"Jessi Sayang, ayo kita makan siang!" ajak Revan sambil memangkunya."Yuk, Pa. Mama mana?" tanya Jessi."Ada di belakang, bentar lagi juga ke sini," jawab Revan sambil menurunkan Jessi dari gendongannya.Betul saja Veronika berjalan dengan langkah malas ke arahnya, wajahnya datar tak ada kesan bahagia yang dari kemarin dia tampakkan saat datang ke apartemen Revan."Ma, Pa katanya mau makan siang, kok Mama kayaknya lagi kesel gitu?" tanya sang anak bisa melihat perubahan wajah Veronika."Tuh Ma, ditanyain anak kamu, kenapa katanya bermuram durja gitu sih?" goda Revan sambil mencolek pipi dengan rona sedikit merah itu."Gak apa-apa kok, Sayang... ayo kita makan siang, Pa ayo jalan!" Veronika tidak mau memperlihatkan pada Jessi kalau dirinya sedang kesal pada Revan dia pun memasang senyum di wajahnya.Revan melingkarkan tangannya di pinggang Veronika sementara tangan satunya menggandeng tangan Jessi.Mereka berjalan melewati para pegawainya yang masih sibuk bekerja, beberapa karyawan mem
"Mas, kita pulang yuk! Aku udah beres!" ajak Jelita."Oke, bentar yah aku panggil waiternya!"Waiternya datang dan menyerahkan bill di atas nampan."Makasih yah, ini tips buat kamu!"Arman menyerahkan sejumlah uang yang dia tambahkan dari nominal di struk yang dibawa waiternya."Makasih Tuan." Waiter itu membungkukkan badannya sedikit untuk menghormati Arman."Yuk Jel."Tanpa dipinta, Jelita menggelayut manja di lengan kekar Arman, Arman hanya tersenyum melihat perlakuan sang istri.Padahal dia melakukannya karena Veronika melihat ke arahnya saat dia akan meninggalkan restoran itu."Hmmm ... Pa, kamu enggak liat barusan ada pegawai kamu makan di sini?" tanya Veronika mengetes suaminya apa tadi dia memperhatikan keberadaan Jelita."Masa? Ada pegawai aku yang makan di tempat semewah ini?" Revan bertanya balik tak percaya rasanya ada pegawainya yang mau makan di tempat semewah ini, mereka mungkin mikir dua kali, sayang karena makanan di sini lumayan mahal."Iya Pa, tadi ada lho Pa. Itu p
Dua hari kemudian..."Paaa ... aku pulang yah, kamu mau antar aku ke bandara?" ujar Veronika saat di kantor Revan."Jadi juga pulang, aku kira masih satu dua hari lagi!" Jessi sangat senang tinggal bersama Revan, dia sampai tidak mau pulang, bahkan Revan bela-belain masuk setengah hari karena Jessi merengek ingin diajak jalan-jalan olehnya."Kasihan masa Jessi gak sekolah terus, udah dua hari dia udah bolos, ini juga aku bujukin dia gak mau pulang terus!""Iya juga sih, ya udah ayo aku antar. Kamu duluan aja ke depan yah, aku beresin meja dulu.""Iya, Pa." Veronika keluar dari ruangan Revan, hendak menemui Jessi yang seperti biasa dia titipkan di bagian mainan, tapi begitu mendengar suara Jelita yang sedang mengobrol langkahnya terhenti sejenak, dia masih penasaran dengan sosok pegawai cantik yang masih dia curigai ada affair dengan suaminya itu."Jel, gimana ayam rica-rica buatan aku enak gak?" tanya Hanny yang sedang memamerkan masakannya karena jarang-jarang dia ada waktu untuk mem
Rima sibuk berbelanja di Mall katanya untuk keperluan Jelita bulan madu nanti, dia juga membelikan koper baru."Maaa ... dari mana, kok jam segini baru pulang?" tanya Rudi melihat Rima baru turun dari mobilnya."Hmm ... Papa gak lihat yang ada di tangan aku?" Rima memperlihatkan tangannya penuh dengan barang belanjaan."Waduuuh ... tumben banget Mama belanja sebanyak itu?""Ini untuk anak dan menantu kita Ma, bentar lagi kan mereka mau pergi bulan madu.""Memangnya Mama beliin apa buat mereka, semangat amat belanjanya!""Nanti kita bongkar di dalem, sekarang Papa bantuin Mama dulu bawa belanjaan Mama yang masih ada di mobil."Rudi menengok ke dalam bagasi mobil Rima, dia melihat koper berjumlah dua dengan ukuran dan model yang sama.'Buat apa coba beli dua-dua gini, mana sama persis model warnanya juga lagi! Ada-ada aja istriku ini!' Rudi berdecak sambil mengambil dua koper itu dan membawanya ke dalam ruang keluarga."Maaaa ... ini buat apaan sih pake beli koper segala?""Buat Jelita.
