Lu Fen Fen yang duduk di samping Lu Dong segera bangkit berdiri. Diambilnya dokumen yang masih terbuka di atas meja. Sebuah ketidak percayaan langsung menyelimuti wajahnya. Membuat pandangan Shen Shen kemudian terjatuh pada angka-angka yang tertulis pada lembaran dokumen tersebut.“Tidak. I—ini tidak mungkin.” Lu Shen Shen menggeleng, kemudian dilemparkannya kembali dokumen itu ke atas meja.BRAKK!Suara gebrakan itu sontak membuat mata semua orang tertuju pada Lu Shen Shen.“Ayah, Group Ma saja menolak untuk melakukan investasi, bagaimana mungkin Group Yuxuan yang hanya menduduki peringkat tujuh keluarga kaya di kota ini dan yang berada di bawah Lushang, mampu melakukannya?” sambung Lu Shen Shen.“Mau peringkat satu atau tujuh, yang terpenting adalah Yuxuan bersedia mengeluarkan uangnya untuk Lushang, bagi Ayah tak jadi masalah,” ucap Lu Dong sambil meletakkan kedua tangannya yang terlipat di bawah dada.“Tapi, Ayah, Wan Wan tidak akan mampu melakukannya!” bantah Lu Shen Shen, yang k
Pagi ini di Rainbow Hotel Shanghai. Lagi-lagi Mey Mey terbangun, tanpa pakaian. Bukan untuk pertama kalinya, dia berhasil menahan Lu Dong untuk menemaninya hingga pagi, melainkan ratusan malam telah dia lalui bersama lelaki yang saat ini sedang tidur terlelap di sampingnya.Ya. Mereka bermalam bersama. Tidak ada jadwal khusus dalam setiap pertemuan mereka. Asal Lu Dong menginginkan, maka Mey Mey harus mengosongkan jadwalnya pada waktu tersebut.Semalam Mey Mey masih terus memikirkan pertanyaan Lu Dong mengenai, apakah dirinya akan pergi meninggalkan Lu Dong, jika kekasih tuanya itu harus angkat kaki dari Group Lushang.Sambil melirik kelopak mata Lu Dong yang masih terpejam, Mey Mey pun berkata dalam hati. “Mungkin ini yang namanya hukum karma. Kau telah memperdaya kakeknya dan sekarang cucu perempuannya bangkit untuk merebut kembali, apa yang seharusnya menjadi miliknya.”Bibir Mey Mey yang pucat itu tercebik sinis. Sepasang bola matanya yang berwarna biru itu kemudian menatap kotak
“Bukankah itu Denise Allard?” gumam Yin menyipitkan pandangan.Dia terkejut, bukan karena mantan rekan kerjanya itu baru saja keluar meninggalkan salah satu hotel bintang tujuh di kota ini, melainkan karena penampilan Denise yang sangat jauh berbeda seperti yang selama ini dilihat Yin di Perpustakaan Shanghai.Gadis blasteran Perancis Cina itu sudah tidak lagi mengenakan kacamatanya yang berbingkai tebal. Wajahnya yang tirus itu juga terlihat seperti orang yang baru bangun tidur, tetapi masih tampak jelas jejak-jejak riasan tebalnya di mata Yin.Selain itu, tidak ada lagi kerapian yang biasa terlihat dari penampilan gadis itu, karena yang ada hanyalah selembar gaun pendek di atas lutut yang tampak kusut serta rambut panjangnya yang acak-acakan.“Apa yang terjadi dengannya?” gumam Yin di balik kemudi. “Apa yang baru saja dibuangnya itu? Seperti … pakaian pria?”Rasa penasaran itu akhirnya membuat Yin memutuskan untuk melakukan penyelidikan pertamanya kepada Denise Allard. Padahal beber
Di mana-mana suara pintu lift selalu terdengar sama. Suara yang lebih mirip seperti dentingan bel peringatan itu juga terdengar di dalam Gedung Apartemen Mawar. Ya, sebuah peringatan untuk orang-orang yang ada di dalam sana agar bergegas keluar meninggalkan ruangan sempit yang minim saluran udara.Dialah Denise Allard. Seiring dengan langkah kakinya yang berjalan tergesa-gesa, gaun coklat pendek yang dikenakannya itu bergerak naik turun memperlihatkan sepasang kulit pahanya yang putih mulus.Masih beberapa pintu lagi yang harus dilewati Denise, hingga akhirnya deretan angka yang bertuliskan 2121 membuat langkah kakinya terhenti.“Denise Allard?” Suara feminin itu membuat tubuh Denise tersentak. Sebuah kartu akses masuk yang ada dalam genggaman tangannya tak sengaja meluncur, lalu mendarat di dekat pintu. Namun, kehadiran seorang mahasiswi yang usianya baru dua puluh tahun, membuat Denise melupakan keberadaan kartu tersebut.Seraya melipat kedua tangannya di depan dada, Denise yang sa
Kedua alis Kimmy yang terangkat itu tampak melengkung, ketika mendapati seorang pria muda berparas tampan tiba-tiba berdiri di hadapannya. Dari mana datangnya pria muda ini, Kimmy tidah tahu. Karena dia belum pernah melihat pria tersebut di sekitar Gedung Apartemen Mawar.Tanpa salam atau percakapan pembuka lainnya, sekonyong-konyong pria itu langsung menanyakan, apakah dirinya tinggal di dalam apartemen ini?Kimmy menganguk penuh. Dia pun menarik kedua sudut bibirnya lebar sembari mengulurkan tangan kanannya ke depan.“Namaku Kimmy Ang. Panggil saja aku Kimmy. Aku adalah mahasiswi Universitas Shanghai. Fakultas Seni dan Budaya. Jurusan Desain Busana. Sekarang aku berada di tingkat enam. Tahun ini usiaku genap 20 tahun.”Ketika mendengar sebuah perkenalan panjang lebar dari seorang gadis yang bernama Kimmy Ang, sepasang mata Yin tampak membeliak. “Siapa namamu?” Kimmy bertanya."Namaku Yin," jawabnya sambil membalas uluran tangan Kimmy. Nama itu membuat Kimmy menautkan kedua alisnya.
