Bab 16B Siapa yang Tergoda "Ah, tenang Syila. Mas Zein paling juga mau tiduran karena tadi sore pasti kecapekan main dengan Sania." Syila berusaha menghibur hatinya. Gegas ia mengenakan baju tidur seperti anjuran Mery sahabatnya. "Ckk, Mery sudah gila nih ngasih idenya. Pakain beginian terlalu seksi." Syila masih memandang lingere merah di tangannya. Kado dari sahabatnya itu masih tersimpan rapi di almari. Katanya suami akan tertarik kalau melihat istrinya pakai pakaian begituan. Tidak sampai lima menit Syila sudah berganti pakaian. Ia segera sembunyi di balik selimut dan mematikan lampu utama menjadi lampu tidur. "Kenapa Mas Zein lama? Ah, paling juga kelelahan. Biar saja dia tidur dengan Mbak Sania." Syila menguap lalu sesaat terpejam karena kantuknya. Ia tidak menyadari suaminya telah menelusup ke dalam selimut yang sama. Baru setelah terasa kedua lengan melingkar di perut, kesadarannya kembali. "Mas." Hany
Bab 17A Kelewat Batas 18+ "Lu mau kasih imbalan apa ke gue?" Dengan berkacak pinggang, Refan sedikit merendahkan badannya hingga wajahnya tepat di depan wajah Syila. "Imbalan? Aku pasti sangat berterima kasih padamu, Fan." "Hanya ucapan terima kasih?" Lagi, Refan mendesak Syila dengan memajukan wajahnya. "Lalu apa maumu?" ucap Syila terbata. "Gue mau kita ulangi yang tadi siang." Refan sudah mengedikkan alisnya menggoda Syila. Ia berharap wanita di depannya mundur dan kembali ke kamarnya. Melihat Syila yang datang dengan piyama kimono dan jilbab instan menutup sebatas leher membuat jantung Refan berdebar kencang. Wanita di depannya ini mampu membangunkan singa yang sedang tidur. "Fan! Aku kakak iparmu, istri abangmu. Jangan kelewat batas." Syila menaikkan ucapannya. Ia berharap Refan memahami permintaannya. "Istri yang diabaikan," ledek Refan membuat Syila semakin muntab. "Kamu mau membantuku
Bab 17B Kelewat Batas 18+ "Fan!" Syila mengoyangkan lebih keras tubuh Refan agar bangun dari tidurnya. "Apa sih? Gue masih ngantuk. Lu sih bikin badan gue capek." "Hah. Apa benar kita melakukannya semalam?" Penyesalan selalu datang terlambat. Semalam Syila dikuasai amarah akibat ulah suaminya melenyapkan rasa kenikmatan yang hampir di ubun-ubun. Ia justru tergantikan oleh kenyamanan yang diberikan Refan hingga tertidur pulas dan bangun masih berada di kamar ini. "Lu nggak amnesia, kan? Lu juga menikmatinya," terang Refan seraya bangun dan duduk di sebelah Syila yang masih menutupi tubuhnya dengan selimut. "Ini benar-benar gila, Fan. Tidak mungkin. Aku sudah menghianati Mas Zein." Syila dilanda kekalutan. Alih-alih mencari bukti untuk menjelaskan suaminya. Ia justru terlena oleh perlakuan manis Refan hingga berujung melakukan hal gila. Syila amat menyesal. Kekhawatirannya hidup seatap dengan ipar terjawab sudah. Ia pun terg
Bab 18A Gugup "Sejauh mana mereka menyusup?" Zein balik bertanya. "Sampai ke data penting perusahaan, Bos." "Apa?!" Terlihat wajah gusar Zein setelah menerima panggilan. "Ada apa, Bang?" Refan menelisik raut wajah abangnya. Tak lama kemudian, Zein menyerahkan kembali nampannya ke tangan adiknya. "Nih, kamu aja yang anter. Abang ada urusan mendadak ke kantor. Penyusup mulai beraksi." "Apa?!" Refan mendadak rautnya tegang. Perusahaan ini turun temurun dari keluarga abinya. Menjadi besar seperti sekarang karena perjuangan abinya. Sekarang perusahaan itu mampu disusupi pihak yang mau berniat jahat. "Apa saja kerjaan intel yang abang rekrut?" protes Refan. Namun abangnya abai. Fokusnya hanya ingin sampai di kantor secepatnya. "Urus Syila! Setelah beres, segera ke kantor. Kamu paham?!" "Ya, Bang." Refan menurut saja. Apapun yang dikatakan abangnya, ia tahu itu yang terbaik untuk keluargan