"Mas, itu apa?" tanya Jelita saat Arman membawa bungkusan plastik dan menyimpannya di meja makan."Ini dari Mama kamu, Sayang. Ini buat kamu.""Ini apaan?" Jelita memegang botol berisi obat-obatan."Katanya itu Vitamin, biar kamu sehat kan sebentar lagi kita akan bulan madu, Sayang.""Kenapa memangnya, aku kan memang sehat, cuma jalan-jalan ke Bali kan?""Iiih ... siapa bilang kita hanya jalan-jalan, kamu kan akan melepas eeeeuhhmmm ... untuk pertama kalinya, biar kamu kuat." Arman menarik alisnya ke atas ke bawah seperti sedang menggoda Jelita.Glek!'Maksud dia melepaskan keperawananku gitu, aduuuh ... kok aku jadi takut, memang sehoror itukah, sampai Mama kasih aku vitamin segala. Kayaknya aku harus tanya-tanya sama yang udah pengalaman nih!' gumam Jelita."Hmmm ... Sayang, aku juga dikasih ini sama Mama kamu." Arman memperlihatkan dua botol berisi minuman yang asing di mata Jelita."Itu apaan Mas?""Sebenernya aku juga gak tahu, tapi kata temenku itu jamu katanya, perkiraan dia in
"Apaaaa ...! Malam Pertama? Sakit?!" tanya Hanny menatap bingung sahabatnya itu. Sementara, Jelita hanya menunduk malu, dia tahu mungkin pertanyaannya sangat aneh dan mengundang tanda tanya yang sangat besar dari sahabatnya itu."Maksud kamu, gimana Jel? Aku masih belum mengerti?" Hanny mengerutkan dahinya sepertinya otaknya masih mencerna ucapan dari Jelita."Hmmm ... akuuu ... tahu kamu masih bingung, aku hanya ingin tahu bagaimana rasanya malam pertama itu, Han. Apa itu sangat sakit?" Jelita mengulang kembali pertanyaannya."Apaaa ...!! Haaaa ... Kamu itu udah hampir tujuh bulan menikah, Jel. Masa masih menanyakan malam pertama?"Wajah Jelita makin memucat, sungguh malu sangat malu memaksakan tersenyum untuk menutupi rasa groginya."Apa jangan-jangan ... jangan katakan kalau yang aku pikirkan itu benar, Jel?!" Hanny menatap tajam Jelita meminta jawaban secepatnya."Iya, Han." Jelita menggangguk pelan, sungguh malu Jelita sampai tak berani menatap wajah Hanny lama-lama."Ya ampun Je
"Ngapain sih kamu merasa gak enak segala Li, kamu tahu kan dia bukan anakku, nanti juga saat aku harus berpisah dari dia, dia gak bakalan baik-baik aja kok!" jawabnya begitu santai, dia tak memikirkan perasaan anaknya sama sekali, benar kata orang cinta itu buta, dia akan kehilangan akal sehatnya saat jatuh cinta tak memikirkan yang lain lagi kecuali orang yang dia cintai."Kamu gila, Van. Memangnya kamu tidak sayang sama anak itu?!" ujar Jelita tak percaya Revan akan menjawab setega itu."Yah sayang, tapi untuk saat ini yang aku prioritaskan hanya kamu, Sayangku!" Revan mengecup pipi Jelita tanpa rasa malu."Revan!! Ini tempat umum, kamu main nyosor-nyosor aja!!" protes Jelita sambil memegang pipinya."Yaelah, kamu juga suka kan aku cium, jangan ngeles, tuh muka kamu merah gitu!""Revaaan ...!!" teriak Jelita kesal.Bukannya merasa bersalah, Revan malah melakukannya lagi. Cup!"Malu Van, mana ini tempat umum. Kamu mau kita diciduk satpol PP, mau ditaruh di mana mukaku.""Hahaha ... k
