Share

2

Author: Imouni29
last update Last Updated: 2021-04-22 12:47:17

Cuaca malam ini terlihat begitu indah, banyak bintang bertaburan di atas langit, sinar rembulan pun kini mulai ikut bersinar menghiasi. Bagi Saras malam ini sama saja seperti malam sebelumnya, selalu rasa sesak yang menyelimuti.

Saras menumpahkan tangisnya dalam kegelepan malam, mengingat saat ia jatuh cinta pada lelaki itu hanya dengan menatap wajahnya saja. Sementara lelaki itu tidak mau membalas cintanya sama sekali, melainkan membenci kehadiran Saras. Jika saja bukan karena janji dari seseorang, Saras tidak mau menerima pernikahan konyol ini. Saras selalu bermimpi ingin memiliki sosok suami yang mencintai dirinya dengan tulus dan sosok suami yang bisa membahagiakan dirinya. Bukan yang malah menyakiti dan membuat luka di hati Saras.

Rasa lelah menyelimuti. Ingin mengakhiri, tetapi takut kalau ia mengakhiri maka bencana besar akan terjadi. Saras takut itu.

Memori malam pertama dirinya dengan lelaki itu terlintas begitu saja. Malam di mana kehidupannya dimulai, malam di mana ia merasa dibodohi dan merasakan apa itu sakit hati yang sesungguhnya. Awal di mana sang suami membenci dirinya.

"Jangan merasa senang dulu gadis bodoh! Pernikahan ini hanya karena sebuah janji tidak lebih dari itu. Akan saya pastikan kamu tidak akan pernah mendapatkan kebahagian melainkan hanya penderitaan," ucap Kabir terdengar penuh penekanan dan dingin sembari mencekal kasar lengan Saras.

Saras menahan rasa sakit di pergelangan tangannya seraya menatap sendu ke arah lelaki itu.

"Kenapa kamu tidak menolak pernikahan ini, hah? Karena dirimu saya dan kekasih saya hampir saja berpisah! Ingat ini baik-baik, saya tidak akan pernah 'MENCINTAIMU' tetapi saya akan terus 'MEMBENCIMU' hanya itu," lanjutnya tepat di wajah Saras, lalu mendorong tubuh Saras dengan kasar hingga tersungkur mengenai tepi ranjang dan membuat dahinya terluka.

Kabir mengulas senyum penuh kepuasan melihat betapa mirisnya keadaan sang istri. Selanjutnya, lelaki itu memilih meninggalkan kamar, menutup pintu dengan kasar membuat Saras terkelonjak kaget. Buliran bening di pelipuk mata sudah menganak seperti sungai yang siap tumpah. Tak ada yang bisa dilakukan selain menangis.

Merasa sudah lelah menangis karena mengingat peristiwa tersebut. Saras memilih tidur dan melupakan semuanya. Berharap jika semua itu hanyalah cobaan hidup, berharap saat ia terbangun nanti semuanya akan baik-baik saja. Ya, baik-baik saja.

***

Di tempat lain, seorang lelaki berpakaian formal, tetapi sudah urak-urakan tengah meneguk vodkanya. Sudah dua botol ia habiskan. Meminum vodka dalam keadaan yang tak karuan sudah menjadi kebiasaannya saat sedang dilanda masalah. Entah kenapa akhir-akhir ini pikirannya selalu terlintas pada seorang gadis yang sangat ia benci. Bola matanya tertuju menatap langit-langit kantor dengan tatapan hambar.

Rasanya sangat tidak suka jika ada seseorang yang mencampuri hidupnya bahkan memaksanya, ia sangat membenci itu. Jika saja bukan sang nenek yang mencampuri hidupnya, mungkin ia sudah menghabisi orang tersebut.

Sungguh, rasanya ia membenci keluarga sendiri, karena sudah  menghancurkan kehidupan yang tengah dijalani dengan lancar tiba-tiba saja disuruh dan menyetujui pernikahan dengan orang yang tidak bisa ia cintai. Bahkan ia sangat membenci gadis itu, sangat benci. Hidupnya mulai memburuk saat ia menikah dengan gadis itu.

