Adam melirik Shara yang sedang duduk disampingnya dengan sudut matanya. Sejak mereka meninggalkan parkiran rumah sakit sepuluh menit yang lalu, tidak sepatah katapun yang keluar dari bibir Shara. Karena sudah lama mengenal Shara di hidupnya, Adam tahu jika Shara sedang memiliki beban pikiran yang begitu berat. Wajah Shara tidak bisa berbohong dan Adam sangat tahu apa yang kemungkinan sedang Shara pikirkan serta rasakan kali ini. "Bi?" Panggil Adam pelan yang membuat Shara menoleh untuk menatap suaminya sekilas. "Ya?""Aku enggak akan maksa kamu untuk buru-buru pindah ke Jerman. Kamu pikirkan saja dulu baik-baik. Nanti setelah itu baru kamu kasih keputusan. Kamu setuju atau tidak kita pindah ke sana?"Shara tersenyum kecil dan ia menggelengkan kepalanya. "Enggak, Nyet. Aku setuju kita ke Jerman secepatnya."Mendengar perkataan Shara, Adam langsung meminggirkan mobilnya di tepi jalan. Setelah Adam berhasil menepikan mobilnya, ia menoleh untuk menghadap Shara. Ia tatap Shara lekat-lekat
Setelah menempuh perjalanan sekitar 40 menit menembus kemacetan jalan Laksda Adisucipto, hingga jalan Sudirman dan berakhir di kantornya yang ada di daerah jalan Magelang, Shara akhirnya bisa duduk dengan tenang. Setiap hari kerja seperti inilah hal yang terus membuat Shara lelah. Di sini tidak mungkin ia akan menggunakan transportasi publik, pol mentok mungkin Abang ojek online yang akan siap mengantar jemputnya jika malas berkendara sendiri. Kantornya dan kantor Adam berlawanan arah sehingga ia tidak mau membuat suaminya itu harus berkendara bolak balik hanya untuk mengantar jemput dirinya. Alasan-alasan ini juga yang membuatnya yakin untuk merasakan kehidupan di Jerman yang menurut Angi dan Joe memiliki sistem transportasi yang cukup bagus daripada di negara ini. Tidak ada subsidi BBM di sana, namun semua warga bisa menikmati fasilitas subsidi harga tiket kendaraan umum. Ini semua terbukti mengurangi angka kemacetan serta mengurangi polusi udara di Jerman. Seharusnya pemerintah ne
Shara menatap penampilan Adam dengan tatapan penuh keheranan. Bagaimana bisa Adam berpenampilan serapi ini hanya karena mereka akan pergi ke rumah orangtuanya?"Gimana, Bi? Aku sudah ganteng belum?" Tanya Adam sambil menarik turunkan alisnya. Shara menelan salivanya dan berusaha menganggukkan kepalanya walau sulit. Walau sudah menikah, kelakuan Adam masih tidak berubah menurut Shara. Ia masih terlalu narsis bagi ukuran kaum laki-laki. "Nyet?""Hmm?""Kita cuma mau ke rumah Mama sama Papa. Ngapain kamu dandan udah kaya kita mau kondangan begini?"Adam menghela napas panjang dan ia menggelengkan kepalanya. "Enggak peduli udah jadi menantu, tapi setidaknya kalo aku rapi begini, orangtua kamu jadi tahu kalo kamu pintar urus suami."Shara terdiam karena ia tidak pernah mengira jika Adam akan menjawabnya seperti ini. Adam yang melihat Shara masih diam saja segera melangkahkan kakinya mendekati istrinya itu kemudian menarik tangan Shara untuk segera keluar dari kamar. Mereka harus cepat-c
Malam ini Adam dan Shara memutuskan untuk pulang ke rumah mereka karena besok mereka harus bersiap-siap untuk menginap di rumah orangtua Adam selama tiga malam. Awalnya Shara merasa sedikit tidak nyaman dengan itu semua, namun lama kelamaan ia bisa memahami bagaimana keluarga besar suaminya itu berinteraksi. Keluarga yang paling seru yang pernah ia temui. Tidak ada saling iri, sindir apalagi mendiskriminasi. "Besok ke kantornya aku antar aja ya, Bi?" Kata Adam ketika mobil yang ia kemudikan berhenti di lampu merah. "Enggak usah, aku naik ojek aja. Pulangnya aja kamu jemput, tapi koper sekalian taruh di mobil dari pagi.""Ojek?" "Iya. Memangnya kenapa?""Enggak deh, Bi. Kalo kamu mau naik taxi online, aku akan kasih ijin. Kalo ojek aku enggak setuju. Ngeri-ngeri sedap tahu setiap pagi lewat jalan Adisucipto ini yang jalur cepat dan semua pada berubah jadi Valentino Rossi dadakan."Mendengar perkataan Adam, Shara justru tertawa cekikikan. Bahkan Shara tidak menanggapi Adam hingga taw
