Bab 39B Mengejutkan"Maaf sudah merepotkanmu, Syila.""Nggak papa, Mas. Ini sudah kewajibanku sebagai is...." Syila menjeda kalimatnya. Ia khawatir salah mengucapkan."Hmm, maksudku sudah kewajiban sebagai manusia untuk saling membantu," ralat Syila. Mendadak Syila menjadi canggung menghadapi Zein yang justru mengulas senyum padanya."Jangan kaku begitu, Syila. Santai saja! Apa kamu takut Refan melihat kita berdua?"Deg,Jantung Syila mendadak berdetak tak normal. Kenapa nada bicara Zein seolah menunjukkan Refan memang benar suaminya."Mas Zein jangan banyak tingkah. Ayo makan dulu. Aakk."Mendengar nada ketus Syila, Zein malah tergelak. Seulas senyum menggoda ditujukan pada Syila yang mukanya ditekuk."Kalau niat menyuapi yang ikhlas Syila. Masak iya aku makan sambil lihat muka kamu cemberut. Susah nelan nih jadinya," protes Zein."Sudah nggak usah bawel. Keburu dingin, nih." Syila memaksa Zein membuka mulutnya. Keduanya tertawa disela perdebatan tadi. Di ujung sana, Refan mengintip d
Bab 40A Menghilang Syila tanpa sadar memanfaatkan momen romantis itu dengan mengalungkan kedua tangannya ke leher Refan. Pun kepalanya menyender di dada suaminya. Aroma parfum yang tidak pernah berubah menyeruak ke indra penciumannya. Menentramkan. "Ya Rabb, izinkan waktu berhenti barang sebentar saja." Tak lama kemudian, Syila membuka matanya. Alangkah terkejutnya dia sudah terbaring di brangkar yang ada di IGD. "Tolong periksa istri saya, Dok!" Ucapan spontan Refan terdengar hangat memasuki relung hati Syila. Matanya tiba-tiba berembun. "Dia benar-benar mengkhawatirkan aku. Selama ini ternyata sikapnya hanya untuk membohongi diri sendiri." "Tadi kenapa istrinya, Pak?" "Tadi terpeleset di lorong rumah sakit, Dok." "Maaf, saya periksanya dulu." "Apa kakinya terluka parah, Dok? Perlu di rontgen, nggak? Saya takut kenapa-napa dengan kakinya." Pria bersnelli putih dengan stetoskop mengalung di leher itu mengulas senyum. Sementara itu, Syila hanya menahan geli Refan menerocos ka
Bab 40B Menghilang Syila memukuli dada Refan tanpa ampun. Malu rasanya mengharapkan sesuatu yang tidak pas waktu dan tempatnya. "Jahatnya dimana Syila. Sama istri sendiri boleh, Kan? Yang salah itu kan kalau sama istri orang." Ledekan Refan membuat wajah Syila kian memanas. "Sudah nggak usah cemberut nanti cantik lu ilang. Sia-sia dong perawatan pakai kosmetik ternama." Syila bergeming, membiarkan Refan jengkel karena ia abaikan."Syila! Astaga marah beneran. Maaf ya!" "Hmm." Syila berdehem, lalu sedetik kemudian matanya terbelalak. Refan telah membuat keningnya terasa dingin dan basah. Sebuah kecupan labuh di sana. "Maafkan gue, Syila! Ternyata gue nggak rela lu sama abang. Tapi gue nggak akan memaksa lu, kalau lu tetap memilih abang." Syila hanya terdiam, otaknya tidak sejalan dengan tubuhnya yang merespon sentuhan Refan tanpa penolakan. "Ayo kita makan di resto depan!" Memilih melajukan mobilnya, Refan membiarkan Syila larut dalam pikirannya sendiri. Refan menarik napas pan