Napasnya memburu, ada emosi yang tertahan di balik mata teduh milik lelaki itu. Ia melempar botol vodka yang sudah habis ke lantai, membuat suara pecahan kaca terdengar di ruangan tersebut. Matanya sudah memerah akibat terlalu banyak minum.

"Aku benci kepada hidupku sendiri," gumamnya terdengar sangat dingin sedingin es.

***

Hari menjelang pagi, Saras sudah terbangun sejak subuh tadi. Ia juga sudah menyiapkan sarapan dan menyajikannya dengan rapi di atas meja makan. Tinggal menunggu sang suami untuk mencicipi masakannya dan mensatap sarapan bersama-sama.

Lelaki berpakaian formal berjalan melewati ruang makan, siapa lagi jika bukan suaminya a.k.a Kabir Mohammed Yasauno. Seperti hari biasanya, Kabir tidak pernah menoleh ke arah Saras ataupun menghampiri meja makan untuk sekedar mencicipi masakan Saras.

Padahal Saras memasaknya dengan penuh rasa cinta. Hanya saja lelaki itu tidak bisa melihat dan merasakan akan perasaan Saras.

Saras mengembuskan napas kasar dan memilih mensatap sarapannya sendiri, walaupun rasanya sangat hambar. Baru dapat dua suapan, tiba-tiba saja dering ponsel Saras berbunyi. Ia melihat ID si pemanggil tertera nama Adira Melani adik dari Kabir, melainkan adik iparnya. Mereka begitu dekat, layaknya seperti adik-kakak kandung. Saras menekan tombol hijau, lalu mendekatkan benda pipih tersebut dekat telinganya.

"Halo?" sapa Saras.

"Halo, Kak Saras. Kakak bisa datang hari ini ke rumah ibu enggak?" Adira berucap dari seberang telepon sana.

"Hari ini? Memangnya ada acara apa?"

"Iya, Kakak hari ini. Eum ... ibu tidak memberitahumu kemarin? Hari ini ada acara syukur untuk lamaranku sekaligus mencoba baju untuk pagar ayu."

"Oh ya? Eum ... bagaimana, ya?" Saras bimbang, haruskah ia menuruti apa kemauan sang adik atau tidak.

"Ayolah, Kak. Dira pengen ditemani sama Kak Saras, ya, ya ya," paksa Adira di seberang telepon sana.

"Iya, baiklah, Dira. Aku akan datang. Kamu puas sekarang?"

"Aku belum puas sebelum kakak ada di sini," kata Adira di seberang telepon sana.

"Baiklah, sampai bertemu di rumah." Saras mengakhiri panggilan tersebut. Segera membereskan piring bekas sarapan, setelah itu bersiap-siap pergi menemui adik iparnya di rumah ibu mertua. Sudah lama ia tidak menginjakan kaki di sana.

Adira sengaja mengundang Saras untuk membantu menyiapkan pernikahannya. Mengingat sebentar lagi Adira akan segera menikah, sesuai keinginan Adira sendiri yang memilih menikah setelah lulus dari kuliah di luar negeri, menikah dengan seorang laki-laki yang sangat mencintainya. Tidak seperti nasib pernikahan Saras.

***

Tidak membutuhkan waktu lama untuk sampai di kediaman Lia. Saras sudah sampai di depan rumah ibu mertuanya, di sana sudah banyak kerabat yang datang untuk membantu menyiapkan pernikahan putri dari Liana dan Sobri Yasauno.

Sebelum memasuki rumah tersebut, Saras menarik napas perlahan, membuangnya dengan perlahan. Ia berjalan menelusuri setiap koridor pintu utama, lalu melangkahkan kakinya memasuki rumah besar tersebut. Saras bisa melihat sosok dua wanita paruh baya yang sedang hilir-mudik membawa baskom serta nampan berisi makanan untuk acara lamaran nanti.

"Kakak Saras!" Adira berteriam seraya  memeluk tubuh Saras dengan erat.

Saras melerai pelukan itu dan menangkup wajah cantik milik Adira, jujur saja Adira begitu anggun nan cantik. Tidak hanya cantik, gadis itu juga begitu lembut dan baik hati. Beruntung sekali lelaki yang mendapatkan cinta Adira dan mencintai sang adik.

