Hujan gerimis membuat udara di luar terasa agak dingin sore ini. Hal ini dimanfaatkan oleh sebagian orang-orang yang berada di rumah untuk bersantai dan melakukan aktivitas di dalam rumah.
Isla tengah belajar di kamarnya karena ia harus menghadapi tes besok, sementara Maria membaca sebuah majalah di lantai bawah.
Rhys yang kini berada di kamar milik Isla itu hanya menatap gerimis di luar sana dengan es krim di tangannya.
"Udara sudah berubah dingin dan kau masih saja memakan es krim?" Isla meletakkan pulpen miliknya ke atas permukaan buku dan memutar kursinya menghadap Rhys yang duduk di atas ranjangnya.
"Aku tidak merasa dingin," jawab Rhys polos dengan salah satu pipi yang penuh dengan es krim.
"Kau memang aneh." Isla menggelengkan kepalanya lalu memutar kembali kursinya dan kembali belajar.
"Aku melihat sesuatu di TV tadi siang bersama ibumu. Katanya hutan yang bernama Trollehallar itu mengalami kebakaran, padahal
Pagi ini Isla olahraga di sekitar komplek rumahnya. Di tengah perjalanan, gadis itu melihat seekor anjing putih berjenis samoyed yang duduk di bawah sebuah pohon."Rhys?" gumam Isla. Ia sempat ragu, namun pada akhirnya gadis itu mendekati anjing itu untuk memastikannnya sendiri."Rhys?" panggilnya pelan namun anjing itu hanya menatapnya tanpa minat. Isla menatap kedua mata milik anjing itu dengan saksama dan ia menghela napas setelahnya. Rupanya itu bukanlah Rhys."Bisa-bisanya aku masih terpikir kalau Rhys masih mengubah wujudnya jadi anjing, padahal sekarang pria itu bisa pergi ke mana-mana dengan wujud aslinya." Isla menggelengkan kepalanya pelan sebelum akhirnya kembali melanjutkan kegiatannya.Hari libur memang selalu dimanfaatkan Isla dengan sebaik mungkin. Apalagi setelah ulangan di sekolahnya dua hari yang lalu, badannya terasa kaku dan ia memutuskan pergi berolahraga sebentar pagi ini agar tubuhnya mengeluarkan keringat.
"Rhys—"Isla termenung saat melihat kilauan berwarna biru di kedua mata milik Rhys. Gadis itu masih terdiam selama beberapa saat bahkan ketika Rhys sudah berdiri dari posisinya dan berjalan mendekat padanya."Matamu—" Kedua tangan milik Isla sudah terangkat dan hampir menyentuh wajah Rhys namun pria itu dengan segera menahannya di udara."Kau pernah melihat ini sebelumnya, kan?" ujar Rhys."A-ah, iya maaf." Isla segera menarik tangannya dari Rhys. "Aku melihatnya sewaktu melihatmu yang pertama kali berubah wujud. Iya, kan? Hanya saja, warna biru safir yang ada di matamu itu terlihat sangat indah," ujarnya.Rhys hanya tersenyum. "Tadi kau memanggilku. Ada apa?""Ah, itu. Aku sudah menyiapkan makan malam. Ibuku belum juga pulang jadi aku menyiapkan makan malam.""Kau menyiapkannya sendiri? Harusnya kau meminta bantuanku. Mungkin aku bisa membantumu walaupun sedikit," ujar Rhys.
