“Saya tidak menyimpulkan seperti itu, Nyonya. Karena tidak ada rekayasa di surat wasiat itu. Hanya saja setelah melihat faktanya, saya jadi berasumsi seperti itu juga,” ujar Tuan Robert.
Mina langsung tersenyum lebar usai mendengar ucapan Tuan Robert. Mina yakin kalau pengacara papanya ini bisa diajak kerja sama untuk mengungkap siapa yang merekayasa.
“Lalu apa Anda bisa membantu saya, Tuan?” pinta Mina.
Tuan Robert hanya tersenyum sambil menatap Mina dengan tatapan aneh.
“Saya tidak bisa membatalkan semuanya, Nyonya. Namun, saya bisa menundanya untuk proses pengalihan kepemilikan ini. Saya akan memberi waktu hingga satu bulan. Jika memang tidak ada bukti kuat, saya harap Anda dengan lapang dada menyerahkan semuanya, Nyonya.”
Seketika Mina tersenyum lebar mendengar jawaban Tuan Robert. Mina sudah yakin kalau pengacara papanya ini pasti akan memihak padanya. Tuan Robert ikut tersenyum dan merapikan berkas yang ia
“Kamu sudah siap, Mina Sayang?” ujar Damian.Mata merahnya semakin menyalang garang dengan seringai serigala yang siap menghabisi mangsanya. Mina membisu, memejamkan mata mencoba menghalau semua rasa aneh ini. Mina melihat Damian sudah mulai melucuti baju dan celananya, meninggalkan boxernya saja. Tubuh Damian sama indahnya dengan Alby. Hanya saja Alby lebih tinggi besar darinya. Mina mencoba fokus dan memalingkan wajah, berharap bisa menahan rasa aneh ini.Kemudian dia menoleh ke arah samping dan melihat ada vas bunga di atas meja. Tanpa berpikir panjang, Mina langsung meraih vas bunga itu dan melemparnya ke arah Damian. Damian yang bersiap merunduk mendekati tubuh Mina sontak terkejut.Vas bunga itu terbuat dari besi dan langsung melukai bagian belakang kepalanya. Mina melihat ada darah mengalir keluar dari sana. Mina gegas berdiri dan berlari menuju pintu dengan ketakutan. Sementara Damian masih mengadu kesakitan tak bisa berdiri. Mina melihat kes
“Boleh aku melakukannya lagi?” desis Alby lirih.Mina tidak menjawab, tapi mata dan gestur tubuhnya seakan mengizinkan Alby melakukan yang diinginkannya. Sama seperti semalam, Alby kembali mengulangnya kembali. Ini sangat beda dengan kehidupan Mina yang dulu. Alby memperlakukannya dengan lembut dan penuh hati-hati. Semua yang dilakukannya sama sekali tidak membuat Mina kesakitan.Tak ayal suara desahan napas menderu kembali memenuhi atmosfer kamar mandi. Di bawah guyuran air shower, kembali dua insan memadukan hasratnya melakukan penyatuan. Meski tak pernah terucap kata cinta dari masing-masing bibir mereka, tapi keduanya seakan terhanyut dalam keintiman yang luar biasa.Entah berapa kali mereka melakukannya yang pasti waktu mandi Mina menjadi semakin lama. Selang beberapa saat kemudian dia sudah terlihat berada di dalam kamarnya. Mina hanya terdiam mematung sambil menatap dirinya di depan cermin. Tubuhnya masih terbungkus bathrobe dengan rambut sete
