Duh gimana nih galaunya Alea. enjoy reading. like dan komentarnya yak. makasih🥰
S3 Bab 14Ting, sebuah notifikasi pesan masuk ke ponsel Alea. Ia mengusap layar benda persegi itu. Matanya melebar saat fotonya yang memakai tegi dengan sabuk coklat terkirim lewat WA. "Kamu terlihat keren, Al." Sebuah pesan disertai emoticon senyum membuat Alea beralih melihat ke mobil yang berjajar di sebelah kirinya. "Mas Damar meresahkan," batin Alea sambil melempar ponselnya ke dalam tas. "Ada apa, Al?" Irsyad menoleh lalu menautkan alisnya. Ia heran melihat respon tiba-tiba Alea. "Kamu mau jadi obat nyamuk? Ya sudah sana balik ke mobil sebelah!" titah Irsyad dengan suara datar. Alea hanya berdecak. "Om Irsyad kenapa ikut-ikutan kesal. Ini urusan Al sama pengemudi mobil di sebelah." "Ya jelas Om kesel, Al. Lihat muka kamu ditekuk gitu kan bikin mood ilang." "Iya-iya, Om nyetir yang bener aja. Nanti Al keburu telat." Drrt, drrt. "Ponsel Om berbunyi, tuh," celetuk Alea sambil matanya mengarah ke ponsel yang ada di dashboard. "Angkat, Al!" Alea mengambil ponsel Irsyad. Di
S3 Bab 15 Setengah jam perjalanan akhirnya Alea sampai dengan membonceng motor Yoga. Dari kejauhan dua sahabatnya memicingkan mata ke arah parkiran motor "Andi, apa aku nggak salah lihat? Coba deh, itu beneran Alea sama Yoga, bukan?" Kiki menepuk-nepuk lengan Andi yang berjalan beriringan. "Mana, Ki? Nggak mungkin Alea mbonceng Yoga. Dia kan risih dikejar-kejar terus sama tuh anak." "Itu, Ndi, lihat beneran kan Yoga?"Kiki menggoyang-goyangkan bahu Andi hingga mata yang melebar justru berkedip-kedip. "Astaga, ada angin dari mana Alea sampai mau dibonceng Yoga." Andi ikutan heran melihat sahabatnya yang sering menolak mentah-mentah Yoga justru sekarang bersikap sebaliknya. "Eh kalian, ada apa bengong di tengah jalan?" seru Damar mengagetkan keduanya dari arah belakang. "Eh Mas Damar. Sudah beres MoUnya, Mas?" "Sudah. Sore ini mau saya bawa ke kantor. Oya lihat Alea, nggak?" "Itu," tunjuk Andi dan Kiki bersamaan. Mereka sedikit tak enak hati kalau sampai Damar melihat Alea jal
S3 Bab 16 Alea mengedarkan pandangan mencari dua sahabatnya. Ia melangkah gontai menuju tempat dua orang yang salah satunya melambaikan tangan ke arahnya. Pagi yang cerah tidak selaras dengan hatinya yang carut marut. "Bisa-bisanya Mas Damar mau berbuat nekat. Memangnya melamar orang hanya dibuat mainan?" decis Alea sambil menendang kerikil di tanah yang tidak bersalah. "Al, apa yang terjadi? Kenapa kamu bisa ketus begitu sama Mas Damar? Bukannya kamu dan dia baru saja ketemu setelah sekian lama dia lulus?" cecar Kiki. Perempuan yang penasaran sejak tadi itu sudah nggak sabar menanti penjelasan Alea. "Duduk dulu, Al!" pinta Andi. Alea justru menoleh ke arah gazebo, Damar sudah tidak lagi di sana. Entah kemana, Alea tidak mempedulikan. Hatinya sudah kesal dibuatnya. "Kita masuk ke kelas aja dulu, nanti aku ceritain ya." "Hah, ayolah Al!" "Jangan sekarang, Ki. Lima menit lagi diskusinya mulai." Alea berusaha mengingatkan. "Astaga, iya. Dosennya pasti sudah masuk ke kelas. Ayo bu