"Kamu, 'kan akan segera menikah, seharusnya kamu bertingkah seperti orang dewasa bukan seperti anak kecil yang manja lagi," balas Saraa sembari mencubit gemas pipi Adira. Adira terkekeh geli mendapatkan cubitan itu.

"Ayo, Kak. Bantu aku memilihkan Kakak pakaian dan membantu ibu juga, haha." Adira menarik lengan Swara menuju ibu Lia dan bibi Kokom. 

"Assalamualaikum, Bi," ucap Saras mengulas senyum pada Kokom seraya menyalimi dua orang dewasa itu dengan takzim.

"Kebetulan kamu datang, Ibu baru saja ingin meneleponmu. Kamu tahu? Ibu lupa memberitahu kemarin saat mampir ke rumah Saras," papar Lia.

"Ibuku ini memang pelupa. Pantas saja aku merasa heran saat Ibu pulang dengan alis berkerut seperti memiliki beban," balas Adira menggoda ibunya. Saras tertawa kecil, begitu juga dengan Kokom.

"Tetapi ingatanku akan kelakuanmu sejak kecil. Aku ingat betul, Sayang," sambung Lia menepuk pelan pipi Adira.

"Baiklah, Nak. Tolong bantu adikmu yang manja ini memilih pakaian untuk lamaran dan bantu dia berdandan." Lia menatap Saras sekilas. Adira tak menerima dipanggil manja oleh sang ibu.

"Ibu aku tidak manja ...," rengek Adira.

"Ya, terserah kamu saja. Kom, ayo kita mesti persiapkan besek buat bapak-bapak." Lia mengajak Kokom kembali ke dapur atau lebih tepatnya di halaman belakang di mana tempat memasak dilakukan. 

Kini Saras menemani Adira memilih baju. Entah kenapa bayangan di mana pertama kalinya ia bertemu dengan Kabir di hari lamaran. Saras melamun memikirkan bagaimana bisa ia jatuh cinta saat acara lamaran tersebut.

Jujur saja Saras tak mendengarkan celotehan Adira yang sedari tadi berbicara terus-menerus. Adira merasa tak ada balasan dari sang kakak. Ia menoleh memperhatikan Saras tengah melamun dan membuyarkan lamunan Saras. 

"Apa yang Kak Saras pikirkan? Oh, atau mungkin Kakak memikirkan lamaran kakak waktu dulu?" tanya Adira menebak apa isi kepala Saras, Saras hanya menggeleng kecil membalas hal itu.

"Maaf jika waktu itu aku enggak datang, karena aku ada ujian," sesal Adira, ia sungguh menyesal karena tidak bisa melihat sang kakak melamar seorang perempuan cantik ssperti Saras..

Saras mengulas senyum kecil menatap Adira. "Enggak apa-apa."

"Benarkah, lalu bagaimana acara lamaran itu? Apa kak Kabir terlihat keren? Lalu perasaan Kak Saras bagaimana?" tanya Adira yang tampak begitu antusias.

"Dan apa kalian saling mencintai satu sama lain? Dan bagaimana malam pertama kalian?" Adira tak henti-hentinya melontarkan banyak pertanyaan. Untuk kalimat terakhir ia sengaja berbisik sambil menyenggol bahu Saras. 

Saras menelan saliva sendiri dengan susah payah. Bayangan memori malam pertama kembali terlintas begitu saja di saat Saras mati-matian ingin melupakan peristiwa tersebut.

"Baik, dan sangat indah," ucap Saras bergetar dan terasa tercekat.

Adira tidak tahu apa yang sedang dialami di rumah tangga kakaknya sendiri.

Adira hanya membalasnya dengan anggukan dan senyum simpul. Gadis itu kembali menyibukan diri memilih pakaian mana yang cocok untuk lamaran nanti malam.

"Malam pertama? Tidak ada kata malam pertama di dalam hidupku. Hanya ada malam yang begitu menyesakkan dan awal di mana kehidupanku dan penderitaanku dimulai. Semoga kamu tidak mengalaminya, Adira," batin Saras mencoba tetap terlihat tegar.