Kini memorinya kembali melintasi masa remajanya, hanya saja dulu mereka tidak berani bergandengan tangan seperti ini, hanya jalan berdua sebelum mereka sampai di jalan besar untuk menaiki angkutan umum, berjalan menelusuri jalan yang lumayan jauh sambil menikmati udara segar, sambil bercengkrama soal apa saja, tentang sekolah, teman, tentang film atau lagu kesukaan pada zamannya, semua mengalir begitu indah saat Jelita mengenangnya, bahkan sampai bisa melupakan kejadian menegangkan yang baru saja dia alami."Seneng juga yah bisa melewati jalan ini, Van. Rasanya begitu damai, suasananya masih teduh dan indah kayak dulu." Jelita tampak lebih tenang sambil menyelami masa lalu mereka di masa sekolah."Iya Li, ini kesempatan aku bisa jalan bareng sama kamu, sehabis jam sekolah habis. Saat-saat menyenangkan saat di mana aku bisa jalan bareng menikmati waktu berdua sama kamu melihat keceriaan, cemberut, sedih, dan mengingat ekspresi wajah kamu yang menggemaskan saat kamu curhat tentang guru
"Pak, cantik banget yah ponakan aku!" puji Ardhan ketika melihat foto yang dikirimkan Arman."Cucu Bapak udah lahir, Dhan. Masya Allah ... cantiknyaaaa ...!" Fadlan pun ikut memuji sang cucu yang baru saja lahir ke dunia.'Hah ... mereka lagi liat foto anaknya wanita itu, aduuuh ... aku juga jadi ingin lihat,' gumam Atikah hanya bisa menerka-nerka bagaimana wajah anak Jelita, ingin melihat tapi gengsinya tinggi dia merasa malu kalau harus meminta Ardhan memperlihatkan foto anak itu padanya."Bu, mau lihat enggak, cantik banget lho?" tanya Fadlan, dia tahu sebenarnya istrinya juga penasaran ingin melihat cucu pertamanya."Enggak usah, belum tentu juga itu anaknya Arman.""Ya udah besok pagi kita mau liat ke sana, Ibu jaga rumah yah!" Ardhan sengaja membuat ibunya menyesal tidak melihatnya.'Mereka kok gitu amat, gak ngajak aku sih!' omelnya dalam hati.*****Pagi harinya ..."Ke mana kok udah pada rapi?" tanya Atikah pada suaminya ketika dia akan keluar membeli sayuran."Lho bapak kan
"Kita ke restoran deket sini saja yah, Ar?" ajak Rahayu."Terserah!" jawabnya dingin.Baru saja sampai parkiran, seorang bapak berlari tergesa-gesa menuju ke arahnya."Pak Armaaaan ...!!" tanyanya seperti orang panik."Pak Marwan?!" Arman tersentak melihat sang pengacara ada di hadapannya."Pak Arman Kenapa baru datang?""Iya Pak, saya datang terlambat, ya sudahlah memang sudah nasib saya harus kehilangan istri saya, Pak." Arman begitu sendu tak elak dia pun sedikit terisak."Pak Arman jangan bersedih dulu, masih ada kesempatan Pak Arman untuk bisa kembali mempertahankan pernikahan Pak Arman.""Maksud Pak Marwan?" Arman merasa heran sekaligus senang."Sidang tertunda, Pak, karena tiba-tiba Bu Jelita mengalami kontraksi, sepertinya beliau mau melahirkan.""Iyakah? Jelita akan melahirkan!" Wajah Arman kembali berbinar, ada peluang dirinya bisa kembali pada Jelita dan itu karena sang calon jabang bayi yang akan terlahir dari rahim Jelita."Iya Pak, sekarang sudah ada di rumah sakit Bunda
