Setelah beberapa minggu sepulang bulan madu.Jelita mulai menikmati pernikahannya bersama Arman, sepertinya nama Revan sedikit demi sedikit tergeser oleh kehadiran Arman.Arman pun selalu tersenyum ceria dan lebih bersemangat ketika bekerja, bahkan temannya Vano selalu meledeknya, "Wiiih ... tiap hari tempur yah, gak lemes tuh lutut!!""Gak dong, aku kan pria perkasa, hahaha ...! Emangnya kamu, lututnya udah kendor, hahaha ...!" balas Arman tak kalah membalasnya dengan kata-kata sindiran."Sialan Lo, Ar." ketusnya sambil menepuk tangan Arman."Hahaha ... by the way, makasih yah Van, atas saran kamu, Jelitaaa ... sekarang sudah takluk di tanganku!" "Aku turut senang, Ar. Kalau kamu bahagia bersama perempuan yang paling kamu cintai itu!" Vano turut merasakan kebahagiaan yang dirasa Arman, bila awal-awal menikah, dia selalu saja terlihat muram, tapi akhir-akhir ini senyuman selalu menghiasi wajahnya Arman.'Mudah-mudahan yang aku lihat waktu itu, bukan siapa-siapanya Jelita, aku takut
Walaupun tadi di depan Revan dia berusaha tegar, tapi begitu sampai di ruangannya pecah juga tangisannya.'Revaaan ... dia bukan Revan yang aku cintai dulu, diaaa ... sudah berubah!' lirihnya dengan mata yang sudah berair.'Keputusanku ternyata memang sudah benar, aku harus segera keluar dari sini! Sudah cukup hari ini aku mendapatkan hinaan yang menyakitkan seperti ini! Tega sekali dia bersikap seperti itu padaku!''Baiklah, aku akan menyelesaikan laporan ini secepatnya, dan aku tinggal pergi dan tak akan kembali ke sini!' tekad Jelita sambil terus mengusap pipinya yang basah.Dengan perasaan yang tidak baik-baik saja, Jelita berusaha menyelesaikan pekerjaannya, hingga dia sama sekali tak makan siang."Kamu sendiri aja Han, aku mau selesaikan kerjaan aku.""Tumben Jel, kamuuu ... gak makan siang?""Kamu gak tahu yah Han, tadi aku disemprot habis-habisan sama Pak Revan Han, aku benar-benar gak enak, baru kali ini aku merasa gak nyaman kerja di sini.""Hah! Pak Revan bentak-bentak kamu
"Jel, ikut saya!" titah Revan pada Jelita yang baru saja tiba tiba di parkiran.'Jel? Hahaha ... bahkan Kamu memanggilku Jel, sama seperti yang lainnya! Ke mana panggilan sayang itu?!' Jelita tersenyum kecut."Mau ke mana Pak? Maaf ini hari-hari terakhir saya ke sini, jadi saya tidak mau bolos!" tolak Jelita tak mengindahkan perintah Revan."Udah ikut saja, ini perintah!!" paksa Revan."Enggak!!" "Kalau kamu engga mau, aku cabut lagi izin resign kamu!!" ancam Revan."Mana bisa kayak gitu! Surat pengunduran diri itu udah di ACC sama pusat!!" Jelita tak terima."Bisa saja, kamu gak tahu siapa aku?!""Memangnya Pak Revan itu siapa?""Aku menantu dari pemilik supermarket ini, dan yang aku pegang bukan hanya cabang ini, ada beberapa cabang lainnya." Revan tersenyum bangga."What! Jadi mertua Pak Revan itu pemilik supermarket ini?!" Jelita terperanjat, dia kira selama ini Revan hanya sebagai kepala toko saja, rupanya kedudukannya lebih tinggi dari itu."Iya, makanya kamu harus ikut saya se