Related chapters

  • Betrayal Of Love   3

    Saras masih berada di rumah ibu mertuanya, ia terpaksa harus menginap di rumah Lia selama hari pernikahan Adira berlangsung. Otomatis ia harus menjalani sandiwara yang tampak terkesan sangat romantis bersama Kabir di hadapan keluarga mereka. Jika boleh jujur, Saras merasa sangat senang jika Kabir memperlakukannya dengan lembut dan romantis. Walaupun itu hanya sebuah sandiwara. Sungguh, Saras sangat berharap kalau sandiwara yang tengah dijalani bisa berubah menjadi kenyataan. Ah, rasanya itu tidak mungkin bisa terjadi. Hari semakin sore, persiapan menyajikan kue dan pembukusan makanan sudah selesai disiapkan. Tinggal menunggu waktu setelah isya maka para tetangga akan datang ke rumah untuk memberi selamat dan membaca surah-surah alquran guna memberkati kedua calon mempelai agar senantiasa selalu bersama dan acara pun tetap berjalan lancar sampai akhir. Tampaknya Saras tengah menikmati angin sore sambil menatap langit yang sedikit kemerahan. Ia sengaja memilih

    Last Updated : 2021-04-25
  • Betrayal Of Love   4

    Langit terlihat sudah berubah menjadi gelap, senja yang hangat dan tengah menyapa, kini telah pamit. Awan gelap menyambut datang, menggantikan posisi senja. Seorang gadis masih berdiri di balkon kamar sembari menengadah ke langit, setetes air mata terjatuh tanpa diperintah. Entah apa yang sedang ada dipikirannya sekarang, ia benar-benar terlihat kacau. Sangat enggan menjalani sandiwara di hadapan keluarga bersama sang suami. "Kapan semua ini akan berakhir, Tuhan?" Saras bertanya pada batinnya seraya masih menengadah langit dengan tatapan hambar. Memejamkan matanya sekilas, sekaligus merasakan angin malam menerpa wajah. Apakah berawal dari pernikahan ini, ujian hidupnya dimulai? Memilik

    Last Updated : 2021-04-25
  • Betrayal Of Love   5

    Malam kian larut, acara syukuran dan lamaran sudah selesai dua jam yang lalu. Hanya tinggal mempersiapkan keseluruhan pernikahan Adira.Sudah sangat malam, tetapi Saras tidak bisa memejamkan mata. Ia selalu mengubah posisi tidur, mencari posisi yang nyaman dan ia tidak bisa menemukan posisi ternyamannya. Kaki Saras turun dari ranjang, berjalan menuju balkon kamar.Udara khas malam sangat dingin menusuk relung tulang. Ditambah dengan kilauan bintang di langit, membuat suasana malam tampak cantik saja. Tangannya terulur memeluk tubuh sendiri, merasakan embusan angin menerpa wajah, entah kenapa memori ingatan pertunangan sekaligus malam pertama dirinya dan Kabir kembali berputar.Ingatan yang berusaha Saras enyahkan dari pikirannya sendiri. Kini memberontak memenuhi sebagian pikirannya.Saras menengadah langit, menatap rembulan dan juga bintang di sana. Tanpa diperintah buliran bening jatuh begitu saja mengingat memori masa lalu yang menyesakkan benak.

    Last Updated : 2021-04-29
  • Betrayal Of Love   6

    Malam telah tiba, kerlap-kerlip bintang mempercantik indahnya suasana malam. Terlebih lagi di rumah Lia sedang diadakan pesta setelah lamaran. Banyak tatamu yang hadir dari kalangan atas, rekan kerja, pemilik butik, sampai dokter yang merupakan teman dari sang calon mempelai pria.Saras memandang ke halaman belakang rumah yang luas, di mana pesta digelar. Tidak hanya di halaman, dalam ruang tamu juga bergelar. Begitu meriah, Saras memaklumi bahwa keluarga Kabir merupakan keluarga kaya dan Kabir merupakan anak konglomerat dari pasangan Lia dan Doni Maulana Yasauno.Embusan napas panjang terdengar, Saras hanya mampu menatap sekitar tanpa ada niat untuk bergabung. Mengambil minuman yang tersedia di prasmanan, meneguknya agar menghilangkan rasa kering di tenggorokan.Saras terkejut saat menoleh ke samping, mendapati seorang laki-laki berambut ikal dengan gaya berpakaian casual dipadukan oleh jaket kulit berwarna hitam. Lebih terkejutnya lagi, saat laki-laki itu meny