“Heh!! Tidak, tidak. Aku tidak memikirkan apa-apa tadi,” ucap Mina.Dia tampak canggung dan menarik tangannya dari genggaman Alby. Alby hanya diam memperhatikan sementara Mina sudah menunduk malu, tak berani melihat ke arahnya. Alby tidak mau mengusik Mina. Bisa jadi ia masih malu gara-gara keintiman mereka semalam dan tadi pagi.“Aku mau keluar sebentar. Aku harus membereskan sesuatu. Kamu di rumah saja. Aku yakin kamu masih lelah dan juga ---“ Alby menjeda kalimatnya sambil melirik ke arah Mina. Kebetulan Mina sudah mengangkat kepala dan mata mereka kembali bertemu.Alby buru-buru menghindar pura-pura mengarahkan pandangannya ke tempat lain. Mina sampai bingung melihat sikap Alby yang tiba-tiba aneh.“Kamu istirahat saja, pengaruh obat itu mungkin masih ada padamu,” imbuh Alby akhirnya.Mina tidak menjawab hanya menganggukkan kepala. Sebenarnya bukan pengaruh obat yang masih ada, tapi Mina merasa sangat lelah l
“SIALAN!!BERENGSEK!!” maki Bruno.Pria berwajah manis itu langsung mengumpat tak karuan begitu masuk ke dalam rumah. Nyonya Jesica yang menyambutnya tampak terkejut mendengar ucapan Bruno. Belum lagi raut wajah Bruno yang menunjukkan kekesalan luar biasa.“Ada apa, Bruno? Apa ada masalah?” tanya Nyonya Jesica.Wanita paruh baya itu sudah berjalan menghampiri Bruno bahkan kini tampak memegang lengannya. Bruno terdiam, sibuk mengolah udara di dadanya dengan napas tersengal kemudian melirik wanita paruh baya di sebelahnya ini.“Aku kesal, Tante. Si Mata-mata itu berhasil melarikan diri.”Nyonya Jesica sontak terperanjat kaget. Dia sedikit bingung dengan ucapan Bruno kali ini. Alis wanita paruh baya itu mengernyit sambil menatap Bruno.“Siapa yang kamu maksud mata-mata dalam hal ini? Apa pelayan suruhan Mina itu?”Bruno tidak menjawab dengan suara, tapi kepalanya mengangguk dengan cepat.
“Iya. Aku juga ingin makan kamu,” ucap Alby pelan.Seketika mata Mina terbelalak kaget mendengar ucapan Alby. Alby yang awalnya tidak melihat ke arah Mina, kini sudah memutar tubuhnya. Pria tampan itu melihat wajah Mina tampak terkejut kali ini.“Apa katamu tadi?” Mina kembali bersuara.Alby terdiam, menarik napas panjang sambil mencoba mengingat apa yang baru ia katakan tadi. Kemudian tiba-tiba Alby memelotot ke arah Mina. Dia baru sadar apa yang baru saja ia katakan tadi.“Eng ... maksudku aku juga ingin makan bersama kamu. Aku lapar, belum makan malam.” Alby mengatakannya dengan sangat gugup dan Mina hanya diam memperhatikan. Mina sendiri juga bingung mengapa sikap Alby sangat aneh malam ini.Tanpa berkata lagi, Alby langsung ngeloyor pergi lebih dulu menuju ruang makan. Mina mengikuti, dia memang sangat lapar. Mereka makan tanpa banyak bicara. Mina bahkan melihat kalau Alby banyak melamunnya sepanjang acara m
“Tidak, tidak. Aku pasti semalam sangat mabuk hingga melihat Bruno sedang bercinta dengan Mama,” gumam Melan.Melan sudah terbangun sedari tadi, hanya saja dia masih sibuk mematut wajahnya di depan cermin. Melan berusaha mengingat apa yang dia lihat di kamar Nyonya Jesica semalam. Melan berasumsi dia sangat mabuk sehingga melihat hal yang tak seharusnya terjadi.“Mungkin lain kali aku tidak akan mabuk seperti semalam. Hanya gara-gara mencari Damian, aku setiap malam selalu ke pub itu. Benar-benar menjengkelkan. Bagaimana kalau aku bertanya langsung saja ke Mina? Dia pasti tahu tentang Damian.”Melan gegas bangkit dan keluar kamar, menyudahi kebingungannya. Melan berjalan dengan riang menuju meja makan. Ia melihat ada Nyonya Jesica dan juga Bruno yang sudah menunggu.“Melan, kamu kesiangan lagi?” tegur Nyonya Jesica.Melan hanya tersenyum meringis sambil menarik kursi dan duduk berhadapan dengan Bruno. Bruno langs
