Siang hari ini semua keluarga Raharja berkumpul di ruang perawatan Angi. Sesuai yang Shara bayangkan dan pikirkan sejak semalam akhirnya terjadi saat ini. Keluarga Adam mulai menanyakan tentang "kabar"dirinya dan Adam."Shar, gimana sudah dapat garis dua belum?" Tanya sang Mama mertua yang hanya bisa Shara balas dengan senyuman dan gelengan kepala."Coba program aja sama si Robert. Mumpung dia belum berangkat ke Afrika."Shara hanya bisa tersenyum dengan kikuk dan menganggukkan kepalanya. Ia tak memiliki kata-kata yang pantas untuk diucapkan. Andai keluarga Adam mengetahui kondisinya yang sebenarnya. Bisa-bisa mereka meminta Adam untuk menambah istri lagi atau mungkin menceraikan dirinya karena mungkin ia dianggap tidak akan mampu memberikan keturunan."Aku sama Shara mau pindah ke Jerman, Ma."Perkataan Adam sukses membuat mata semua orang tertuju kepadanya. Bahkan Shara langsung membelalakkan matanya. Ia hanya mampu menelan salivanya. Sepertinya tatapan galaknya tetap tidak membuat
Adam melirik Shara yang sedang duduk disampingnya dengan sudut matanya. Sejak mereka meninggalkan parkiran rumah sakit sepuluh menit yang lalu, tidak sepatah katapun yang keluar dari bibir Shara. Karena sudah lama mengenal Shara di hidupnya, Adam tahu jika Shara sedang memiliki beban pikiran yang begitu berat. Wajah Shara tidak bisa berbohong dan Adam sangat tahu apa yang kemungkinan sedang Shara pikirkan serta rasakan kali ini. "Bi?" Panggil Adam pelan yang membuat Shara menoleh untuk menatap suaminya sekilas. "Ya?""Aku enggak akan maksa kamu untuk buru-buru pindah ke Jerman. Kamu pikirkan saja dulu baik-baik. Nanti setelah itu baru kamu kasih keputusan. Kamu setuju atau tidak kita pindah ke sana?"Shara tersenyum kecil dan ia menggelengkan kepalanya. "Enggak, Nyet. Aku setuju kita ke Jerman secepatnya."Mendengar perkataan Shara, Adam langsung meminggirkan mobilnya di tepi jalan. Setelah Adam berhasil menepikan mobilnya, ia menoleh untuk menghadap Shara. Ia tatap Shara lekat-lekat
Setelah menempuh perjalanan sekitar 40 menit menembus kemacetan jalan Laksda Adisucipto, hingga jalan Sudirman dan berakhir di kantornya yang ada di daerah jalan Magelang, Shara akhirnya bisa duduk dengan tenang. Setiap hari kerja seperti inilah hal yang terus membuat Shara lelah. Di sini tidak mungkin ia akan menggunakan transportasi publik, pol mentok mungkin Abang ojek online yang akan siap mengantar jemputnya jika malas berkendara sendiri. Kantornya dan kantor Adam berlawanan arah sehingga ia tidak mau membuat suaminya itu harus berkendara bolak balik hanya untuk mengantar jemput dirinya. Alasan-alasan ini juga yang membuatnya yakin untuk merasakan kehidupan di Jerman yang menurut Angi dan Joe memiliki sistem transportasi yang cukup bagus daripada di negara ini. Tidak ada subsidi BBM di sana, namun semua warga bisa menikmati fasilitas subsidi harga tiket kendaraan umum. Ini semua terbukti mengurangi angka kemacetan serta mengurangi polusi udara di Jerman. Seharusnya pemerintah ne