    Last Updated : 2021-05-04
  • Betrayal Of Love   7

    Pagi-pagi sekali, Saras sudah bangun. Sedari malam ia tidak bisa tidur, berbagai pikiran buruk selalu menghantuinya. Terlebih saat melihat betapa marahnya wajah Kabir. Sungguh, batinnya berkata lelah. Namun, logikanya mengatakan jangan menyerah.Saras benar-benar dilema. Sorot matanya tertuju pada tumpukan piring bersih. Mengalihkan pikiran dengan berbagai mengerjakan pekerjaan rumah tangga rasanya hanya sia-sia saja. "Ya Allah, kenapa pikiran buruk selalu menghantui isi kepalaku?" Saras menengadah menatap langit-langit dapur. Air mata menetes saat mengingat perlakuan Kabir selama lima bulan terakhir. Seulas senyum kecut terbingkai, Saras sangat menantikan berakhirnya sandiwara antara ia dan Kabir. Berharap kalau laki-laki itu akan segera berubah secepatnya agar Saras bisa merasakan bagaimana rasanya dicintai. Lelah rasanya bila harus mencintai orang lain terlebih dulu, tanpa dicintai balik. Rasanya benar-benar menyesakkan.

    Last Updated : 2021-06-03
  • Betrayal Of Love   8

    Setelah mengantarkan sang ibu mertua sampai ke butik. Saras berjalan keluar menuju kafe yang berada tak jauh dari butik tersebut. Tanpa sengaja langkahnya memelan kala sorot matanya tak sengaja menangkap sosok Kabir tengah bergandengan tangan dengan wanita lain, bahkan mereka begitu mesra. Perasaan sebelum ia pergi dengan Lia, Kabir tengah sibuk diskusi dengan ayah mertua di ruang kerja. Namun, mengapa laki-laki itu ada di sini bersama wanita lain?Rasa nyeri menjalar dari dada hingga sampai di ulu hati. Mereka tampak mesra sembari saling menyuapi roti satu sama lain. Andaikan saja Saras diperlakukan seperti itu, mungkin Saras akan menjadi perempuan yang paling bahagia. Tak ingin menambah beban pikiran lagi. Saras buru-buru melanjutkan langkahnya menuju Kafe Mentari di mana ia akan bertemu dengan sahabat semasa putih abunya dulu. Sudah dua tahun mereka berpisah tanpa kabar. Terakhir kali Saras dengar, Tejana sedang melanjutkan studi di Amerika. Selebihnya

    Last Updated : 2021-06-08
  • Betrayal Of Love   9

    Saras merasa canggung sekaligus merasa tak nyaman. Terlebih lagi wajah sang mantan masih tetap sama, begitu manis dipandang mata. Ingatan memori semasa putih abu terlintas begitu saja. "Sudah lama tidak bertemu, Sar," ucap Gemintang dengan lembut. Suara bass itu menyapa telinga Saras. Dulu, Saras sangat menyukai suara Gemintang, tetapi sekarang tidak lagi. Dengan susah payah, Saras mengulas senyum kecil menatap Gemintang. "Iya. Kamu makin tampan saja." Jujur saja kalimat itu hanya sebagai candaan. Mencoba mencairkan suasana di antara mereka. "Iya, Ras. Gemintang, 'kan abis pulang dari Italia. Makanya jadi ganteng gini," sahut Tejana sambil menepuk punggung Gemintang dengan keras. Memahami bagaimana atmosfer di meja mereka. "Jana, Jana. Kamu juga makin hari makin cantik," timpal Gemintang menoleh menatap Tejana dengan seulas senyum kecil di wajah. "Aku sadar kok cantik, emang dari lahir udah cantik." Dengan perca