“Selamat pagi, Bu Mina!!” sapa Bruno.Ia baru saja masuk ke ruang meeting dan sepertinya Bruno datang lebih siang dari pada Mina.“Pagi, Pak!! Silakan duduk, saya akan memulai meetingnya,” ujar Mina.Bruno tampak terkejut dan menoleh dengan cepat ke arah Mina. Mina melihat reaksi Bruno, tapi dia mengacuhkannya. Di dalam ruang meeting itu sudah terdapat banyak peserta meeting, dari manager sampai supervisor semuanya kini melihat ke arah Bruno dan Mina. Melan yang berdiri di sebelah Bruno menyenggol lengannya. Melan seakan sedang memberi tahu Bruno untuk menuruti yang Mina minta.Mina tahu reaksi Melan dan dengan acuhnya dia mulai berbicara membuka meeting pagi. Mau tidak mau, Bruno harus duduk di tempatnya dan mendengarkan Mina yang berbicara. Kali ini Bruno tidak bisa mencerna apa yang dikatakan Mina. Dia marah, kesal, rahangnya menegang dengan tangan terkepal yang sengaja disembunyikan di bawah meja. Bruno tidak mau menunjukkan re
“CUKUP!! AYO KITA PULANG!!” ucap Alby sambil menarik tangan Mina menjauh dari jendela.Mina tampak terkejut, ingin menolak. Namun, Mina tidak mau semua mata pengunjung yang berada di restoran itu melihat ke arahnya. Mina menghela napas panjang dan dengan kesal mengekor langkah Alby menuju lift.“Kamu kenapa, sih? Gak asyik banget. Aku ‘kan sedang menikmati view tadi,” protes Mina. Mereka sudah di dalam lift menuju lobby dan kali ini hanya ada mereka berdua saja.“Aku ngantuk. Capek, pengen cepat pulang.” Alby menjawab tidak kalah ketus.Entah mengapa Alby terlihat berbeda kali ini. Dia terlihat gugup, Mina juga melihat beberapa bulir peluh menempel di keningnya. Yang semakin aneh adalah, Alby berdiri sangat dekat ke arah pintu lift bukan mundur ke belakang berdiri sejajar dengannya. Memang lift tabung yang mereka gunakan dikelilingi kaca. Sehingga lagi-lagi kita bisa melihat view dengan jelas. Apalagi lift tersebu
“Hukuman penjara seumur hidup dan denda sebesar ... dijatuhkan kepada Tuan Bruno Fernades alias Alex Wijaya atas kasus pembunuhan terhadap Tuan Yuka Namari, Nyonya Mina Namari dan juga kasus penipuan yang melibatkan ... .” Suara hakim ketua baru saja bergema memenuhi seisi ruangan persidangan itu. Alby hanya tersenyum sambil melipat tangan mendengar semua hukuman yang diberikan untuk Bruno. Alby memang sempat bertemu dengan Mina dari kehidupan berbeda dan gara-gara info dari Mina juga dia berhasil menjebloskan Bruno ke penjara. “Tuan, kita langsung kembali ke kantor?” tanya Juan. Juan langsung menghampiri Alby yang baru saja keluar dari ruangan sidang. Alby tersenyum sambil menganggukkan kepala mengiyakan pertanyaan Juan. Ia lalu berjalan cepat ke arah parkiran saat tiba-tiba ada seorang wanita yang menabraknya. Wanita itu berjalan sambil membawa tumpukan berkas sehingga tidak melihat Alby yang berdiri di depannya. Seketika berkas yang wanita itu bawah jatuh berhamburan ke tanah.
