Dua minggu setelah acara akikah Bathara, Adam dan Shara sudah disibukkan dengan acara packing dan pengurusan ijin tinggal mereka. Setelah acara packing selesai, mereka bahkan langsung menuju ke Jakarta untuk mengurus sisa perijinan tinggal mereka di Jerman kelak. Beberapa waktu belakangan ini juga sejak acara akikah Bathara, Shara bisa melihat Adam yang lebih banyak berubah. Mungkin bagus bagi orang lain ketika laki-laki sedikit berubah dewasa dan tidak ada sikap slengekan seperti Adam tetapi Shara merasakan ada yang hilang di dalam hidupnya. "Nyet?" Panggil Shara ketika mereka baru saja pulang dari kedutaan besar negara Jerman. "Hmm?""Kamu belakangan ini ada apa? Kok diam aja?""Enggak pa-pa, cuma lagi pasang mode suami yang berwibawa."Andai Shara sedang dalam mode bercanda pasti ia akan menanggapi kata-kata Adam, sayangnya saat ini dirinya benar-benar sedang tidak memiliki keinginan untuk bercanda. "Kalo kami lagi bercanda, pasti aku akan tanggapi kata-kata kamu, tapi ini kita
Pagi ini seluruh keluarga Adam berkumpul di Bandara Soekarno Hatta untuk mengantar kepergian Adam dan Shara ke Jerman. Bahkan Angi yang notabennya baru dua bulan yang lalu melahirkan juga ikut datang bersama suaminya. Ia rela meninggalkan Bathara di Jogja bersama Tiara yang sedang hamil muda. Karena itu hanya Tiara dan Ruben yang tidak bisa ikut datang ke tempat ini. "Yang akur kalo di Jerman. Di sana enggak ada Mama sama Papa yang bisa jadi wasit kalian."Shara berusaha untuk tidak tertawa saat mendengar pesan dari Suryawan Raharja ini. "Iya, Pa," jawab Shara dan Adam bersamaan. "Shar, Mama titip Adam, ya?" Kata Gendhis dengan mata yang sudah berkaca-kaca."Iya, Ma. Insyaallah Shara pawangin Adam."Gendhis langsung memeluk menantunya itu dan setelah itu Adam serta Shara langsung berpamitan kepada keluarga mereka satu per satu. Setelah mereka berpamitan, kini Shara dan Adam langsung masuk ke dalam karena sebentar lagi pesawat mereka akan diberangkatkan. ***Setelah perjalanan panj
Seminggu sudah Shara dan Adam tinggal di Jerman. Dan hampir setiap hari mereka pergi ke rumah sakit untuk mempersiapkan operasi yang akan Shara jalani dua hari lagi. Perasaan takut dan khawatir juga muncul dalam diri Shara. Namun bagaimanapun juga ia harus melakukan ini semua demi kesehatannya dan semoga saja ia bisa segera hamil setelahnya. "Nyet, dua hari lagi kan aku mau operasi, kalo hari ini kita piknik dulu gimana?""Kamu mau piknik ke mana? Besok kamu sudah mulai bobok di rumah sakit lho, Bi.""Ke mana aja juga boleh, Nyet. Napak tilas tempat-tempat yang pernah kita datangi juga enggak masalah. Aku cuma butuh refreshing bentar."Adam menatap wajah Shara yang sejak kemarin menampilkan kesedihan dengan tatapan tidak tega. Melihat Shara yang seperti ini membuat Adam terus berpikir, apakah sudah tepatkah keputusan yang ia ambil ini? Karena jika tepat kenapa wajah Shara terlihat sedih dan sering murung? Selama di Jerman ini juga Adam masih menemani Shara setiap hari di rumah. Ia be
Adam duduk di luar ruang operasi seorang diri. Sudah sekitar setengah jam yang lalu Shara masuk ke dalam ruang operasi. Sumpah, Adam tidak bisa menyingkirkan rasa gugup bercampur takut yang ada di dalam dirinya. Ia berdoa semoga dokter tidak harus sampai mengambil rahim Shara pada operasi kali ini mengingat ukuran mioma Shara yang cukup besar. Ia tidak bisa membayangkan akan seperti apa jika hal itu sampai terjadi. Bukan dirinya mungkin yang tidak bisa menerima semua itu, tapi keluarga mereka. Kini Adam menolehkan kepalanya saat bunyi notifikasi handphone miliknya berbunyi. Saat Adam membuka handphonenya nama Angi muncul di sana. Adam tersenyum kecil ketika mengetahui jika sepupunya itu masih mengingat kapan Shara akan menjalani operasinya. Angi : Nyet, gimana kondisinya Shara? Sudah masuk ruang operasi? Kalo sudah selesai operasinya, jangan lupa kabarin gue ya, Nyet?Entah apa yang terjadi di dalam dirinya, kenapa Adam merasa dadanya seakan baru saja ditindih dengan batu yang besar