    Last Updated : 2021-06-14
  • Betrayal Of Love   10

    Saras melangkah memasuki pekarangan rumah sang ibu mertua. Ia merasa puas menghabiskan waktu dengan Tejana juga Gemintang. Sebelum pulang tadi, ia sengaja mampir di kedai roti bakar untuk Adira ataupun sang ibu mertua. Pekarangan rumah tampak ramai seiring dekatnya pernikahan Adira. Tenda dan berbagai dekorasi pun sudah terpasang di depan rumah. Saras mengulas senyum tipis saat berpas-pasan dengan tetangga yang dikenalnya. "Assalamualaikum," ucap Saras ketika memasuki rumah. Matanya menyapu ke dalam, semua orang tampak sibuk hilir-mudik. Namun, bola matanya tak kunjung beranjak malah terpaku pada sosok Kabir yang tengah berdiri di anak tangga sambil bersedekap dada. "Kakak ipar udah pulang? Kak Kabir nanyain Kakak terus, lho." Saras terkelonjak kaget saat Adira datang dari arah samping, sedangkan gadis itu malah tertawa kecil melihat keterkejutan sang kakak. "Kamu ini ngagetin mulu. Mama ke mana?" tanya Saras sembari berjalan

    Last Updated : 2021-06-14

Latest chapter

  • Betrayal Of Love   39. Karma Fadhillah

    Kabir bungkam, kata-kata Fadhilla membuat hatinya tertohok. Ia melupakan hal penting itu; laki-laki bodoh nan pengecut sepertinya sangat tidak pantas menjadi seorang ayah. Membayangkan saja, Kabir merasa tidak mampu. Memiliki seorang anak dari wanita yang berbeda membuat ia takut tak bisa berbagi kasih sayang pada anak itu. Di sisi lain, hatinya sangat menginginkan Saras. Namun di satu sisi, ia merasa bertanggung jawab atas kesalahannya sendiri. "Tidak bisa, 'kan?!" Fadhillah kembali bersuara. Nadanya meninggi, wajah sudah sembab oleh buliran bening. "Sungguh, aku sangat menyesal menikah denganmu! Bodoh memang," lanjut Fadhillah, terus mengutarakan apa yang selama ini menyesakkan di ulu hatinya. Kabir menatap kosong ke lantai, seolah mencari jawaban di sela-sela retakan ubin. Setiap kata yang keluar dari mulut Fadhillah bagaikan palu yang menghantam hatinya tanpa ampun. Rasa sabar wanita itu sudah habis, hatinya sudah mati rasa. Tidak ada lagi rasa cinta yang Fadhillah rasakan

  • Betrayal Of Love   38. Temenan Sama Mantan

    Fadhillah merasa bersalah kepada Saras. Ucapan Saras membuat Fadhillah merasa sakit hati. Memang benar sih lebih baik melepaskan daripada bertahan dengan seorang pengkhianat. Fadhillah menatap layar ponselnya di mana pesan dari Kabir muncul, Kabir memberitahukan bahwa laki-laki itu tidak bisa menjemput dengan alasan ada meeting yang tidak bisa ditunda. Fadhillah memaklumi, di sisi lain ia merasa kesepian. Sikap Kabir yang sekarang berbeda dengan yang dulu. Sementara Saras, ia menghela napas pelan setelah berjalan jauh dari kafe menuju halte bus. Saras terduduk, pikiran berkecamuk. Sudut bibir mengulas senyum tipis, terlalu banyak luka yang ditorehkan oleh Kabir membuat Saras memendam rasa benci. "Jangan melamun, Ras!" Lamunan Saras buyar, tubuh menegang, kepala menoleh ke samping. Di sana, seorang laki-laki berambut hitam undercut ikut duduk di sampingnya dengan menciptakan sedikit jarak di antara mereka. "Gemintang? Ngapain di sini, bosen banget ketemu sama kamu." Saras berkel