Bintang Betelgeuse kini telah kehilangan sekitar dua pertiga dari jumlah luminositas pada saat normalnya. Para astronom kemudian menyebut fenomena ini sebagai peredupan besar yang terjadi pada bintang Betelgeuse.Luminositas bintang itu sendiri adalah jumlah cahaya dan bentuk energi radiasi lainnya yang dipancarkan oleh bintang dalam per satuan waktu.Sebagai bintang berukuran super raksasa, peredupan Betelgeuse seharusnya merupakan bagian dari siklus yang biasa terjadi. Namun, kali ini para astronom kalau peredupan yang terjadi pada bintan Betelgeuse ini tampaknya agak berbeda dari yang biasa terjadi pada bintang-bintang yang lainnya.Bintang Betelgeuse meredup dengan sangat cepat dan membuat sejumlah astronom berspekulasi bahwa sang bintang akan mati sebagai supernova di kemudian hari.Lalu pada bulan ini, cahaya Betelgeuse mengalami peredupan yang cukup drastis dan hal itu tentu saja mengejutkan mereka semua, namun para astronom mengemukakan sebu
Sebuah tim penelitian yang dipimpin oleh NAOC atau Observatorium Astronomi Nasional yang berada di bawah naungan Akademi Ilmu Pengetahuan Cina saat ini tengah menganalisis spektrum inframerah yang berada di dekat resolusi tinggi dari Betelgeuse yang diperoleh di Observatorium Weihai Universitas Shandong selama fase peredupan dan pascaperedupan yang dialami oleh salah satu bintang berukuran raksasa yang ada di konstalasi Orion itu.Hasil analisis dari penelitian tersebut kemudian menunjukkan bahwa peredupan itu kemungkinan disebabkan oleh adanya keberadaan sebuah bintik bintang yang berwarna gelap yang berukuran besar dan terletak di permukaan bintang Betelgeuse."Temuan ini pada akhirnya memberikan informasi tentang sifat bintang super raksasa yang berwarna merah tersebut, serta kontributor utama pengayaan unsur-unsur berat yang berada di alam semesta ini," ujar Zhao Gang dari NAOC, yang merupakan seorang pemimpin dari penelitian itu.Studi tersebut diterbitkan
Isla menggenggam kuat tangan milik Rhys yang membekap mulutnya. Langkah kaki itu perlahan mendekat bersamaan dengan hujan yang turun."Kita kehilangan jejak mereka, kemungkinan mereka belum terlalu jauh dari sini." Herc berujar seraya menatap sekelilingnya. Hujan yang turun membuat bau Rhys terhalangi dan menyulitkan pencariannya dan juga Hugo."Ayo pergi ke tempat lain, Hugo!"Detak jantung milik Isla berdegup lebih kencang dari biasanya, bahkan hingga membuat dadanya terasa sesak.Setelah memastikan kalau Herc dan juga Hugo telah pergi dan semuanya sudah aman, Rhys segera melepaskan tangannya. "Kau baik-baik saja? Apa masih sanggup berjalan?" tanyanya seraya membantu Isla berdiri."I-iya, aku masih bisa— argh!" Tubuh Isla langsung ambruk di saat ia berusaha berjalan. Untungnya Rhys dengan cepat segera menahan tubuhnya yang hampir limbung."Kita harus segera menemukan tempat aman setidaknya untuk malam ini. Huj