"Kak Ryuuu ...!!" Jelita menatap takjub, begitu pangling melihat laki-laki tampan di depannya itu.'Ya Tuhaaan ... Kak Ryu, dia sangat tampan, orang yang pernah aku taksir dulu begitu aku masuk SMA. Ya ampun ... kenapa aku bisa ketemu dia lagi di sini pula? Oh Tuhaaan ... dia dua kali lebih tampan dibandingkan waktu SMA.' Jelita tak sadar, dia sampai tak berkedip menatap pria tegap itu.Ryuga adalah ketua OSIS kala itu, dia duduk di kelas tiga sementara Jelita saat itu baru saja masuk SMA.Sebenarnya Ryuga adalah lelaki pertama yang Jelita sukai, begitu juga Ryuga dia pun menyukai Jelita, beberapa kali mengirim salam padanya, tapi begitu Revan masuk di semester dua, dia menjadi dekat dengan Jelita dan meyakinkan kalau yang dia rasakan pada Ryuga hanya kagum saja hanya cinta monyet, apalagi sikap Ryuga yang berubah hingga acara perpisahan tak ada kata apapun pada Jelita hingga dia pun meyakini kalau Ryuga tidak ada rasa padanya."Hei, udah mandangin akunya?" tegur Ryuga sambil menjenti
Ceklek! pintu dibuka, terdengar suara perempuan."Iya Van, ada apa malam-malam begini ke kamarku?"'Ya Tuhaaan ... itu suara Jelita, mau apa dia malam-malam ke kamar Jelita?' gumam Ryuga merasa khawatir."Aku ingin bicara Sayang!" Jelita melihat ada yang tak beres dengan Revan, cara bicaranya persis orang yang sedang mabuk, wajahnya terlihat kusut, matanya agak memerah dan bau alkohol yang sangat menusuk di hidung."Kamu mabuk, Van? lebih baik kita bicara di luar saja." Jelita tak mau ambil resiko, orang mabuk akan sangat nekat karena otaknya dipengaruhi alkohol."Kamu gak izinkan aku masuk, Sayang?""Enggak, kita bicara di sini saja.""Tapi aku ingin masuk, Sayang!" Revan menerobos begitu saja masuk ke dalam kamar."Hei, jangan masuk!" Jelita mengganjal pintu dengan sepatunya, jaga-jaga kalau saja Revan berbuat yang tidak-tidak. Walaupun tegang, Jelita berusaha tenang menghadapi Revan. "Vaaan ... kenapa kamu mabuk seperti ini?""Liii ... apa benar kamuuu ... sudah tidur dengan lak
"Kamu jangan gila Van, sadarlah!!" Jelita makin ketakutan saat tangan kekar itu hendak menyentuh bagian sensitifnya yang masih tertutup kain berenda."Kurang ajaaaar ...!!!" terdengar teriakan seseorang dengan menggelegar di belakang mereka."Kak Ryu!" Jelita merasa lega, bantuan akhirnya datang, padahal tadinya dia sudah putus harapan akan terjadi sesuatu pada dirinya.Ryuga menarik paksa Revan dan langsung menghajarnya, Revan yang tak siap tentu saja dia tidak dapat mengelak serangan dadakan itu.Jelita segera menutupi tubuhnya dengan selimut.Bug! Bug! Bug!Pukulan demi pukulan dilayangkan Ryuga, Revan tidak dapat menandingi kekuatan Ryuga apalagi dia dalam keadaan mabuk."Brengsek, kamu Revan!!" Ryuga terus menghajarnya, hingga tubuh Revan ambruk."Liliii ...!" lirih Revan menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya."Sudah Kak! Sudah!" Jelita menghentikan aksi Ryuga yang akan tak puas menghajar Revan."Pergilah Van, sebelum aku menelepon bagian keamanan!" ancam Ryuga."Sebaiknya Kak R
"Ooh ... kenalkan saya Ryuga, dulu saya kakak kelasnya Jelita sewaktu SMA ... kebetulan kami bertemu di tempat seminar. Maaf, saya hanya mengantarnya pulang, tidak ada maksud lain. Kasihan tadi pagi dia merasa gak enak badan, sementara bosnya tidak bisa mengantar karena acaranya memang belum selesai." Ryuga langsung menjawab, dia tahu saat ini suami Jelita tengah curiga, terlihat dari tatapannya yang kurang ramah pada dirinya."Oooh ... saya Arman, suaminya Jelita." Mereka pun berjabat tangan, tapi tatapan Arman masih belum berubah. Matanya memindai Ryuga dari atas sampai bawah, Ryuga yang tampak gagah dengan kemeja polo yang berwarna putih yang begitu pas di tubuhnya, sehingga tubuh kekarnya tercetak, mungkin karena memang rajin berolahraga, tubuhnya begitu atletis. Karena melihat raut wajah tak ramah dari Arman, Ryuga langsung berpamitan dia tak ingin menimbulkan masalah di rumah Jelita."Oh iya maaf, saya hanya mengantarnya pulang, tidak ada maksud lain. Kalau begitu saya pamit pu