Shara menatap penampilan Adam dengan tatapan penuh keheranan. Bagaimana bisa Adam berpenampilan serapi ini hanya karena mereka akan pergi ke rumah orangtuanya?"Gimana, Bi? Aku sudah ganteng belum?" Tanya Adam sambil menarik turunkan alisnya. Shara menelan salivanya dan berusaha menganggukkan kepalanya walau sulit. Walau sudah menikah, kelakuan Adam masih tidak berubah menurut Shara. Ia masih terlalu narsis bagi ukuran kaum laki-laki. "Nyet?""Hmm?""Kita cuma mau ke rumah Mama sama Papa. Ngapain kamu dandan udah kaya kita mau kondangan begini?"Adam menghela napas panjang dan ia menggelengkan kepalanya. "Enggak peduli udah jadi menantu, tapi setidaknya kalo aku rapi begini, orangtua kamu jadi tahu kalo kamu pintar urus suami."Shara terdiam karena ia tidak pernah mengira jika Adam akan menjawabnya seperti ini. Adam yang melihat Shara masih diam saja segera melangkahkan kakinya mendekati istrinya itu kemudian menarik tangan Shara untuk segera keluar dari kamar. Mereka harus cepat-c
Malam ini Adam dan Shara memutuskan untuk pulang ke rumah mereka karena besok mereka harus bersiap-siap untuk menginap di rumah orangtua Adam selama tiga malam. Awalnya Shara merasa sedikit tidak nyaman dengan itu semua, namun lama kelamaan ia bisa memahami bagaimana keluarga besar suaminya itu berinteraksi. Keluarga yang paling seru yang pernah ia temui. Tidak ada saling iri, sindir apalagi mendiskriminasi. "Besok ke kantornya aku antar aja ya, Bi?" Kata Adam ketika mobil yang ia kemudikan berhenti di lampu merah. "Enggak usah, aku naik ojek aja. Pulangnya aja kamu jemput, tapi koper sekalian taruh di mobil dari pagi.""Ojek?" "Iya. Memangnya kenapa?""Enggak deh, Bi. Kalo kamu mau naik taxi online, aku akan kasih ijin. Kalo ojek aku enggak setuju. Ngeri-ngeri sedap tahu setiap pagi lewat jalan Adisucipto ini yang jalur cepat dan semua pada berubah jadi Valentino Rossi dadakan."Mendengar perkataan Adam, Shara justru tertawa cekikikan. Bahkan Shara tidak menanggapi Adam hingga taw
Tidak seperti biasanya, malam ini Shara lebih banyak diam ketika mereka sudah selesai makan malam. Saat keluarga mereka berkumpul di ruang keluarga, bahkan Shara lebih banyak bermain bersama Galen dan Edel. "Tu, Dam si Shara kayanya udah cocok jadi ibu. Buruan bikin perut Shara isi janin jangan cuma isi nasi aja."Kata-kata Suryawan membuat Shara terdiam. Entah kenapa hatinya terasa pedih mendengar semua itu walau sang Papa mertua mengatakannya dengan nada bercanda tidak serius. "Setiap hari aku juga udah mompa si Babi tapi belum jadi-jadi juga, Pa.""Namanya juga beda spesies, Pa. Gimana mau jadi. Satu monyet satu babi," kata Juna santai yang membuat Adam langsung melemparkan sebuah bantal sofa ke arah adik iparnya itu. "Gantian kamu makan semangka setiap hari kaya Juna dulu. Itu Juna sama Nada jadi langsung kembar cowok cewek. Siapa tahu kamu mau juga punya anak kembar," komentar Suryawan sambil membuka buku autobiografi milik salah satu tokoh penting dunia. Adam tertawa cekikik
Pagi ini Shara dan Adam sudah siap dengan penampilan mereka untuk datang ke rumah orangtua Angi. Kali ini Shara mengenakan gamis panjang berwarna lavender dan Adam yang mengenakan baju koko berwarna senada yang dipadukan dengan bawahan hitam, membuat Adam dan Shara saling lirik satu sama lain. Mereka tertawa bersamaan ketika berada di depan cermin besar yang ada di hadapan mereka. "Sumpah, Nyet lihat penampilan kamu, aku mau ketawa."Adam menghela napas panjang dan ia melirik Shara dengan tatapan jengah. "Nada sama Mama ini, kenapa harus warna lavender begini sih? Kaya enggak ada warna lain aja.""Memangnya kamu mau warna apa? Hitam?""Ya kalo bisa hitam, kenapa juga harus warna begini?"Shara memutar tubuhnya hingga akhirnya ia bisa menghadap ke arah Adam. Shara melipat tangannya dari depan dada dan ia menatap Adam yang masih sibuk mematut dirinya di depan cermin. "Kita mau ke acara pengajian akikah, bukan tahlilan orang meninggal."Adam memilih tidak menanggapi kata-kata Shara. I