Kedua mata Isla perlahan terbuka dan ia masih mendapati dirinya di gua tempat semalam ia dan Rhys tempati."Kau sudah sadar?" Rhys menatap Isla yang baru saja terbangun."Kau ... tidak tidur?" ujar Isla yang mendapati Rhys masih terjaga."Aku tidak boleh tidur untuk memastikan kalau semuanya aman dan tidak ada serangan. Kita tidak tahu pergerakan Kai dan juga yang lainnya. Selain itu, ini adalah hutan dan kita tak tahu apa saja yang ada di sini," jelas Rhys.Rhys terjaga semalaman demi keselamatan mereka dan itu membuat Isla merasa kalau dirinya hanyalah sebuah hambatan di sana. Ia merasa kalau keberadaannya di sana hanyalah akan menjadi sebuah beban."Aku tidak menganggapmu sebagai beban sama sekali, jadi tolong berhentilah berpikiran seperti itu."Deg!Kedua mata Isla membulat saat mendengar ucapan Rhys barusan. "Kau bisa membaca pikiranku?"Rhys menghela napasnya pelan, "Maaf karena tidak memberitahumu," uj
Dengan sekuat tenaga Isla melangkahkan kakinya melewati salju yang semakin tebal. Dengan laju yang semakin pelan, ia berhenti di belakang sebuah pohon besar dan menatap ke belakangnya.Jika memang ada yang mengikutinya, hal itu akan sangat mudah karena Isla meninggalkan jejak kaki di sepanjang hutan."Apa Rhys benar-benar bisa datang menyusulku?" gumam Isla. Gadis itu menggigit bibir bawahnya dan kembali melangkahkan kakinya. Entah pergi ke mana dia, untuk saat ini dia harus bisa bertahan sendirian dan menghindari Kai dan juga yang lainnya.Angin yang berembus semakin kencang dan suhu di sekitar semakin turun."Jika terus seperti ini, tubuhku akan mengalami hipotermia. Aku tak bisa mati begitu saja di sini tanpa melakukan apa-apa. Bagaimana pun, aku harus bertahan. Rhys memerlukan bantuanku dan aku tak bisa meninggalkannya sendirian setelah yang ia lewati semua ini." Bersamaan dengan itu tubuh Isla terjatuh.Samar-sama
Isla membuka kedua matanya dan ia mendapati dirinya di sebuah ruangan. Gadis itu menatap ke sekitarnya dan mencoba bangkit dari posisinya namun seluruh tubuhnya terasa sakit, entah kenapa. Ia menatap beberapa luka yang terlihat sudah mengering di kedua tangan dan juga kakinya."Kau sudah sadar?" ujar seseorang.Isla mencari sumber suara itu dan ia terdiam selama beberapa saat ketika menyadari kalau Tao-lah yang barusan berbicara."Kau ... yang membawaku ke sini?" tanya Isla."Kau tidak sadarkan diri setelah diserang oleh badai salju milik Aric," jawab Tao. Ia masih berdiri membelakangi Isla. Pria itu menatap lurus ke depan, tepat ke sebuah ladang rumput di luar sana."Lalu Rhys? Di mana Rhys?" Isla mengedarkan pandangannya dan mencari keberadaan pria itu di sana namun ia tak menemukannya."Aku tidak bertemu dengannya," ujar Tao."Lalu kenapa kau membawaku ke sini dan tidak membunuhku saja tadi? Teman-temanmu yang lain beru
Dengan tangan yang bergetar, Isla kemudian meraih tangan yang terulur padanya itu dan entah mendapat kekuatan dari mana, ia langsung bangkit lalu berhambur memeluk sosok di depannya dengan erat.Mungkin jika ia tak berhasil menahan tubuh Isla yang tiba-tiba menyerangnya, mereka berdua pasti akan langsung jatuh ke atas permukaan rumput."Dasar bodoh," ujar Isla pelan. Pada akhirnya gadis itu tak bisa lagi menahan segala isakan yang sedari tadi ia tahan dengan sekuat tenaga. "Aku merindukanmu ... Rhys," lirihnya.Rhys terdiam selama beberapa saat usai ia mendengar ucapan Isla barusan. Kemudian pria itu tersenyum tipis dan tangannya beralih mengusap punggung Isla. "Maafkan aku, ya."Dengan perlahan kemudian Rhys melepas pelukan Isla dan ia mengalungkan kembali kamera milik gadis itu di lehernya."Setidaknya perhatikan langkahmu saat berlari, dasar ceroboh." Rhys berujar seraya mengusap kedua pipi Isla yang basah.Buk!