Esok paginya ..."Kamu kenapa Sayang?" tanya Arman saat Jelita seperti tidak bersemangat."Kepala aku sedikit pusing, Mas.""Kalau pusing, gak usah kerja aja.""Tanggung Mas, tinggal beberapa hari lagi. Kayaknya gara-gara kurang tidur nih, kepalaku jadi pusing!""Maafin aku yah Sayang, gara-gara aku yah, kamu jadi begadang semalam." Arman merasa sedikit bersalah karena semalam dia mengajak Jelita tempur sampai dua kali."Tuh nyadar, hmm!" "Maaf yah, Sayang... malam ini libur dulu deh, sampai kamu benar-benar keluar kerja, hehehe ...!""Janji yah! Jangan kayak yang udah-udah, ingkar Mulu!" "Hehe ... iya swear!""Kalau gak hilaf, hehe!" ucapnya setengah berbisik.****Selama tiga hari, Revan tak terlihat di kantor. 'Ke mana dia yah, apa dia sedang menyesali perbuatannya kemarin? Jadi belum sanggup bertemu aku!' gumam Jelita saat melihat ruangan Revan yang selalu kosong.Jelita menanyakan keberadaan Revan pada Pak Harun, tapi Pak Harun pun menggeleng, dia sama sekali tak mendengar kaba
"Pak, cantik banget yah ponakan aku!" puji Ardhan ketika melihat foto yang dikirimkan Arman."Cucu Bapak udah lahir, Dhan. Masya Allah ... cantiknyaaaa ...!" Fadlan pun ikut memuji sang cucu yang baru saja lahir ke dunia.'Hah ... mereka lagi liat foto anaknya wanita itu, aduuuh ... aku juga jadi ingin lihat,' gumam Atikah hanya bisa menerka-nerka bagaimana wajah anak Jelita, ingin melihat tapi gengsinya tinggi dia merasa malu kalau harus meminta Ardhan memperlihatkan foto anak itu padanya."Bu, mau lihat enggak, cantik banget lho?" tanya Fadlan, dia tahu sebenarnya istrinya juga penasaran ingin melihat cucu pertamanya."Enggak usah, belum tentu juga itu anaknya Arman.""Ya udah besok pagi kita mau liat ke sana, Ibu jaga rumah yah!" Ardhan sengaja membuat ibunya menyesal tidak melihatnya.'Mereka kok gitu amat, gak ngajak aku sih!' omelnya dalam hati.*****Pagi harinya ..."Ke mana kok udah pada rapi?" tanya Atikah pada suaminya ketika dia akan keluar membeli sayuran."Lho bapak kan
"Kita ke restoran deket sini saja yah, Ar?" ajak Rahayu."Terserah!" jawabnya dingin.Baru saja sampai parkiran, seorang bapak berlari tergesa-gesa menuju ke arahnya."Pak Armaaaan ...!!" tanyanya seperti orang panik."Pak Marwan?!" Arman tersentak melihat sang pengacara ada di hadapannya."Pak Arman Kenapa baru datang?""Iya Pak, saya datang terlambat, ya sudahlah memang sudah nasib saya harus kehilangan istri saya, Pak." Arman begitu sendu tak elak dia pun sedikit terisak."Pak Arman jangan bersedih dulu, masih ada kesempatan Pak Arman untuk bisa kembali mempertahankan pernikahan Pak Arman.""Maksud Pak Marwan?" Arman merasa heran sekaligus senang."Sidang tertunda, Pak, karena tiba-tiba Bu Jelita mengalami kontraksi, sepertinya beliau mau melahirkan.""Iyakah? Jelita akan melahirkan!" Wajah Arman kembali berbinar, ada peluang dirinya bisa kembali pada Jelita dan itu karena sang calon jabang bayi yang akan terlahir dari rahim Jelita."Iya Pak, sekarang sudah ada di rumah sakit Bunda