S3 Bab 17 "Perlu aku temani ke bandara?" "Nggak, Ki. Biar aku sendiri yang ke sana." "Sendirian?" "Nantilah, aku ajak orang yang tepat." "Eh siapa? Om Irsyad?" "Ada deh." Kiki pura-pura kesal dengan wajah Alea yang mulai main rahasia. "Tuh kan mulai main rahasia-rahasiaan. Jangan bilang kalau kamu mulai luluh sama tuh anak manajemen." "Yoga maksudmu?" "Siapa lagi?" Alea tertawa renyah. "Yoga tuh ternyata orangnya ramah, Ki. Nggak ngeselin kalau udah diajak ngobrol." Kiki terperangah mendengar pujian Alea pada Yoga. "Apa telingaku masih normal? Kamu bilang Yoga dulu menyebalkan, kenapa sekarang sebaliknya? Apa dia mulai merayumu secara halus?" "Ckk, apaan sih? Dia sudah punya pacar, temannya Alisa. Mujur banget kan Yoga. Sedangkan aku? Ah sudahlah mungkin aku diingatkan Allah buat hati-hati kalau ada lelaki mendekat. Jangan sampai membuat sakit hati, yang ada sekarang aku merasakannya. Aku sudah menyakiti perasaan Yoga, eh giliran sekarang aku yang merasakan." "Nggak git
Sampai larut malam, Alea pulang dengan wajah suntuk dan memilih mengurung diri di kamar. Ia beralasan sedang banyak tugas dan baru pulang dari rumah Kiki. Kiki sahabatnya pun membantu memberi alasan saat ditanya mamanya via telepon. Alea merebahkan badan di kasur sambil menatap langit-langit. Ingatannya kembali pada kejadian sore tadi di bandara. "Kamu mau aku tunggu di sini atau aku antar?" tanya Yoga masih nangkring di motor tepatnya di parkiran bandara internasional Yogyakarta. Butuh waktu sekitar satu jam untuk sampai ke tempat itu dengan kecepatan mengendarai motor rata-rata. "Aku sendiri aja ya, Ga. Kamu tunggu di sini. Aku nggak lama, cuma mau nyerahin ini." Yoga mengangguk. Mengedarkan pandangan, lelaki itu mencari tempat duduk yang nyaman untuk menunggu Alea. Sementara itu, Alea melangkahkan kaki menuju ruang tunggu di bandara sebelum masuk ke area boarding. Damar mengirimkan pesan kalau dia menunggu di kursi dekat pintu masuk. Alea mengedarkan pandangan ke segala arah.
"Manis." "Hah, apa yang manis, Om?" "Astaghfirullah, kenapa nih otak jadi piktor." "Maksud Om, kamu tetap anak yang manis, Al. Tolong katakan sama Om. Tadi kamu pergi kemana? Om jemput ke kampus kata temanmu ke dojo. Giliran Om ke dojo, kamu cuma latihan sebentar lalu pergi boncengan sama laki-laki. Siapa laki-laki itu, Al?" "Hanya teman, Om. Alea diminta bantu Lisa nganterin berkas Mas Damar yang ketinggalan." "Kenapa nggak telpon Om buat anter kamu? Bandara kan lumayan jauh dari sini. Om bisa anter naik mobil," protes Irsyad. Alea hanya menggelengkan kepala. Om nya justru lebih posesif dibanding papanya. "Alea nggak tahu, bisa saja Om Irsyad lagi sama Us Silvi, kan? Nanti Al ganggu, dong." "Jangan gitu, Al. Om bisa aja bantu asal kamu hubungi dulu." "Iya-iya, lain kali Al hubungi Om dulu." "Janji." Irsyad menunjukkan kelingkingnya. Alea tertegun dengan sikap Irsyad. Ingatannya terulang ke masa kecilnya dulu. "Om janji jagain Al, kan? Om mau jadi papa pura-pura kalau pas je
S3 Bab 20 Papa Damar baru membuka pintu kamar lalu masuk menyusul istrinya. "Astaghfirullah, Ma! Mama!" Papa Damar berjingkat, matanya terbelalak saat mendapati sang istri tergeletak di lantai dekat ranjang. "Pa, Mama kenapa?!" Damar berjongkok sambil mengusap lengan mamanya. "Mama pingsan. Ayo kita angkat ke ranjang!" Damar membantu mengangkat tubuh mamanya ke ranjang. Ia lalu meminta ART membuatkan teh panas. "Ini, Mas." "Makasih, Bi." "Ma, diminum dulu tehnya." Damar menyodorkan sesendok teh pada mamanya yang sudah mulai membuka mata. Papa Damar sempat memberikan aroma minyak kayu putih hingga membuat istrinya tersadar. "Maafkan Damar, Ma!" sesal Damar membuat sang Mama menghentikan seruputan minumannya. "Mama nggak tahu mau bagaimana lagi. Mama serba nggak enak, Damar. Mama nggak mau Alisa dan kamu terluka. Tapi Mama juga merasa berhutang budi sama orang tua Alisa." "Ma, sudahlah. Nanti papa sama Damar yang pikirkan. Mama jaga kesehatan, nggak usah banyak pikiran," bujuk