Mobil milik Maria sudah melaju dan membelah jalanan di kota Goteborg dan sekarang ini ia dan juga putrinya tengah menuju ke Angelholm untuk urusan pekerjaannya, dan memungkinkannya menginap selama beberapa hari di rumah adiknya yang berada di sana juga bersama dengan putri semata wayangnya.Isla yang kemarin sempat protes karena rencana awal liburannya ditunda itu pun kini tak mengoceh atau sekadar melayangkan sebuah komplain pada sang ibu."Apa kau membawa kameramu?" tanya Maria.Isla kemudian menganggukkan kepalanya pelan. "Hm. Sudah aku letakkan di dalam koper."Perlahan, kedua sudut bibir Maria pun naik dan membentuk seulas senyuman tipis tanpa diketahui oleh sang putri. Setidaknya Isla tak akan mati kebosanan selama berada di Angelholm, jadi Maria pun bisa bekerja dengan lebih tenang selama berada di sana. Ia tahu betul kalau putri semata wayangnya itu gampang sekali merasa bosan namun jika Isla sudah membawa kamera kesayangannya ke
"Barusan itu ... murid laki-laki yang kemarin, kan?" Isla berkedip dua kali."Kupikir aku barusan salah lihat, Isla. Tapi ternyata kau juga melihat hal yang sama denganku," ujar Teresa."Tapi kurasa ada yang aneh, ya. Kenapa laki-laki itu ... malah bersikap biasa saja? Maksudku, barusan dia bersikap seperti orang yang benar-benar berbeda dari yang kemarin memberikan cokelat dan juga croissant ini." Isla kemudian menatap cokelat yang tengah berada di salah satu tangannya."Apa mungkin kalau yang barusan itu bukan dia? Apa dia orang yang berbeda dari yang sebelumnya?" Teresa berkedip. Gadis itu langsung menghabiskan cokelat yang ada di tangannya itu."Tunggu, maksudmu kalau dia itu ... memiliki seorang kembaran di sini?" Isla kemudian menatap Teresa yang ada di sebelahnya. Sahabatnya itu juga tampak masih terkejut dan gais itu terlihat masih berusaha mencerna situasi yang baru saja ia alami."Atau mungkin kemarin kepalanya itu habis terbentur s
"Isla? Siapa itu Isla? Dan, apakah aku dan kau berada di sekolah yang sama?""Cokelat, katamu? Cokelat apa, ya? Aku benar-benar tidak paham dengan apa yang kau katakan.""Tunggu, tunggu. Kau dari tadi mengatakan tentang seseorang yang bernama Isla. Tapi aku benar-benar tak kenal dia, asal kau tahu saja. Mungkin kau ini salah orang, lain kali lebih teliti lah lagi. Kalau begitu aku permisi dulu."Alex seketika tak bisa diam di tempat tidurnya. Ia masih saja teringat dengan pria yang ditemuinya beberapa jam yang lalu itu.Bisa-bisanya dia lupa dengan kejadian pagi tadi. Padahal dia sendiri yang memulai semuanya. Dari menyimpan cokelat di dalam loker milik Isla secara diam-diam, hingga memberikan gadis itu sebuah croissant secara tiba-tiba saat sedang jam istirahat."Ini sangat aneh. Apa mungkin ya, dia memang memiliki seorang kembaran di sekolah? Dan yang tadi bicara denganku apakah mungkin kalau itu ternyata kembarannya yang lain,
Isla menatap sebungkus croissant yang diletakkan oleh seseorang di hadapannya dan kemudian gadis itu mendongakkan kepala untuk menatap siapa orang yang meletakkannya.Gadis itu kemudian terdiam selama beberapa saat, mencoba mengenali sosok yang kini berdiri di sebelah mejanya itu. Ia bahkan sama sekali tak mengenali orang itu.Sementara Teresa dan Alex juga terlihat menatap satu sama lain, namun tak ada satu pun dari mereka yang mengenali orang itu. Mereka berdua lalu menatap kembali orang itu dan berusaha mengenali orang yamg baru saja memberikan sebungkus croissant kepada Isla."Untukku?" tanya Isla.Laki-laki yang berdiri di sebelah itu kemudian menganggukkan kepala."Ma-maaf, tapi ... kau siapa, ya? Aku sama sekali tak mengenalimu," ujar Isla."Aku dari kelas lain," ujar laki-laki itu."Tunggu, apa kau ... orang yang tadi menaruh cokelat di dalam loker milik Isla?" Kini giliran Teresa yang kemud
Dua minggu kemudian ...Isla keluar dari salah satu ruangan dengan begitu lesu dan juga tak bersemangat. Dua orang yang menunggunya di depan pintu ruangan itu pun segera menyemangatinya agar Isla tak terlihat mengerikan dengan ekspresi yang ada di wajahnya itu."Astaga, ada apa dengan raut wajahmu yang menyedihkan ini? Hei, kau kenapa? Apa soalnya sangat sulit?" tanya Teresa begitu Isla keluar dari ruangan itu.Isla membuang napasnya pelan lalu gadis itu menggelengkan kepalanya."Lalu apa mau kau bisa mengerjakan semuanya?" Kini giliran Alex yang bertanya.Kali ini, Isla menganggukkan kepala. Teresa dan Alex pun saling mengerutkan dahi dan mereka menatap satu sama lain."Lalu? Apa masalahmu, Isla?" tanya Teresa dengan kening mengerut.Isla kemudian mendudukkan tubuhnya di sebuah bangku yang ada di sana dan gadis itu mendengkus pelan. "Rasanya aku benar-benar hampir gila karena mengerjakan semua soal itu!" ujarnya."