"Ya Allah Jelitaaa ... maafkan aku, Jelitaaa ... aku menyesal tidak pernah mau mendengarkan penjelasan kamu, aku pun telah memperlakukan kamu secara kasar, aku benar-benar menyesal ...!" lirih Arman dengan bercucuran air mata hingga membasahi surat dari Jelita.Malam ini Arman tergugu di dalam keheningan malam, menangisi semua sikapnya yang buruk pada Jelita selama ini, menyesal pun tiada guna semua sudah terjadi, 'Apa aku akan dimaafkan! Aku sudah membuatnya terluka, dia pasti merasa sakit hati, maafkan aku Sayang!' racaunya. Lalu dia mengambil ponselnya dan mencari foto Jelita yang masih tersimpan di galeri ponselnya. Dia pandangi sambil mengusap-usap foto Jelita seolah memang sedang mengusap wajah Jelita.hingga tak terasa dia pun terlelap sambil menatap wajah Jelita di ponselnya.******Pagi harinya dia terbangun oleh suara ponsel pengacaranya. [Halo, Pak Arman, Pak Arman tidak datang ke sidang? Bila Pak Arman hari ini tidak datang, Hakim akan langsung memutuskan cerai dan Pak Ar
Niat hati mau pergi ke ruko yang ditempati Jelita, tapi begitu melihat hari sudah gelap, tampaknya harus Arman urungkan karena hari terlalu malam.Dia pun pulang ke rumahnya, karena sudah lelah pula."Biii ... kok masih di sini?" tanya Arman heran, saat melihat Bi Sumi ada di rumahnya.Memang tadi pagi dia menyuruhnya untuk membersihkan kamarnya sudah lama dia tidak membersihkannya, Rohmat hanya membersihkan ruangan-ruangan saja kamar Arman tidak dia bersihkan, dulu ada Jelita yang bersihkan tapi semenjak Jelita pergi, Arman tak pernah membersihkannya."Iya, maaf yah Mas Arman, saya baru bersihkannya tadi sore, tapi melihat meja makan kosong saya sekalian masak, Mas.""Makasih yah Bi, kalau gitu Bi Sumi boleh pulang. Ini buat Bi Sumi." Arman mengeluarkan sejumlah uang dari dompetnya."Makasih, Mas Arman.""Oh iya, Mas. Ini tadi saya menemukan di bawah tempat tidur. Kayaknya surat dari Mbak Jelita." Bi Sumi memberikan amplop putih dari saku bajunya, tertulis 'Untuk Suamiku Tersayang.'
"Oh, soal kejadian malam itu. Oke, tapi saya akan ceritakan soal hubungan Jelita dan Revan dulu karena semua berkaitan dengan apa yang telah terjadi dengan Anda dan Jelita." Ryuga menatap Arman, dia tahu apa yang nanti dia sampaikan Mungkin akan sedikit menyakiti Arman."Hmm ... okelah, lanjutkan ceritanya." Seketika Arman merasakan ketegangan, dia takut akan mengetahui sesuatu yang tak ingin dia ketahui selama ini."Pada awalnya, Jelita baru saja bertemu kembali dengan Revan setelah menikah dengan Pak Arman. Jelita tidak menyangkal kalau dia masih menyimpan perasaan pada Revan, karena dia mencintainya sejak SMA dan ada janji yang hingga kini Jelita tunggu, Revan akan datang lagi untuk kembali menjalin kasih dengannya tapi sayang hingga belasan tahun, Revan tak datang juga hingga orang tua Jelita akhirnya menjodohkan dengan Pak Arman. Jelita yang tak punya alasan untuk menolaknya terpaksa menerima pernikahan tanpa cinta. Maaf yah Pak Arman, jangan tersinggung!" Ryuga merasa tak enak h
"Kamu kenapa menampar aku?" tanya Revan terkejut tiba-tiba Jelita menamparnya."Aku gak nyangka Van, kamu lakuian cara apapun untuk bisa misahin aku sama. suami aku, Van. Tega banget kamu Van!!" ujar Jelita dengan napas naik turun dan tatapan yang tajam."Aku gak ngerti apa maksud kamu, Li ..." "Jangan pura-pura kamu, Van. Hari terakhir kita ketemu di apartemen kamu udah rencanain, kan. Kamu ambil gambar kita sewaktu kita bersama secara diam-diam dan pasti kamu hanya perlihatkan gambar kita sewaktu kita berciuman saja pada suamiku, kan!! Katakan itu benar, kan!!" bentak Jelita.."Gak Li, itu gak benar, suami kamu hanya menanyakan apa yang kita lakukan di apartemen hari itu, dan aku perlihatkan video itu, gak ada maksud aku untuk menjelek-jelekkan kamu, Li!" bantah Revan."Tega kamu, Van. Kamu juga fitnah aku, kalau kita sudah sering berhubungan badan, sampai tertanam benih kamu ada di rahimku! Sungguh fitnah yang keji, Van!" Dengan rahang yang mengeras dan suara yang keras Jelita te