Tidak seperti biasanya, malam ini Shara lebih banyak diam ketika mereka sudah selesai makan malam. Saat keluarga mereka berkumpul di ruang keluarga, bahkan Shara lebih banyak bermain bersama Galen dan Edel. "Tu, Dam si Shara kayanya udah cocok jadi ibu. Buruan bikin perut Shara isi janin jangan cuma isi nasi aja."Kata-kata Suryawan membuat Shara terdiam. Entah kenapa hatinya terasa pedih mendengar semua itu walau sang Papa mertua mengatakannya dengan nada bercanda tidak serius. "Setiap hari aku juga udah mompa si Babi tapi belum jadi-jadi juga, Pa.""Namanya juga beda spesies, Pa. Gimana mau jadi. Satu monyet satu babi," kata Juna santai yang membuat Adam langsung melemparkan sebuah bantal sofa ke arah adik iparnya itu. "Gantian kamu makan semangka setiap hari kaya Juna dulu. Itu Juna sama Nada jadi langsung kembar cowok cewek. Siapa tahu kamu mau juga punya anak kembar," komentar Suryawan sambil membuka buku autobiografi milik salah satu tokoh penting dunia. Adam tertawa cekikik
Pagi ini Shara dan Adam sudah siap dengan penampilan mereka untuk datang ke rumah orangtua Angi. Kali ini Shara mengenakan gamis panjang berwarna lavender dan Adam yang mengenakan baju koko berwarna senada yang dipadukan dengan bawahan hitam, membuat Adam dan Shara saling lirik satu sama lain. Mereka tertawa bersamaan ketika berada di depan cermin besar yang ada di hadapan mereka. "Sumpah, Nyet lihat penampilan kamu, aku mau ketawa."Adam menghela napas panjang dan ia melirik Shara dengan tatapan jengah. "Nada sama Mama ini, kenapa harus warna lavender begini sih? Kaya enggak ada warna lain aja.""Memangnya kamu mau warna apa? Hitam?""Ya kalo bisa hitam, kenapa juga harus warna begini?"Shara memutar tubuhnya hingga akhirnya ia bisa menghadap ke arah Adam. Shara melipat tangannya dari depan dada dan ia menatap Adam yang masih sibuk mematut dirinya di depan cermin. "Kita mau ke acara pengajian akikah, bukan tahlilan orang meninggal."Adam memilih tidak menanggapi kata-kata Shara. I
Acara akikah Bathara berjalan dengan baik dan lancar hari ini. Seperti biasanya setelah acara selesai, para sesepuh wanita langsung berkumpul di dapur bersama. Walau acara ini menggunakan jasa event organizer namun tetap saja kebiasaan kumpul di dapur ini tidak pernah absen di keluarga besar Raharja. Shara yang merupakan "pendatang" di keluarga ini pun juga ikut membaur dengan para keluarga Adam.Shara juga sudah menyiapkan mentalnya andai saja keluarga Adam bertanya apakah ia sudah mendapatkan garis dua atau belum? Tentu saja hanya dirinya yang berpotensi mendapatkan pertanyaan seperti ini. Semua saudara Adam yang sudah menikah, sudah memiliki momongan. Terakhir adalah Tiara dan Ruben yang bulan lalu sudah berhasil mendapatkan dua garis merah. Tinggal ia dan Adam saja yang masih memiliki PR untuk memberikan penerus untuk keluarga Raharja. "Gimana, Shar sudah mau ngasih cucu buat Budhe belum?" Tanya Kartika Raharja sambil ia duduk di kursi makan dan menikmati pudding coklat. "Doakan
Dua minggu setelah acara akikah Bathara, Adam dan Shara sudah disibukkan dengan acara packing dan pengurusan ijin tinggal mereka. Setelah acara packing selesai, mereka bahkan langsung menuju ke Jakarta untuk mengurus sisa perijinan tinggal mereka di Jerman kelak. Beberapa waktu belakangan ini juga sejak acara akikah Bathara, Shara bisa melihat Adam yang lebih banyak berubah. Mungkin bagus bagi orang lain ketika laki-laki sedikit berubah dewasa dan tidak ada sikap slengekan seperti Adam tetapi Shara merasakan ada yang hilang di dalam hidupnya. "Nyet?" Panggil Shara ketika mereka baru saja pulang dari kedutaan besar negara Jerman. "Hmm?""Kamu belakangan ini ada apa? Kok diam aja?""Enggak pa-pa, cuma lagi pasang mode suami yang berwibawa."Andai Shara sedang dalam mode bercanda pasti ia akan menanggapi kata-kata Adam, sayangnya saat ini dirinya benar-benar sedang tidak memiliki keinginan untuk bercanda. "Kalo kami lagi bercanda, pasti aku akan tanggapi kata-kata kamu, tapi ini kita