asik menyantap rujak buatan sang mama mertua ralat mantan mertua, berhenti sejenak. Setelah dipikir-pik

  • Betrayal Of Love   35. Sah

    Saras terdiam, pandangannya begitu lekat menatap manik mata Gemintang. Ulu hati terasa sesak, ia penasaran dengan alasan apa yang Gemintang sembunyikan sampai memilih pergi meninggalkan tanpa sebuah pesan. Namun, rasa sakit ditinggalkan, juga patah hati berbulan-bulan, membuat ia enggan mendengarkan. Akan tetapi, kala melihat binar sendu dan penuh harap dari laki-laki itu, membuat hati Saras goyah. "Aku sudah memaafkanmu, tetapi aku tidak bisa memberimu kesempatan untuk mengisi ruang di hatiku. Dulu, aku sudah memberimu kesempatan itu, tetapi kamu malah pergi meninggalkan begitu saja. Jujur Gem, aku enggak mau sakit hati untuk kedua kalinya," ucap Saras menarik sudut bibir dengan tipis, ia tidak yakin jikalau itu sebuah senyuman. Gemintang mengerti, ia terlalu pengecut untuk sekadar menyapa kembali. Atau bahkan mengirimi Saras pesan sebelum pergi. Ia hanya tak mau, Saras mengetahui bagaimana latar belakang keluarganya. Apalagi Saras merupakan anak yang bahagia memiliki keluarga utuh.

  • Betrayal Of Love   34. Bertemu Gemintang

    Satu bulan berpisah dengan Saras membuat Kabir mau tidak mau mengiakan permintaan sang ibu, yang meminta untuk menikahi Fadhillah demi anak yang tengah dikandung. Berat rasanya mengiakan permintaan itu, apalagi sekarang Kabir benar-benar sudah jatuh cinta kepada Saras. Mengapa semua yang terjadi terasa tidak adil untuk Kabir. Penyesalannya masih menyelimuti benak. Tatapan mata begitu kosong ke arah depan tak terelakkan. Batin bertanya-tanya bagaimana kabar Saras di sana. Apakah wanita itu hidup dengan baik? Lalu siapa yang memenuhi momen ngidam dari wanita itu? Banyak sekali pertanyaan yang berputar di kepala tentang sosok wanita yang mulai mengambil tempat di hati Kabir. Pertemuan kemarin dengan Gemintang, mampu membuat Kabir menyimpulkan. Bahwa Saras merupakan wanita yang sulit digapai kembali. Kabir sadar, sudah banyak luka yang ditorehkan pada hati wanita itu. Kabir merasa malu kepada dirinya sendiri, andaikan saja dulu ia lebih bisa menghargai dan juga membuka mata tentang rasa

  • Betrayal Of Love   33. Kabir dan Gemintang

    Saras merasa senang bisa kembali bekerja. Berkutat dengan naskah serta obrolan singkat dengan teman sekantor. Terlebih lagi Marcello mau menerima dirinya kembali. Membuat Saras merasakan suasana berbeda. "Jangan terlalu kecapean, Sar. Umimu menitipkan pesan bahwa kamu jangan terlalu capek," ucap Marcello yang berdiri di samping meja Saras.Saras mengulas senyum kecil. Ia sudah mendengar kalimat itu sebanyak lima kali. Marcello tidak henti-hentinya menasihati, tidak hanya Marcello saja. Tejana yang sedang bekerja di kantor seberang pun turut menasihati via telepon. Beruntung Saras memiliki orang-orang baik seperti mereka. Apalagi mereka seakan-akan tahu bahwa ia tidak ingin mengungkit tentang masalah penceraian itu. Mereka seakan bungkam, tidak bertanya lebih. Membuat Saras jadi lebih merasa nyaman menjalani hidup yang sekarang. "Kamu udah ingetin aku lima kali, lho. Bahkan Tejana pun udah ingetin lewat W*. Kamu enggak capek, bulak-b

  • Betrayal Of Love   32. Saras, setelah berpisah dari Kabir

    Setelah resmi bercerai dengan Kabir, kehidupan Saras kembali seperti dulu. Dikhawatirkan oleh kedua orang tua, bahkan diperhatikan begitu sayangnya. Sampai ummi dan abbi memilih untuk tetap tinggal di Jakarta daripada harus balik kampung meninggalkan Saras sendiri. Awalnya Saras meminta keduanya untuk pulang, tetapi paksaan dari ummi membuat ia pasrah.Seperti hari ini, Haer tampak sibuk membuat susu hamil untuk Saras. Padahal Saras bisa membuatnya sendiri. Akan tetapi, lelaki paruh baya itu tetap ingin membuat. Katanya, takut Saras kelelahan, tak ada yang dilakukan oleh Saras selama dua hari ini selain di rumah. Kedua orangtuanya benar-benar sangat mengkhawatirkan dirinya yang sedang hamil muda."Habiskan susunya, Ras. Biar cucu Abi kuat," komentar Haer mengulas senyum kecil menatap Saras yang tengah menenggak susu buatannya.Saras menyeka sisa air susu di sudut bibir, menatap Haer dengan seulas senyum

  • Betrayal Of Love   31. Resmi Berpisah

    Sidang terakhir penceraian Saras dan Kabir kini berjalan dengan lancar serta tanpa halangan. Kini keduanya sudah resmi berpisah, menjalani kehidupan masing-masing tanpa terikat ikatan lagi. Kabir merasa hancur saat ini, ia hanya mampu menatap Saras dari kejauhan dengan sorot mata penuh penyesalan. Kata maaf yang pernah terucap seakan tak berarti. Tak ada maaf untuk laki-laki berengsek seperti dia. "Bagaimana rasanya berpisah di saat hati masih menginginkan dia?" Suara dari Lia mengejutkan Kabir, hingga membuat laki-laki itu menyeka air mata tanpa sadar. Tanpa dijawab pun Lia pasti sudah tahu bagaimana rasanya serta hancurnya perasaan Kabir kali ini. Sontak saja Kabir memeluk tubuh sang ibu dengan erat, menumpahkan buliran bening tanpa suara. Mengapa penyesalan selalu datang diakhir? Tepat di kala hati menginginkan orang terkasih agar tetap tinggal. Lia melepaskan pelukan tersebut menangkup wajah anak laki-lakinya dengan sayang. Mencoba mengu

DMCA.com Protection Status