S3 Bab 21AAlea masuk ke dojo, ternyata sudah ada Rendra di sana. "Lho Ren, kamu naik apa? Mbak nggak lihat ada kendaraan di luar." "Mbak, wajahmu kenapa? Mbak Al habis berkelahi?" Rendra bukannya menjawab pertanyaan malah memindai wajah kakaknya sambil menolehkan kepala Alea ke kiri dan ke kanan. "Ough, jangan di pegang!" sergah Alea. Ia reflek berteriak. Nyeri menjalat karena tangan Rendra tidak sengaja memegang bagian pipi. "Ini kenapa, Mbak? Mbak habis berkelahi dengan siapa?" Lagi, Rendra mendesak Alea. "Hmm, cuma preman yang mau membully Yoga. Tapi sudah beres, kok. Lagian mereka main keroyok aja." "Astaga. Mbak Al hati-hati, preman kayak gitu bisa saja menaruh dendam sama, Mbak. Komplotan mereka pasti banyak." "Sudahlah, Ren. Selagi membela kebenaran, Mbak pasti akan menolongnya." "Tapi Mbak harus hati-hati." "Iya, Ren. Kenapa kamu jadi cerewet kayak Om Irsyad. Dah, masuk, yuk!" Akhirnya Alea dan Rendra masuk untuk latihan karate. Selama satu tengah jam, patihan kara
S3 Bab 42 "Beginikah caranya menghukum diri sendiri, huh?" "Alea." Irsyad melebarkan matanya. Sedetik kemudian ia mengucek berulang untuk memastikan apa yang dilihatnya bukanlah sebuah fatamorgana. "Al, kamu datang?" lirih Irsyad sambil menoleh ke sekitar. Tidak ada orang lain selain mereka berdua. Alea lantas duduk di kursi sebelah Irsyad dengan meja kecil sebagai penghalang. Irsyad berusaha menetralkan deru napasnya. Rasa haru menyeruak. Kesedihan karena memikirkan kebencian Alea terhadap dirinya pun terpatahkan. Nyatanya, Alea masih mau menemuinya. "Ya, aku datang karena ada yang mengundang," ucap Alea dengan wajah datar. Gaya bicaranya tidak sesopan dulu dengan menyebut aku saat bicara. Tatapannya tidak sedikitpun mengarah pada Irsyad. Lelaki itu sadar diri, Alea pasti masih benci padanya. "Kamu tahu Om tinggal di sini?" "Sangat mudah dicari, bukan?" cetus Alea. Irsyad hanya beroh ria. "Aku akan menikah, jadi silakan mau bicara apa?" lanjut Alea. Irsyad menarik napas dalam.
S3 Bab 41Sesampainya di rumah, Alea mengucap terima kasih pada Damar dan memaksanya segera pulang. "Alea!" "Mama?!" Perempuan paruh baya yang menanti kedatangannya segera memeluk erat. Ya, Syifa sudah seminggu sakit dan terbaring di tempat tidur merindukan putrinya. "Mama! Maafin Alea. Mama sakit gara-gara Alea, kan?" sesal Alea sambil mengeratkan pelukannya. "Tenanglah, Al. Mamamu sakit bukan karena kamu. Tapi dia ngidam." "Apa?!" "Ishh. Papa nih, nggak usah becanda. Orang anaknya barusan pulang malah dibecandaain." "Maksudnya apa, Pa? Mama ngidam? Mau punya adik bayi?" Alea sudah melototkan matanya horor ke arah papa dan mamanya. Sementara Rendra yang baru saja ikut duduk di sofa hanya bisa terkikik. "Apaan sih, Ren? Kamu ngerti?" "Tuh, Mama ngidam pengin punya mantu, Mbak," celetuk Rendra masih dengan tertawa renyah. "Astaga. Kamu masih SMA udah mau nikah? Awas ya, belajar dulu sana!" "Yeay, siapa juga yang mau nikah. Mbak Alea tuh yang dilamar sama Mas Damar. Mama dan p