Bab 41A Kecurigaan"Hmm, maafkan gue, Bang. Tadi Syila minta dibelikan sesuatu di minimarket. Gue tinggal sebentar dia di mobil. Gue balik lagi Syila nggak ada." "Apa katamu?! Syila menghilang?!" "Dia tadi bilang keburu lapar, Bang. Gue pikir dia pergi ke resto duluan atau kembali ke sini. Abang tenang saja, gue akan mencarinya sampai ketemu." "Harus, Fan! Kamu harus mencarinya sampai ketemu. Seujung kuku pun jangan sampai dia terluka." "Iya, pasti, Bang." Refan bergegas pergi meninggalkan abangnya tanpa peduli ada Merry disitu. "Pak Zein, saya akan bantu cari Syila. Tapi ponselnya saya hubungi juga tidak aktif ini." "Syila, dimana dia? Apa jangan-jangan dia diculik, Mer? Kalau mau lapir polisi ini belum ada 24jam." Merry ikut gusar memikirkan sahabatnya. Dia takut terjadi apa-apa pada Syila yang sedang hamil muda. "Pak, apa tidak sebaiknya kita menanyakan pada Pak Alex?" Zein tertegun mendengar penuturan karyawannya itu. Ia mengernyitkan dahi menatap Merry. "Kenapa dengan A
Bab 41B Kecurigaan"Pak Raihan?" "Kita perlu meeting dadakan, Pak Zein. Datang ke alamat berikut. Segera atau kalau tidak, saya batalkan kerja sama proyek kita." Zein tersentak membaca pesan singkat dari koleganya. Tidak biasanya Raihan mengirim pesan langsung ke ponselnya. Biasanya dia akan mengirim melalui sekretaris atau asisten pribadinya. Ia lalu membalas pesan singkat itu dengan isi menyetujui meeting dadakan. Sejujurnya kepalanya masih terasa pening akibat masalah yang datang bertubi. Setengah jam berlalu, Alex sudah sampai di ruang rawat Zein. Kedatangan dua orang dengan napas terengah disambut dengan wajah suram Zein. Kedua pria berpakaian kemeja seragam kantor itu segera berdiri menunduk di dekat brangkar. Zein segera membenahi posisi duduknya menjadi menyandar. "Kenapa lama sekali? Sampai jamuran saya menunggu." "Maaf, Bos. Jalanan macet." Alex mewakili jawaban pertanyaan yang dilontarkan bosnya, sedangkan staf lainnya berdiri di samping hanya melirik sekilas. "Antark
Bab 42 Salah target Refan melajukan mobil dengan kecepatan tinggi menuju rumahnya. Pikirannya sudah kalut, mencari Syila di kontrakannya pun nihil. Bahkan sejak kemarin pemilik kontrakan tidak melihat Syila sehelai rambutpun. Sampai di pelataran rumah, Refan segera memarkirkan mobilnya. Suasana lengang membuat Refan bertanya-tanya. Tidak biasanya pos satpam sepi penjaga. Pintu rumah pun tertutup, tetapi gerbang pagar dibiarkan terbuka lebar. "Pada pergi kemana, sih?" Refan bermonolog sambil berjalan menuju teras. Ia merogoh saku celana, tetapi belum menemukan kunci rumah. "Astaga, aku sampai lupa menaruh kuncinya dimana."Refan mengetuk pintu, barangkali ada umi dan abi sedang bersitirahat siang. ART juga biasanya terjaga. Ia merasa heran rumahnya sepi tidak ada aktifitas di dalam. "Assalamu'alaikum! Umi, Abi, Mbok!" Semua dipanggili Refan tetapi tidak ada suara jawaban. Ia mengambil ponselnya lalu menghubungi abinya. Hanya nada sambung yang terdengar tetapi tidak diangkat. Refa
Bab 42B Salah target "Maaf Mas Refan. Bapak tidak sanggup melawan banyak orang. Mereka membawa senjata," ungkap satpam yang terlihat wajahnya sedikit babak belur. "Mbak Sania dibawa mereka, Mas." "Apa?! Sania?!" Refan terhenyak, tadinya pikiran buruk tertuju pada Sania sebagai dalang penculikan. Kini dia justru khawatir dengan wanita hamil besar itu akan menjadi sandra. "Mi, Bi. Sania....?" "Sania dibawa pergi gerombolan itu, Fan." "Mereka siapa?" "Abi nggak tahu, Fan. Ada kemungkinan mereka salah satu saingan bisnis abi dulu." "Ya, Fan. Abi dulu pernah punya musuh namanya Pak Robert, tapi sudah masuk penjara bersama Om Reno. Umi masih ragu juga apa orang-orang tadi ada hubungannya dengan Pak Robert." "Kita harus lapor polisi, Bi. Syila hilang, Sania juga." "Apa?! Syila hilang?!" teriak Hira dan Ilyas bersamaan. "Pokoknya Refan harus menemukan mereka berdua dengan selamat. Refan mau panggil polisi." Refan buru-buru menghidupkan layar ponselnya. Namun, dengan cepat Ilyas me