Acara akikah Bathara berjalan dengan baik dan lancar hari ini. Seperti biasanya setelah acara selesai, para sesepuh wanita langsung berkumpul di dapur bersama. Walau acara ini menggunakan jasa event organizer namun tetap saja kebiasaan kumpul di dapur ini tidak pernah absen di keluarga besar Raharja. Shara yang merupakan "pendatang" di keluarga ini pun juga ikut membaur dengan para keluarga Adam.Shara juga sudah menyiapkan mentalnya andai saja keluarga Adam bertanya apakah ia sudah mendapatkan garis dua atau belum? Tentu saja hanya dirinya yang berpotensi mendapatkan pertanyaan seperti ini. Semua saudara Adam yang sudah menikah, sudah memiliki momongan. Terakhir adalah Tiara dan Ruben yang bulan lalu sudah berhasil mendapatkan dua garis merah. Tinggal ia dan Adam saja yang masih memiliki PR untuk memberikan penerus untuk keluarga Raharja. "Gimana, Shar sudah mau ngasih cucu buat Budhe belum?" Tanya Kartika Raharja sambil ia duduk di kursi makan dan menikmati pudding coklat. "Doakan
Setelah mengatar Galen dan Edel ke sekolah mereka, pagi ini Juna dan Nada segera menuju ke rumah Adam yang berada di daerah Kalasan. Jangan tanya bagaimana padatnya lampu merah pagi ini karena tentu saja di jam-jam orang berangkat kerja seperti ini jalan Laksda Adisucipto cukup membuat banyak orang tiba-tiba cosplay menjadi Valentino Rossi."Kalo bukan karena kamu yang ngajakin aku, Nad, mending aku ke kantor dan kerja aja. Kerjaanku numpuk ini.""Kemarin kita sudah menuruti keinginan Adam buat enggak ditengok, karena itu kita ngikutin kemauan Tiara buat bikin acara penyambutan di rumahnya si Monyet.""Memang siapa yang punya kunci rumahnya?""Aku," kata Nada sambil memamerkan kunci rumah Adam di depan wajah suaminya yang kini sedang berada di balik kemudi mobil.Juna menggelengkan kepalanya melihat kunci rumah Adam yang memiliki gantungan boneka Pucca itu. Melihat reaksi Juna, Nada menarik kunci itu dan memasukkan kembali ke dalam tasnya. Obrolan khas suami istri terjadi di dalam mob
Adam baru bisa bernapas dengan lega kala Mamanya pamit untuk ke kantor, namun sepertinya rasa lega yang ia rasakan terlalu cepat berakhir karena handphonenya sudah penuh dengan hujatan dari saudara-saudaranya.Nada : Nyet... sebenarnya lo anggap kita di group ini apa? Bisa-bisanya lo enggak kasih kabar kalo Mbak Shara opname di rumah sakit.Luna : Shara opname?Nada : Iya, Mbak. Gue dikasih tahu Mama soalnya Mama ijin berangkat siang hari ini karena mau jenguk Mbak Shara dulu.Ruben : Bagus.... si Monyet minta didepak dari dari group ini secara terang-terangan.Juna : Gimana bisa kita depak dia, Ben... dia kan admin group-nya :DCaramel : Oh... begitu ya mainnya sekarang, mas Adam? Kalo ada apa-apa enggak pernah kasih tahu keluarga. Awas aja kalo bininya sampai mikir keluarga lakinya cuek-cuek dan enggak ada yang perhatian.Adam yang membaca pesan di group whatsapp itu hanya bisa menghela napas panjang. Niat hati ingin merahasiakan semua ini agar Shara bisa beristirahat dengan nyaman