S3 Bab 40 "Aku mau melamarmu." "Hah?!" Alea ternganga. "Mas Damar sudah gil*. Alisa mau dikemanain coba?" protes Alea. "Alisa mau menyelesaikan kuliahnya dulu. Saat di bandara, Alisa mengikuti kepergian Damar menyusul Alea. Namun, Alisa hanya mendapati Damar yang melangkah lesu di batas ruang masuk penumpang dan pengantar. "Mas Damar? Sudah ketemu Mbak Alea?" "Tidak Lisa. Alea sudah pergi." "Oh, gitu. Kita perlu bicara Mas." "Ya, Lisa." "Kami berdua memutuskan memilih jalan masing-masing terlebih dulu, Al. Siapa yang menemukan jodoh duluan ya tidak apa kalau mau menikah lebih dulu." "Astaga, memangnya kami berdua mainan. Mas Damar gonta ganti melamarku atau Alisa," ucap Alea tak terima. Namun, ia setengah bercanda. "Ya gimana lagi, kalian sama-sama cantik." "Dasar laki-laki!" "Ough. Jangan kasar Al. Kamu masih pakai jurus karatemu?" "Iya lah. Mau dihajar?" "Ampun, Al." Alea tersenyum mengembang. Tiga bulan ia bisa menghilangkan rasa sakit hatinya pada Damar. Hanya mela
S3 Bab 39 Dua bulan berlalu, Alea sudah mulai menikmati perannya di tempat tinggal yang baru. Ia kini tinggal di salah satu kota kecil di Austria yakni kota Klagenfurt. Saat sampai di Vienna Internasional Airport, Alea hanya memberi kabar pada keluarganya kalau sudah sampai. Ia meminta izin memberi kabar kembali setelah tiga bulan selesai. Setelah Syifa mengiyakan dengan berat hati, Alea pun menonaktifkan nomernya dan berganti ke nomer lokal. Satu yang tidak dikatakan Alea pada keluarganya adalah tempat akhir yang ia tuju. Keluarga tahunya Alea ada di kota Vienna bukan di Klagenfurt. "Al, masih lama nggak me time kamu?" tanya Aida satu-satunya mahasiswa dari Indonesia yang ada di Klagenfurt. Terhitung sekarang ada dua mahasiswa termasuk Alea. "Kenapa? Kamu terburu, ya?" jawab Alea sambil menikmati pemandangan danau yang membentang luas di depannya. Danau yang biasa dengan sebutan Wörthersee di Klagenfurt memang indah. Dengan berdiri di pinggir danau, Alea bisa melihat pegunungan A
S3 Bab 38 "Maaf, Ma. Alea harus pergi. Hanya tiga bulan saja, Alea janji Ma." "Sayang, Papa dan Mama pegang janjimu. Di sana tiga bulan jangan berbuat aneh-aneh. Kamu harus jadi wanita kuat seperti mamamu," pesan Zein. "Iya, Pa, Ma. Alea janji. Jaga diri Mama dan Papa. Alea berangkat sama Rendra saja." "Baiklah, Sayang. Hati-hati, jangan lupa kabari kami kalau sudah sampai di sana," lirih Syifa sambil memeluk erat Alea sebelum pergi meninggalkannya. "Gimana Alea, Pa?" "Ma, Alea anak yang kuat. Kita sebagai orang tua harus mendoakan yang terbaik untuknya. Selalu berprasangka baik sama Allah." Syifa mengangguk lalu menghambur ke pelukan Zein untuk menumpahkan tangisnya. Selama 20tahun ini Syifa tidak pernah ditinggalkan Alea. Justru Syifa yang meninggalkannya saat bertugas menjadi relawan. Namun, kali ini Alea yang pergi membuat hatinya bersedih. "Sayang, ingat Alea pergi untuk menuntut ilmu. Allah akan mengangkat derajat putri kita. Jadi kita tidak pantas bersedih. Kita seharusn
S3 Bab 37 Plak! "Keterlaluan kamu, Syad. Begini caramu membalas apa yang sudah kuberikan?! Kamu membalas sakit hatimu karena perasaanmu padaku, kan? Kamu memanfaatkan Alea, putriku?" "Tidak, Fa. Tolong jangan berpikir begitu." "Jangan pernah muncul lagi di hadapanku! Kamu pantas mendapat hukuman yang setimpal." Irsyad terhenyak, kekecewaan Syifa menari-nari di wajahnya. Ia merasa terluka karena telah mengecewakan hati Syifa. Perempuan yang sudah menjadi kakak angkatnya. Mengubah kehidupannya yang gelap hingga menjadi terang. Bahkan dulu namanya pernah singgah di hati Irsyad. Malam itu, Irsyad dan Rendra menemukan hotel tempat Alea dibawa Ronald berdasar informasi dari teman Alea bernama Yoga. Irsyad memaksa resepsionis mengecek kamar atas nama Ronald dengan dalih calon istrinya bersama laki-laki itu. Rendra menunggu di lobby, sedangkan Irsyad mencari ke kamar. Sesampainya di kamar yang dituju, Irsyad hanya mendapati Ronald yang membuka pintu dan Alea ada di dalamnya. Tanpa berpi