Bab 43A SentuhanNetra Refan tidak lepas dari memandang lurus sebuah gerbang pagar di depan bangunan itu. Sampai suatu mobil mewah masuk dan terpakir di depannya. Ia jelas melihat siapa yang keluar dari mobil itu. Kedua tangan Refan mencengkeram erat stir mobilnya. "Ternyata penjahat itu dia." Rasa geram Refan membuatnya tidak mampu berpikir dingin. Emosi mengalahkan logika. Melajukan kembali mobil dan memarkirkan di sekitar pelataran gedung, Refan mengabaikan pesan polisi untuk tidak gegabah. Kenyataan, Refan sudah tidak sabar ingin menghajar objek yang diawasi. "Kurang ajar, ternyata kecurigaanku benar. Pak Raihan serigala berbulu domba. Apa motifnya melakukan ini semua? Aku harus mencari tahu. Apa abang di sini sendiri? Atau dia ke sini karena ingin menyelamatakan dua wanita itu. Apa ada penjahat lain lagi? Aarghh!" Refan menjambak rambutnya frustasi. Gegas ia mengekori kolega bisnis abangnya itu sampai ke lantai gedung bertingkat yang dituju. Refan melihat nomor yng tertera di
S3 Bab 42 "Beginikah caranya menghukum diri sendiri, huh?" "Alea." Irsyad melebarkan matanya. Sedetik kemudian ia mengucek berulang untuk memastikan apa yang dilihatnya bukanlah sebuah fatamorgana. "Al, kamu datang?" lirih Irsyad sambil menoleh ke sekitar. Tidak ada orang lain selain mereka berdua. Alea lantas duduk di kursi sebelah Irsyad dengan meja kecil sebagai penghalang. Irsyad berusaha menetralkan deru napasnya. Rasa haru menyeruak. Kesedihan karena memikirkan kebencian Alea terhadap dirinya pun terpatahkan. Nyatanya, Alea masih mau menemuinya. "Ya, aku datang karena ada yang mengundang," ucap Alea dengan wajah datar. Gaya bicaranya tidak sesopan dulu dengan menyebut aku saat bicara. Tatapannya tidak sedikitpun mengarah pada Irsyad. Lelaki itu sadar diri, Alea pasti masih benci padanya. "Kamu tahu Om tinggal di sini?" "Sangat mudah dicari, bukan?" cetus Alea. Irsyad hanya beroh ria. "Aku akan menikah, jadi silakan mau bicara apa?" lanjut Alea. Irsyad menarik napas dalam.
S3 Bab 41Sesampainya di rumah, Alea mengucap terima kasih pada Damar dan memaksanya segera pulang. "Alea!" "Mama?!" Perempuan paruh baya yang menanti kedatangannya segera memeluk erat. Ya, Syifa sudah seminggu sakit dan terbaring di tempat tidur merindukan putrinya. "Mama! Maafin Alea. Mama sakit gara-gara Alea, kan?" sesal Alea sambil mengeratkan pelukannya. "Tenanglah, Al. Mamamu sakit bukan karena kamu. Tapi dia ngidam." "Apa?!" "Ishh. Papa nih, nggak usah becanda. Orang anaknya barusan pulang malah dibecandaain." "Maksudnya apa, Pa? Mama ngidam? Mau punya adik bayi?" Alea sudah melototkan matanya horor ke arah papa dan mamanya. Sementara Rendra yang baru saja ikut duduk di sofa hanya bisa terkikik. "Apaan sih, Ren? Kamu ngerti?" "Tuh, Mama ngidam pengin punya mantu, Mbak," celetuk Rendra masih dengan tertawa renyah. "Astaga. Kamu masih SMA udah mau nikah? Awas ya, belajar dulu sana!" "Yeay, siapa juga yang mau nikah. Mbak Alea tuh yang dilamar sama Mas Damar. Mama dan p