Robert menghempaskan tubuhnya di atas ranjang tempat tidur yang ada di rumah kedua orangtuanya. Ia berpikir jika dirinya harus melakukan pengakuan dosa kepada Adam dan Shara. Bagaimanapun juga Adam berhak tahu jika kini orangtua Shara sudah mengetahui semuanya tentang kondisi kesehatan putrinya. Tentu saja bagi mereka hal itu bukan perkara yang sulit mengingat posisi mereka di rumah sakit tempat Robert membuka prakteknya. Kini Robert melirik jam yang berada di atas dinding sebelah kanan kamarnya. "Jam sebelas malam. Berarti Mas Adam lagi jam enam sore di Jerman. Okay, gue kirim pesan aja ke dia," kata Robert sambil mengambil handphone dari saku celananya. Setelah handphone itu ada di tangannya, Robert segera mencari nomer telepon Adam. Saat sudah menemukan nomer telepon Adam, Robert segera mengetikkan pesan untuk kakak sahabatnya itu. Semoga saja Adam tidak akan mencincang dirinya setelah mengetahui hal ini. Robert : Mas Adam? Belum bobok dong kalo sekarang, iya nggak? Di Jerman ma
Hari-hari Shara kini hanya diisi dengan beristirahat, olahraga ringan dan menjalankan program kehamilannya sesuai instruksi dari dokter kandungannya. Berbeda dengan para suami yang tidak pernah absen menggempur istrinya terlebih di tahun-tahun awal pernikahan, Adam dan Shara bahkan harus membuat jadwal mereka untuk bersilaturahmi di atas ranjang agar tidak lebih dari 4 kali dalam seminggu. Segala instruksi gaya juga mereka lakukan. Apalagi kini usia mereka hampir menginjak 35 tahun. Sebuah usia yang tidak bisa dikatakan muda lagi apalagi untuk pasangan yang ingin memiliki momongan pertama kali. Lebih-lebih bagi perempuan yang belum pernah hamil di usia ini seperti Shara. "Kenapa ya kalo semalam habis gempur kamu paginya badanku jadi lemas begini?" kata Adam sambil ia mulai merebahkan dirinya di sofa panjang yang ada di ruang keluarga. "Ya makanya enggak usah ngoyo sampai berkali-kali. Satu dua ronde aja cukup, Nyet.""Ini 'kan biar memperbesar peluang kamu untuk bisa hamil, Bi. Poko
Seharian ini Adam cukup sibuk karena ia harus bertemu dengan beberapa calon investor yang akan ikut menanamkan modal di usaha angkringan miliknya dan Joe. Walau tidak seratus persen calon investor ini berasal dari Jerman, namun menurut Adam tidak ada salahnya juga untuk dicoba menerima mereka. Karena banyak calon investor ini yang berasal berbagai negara di dekat Jerman seperti Belanda, Perancis, Belgia dan Swiss. Tentu saja ini semua berkat Joe yang sudah lebih dulu memiliki koneksi bisnis di negara ini. Tanpa adanya Joe mana mungkin ia bisa memiliki bisnis yang awalnya hanya iseng semata tapi kini cukup bisa menjadi sumber pemasukan rutinnya terlebih ketika ia berada di Jerman. Baru setelah pukul dua siang, Adam baru bisa menyandarkan punggungnya di sandaran kursi kantornya. Entah kenapa ia mulai merasa merindukan sang Mama dan Papa. Rasanya ia ingin pulang ke Indonesia namun Adam sadar jika kini ia sedang berusaha untuk menikmati hidupnya dengan jauh dari keluarganya bersama istri
Selama hampir satu Minggu Sony dan Ayu berada di Jerman, kini akhirnya mereka akan melanjutkan perjalanan mereka untuk berkeliling Eropa selama satu bulan ke depan. Andai saja Shara tega meninggalkan Adam sendirian di tempat ini, mungkin saja ia akan menerima tawaran dari kedua orangtuanya untuk berlibur bersama. Terlebih orangtuanya akan ke Swiss yang Shara tahu memiliki pemandangan indah. Sudah lama juga Shara ingin pergi ke sana, namun Adam belum memiliki waktu yang senggang dari pekerjaannya. "Kamu serius enggak mau ikut Mama sama Papa ke Swiss? Kita mau ke danau Brienz terus ke jembatan Sigriswil juga lho, Shar," Tanya Ayu kepada Shara yang kini tengah tiduran di atas ranjang kasur kamar orangtuanya. "Kalo ditanya mau apa enggak ya jawabannya mau, Ma. Aku juga pingin ke sana sejak nonton drakor si Riri couple. Sayangnya aku enggak bisa ninggalin monyet sendirian di sini.""Kenapa? Kamu takut dia bakalan selingkuh?""Enggak, Pa. Aku yakin banget kalo monyet itu setia sama aku d