Isla dan Teresa saat ini tengah memakan beberapa potong buah yang sudah disiapkan leh Maria beberapa waktu yang lalu seraya sesekali mengobrol tentang berbagai hal hingga mereka berdua pun tertawa satu sama lain."Emmm, ngomong-ngomong, Teresa, apakah saat ini kondisi bagian sekolah yang rusak sudah selesai diperbaiki?" tanya Isla sebelum gadis itu menggigit sepotong apel yang ia ambil dari piring yang ada di hadapannya. Saat ini ia dan juga Teresa tengah duduk bersila di atas tempat tidur dengan sepiring buah-buahan yang ada di depan mereka."Ah, soal itu. Kurasa sedikit lagi. Sebelumnya mereka memperbaiki pintu atap terlebih dahulu karena pintu itu benar-benar terlihat mengenaskan karena terbagi menjadi ukuran-ukuran yang lebih kecil dengan jumlah banyak," ujar Teresa. Gadis itu awalnya hendak menggigit potongan pir yang ia ambil dengan garpu namun ia mengurungkan niatnya itu dan kembali menatap Isla yang duduk di depannya."Isla, jika aku boleh tahu, se
Maria membka kedua matanya dan ia melihat Isla yang tertidur dengan ponsel yang berada di genggaman tangannya. Wanita itu kemudian berjalan mendekati tempat tidur putrinya untuk membenarkan letak posisi selimut Isla yang sedikit tersingkap seraya mengambil ponsel milik gadis itu secara perlahan agar ia tak membuat tidur putri semata wayangnya itu terganggu.Saat hendak menyimpan ponsel itu di atas meja, sebuah notifikasi masuk ke ponsel milik putrinya hingga layar benda pipih itu pun kembali menyala. Karena ponsel milik Isla memang sering tidak memakai password, Maria pun bisa dengan mudah mengecek ponselnya dan kali ini wanita itu melihat dari siapakah pesan itu berasal dan ternyata itu dari teresa namun Maria tak membalasnya, ia membiarkan isla saja yang akan mebmalas pesan itu nanti ketika gadis itu sudah bangun.Kemudian tanpa sengaja Maria melihat sebuah foto yang menampakkan dua orang yang ada di dalam foto itu."I-ini ... " Maria mengeru
"Hujannya deras sekali. Untung saja Ibu kembali tepat waktu." Maria meletakkan tasnya di atas meja.Isla yang berbaring di atas tempat tidur itu hanya diam saja seraya memandangi hujan di luar sana.Bersamaan dengan itu, Maria menemukan sebuket bunga yang berada di atas meja. Kedua alisnya saling bertaut menatap benda itu."Tunggu dulu,ini bunga dari siapa?" tanya Maria.Isla menatap buket yang tengah Maria pegang, kemudian gadis itu menjawab, "tadi pagi Alex datang ke sini sebelum dia berangkat ke sekolah," ujarnya."Benarkah?" Maria berkedip dua kali dan wanita itu kemudian menatap buket di tangannya, hingga akhirnya ia tersenyum setelahnya. "Dia memang anak yang baik," ujar Maria dan wanita itu terkikih setelahnya."Berarti sore ini Alex dan juga Teresa tak akan datang ke sini?" tanya Maria kembali."Hm. Aku sudah menghubungi Teresa agar dia dan juga Alex tak perlu datang ke sini karena hujan deras yang tak