S3 Bab 40 "Aku mau melamarmu." "Hah?!" Alea ternganga. "Mas Damar sudah gil*. Alisa mau dikemanain coba?" protes Alea. "Alisa mau menyelesaikan kuliahnya dulu. Saat di bandara, Alisa mengikuti kepergian Damar menyusul Alea. Namun, Alisa hanya mendapati Damar yang melangkah lesu di batas ruang masuk penumpang dan pengantar. "Mas Damar? Sudah ketemu Mbak Alea?" "Tidak Lisa. Alea sudah pergi." "Oh, gitu. Kita perlu bicara Mas." "Ya, Lisa." "Kami berdua memutuskan memilih jalan masing-masing terlebih dulu, Al. Siapa yang menemukan jodoh duluan ya tidak apa kalau mau menikah lebih dulu." "Astaga, memangnya kami berdua mainan. Mas Damar gonta ganti melamarku atau Alisa," ucap Alea tak terima. Namun, ia setengah bercanda. "Ya gimana lagi, kalian sama-sama cantik." "Dasar laki-laki!" "Ough. Jangan kasar Al. Kamu masih pakai jurus karatemu?" "Iya lah. Mau dihajar?" "Ampun, Al." Alea tersenyum mengembang. Tiga bulan ia bisa menghilangkan rasa sakit hatinya pada Damar. Hanya mela
S3 Bab 39 Dua bulan berlalu, Alea sudah mulai menikmati perannya di tempat tinggal yang baru. Ia kini tinggal di salah satu kota kecil di Austria yakni kota Klagenfurt. Saat sampai di Vienna Internasional Airport, Alea hanya memberi kabar pada keluarganya kalau sudah sampai. Ia meminta izin memberi kabar kembali setelah tiga bulan selesai. Setelah Syifa mengiyakan dengan berat hati, Alea pun menonaktifkan nomernya dan berganti ke nomer lokal. Satu yang tidak dikatakan Alea pada keluarganya adalah tempat akhir yang ia tuju. Keluarga tahunya Alea ada di kota Vienna bukan di Klagenfurt. "Al, masih lama nggak me time kamu?" tanya Aida satu-satunya mahasiswa dari Indonesia yang ada di Klagenfurt. Terhitung sekarang ada dua mahasiswa termasuk Alea. "Kenapa? Kamu terburu, ya?" jawab Alea sambil menikmati pemandangan danau yang membentang luas di depannya. Danau yang biasa dengan sebutan Wörthersee di Klagenfurt memang indah. Dengan berdiri di pinggir danau, Alea bisa melihat pegunungan A
S3 Bab 38 "Maaf, Ma. Alea harus pergi. Hanya tiga bulan saja, Alea janji Ma." "Sayang, Papa dan Mama pegang janjimu. Di sana tiga bulan jangan berbuat aneh-aneh. Kamu harus jadi wanita kuat seperti mamamu," pesan Zein. "Iya, Pa, Ma. Alea janji. Jaga diri Mama dan Papa. Alea berangkat sama Rendra saja." "Baiklah, Sayang. Hati-hati, jangan lupa kabari kami kalau sudah sampai di sana," lirih Syifa sambil memeluk erat Alea sebelum pergi meninggalkannya. "Gimana Alea, Pa?" "Ma, Alea anak yang kuat. Kita sebagai orang tua harus mendoakan yang terbaik untuknya. Selalu berprasangka baik sama Allah." Syifa mengangguk lalu menghambur ke pelukan Zein untuk menumpahkan tangisnya. Selama 20tahun ini Syifa tidak pernah ditinggalkan Alea. Justru Syifa yang meninggalkannya saat bertugas menjadi relawan. Namun, kali ini Alea yang pergi membuat hatinya bersedih. "Sayang, ingat Alea pergi untuk menuntut ilmu. Allah akan mengangkat derajat putri kita. Jadi kita tidak pantas bersedih. Kita seharusn
S3 Bab 37 Plak! "Keterlaluan kamu, Syad. Begini caramu membalas apa yang sudah kuberikan?! Kamu membalas sakit hatimu karena perasaanmu padaku, kan? Kamu memanfaatkan Alea, putriku?" "Tidak, Fa. Tolong jangan berpikir begitu." "Jangan pernah muncul lagi di hadapanku! Kamu pantas mendapat hukuman yang setimpal." Irsyad terhenyak, kekecewaan Syifa menari-nari di wajahnya. Ia merasa terluka karena telah mengecewakan hati Syifa. Perempuan yang sudah menjadi kakak angkatnya. Mengubah kehidupannya yang gelap hingga menjadi terang. Bahkan dulu namanya pernah singgah di hati Irsyad. Malam itu, Irsyad dan Rendra menemukan hotel tempat Alea dibawa Ronald berdasar informasi dari teman Alea bernama Yoga. Irsyad memaksa resepsionis mengecek kamar atas nama Ronald dengan dalih calon istrinya bersama laki-laki itu. Rendra menunggu di lobby, sedangkan Irsyad mencari ke kamar. Sesampainya di kamar yang dituju, Irsyad hanya mendapati Ronald yang membuka pintu dan Alea ada di dalamnya. Tanpa berpi