“Hosh ... hosh ... sialan kenapa mereka terus mengejarku?” ucap Bruno dengan napas tersenggal.Usai melakukan penusukan di rumah sakit, Bruno memang berhasil melarikan diri. Dia bahkan sudah kembali ke tempat kosnya. Sayangnya saat pergi keluar hendak membeli makan, polisi dan orang suruhan Juan mengenali Bruno. Mereka terus mengejar Bruno hingga pria itu kelelahan.“Apa yang harus aku lakukan kini? Aku lelah kalau harus terus berlari.”Mata Bruno jelalatan melihat ke sana ke mari. Kini dia berdiri di sudut gang sempit sambil bersandar ke tembok. Bruno sudah tidak punya kendaraan bahkan uang tidak tersisa di kantongnya. Gara-gara membayar jasa pembunuh bayaran kemarin, Bruno terpaksa mengeluarkan banyak uang yang pada akhirnya gagal.Pria itu kini putus asa dan ulahnya tadi di rumah sakit adalah puncak kemarahannya. Ia marah melihat Mina dan Alby terus bahagia sementara hidupnya semakin berantakan seperti ini. Bruno tersenyum menye
“Bagaimana, Dok? Bagaimana keadaan istri saya?” tanya Alby.Pria tampan itu tampak panik dan langsung menyerbu ke arah dokter yang baru saja keluar dari ruang operasi. Telihat dokter itu berulang kali menarik napas panjang sambil sesekali melihat ke arah Alby.“Luka tusuknya sangat dalam, Tuan. Kami sudah melakukan yang terbaik untuknya.”Alby hanya diam saat dokter itu menjelaskan apa yang terjadi pada Mina. Kalau saja Alby lebih perhatian terhadap keadaan sekitar pasti hal seperti ini tidak akan terjadi. Alby tadi terlalu fokus menerima panggilan sehingga tidak menyadari ada sosok yang tiba-tiba mendekat dan menyerangnya. Kejadiannya sangat cepat bahkan bodyguard Alby yang berada di sekitar sana terkejut.“Untungnya luka tusuk itu tidak mengenai kandungan istri Anda, Tuan. Jadi bisa dipastikan kalau kandungan tidak apa-apa.”Alby seketika menghela napas lega. Setidaknya masih ada nyawa yang bernapas di sana.
“TIDAK!!! TIDAAAK!! MINA!!” seru Alby.Juan langsung berhambur keluar dan ikut membantu Alby. Mina tampak setengah tersadar menatap Alby. Wanita cantik itu memegang perutnya yang tertusuk dan sudah mengeluarkan banyak darah. Juan langsung berlari masuk ke dalam rumah sakit memanggil bantuan. Sementara Alby sudah bersimpuh di tanah menyanggah Mina.“Alby ... .” Mina bersuara dengan sangat lirih.Alby sudah berurai air mata sambil terus menggelengkan kepala.“Tidak. Kamu jangan bicara. Juan sedang memanggil bantuan.”Mina hanya diam, menelan ludah sambil menatap Alby dengan sendu. Kemudian tangan Mina menyentuh wajah tampan Alby dan membelainya. Alby hanya diam menatapnya.“Ada ... ada tiga kematian, Alby.” Mina kembali bersuara lagi dan terdengar sangat lirih. Alby yang mendengarnya kembail berurai air mata dan terus menggelengkan kepala.“Enggak!! Kamu gak boleh mati, Mina. KAMU GA
“Kamu mengenalnya, Juan?” tanya Alby.Pria tampan itu kini melihat ke arah Juan dengan seksama. Juan menarik napas panjang kemudian menganggukkan kepala dengan mantap. Kemudian melihat ke arah Alby dan Mina.“Apa Anda masih ingat dengan kasus penggelapan di salah satu anak cabang perusahaan kita, Tuan? Kalau tidak salah saat itu, Anda baru saja lulus kuliah. Anda baru saja masuk perusahaan sehingga belum terlalu paham.”Alby diam sejenak seakan sedang mengingat apa yang dikatakan Juan barusan. Kemudian tidak lama, Alby mengangguk.“Akh, iya. Aku ingat. Kalau tidak salah itu dilakukan oleh orang kepercayaan Papa, seorang wanita, bukan? Apa itu ada hubungannya dengan Bruno?”Juan mengangguk lagi.“Iya, Tuan. Itu ada hubungannya dengan Bruno alias Alex Wijaya itu. Saat itu saya juga yang diminta Tuan Alvin menyelidiki kasusnya. Memang banyak kejanggalan dan saya yakin itu bukan dikerjakan hanya oleh ora