  • Betrayal Of Love   37. Ketemu Fadhillah

    "Rasanya sepi, Ras. Enggak ada kamu di kantor." Saras tersenyum kecil mendengar kelakar dari Marcello. Kepala tertunduk menghirup bau Caramel Latte pesanannya. Lalu menyeruput dengan pelan. Niat hati ingin menghilangkan beban pikiran, malah bertemu dengan Marcello yang sehabis meeting dengan klien. "Masih ada pegawai yang kompeten kali di sana. Lagian ya kalo dipaksain, nanti malah rentan keguguran. Sayang banget soalnya," ucap Saras sembari mengelus perutnya yang sebentar lagi akan buncit. Marcello menanggapi dengan tawa kecil. Seharusnya Kabir kala itu bersyukur memiliki Saras. Ah, sudah pada dasarnya skenario Tuhan, tidak ada yang tahu akan seperti apa ke depannya. "Ras ...." Marcello memanggil, ragu ingin bertanya kepada wanita itu. Dipendam, rasanya akan penasaran. Bertanya, takut membuat Saras tersinggung. Sebab, pertanyaan yang akan diajukan bersifat pribadi dan terkesan sudah berada di jalur masing-masing. "Kenapa?" Saras bertanya, menatap Marcello sekilas. Lalu mengedark

  • Betrayal Of Love   36. Penyesalan?

    Saras tersenyum miris melihat berbagai foto mesra dan penuh kemewahan dari akun media sosial Fadhilah. Ada sedikit rasa cemburu di hati melihat keduanya kini telah resmi bersanding sebagai suami-istri. Saras bukannya tidak bisa mengiklaskan laki-laki itu, hanya saja ia tak suka melihat orang yang sudah membuatnya terluka berbahagia di sana. Tangan mengelus perut yang sebentar lagi akan terlihat membuncit. Bibir tertarik ke atas membentuk senyuman kecil. Tak terasa ia melalui hari-hari sendirian, tidak terlalu sendirian. Dibantu oleh kedua orang tua, yang nekat keduanya ingin menetap di Jakarta. Saras senang, di sini merasa dimanjakan. Tidak hanya sang mama kandung, mama mertuanya juga sering datang menjenguk sambil membawakan berbagai jenis makanan. Katanya, untuk anak Saras. "Ras, kamu yakin mau lanjut kerja?" tanya Lia yang kebetulan sedang berkunjung ke rumah. Saras yang sedang asik menyantap rujak buatan sang mama mertua ralat mantan mertua, berhenti sejenak. Setelah dipikir-pik

  • Betrayal Of Love   35. Sah

    Saras terdiam, pandangannya begitu lekat menatap manik mata Gemintang. Ulu hati terasa sesak, ia penasaran dengan alasan apa yang Gemintang sembunyikan sampai memilih pergi meninggalkan tanpa sebuah pesan. Namun, rasa sakit ditinggalkan, juga patah hati berbulan-bulan, membuat ia enggan mendengarkan. Akan tetapi, kala melihat binar sendu dan penuh harap dari laki-laki itu, membuat hati Saras goyah. "Aku sudah memaafkanmu, tetapi aku tidak bisa memberimu kesempatan untuk mengisi ruang di hatiku. Dulu, aku sudah memberimu kesempatan itu, tetapi kamu malah pergi meninggalkan begitu saja. Jujur Gem, aku enggak mau sakit hati untuk kedua kalinya," ucap Saras menarik sudut bibir dengan tipis, ia tidak yakin jikalau itu sebuah senyuman. Gemintang mengerti, ia terlalu pengecut untuk sekadar menyapa kembali. Atau bahkan mengirimi Saras pesan sebelum pergi. Ia hanya tak mau, Saras mengetahui bagaimana latar belakang keluarganya. Apalagi Saras merupakan anak yang bahagia memiliki keluarga utuh.

  • Betrayal Of Love   34. Bertemu Gemintang

    Satu bulan berpisah dengan Saras membuat Kabir mau tidak mau mengiakan permintaan sang ibu, yang meminta untuk menikahi Fadhillah demi anak yang tengah dikandung. Berat rasanya mengiakan permintaan itu, apalagi sekarang Kabir benar-benar sudah jatuh cinta kepada Saras. Mengapa semua yang terjadi terasa tidak adil untuk Kabir. Penyesalannya masih menyelimuti benak. Tatapan mata begitu kosong ke arah depan tak terelakkan. Batin bertanya-tanya bagaimana kabar Saras di sana. Apakah wanita itu hidup dengan baik? Lalu siapa yang memenuhi momen ngidam dari wanita itu? Banyak sekali pertanyaan yang berputar di kepala tentang sosok wanita yang mulai mengambil tempat di hati Kabir. Pertemuan kemarin dengan Gemintang, mampu membuat Kabir menyimpulkan. Bahwa Saras merupakan wanita yang sulit digapai kembali. Kabir sadar, sudah banyak luka yang ditorehkan pada hati wanita itu. Kabir merasa malu kepada dirinya sendiri, andaikan saja dulu ia lebih bisa menghargai dan juga membuka mata tentang rasa