S3 Bab 36 "Maaf, sebaiknya saudara Irsyad menjelaskan di kantor. Karena Pak Ronald sudah memberi keterangan terkait kejadian di hotel malam itu sesuai yang dilaporkan Mbak Alea." "Saya pikir cukup lelaki bernama Ronald itu yang ditangkap, Pak," bela Alea. "Maaf, Mbak Alea. Kami perlu membawa Saudara Irsyad. Sebab dia juga berada di hotel yang sama malam itu." "Apa?!" pekik Alea. "Tenanglah Alea, ini pasti salah paham. Baik, saya akan ikut ke kantor." "Tapi, Syad. Acaranya?" Syifa menagih jawab atas pertanyaan yang sudah bisa ia tebak jawabannya. "Pak, kalau boleh Irsyad datang ke kantor polisi setelah acara akad nikah selesai," bujuk Zein. "Maaf, kami harus membawa saudara Irsyad sekarang juga." Zein tersentak, pun Syifa tidak bisa menahan air mata. Acara sakral putrinya mendadak kacau. Ini tentu tidak masuk dalam perkiraannya. Ia sungguh kasian pada Alea yang mendapat masalah bertubi. "Jangan khawatir Mas, Fa. Aku akan baik-baik saja. Setelah urusan dengan polisi selesai, ak
S3 Bab 35 Seminggu berlalu, Irsyad sudah menyelesaikan persiapan akad nikah bersama Alea. Sesuai kesepakatan, keduanya tidak menceritakan pada Syifa dan Zein kalau pernikahan ini dijalani serius. "Om kebayanya bagus, nggak? Udah pas belum?" tanya Alea dengan wajah tak henti-hentinya mengulas senyum. Ia terkadang geli sendiri. Hubungan yang baru mau dibangun dengan Damar kandas, ternyata tergantikan oleh sosok lelaki dewasa yang tidak jauh-jauh dari kehidupannya. "Jelas, cocok, Al. Yang makai juga cantik kok, iya kan, Mbak?" celetuk Irsyad pada petugas butik yang melayani. "Iya, Mbak Alea cantik. Apalagi memakai kebayanya, pas banget deh." "Ishh, Mbak bisa aja." Senyum kembali terukir di bibir Alea sambil memandang sekilas Irsyad yang mengambil jas lalu memakainya. "Sini, Al!" Irsyad melambaikan tangan supaya Alea berdiri di sampingnya. Keduanya berdiri di depan cermin. "Serasi banget, Om," ujar Alea. Namun, senyum Irsyad tiba-tiba surut. Lelaki itu mendekat ke telinga Alea hingg
S3 Bab 34 "Al, boleh Us ngobrol sebentar?" tanya Silvi dengan wajah serius. Ia membiarkan Maryam menikmati es krimnya di kursi tak jauh dari keduanya duduk. "Ya, Us." Alea merasa sedikit salah tingkah. Ia menduga Silvi akan bertanya tentang Omnya. "Apa benar Mas Irsyad mau menikahimu?" "Us Silvi sudah tahu?" tanya Alea. Jelas ia hanya berbasa basi. Pastilah Irsyad sudah memberitahu. Sebab sebelumnya Irsyad berencana melamar Silvi. "Mas Irsyad yang ngasih tahu. Sebenarnya Abi sudah berharap Mas Irsyad melamar Us, Al. Maryam juga seneng banget bisa punya ayah baru, tapi...." Ucapan Silvi menggantung saat ponsel Alea tiba-tiba berdering. "Maaf Us sebentar." "Iya benar, tas selempang warna krem." "Gimana, tadi Us? Maaf ada yang menyela," celetuk Alea sambil meletakkan ponselnya ke meja. "Kalian benar-benar akan menikah?" tanya Silvi dengan wajah sendu. "Kamu kan tahu Al, Mas Irsyad baru mau memulai lagi hubungan baik dengan Us. Abi juga sudah menerimanya. Kenapa dia harus merelak