Yin menghentikan mobil listriknya di pertengahan jalan raya satu arah yang ada di kawasan Changshou Road, Distrik Putuo, Shanghai.Dia mendapatkan lokasi ini dari Kimmy. Gadis berkepang dua itu memberitahu Yin, jika dirinya ingin mengetahui lebih detail tentang pekerjaan Denise, dia harus menemui seseorang yang tinggal di daerah tersebut.Siang itu pukul sebelas lebih lima belas menit, keadaan jalan di sekitar Changshou Road masih jauh dari kata ramai karena pengaruh cuaca yang cukup terik di akhir Bulan Maret.Yin turun dari mobil. Dia menengadahkan wajahnya. Menatap sebuah bangunan tertutup yang tingginya sekitar tiga belas kaki. Dibacanya beberapa huruf yang tergantung pada sebuah papan nama besar yang ada di atas kepala. Rangkaian huruf itu ditulis dari atas menurun ke bawah.“Shanghai Y Song,” gumamnya.Sistem pengetahuan baru yang melekat pada indera penglihatnya itu langsung memberitahu Yin, bahwa Shanghai Y Song adalah sebuah tempat hiburan di mana seseorang bisa bernyanyi deng
"Masalah pribadi," pungkas Lu Wan Wan.Ma Jia Wei menaikkan ujung alisnya. "Masalah pribadi? Aku tahu! Apa suamimu yang payah itu melarangmu bekerja? Jika memang itu alasannya, dia memang benar-benar bodoh!"Lu Wan Wan mengembuskan napasnya dengan panjang. Dia sungguh tidak menyangka, bahwa proses pengunduran dirinya akan serumit ini. Dia pikir, setelah dirinya memberikan dokumen pengunduran diri kepada Ma Jia Wei, atasannya itu akan menyetujuinya.“Kenapa kau diam? Yang kukatakan itu memang benar’kan?” Ma Jia Wei menyeringai seakan kemenangan itu telah berada di pihaknya. “Hanya bekerja sebagai seorang pustakawan dan sopir pribadi, tapi sudah berani melarangmu bekerja. Memangnya dengan gaji serendah itu, dia sanggup menghidupimu di kota yang besar ini? Sebagai seorang teman sekaligus atasanmu, aku memberitahumu, suami istri itu harus bekerja jika ingin sukses,” lanjutnya.“Jia Wei, Yin memang tidak sekaya dan sesukses dirimu. Tapi dia juga bukan orang yang berpikiran sempit. Dia sela
“Ayah tak peduli soal Group Lushang bangkit atau tidak. Sekalipun wanita yang bernama Lu Wan Wan itu memiliki kemampuan, dia juga tidak ada hubungannya dengan Group Ma!” tegas Ma Zimo. “Sebaiknya kau segera putuskan hubunganmu dengan kakaknya yang bernama Lu Shen Shen itu dan tingkatkan hubunganmu dengan Han Zhi Zhi. Apa hal seperti ini perlu Ayah yang mengajarimu?”Ma Jia Wei mengatupkan bibirnya dengan kepala yang tertunduk."Jia Wei, sebelum ulang tahunmu yang ketiga puluh ... segera lakukan pernikahanmu dengan Han Zhi Zhi atau jika tidak ...." "Jika tidak apa, Ayah?" Ma Jia Wei menggeram sambil membuang muka. "Jangan harap Ayah akan menjadikanmu pewaris Keluarga Ma!" seru Ma Zimo. Ma Jia Wei tertawa getir. "Selain aku, memangnya Ayah memiliki keturunan lain? Jika memang benar ada, berarti dia adalah saudara tiriku," katanya menyeringai. "Berarti dia adalah anak haram Keluarga Ma. Ayah lebih mementingkan seorang anak haram, dari pada anak sah Ayah sendiri?"Ma Zimo menatap taj