[“Apa benar ini Nyonya Mina Namari?”] tanya suara di seberang sana.Mina yang baru saja masuk kamar terkejut saat mendapat panggilan dari nomor tidak dikenal. Ia menarik napas panjang kemudian menjawab dengan lugas.“Iya, benar sekali. Ini dari mana?”[“Sebentar, Nyonya. Ada yang ingin bicara.”] Suara di seberang sana malah sudah mengalihkan panggilannya. Mina hanya terdiam dan menunggu suara siapa yang akan bicara padanya. Entah mengapa panggilan ini mengingatkan Mina pada saat Bruno meneleponnya dulu.[“Kak, aku Melan.”] Sudah terdengar suara di sana dan Mina tampak terkejut saat tahu yang berbicara adalah Melan.“Melan? Ada apa?”Hal yang sangat aneh saat Melan tiba-tiba meneleponnya. Padahal ia sudah putus hubungan, terakhir kali Mina bertemu Melan saat ulang tahunnya. Sebelum Damian terbunuh, karena setelah itu Melan menjadi buronan. Kini setelah Melan tertangkap polisi malah a
“Iya, itu namanya. Kamu mengenalnya?” tanya Melan.Kini dia yang terkejut dan menatap wanita di depannya ini dengan bingung. Sementara wanita paruh baya itu hanya diam sambil tersenyum masam ke arah Melan. Perlahan wanita itu meringsek mendekat hingga duduk bersebelahan dengan Melan sambil bersandar di dinding.“Nama aslinya adalah Alex Wijaya. Nama itu juga yang aku kenal sepuluh tahun silam. Dia masih muda, tampan dan sangat energik. Dia itu bawahanku di kantor, tapi dia sangat menawan dan aku dengan bodohnya tergoda oleh bujuk rayunya.”Melan terkejut dan mengernyitkan alis sambil menoleh ke arah wanita di sampingnya. Wanita itu hanya menatap datar ke arah Melan.“Namaku Betty dan aku di sini karena terlibat dalam kasus penipuan serta manipulasi data. Sesungguhnya bukan aku seratus persen yang melakukannya. Aku hanya korban yang dijebak dan dijadikan kambing hitam oleh Alex atau Bruno.”Melan tampak bingung da
“Ada apa, Sayang? Apa masih ada yang kamu pikirkan?” tanya Alby.Usai berjalan pagi di taman belakang tadi, mereka kembali ke kamar dan kali ini Mina tampak sedang melamun di depan jendela. Mina menarik napas panjang dan membalikkan badan. Ia melihat Alby baru selesai mandi dan tampak lebih segar dari pada tadi. Aroma sabun nan segar dengan parfum maskulin menguar mengusik hidung Mina.Mina menarik napas panjang kemudian berjalan menghampiri Alby.“Entahlah, Alby. Hanya saja di kehidupanku sebelumnya ada tiga kematian yang harus aku lalui. Kematian Papa, Damian dan terakhir aku. Apa di kehidupan ini juga akan sama? Aku juga akan meninggal pada akhirnya?”Alby langsung terkejut saat Mina berkata seperti itu.“Sayang ... kok kamu ngomong gitu, sih. Kamu senang melihat aku bersedih karena kehilanganmu?”Mina tersenyum dan gegas menggeleng. Siapa juga yang ingin berpisah dengan orang yang dicintai. Hanya saja
“Kamu sudah bangun, Sayang?” sapa Alby pagi itu. Mina baru saja terjaga dan sedikit terkejut saat mendapati Alby sudah terbangun. Alby tidur miring sambil menyanggah kepala melihat dengan sebuah senyuman manis ke arah Mina. Mina langsung tersenyum dan mengecup pipi Alby sekilas. “Jam berapa ini, Alby? Aku tidur nyenyak sekali semalam.” Alby melihat jam di dinding kamarnya kemudian kembali melirik Mina yang terbaring di sebelahnya. “Masih jam lima. Kamu kepagian bangunnya. Apa kamu ingin melakukan aktivitas denganku?” Mina langsung mendelik sambil menggelengkan kepala. Alby hanya tersenyum melihatnya. “Apa tidak ada bahasan lain, Alby? Ini masih pagi.” “Malah masih pagi itu bagus, Sayang. Ayo, buruan bangun!! Kita jalan-jalan!!” Mina seketika terkejut mendengar ucapan Alby. Ternyata dia yang sudah salah sangka. Ia pikir Alby akan