S3 Bab 36 "Maaf, sebaiknya saudara Irsyad menjelaskan di kantor. Karena Pak Ronald sudah memberi keterangan terkait kejadian di hotel malam itu sesuai yang dilaporkan Mbak Alea." "Saya pikir cukup lelaki bernama Ronald itu yang ditangkap, Pak," bela Alea. "Maaf, Mbak Alea. Kami perlu membawa Saudara Irsyad. Sebab dia juga berada di hotel yang sama malam itu." "Apa?!" pekik Alea. "Tenanglah Alea, ini pasti salah paham. Baik, saya akan ikut ke kantor." "Tapi, Syad. Acaranya?" Syifa menagih jawab atas pertanyaan yang sudah bisa ia tebak jawabannya. "Pak, kalau boleh Irsyad datang ke kantor polisi setelah acara akad nikah selesai," bujuk Zein. "Maaf, kami harus membawa saudara Irsyad sekarang juga." Zein tersentak, pun Syifa tidak bisa menahan air mata. Acara sakral putrinya mendadak kacau. Ini tentu tidak masuk dalam perkiraannya. Ia sungguh kasian pada Alea yang mendapat masalah bertubi. "Jangan khawatir Mas, Fa. Aku akan baik-baik saja. Setelah urusan dengan polisi selesai, ak
S3 Bab 35 Seminggu berlalu, Irsyad sudah menyelesaikan persiapan akad nikah bersama Alea. Sesuai kesepakatan, keduanya tidak menceritakan pada Syifa dan Zein kalau pernikahan ini dijalani serius. "Om kebayanya bagus, nggak? Udah pas belum?" tanya Alea dengan wajah tak henti-hentinya mengulas senyum. Ia terkadang geli sendiri. Hubungan yang baru mau dibangun dengan Damar kandas, ternyata tergantikan oleh sosok lelaki dewasa yang tidak jauh-jauh dari kehidupannya. "Jelas, cocok, Al. Yang makai juga cantik kok, iya kan, Mbak?" celetuk Irsyad pada petugas butik yang melayani. "Iya, Mbak Alea cantik. Apalagi memakai kebayanya, pas banget deh." "Ishh, Mbak bisa aja." Senyum kembali terukir di bibir Alea sambil memandang sekilas Irsyad yang mengambil jas lalu memakainya. "Sini, Al!" Irsyad melambaikan tangan supaya Alea berdiri di sampingnya. Keduanya berdiri di depan cermin. "Serasi banget, Om," ujar Alea. Namun, senyum Irsyad tiba-tiba surut. Lelaki itu mendekat ke telinga Alea hingg
S3 Bab 34 "Al, boleh Us ngobrol sebentar?" tanya Silvi dengan wajah serius. Ia membiarkan Maryam menikmati es krimnya di kursi tak jauh dari keduanya duduk. "Ya, Us." Alea merasa sedikit salah tingkah. Ia menduga Silvi akan bertanya tentang Omnya. "Apa benar Mas Irsyad mau menikahimu?" "Us Silvi sudah tahu?" tanya Alea. Jelas ia hanya berbasa basi. Pastilah Irsyad sudah memberitahu. Sebab sebelumnya Irsyad berencana melamar Silvi. "Mas Irsyad yang ngasih tahu. Sebenarnya Abi sudah berharap Mas Irsyad melamar Us, Al. Maryam juga seneng banget bisa punya ayah baru, tapi...." Ucapan Silvi menggantung saat ponsel Alea tiba-tiba berdering. "Maaf Us sebentar." "Iya benar, tas selempang warna krem." "Gimana, tadi Us? Maaf ada yang menyela," celetuk Alea sambil meletakkan ponselnya ke meja. "Kalian benar-benar akan menikah?" tanya Silvi dengan wajah sendu. "Kamu kan tahu Al, Mas Irsyad baru mau memulai lagi hubungan baik dengan Us. Abi juga sudah menerimanya. Kenapa dia harus merelak