Shara memilih memfokuskan pandangannya pada layar handphone miliknya sejak Sony dan Ayu masuk ke ruangan ini. Apalagi dokter Merry baru saja melakukan kunjungan dan menerangkan kondisinya secara detail saat ini kepada Adam berbonus kepada Sony serta Ayu. Tentu saja Sony dan Ayu menanyakan kondisi Shara saat ini secara detail kepada dokter Merry melebihi pertanyaan-pertanyaan yang Adam berikan. "Selalu saja begitu kamu itu, Shar. Apa sih susahnya menahan diri? Toh kalian ini sudah lama 'kan mengharapkan kehadiran momongan.""Mama kaya enggak pernah ditinggal lama sama Papa terus ketemu lagi. Bisa coba dibayangkan gimana 'kan rasanya."Jika tidak ingat ini di rumah sakit, Ayu pasti sudah mengomeli Shara tiada henti. Sayangnya Sony sudah meminta istrinya itu untuk diam dan tidak meneruskan perdebatan ini. Suara ketukan di pintu ruangan Shara dirawat ini membuat Adam segera berdiri dan berjalan untuk membukanya. Tidak mungkin perawat karena jika perawat pasti setelah mengetuk pintu akan
"Sebagai tindakan preventifnya, saya sarankan ibu Shara untuk bedrest selama beberapa hari di rumah sakit."Mendengar ucapan dokter Merry ini, Adam tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Bagaimana bisa Shara merahasiakan semuanya ini dari dirinya sejak pagi sampai siang. Untung saja saat ini dirinya menemani Shara ke rumah sakit untuk memeriksakan kandungannya jika tidak entah apa yang akan terjadi. Bisa-bisa Shara tetap akan menyembunyikan keadaannya dengan mengatakan akan menginap di rumah orangtuanya selama beberapa hari. "Baik, Dok."Ucapan Shara yang terdengar pasrah ini membuat Adam menoleh. Andai tidak ada dokter Merry di hadapannya, Adam mungkin akan memarahi Shara secara habis-habis. Sudah menjadi kesepakatan mereka untuk selalu terbuka dalam hal apapun namun Shara memilih menyembunyikannya. Kini saat dokter Merry meminta Adam dan Shara mengurus semua bekas yang diperlukan untuk melakukan rawat inap, segera saja mereka berdua keluar dari ruang praktek dokter Merry. Samb
Terik sinar matahari yang menyapa kedua mata Adam membuatnya segera menggunakan kacamata hitamnya. Ia baru saja sampai di Yogyakarta Internasional Airports dan langsung menuju ke parkiran karena Nada sudah menjemputnya di sana. Sengaja Adam tidak memberitahukan kepada Shara tentang detail jadwal penerbangannya dari Berlin ke Jakarta. Ia bahkan sempat menginap selama semalam di Jakarta terlebih dahulu sebelum pulang ke Jogja.Begitu Adam sudah masuk ke sisi penumpang depan, Nada langsung tancap gas untuk keluar dari parkiran bandara."Gimana, Nyet kabar lo?""Seperti yang lo lihat.""Baguslah, sepertinya lo sehat.""Haruslah, Nad. Makanya gue nginep di Jakarta dulu semalam biar jetlag gue hilang. Biar waktu balik ke sini, gue bisa langsung lovey dovey-an sama Babi."Mendengar perkataan Adam ini, Nada menjadi teringat kejadian ketika ia berada di PGS kemarin. Meskipun ia sudah berjanji kepada Shara untuk tidak membocorkan masalah ini kepada Adam, namun entah kenapa ia merasa resah. Peng
Malam ini Adam duduk di kursi dapur yang ada di rumah Angi. Sengaja malam ini dirinya datang ke sini setelah mendapatkan kabar jika keluarga Joe sudah kembali ke Berlin setelah liburan keluarga yang mereka lalui."Tumben lo diam, Nyet?" Tanya Angi sambil membawakan minuman untuk Adam yang sudah datang sejak tadi ke rumahnya untuk bertemu Joe. Baru setelah urusan Adam dan Joe selesai di ruang kerja, Adam menuju ke dapur dan menunggu Angi selesai menidurkan Bathara di sana."Lo maunya gue tanyain apa?""Biasanya lo paling enggak bisa lihat orang pulang liburan tapi enggak bawa oleh-oleh.""Itu dulu. Sekarang sejak Shara hamil, gue akan pelan-pelan merubah sifat sampah gue. Ya meskipun enggak bisa seratus persen karena itu bawaan orok, tapi seenggaknya gue kurangin."Angi yang kini duduk di samping Adam hanya bisa menatap sepupunya itu dengan tatapan sedih. Ia belum siap kehilangan sosok gila Adam yang sudah menemaninya sejak kecil dengan segala tingkah nyentriknya. Mungkin saja tanpa ke