  • Betrayal Of Love   33. Kabir dan Gemintang

    Saras merasa senang bisa kembali bekerja. Berkutat dengan naskah serta obrolan singkat dengan teman sekantor. Terlebih lagi Marcello mau menerima dirinya kembali. Membuat Saras merasakan suasana berbeda. "Jangan terlalu kecapean, Sar. Umimu menitipkan pesan bahwa kamu jangan terlalu capek," ucap Marcello yang berdiri di samping meja Saras.Saras mengulas senyum kecil. Ia sudah mendengar kalimat itu sebanyak lima kali. Marcello tidak henti-hentinya menasihati, tidak hanya Marcello saja. Tejana yang sedang bekerja di kantor seberang pun turut menasihati via telepon. Beruntung Saras memiliki orang-orang baik seperti mereka. Apalagi mereka seakan-akan tahu bahwa ia tidak ingin mengungkit tentang masalah penceraian itu. Mereka seakan bungkam, tidak bertanya lebih. Membuat Saras jadi lebih merasa nyaman menjalani hidup yang sekarang. "Kamu udah ingetin aku lima kali, lho. Bahkan Tejana pun udah ingetin lewat W*. Kamu enggak capek, bulak-b

  • Betrayal Of Love   32. Saras, setelah berpisah dari Kabir

    Setelah resmi bercerai dengan Kabir, kehidupan Saras kembali seperti dulu. Dikhawatirkan oleh kedua orang tua, bahkan diperhatikan begitu sayangnya. Sampai ummi dan abbi memilih untuk tetap tinggal di Jakarta daripada harus balik kampung meninggalkan Saras sendiri. Awalnya Saras meminta keduanya untuk pulang, tetapi paksaan dari ummi membuat ia pasrah.Seperti hari ini, Haer tampak sibuk membuat susu hamil untuk Saras. Padahal Saras bisa membuatnya sendiri. Akan tetapi, lelaki paruh baya itu tetap ingin membuat. Katanya, takut Saras kelelahan, tak ada yang dilakukan oleh Saras selama dua hari ini selain di rumah. Kedua orangtuanya benar-benar sangat mengkhawatirkan dirinya yang sedang hamil muda."Habiskan susunya, Ras. Biar cucu Abi kuat," komentar Haer mengulas senyum kecil menatap Saras yang tengah menenggak susu buatannya.Saras menyeka sisa air susu di sudut bibir, menatap Haer dengan seulas senyum

  • Betrayal Of Love   31. Resmi Berpisah

    Sidang terakhir penceraian Saras dan Kabir kini berjalan dengan lancar serta tanpa halangan. Kini keduanya sudah resmi berpisah, menjalani kehidupan masing-masing tanpa terikat ikatan lagi. Kabir merasa hancur saat ini, ia hanya mampu menatap Saras dari kejauhan dengan sorot mata penuh penyesalan. Kata maaf yang pernah terucap seakan tak berarti. Tak ada maaf untuk laki-laki berengsek seperti dia. "Bagaimana rasanya berpisah di saat hati masih menginginkan dia?" Suara dari Lia mengejutkan Kabir, hingga membuat laki-laki itu menyeka air mata tanpa sadar. Tanpa dijawab pun Lia pasti sudah tahu bagaimana rasanya serta hancurnya perasaan Kabir kali ini. Sontak saja Kabir memeluk tubuh sang ibu dengan erat, menumpahkan buliran bening tanpa suara. Mengapa penyesalan selalu datang diakhir? Tepat di kala hati menginginkan orang terkasih agar tetap tinggal. Lia melepaskan pelukan tersebut menangkup wajah anak laki-lakinya dengan sayang. Mencoba mengu

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status