Arman sudah dua kali tidak datang dalam sidang, rasanya dia tak sanggup bila harus bertemu dengan Jelita.Ingin dia membencinya, tapi dia pun sangat merindukan wanita itu. Dilema yang kini dia dia rasakan di satu sisi dia masih sangat mencintainya, tapi di sisi lain dia merasa kecewa dengan kenyataan bahwa dia sudah sering berhubungan dengan laki-laki lain bahkan sampai menghasilkan calon bayi.Sudah dua bulan ini, Arman tinggal di rumah Atikah, tak jarang Atikah sengaja mengundang Rahayu untuk menghibur Arman, tapi Arman yang sedang bersedih tak jua memberikan lampu hijau.Hanya menemani Rahayu ngobrol, tapi tetap hati dan pikirannya tertuju pada satu nama, Jelita.Rahayu kira, dia bisa mengambil hati Arman sayangnya dia salah, apalagi Arman masih bersikap biasa saja, tidak terlalu merespon apa yang dia katakan.'Biarlah saat ini dia masih bersikap biasa, aku mengerti dia lagi mengalami saat sulit, tapi sebentar lagi setelah dia benar-benar lepas dari wanita itu, dia akan menjadi mil
"Papa, jangan pergi! Masa tiap weekend kamu pergi, Pa. Gak kasihan sama Jessi!" sergah Veronika saat Revan mengepak bajunya dan memasukkan ke dalam koper.Semenjak Revan ditempatkan di supermarket yang ada di pusat, maksud dari mertuanya agar Revan bisa lebih dekat dengan keluarga kecilnya, tapi nyatanya setiap libur Revan tak pernah ada di rumah, selain dia mengurus usahanya yang lain tapi juga dia meluangkan waktu untuk mencari cinta pertamanya, Jelita. Tapi sayangnya sampai hampir tujuh bulan, dia belum menemukan jejaknya."Biasanya Mama gak masalah aku pergi, kenapa sekarang Mama cegah aku?"Aneh, kali ini Veronika merasa Revan akan pergi lama, tak biasanya Revan membawa baju sebanyak itu."Aku hanya ingin Papa tinggal di sini. bisa menghabiskan waktu libur bersama kami! Semenjak Papa pindah ke sini, kenapa Papa jarang sekali ada ada waktu buat Jessi!" keluh Veronika.Sebenarnya Revan memang sengaja mengurangi kedekatannya dengan Jessi, agar nanti saatnya tiba dia akan meninggalka
"Iya, Bu saya ayahnya! Maaf saya sibuk, jadi baru kali ini bisa menemani istri saya!" katanya sambil mengedipkan mata pada Jelita.Jelita melotot kesal padanya. 'Bisa-bisanya dia ngaku kayak gitu!' omel Jelita dalam hatinya.Raut wajah Arman berubah muram. 'Jadi dia ayah anak yang kamu kandung, Jelita Az-Zahra!' Rasa sesak menyelusup dadanya, tak sanggup dia menerima kenyataan pahit itu.Tubuh Arman makin lemas, tak sanggup melihat laki-laki itu menggandeng tangan Jelita memasuki ruang periksa.Arman pun berjalan gontai meninggalkan tempat itu, niatnya ke kantin dia lupakan, dia duduk di dekat parkiran menatap nyalang ke arah luar."Kak, apaan sih pake ngaku-ngaku ayahnya segala?" dengus Jelita setelah keluar dari ruang periksa."Kasihan anak itu, Jel. Ayahnya gak mau ngakuin, lebih baik aku saja yang jadi ayahnya.""Enggak, Kak. Aku bahkan masih sah istrinya, entah mau jadi gimana pernikahanku ini, Kak," ucap Jelita berkaca-kaca, jadi teringat akan statusnya yang masih menggantung."