Seminggu setelah kepulangannya ke Indonesia, Shara akhirnya diselimuti rasa bosan. Aktivitasnya hanya berenang, yoga dan nonton TV seharian. Rasanya ia benar-benar membutuhkan pekerjaan untuk membuat otaknya tidak tumpul. Meksipun Adam tidak melarangnya utnuk bekerja, namun Adam tidak mengizinkannya untuk bekerja di kantor lagi yang mengharuskan ia naik turun tangga apalagi menyetir cukup jauh. Sejak tiga hari yang lalu bahkan Shara harus pindah kamar ke kamar tamu yang ada di lantai satu daripada setiap ia bertelepon ria dengan Adam, Adam terus menerus membahas hal ini.Selama seminggu ini juga Askara selalu menemaninya setiap malam di rumah. Kedua orangtuanya juga sudah dua kali datang menjenguknya, begitupula dengan mertuanya.Suara bel pintu rumah yang berbunyi membuat Shara segera berdiri dan berjalan ke arah depan. Sebelum membukanya, Shara mengintip dari jendela. Shara terkejut melihat Galen dan Edel ada di teras rumahnya bersama kedua orangtuanya.Apa Nada sama Juna enggak ker
Sejak Shara memberitahukan tentang kabar kehamilannya kemarin melalui sambungan telepon dan rencananya untuk pulang ke Indonesia bersama mertuanya, Ayu dan Sonny semakin tidak sabar menanti kepulangan anak perempuannya itu. Mereka tidak menyangka jika Tuhan sebaik ini kepada keluarga mereka. Shara akhirnya hamil secara alami. Ini benar-bensr mukjizat bagi keluarga mereka. Apalagi mengingat masalah rahim yang dialami Shara kemarin hingga ia harus berobat ke Jerman. "Pa, kita jemput Shara ke Bandara, yuk?" "Papa maunya gitu, tapi enggak bisa, Ma. Soalnya jadwalnya bentrok sama waktu operasi.""Hmm.... Ya sudah, Pa. Tapi kalo Mama ajak Shara tinggal di sini aja selama Adam belum balik ke Indonesia, Papa setuju enggak?""Setuju aja, Ma tapi apa Gendhis sama Suryawan enggak akan iri kalo Shara ikut kita?""Ya harusnya enggak, Pa. Bagaimanapun juga lebih enak ikut orangtua sendiri daripada ikut mertua. Di sisi lain kita ini 'kan dokter, jadi kalo Shara ada keluhan tentang kesehatannya, ki
Sepi. Itulah hal pertama yang Adam temui ketika ia masuk ke rumah yang ia tinggali bersama Shara selama ini. Tidak ia sangka jika kehadiran Shara lebih dari setahun belakangan ini membuat hidupnya lebih berwarna. Tanpa Shara di rumah ini, suasananya menjadi seperti kuburan. Mengingat ia baru saja datang dari bandara, Adam segera menuju ke kamar mandi untuk bersih-bersih. Selesai melakukan semua itu, ia memilih untuk merebahkan tubuhnya di atas ranjang tempat tidur. Sebelum ia lupa, Adam segera mengambil handphonenya yang ada di atas meja dekat ranjang lalu mengirimkan pesan kepada istrinya. Adam : Bi, aku sudah sampai di rumah. Sekarang aku mau tidur dulu. Nanti kalo sudah bangun, aku telepon ya? Selesai mengetikkan semua itu, Adam menyenggol tombol send di handphone miliknya. Memgingat lelah setelah perjalanan, Adam langsung memejamkan matanya dan berharap esok hari dirinya sudah memiliki cukup kekuatan untuk menyelesaikan pekerjaannya. ***Shara yang baru saja membaca pesan dari