Bab 18B Gugup Sepanjang hari, Syila merasa tubuhnya lemas. Ia hanya berbaring di kamar. Ingin keluar mencari makan di dapur pun tidak ada tenaga. Seharusnya, pagi ini ia membantu Hira di dapur, tetapi sendi-sendinya minta diistirahatkan sejenak "Syila, umi boleh masuk?" Terdengar seruan Hira sambil mengetuk pintu. Hira masuk setelah Syila menyilakannya. "Ada apa, Mi?" "Kata Refan kamu nggak enak badan? Ayo sarapannya dimakan dulu! Biar ada tenaga dan kamu segera sembuh." "Iya, Mi. Ini Syila mau sarapan." Kedatangan Hira ke kamar membuat Syila tidak enak hati menolak permintaan mertuanya. "Apa kamu sakit gara-gara Zein?" Jantung Syila berdegup kencang daat nama Zein yang disebut. Syila mencoba tersenyum, meski dalam hati ia menahan kesal teramat sangat akibat ulah Refan. "Berarti umi sudah mau nambah cucu, nih." Penyesalannya bertambah saat mertuanya sangat mengharapkan dirinya bisa m
Bab 19A Dilema"Kamu yakin?" Merry menegakkan kepalanya. Pandangannya ke arah Zein. Keduanya saling bersitatap membuat jantung Merry berdebar kencang. "Maaf, Pak. Saya...." Belum selesai Merry mengucapkan, kalimatnya sudah dipotong. "Ya, saya tahu kamu tidak mungkin menghianati perusahaan, bukan?" "Ya, Pak." Merry menunduk. Masih dengan sisa keberaniannya ia mulai sedikit menatap wajah bosnya. "Merry! Kepada siapa kamu biasanya melaporkan data keuangan?" Zein mencoba menginterogasi Merry secara halus. "Saya hanya melaporkan datanya ke Pak Zein. Seperti biasa laporan saya serahkan melalui Syila, Pak." "Apa ada orang lain selain Syila yang meminta laporan itu?" "Tidak, Pak. Saya tidak berani memberikan data laporan tanpa seizin Bapak." "Baiklah. Kamu boleh pergi." "Baik, terima kasih, Pak." Merry bergegas meninggalkan ruangan Zein. Ada perasaan lega saat bosnya tidak sampai menanyakan lebih jauh tentang data apa saja yang diminta Syila sahabatnya. Ia sendiri tidak paham kenap
Bab 19B Dilema"Kenapa Abang nggak curiga sama Sania? Bisa saja dia kembali untuk menghancurkan perusahaan." "Awalnya abang pikir begitu. Tapi staf IT menemukan bukti data terkirim melalui komputer di ruang ini, Fan. Tidak ada yang memakai komputer selain Syila." "Abang, yakin?" Refan masih menolak percaya Syila berani menghianati perusahaan keluarga suaminya sendiri. "Ya. Setidaknya dugaan sekarang begitu. Lebih parahnya mereka memakai sistem canggih untuk meretas data kita." "Gila! Gue nggak habis pikir kenapa wanita polos seperti Syila sanggup melakukannya. Gue akan cari bukti yang menguatkan, Bang. Tenang saja!" "Apa yang mau kamu lakukan, Fan? Ingat jangan bertindak lebih jauh dengan melibatkan perasaan!" "Ya, gue tahu, Bang." Refan menghela napas panjang. Ia merasa bersalah pada saudara kembarnya. Sejak awal dirinya hanya diminta mengawasi Syila, tetapi perasaannya tidak bisa dibohongi. Ia memang jatuh hati pada calon istri abangnya. Meskipun uminya tidak merestui, Refan
Bab 20A Ketahuan"Hah? Siapa orangnya?" "Suamimu. Lebih tepatnya keluarga suamimu." Syila tercengang mendengarnya. Ia tidak heran jika kakaknya sampai menyelidiki lebih jauh, karena Arka lulusan Magister Teknologi Informasi. Pastinya banyak teman-temannya yang mau membantu menyelidiki masalah perusahaan ayahnya. Sampai-sampai Arka kini mengorbankan profesinya sbeagai pengajar untuk fokus ke perusahaan ayahnya. Kala itu, keluarga Zein datang berniat membantu perusahaan ayahnya karena mereka merupakan kolega bisnis. Siapa sangka kalau perusahaan keluarga Zein justru yang menjatuhkan perusahaan ayahnya. Bisa jadi mereka melakukannya karena persaingan bisnis. "Bagaimana Mas bisa tahu?" "Mas sudah menyelidikinya. Sistem yang dipakai perusahaan suamimu sama dengan yang meretas perusahaan ayah." "Jadi, kita sedang balas dendam?" Arka mengangguk, sedangkan Syila masih terbengong. Ia tidak menyangka telah dijadikan tumbal kakaknya untuk membalas dendam. Lebih parahnya, ia tidak tahu kel