"Ya Allah Jelitaaa ... maafkan aku, Jelitaaa ... aku menyesal tidak pernah mau mendengarkan penjelasan kamu, aku pun telah memperlakukan kamu secara kasar, aku benar-benar menyesal ...!" lirih Arman dengan bercucuran air mata hingga membasahi surat dari Jelita.Malam ini Arman tergugu di dalam keheningan malam, menangisi semua sikapnya yang buruk pada Jelita selama ini, menyesal pun tiada guna semua sudah terjadi, 'Apa aku akan dimaafkan! Aku sudah membuatnya terluka, dia pasti merasa sakit hati, maafkan aku Sayang!' racaunya. Lalu dia mengambil ponselnya dan mencari foto Jelita yang masih tersimpan di galeri ponselnya. Dia pandangi sambil mengusap-usap foto Jelita seolah memang sedang mengusap wajah Jelita.hingga tak terasa dia pun terlelap sambil menatap wajah Jelita di ponselnya.******Pagi harinya dia terbangun oleh suara ponsel pengacaranya. [Halo, Pak Arman, Pak Arman tidak datang ke sidang? Bila Pak Arman hari ini tidak datang, Hakim akan langsung memutuskan cerai dan Pak Ar
Niat hati mau pergi ke ruko yang ditempati Jelita, tapi begitu melihat hari sudah gelap, tampaknya harus Arman urungkan karena hari terlalu malam.Dia pun pulang ke rumahnya, karena sudah lelah pula."Biii ... kok masih di sini?" tanya Arman heran, saat melihat Bi Sumi ada di rumahnya.Memang tadi pagi dia menyuruhnya untuk membersihkan kamarnya sudah lama dia tidak membersihkannya, Rohmat hanya membersihkan ruangan-ruangan saja kamar Arman tidak dia bersihkan, dulu ada Jelita yang bersihkan tapi semenjak Jelita pergi, Arman tak pernah membersihkannya."Iya, maaf yah Mas Arman, saya baru bersihkannya tadi sore, tapi melihat meja makan kosong saya sekalian masak, Mas.""Makasih yah Bi, kalau gitu Bi Sumi boleh pulang. Ini buat Bi Sumi." Arman mengeluarkan sejumlah uang dari dompetnya."Makasih, Mas Arman.""Oh iya, Mas. Ini tadi saya menemukan di bawah tempat tidur. Kayaknya surat dari Mbak Jelita." Bi Sumi memberikan amplop putih dari saku bajunya, tertulis 'Untuk Suamiku Tersayang.'
"Oh, soal kejadian malam itu. Oke, tapi saya akan ceritakan soal hubungan Jelita dan Revan dulu karena semua berkaitan dengan apa yang telah terjadi dengan Anda dan Jelita." Ryuga menatap Arman, dia tahu apa yang nanti dia sampaikan Mungkin akan sedikit menyakiti Arman."Hmm ... okelah, lanjutkan ceritanya." Seketika Arman merasakan ketegangan, dia takut akan mengetahui sesuatu yang tak ingin dia ketahui selama ini."Pada awalnya, Jelita baru saja bertemu kembali dengan Revan setelah menikah dengan Pak Arman. Jelita tidak menyangkal kalau dia masih menyimpan perasaan pada Revan, karena dia mencintainya sejak SMA dan ada janji yang hingga kini Jelita tunggu, Revan akan datang lagi untuk kembali menjalin kasih dengannya tapi sayang hingga belasan tahun, Revan tak datang juga hingga orang tua Jelita akhirnya menjodohkan dengan Pak Arman. Jelita yang tak punya alasan untuk menolaknya terpaksa menerima pernikahan tanpa cinta. Maaf yah Pak Arman, jangan tersinggung!" Ryuga merasa tak enak h
"Kamu kenapa menampar aku?" tanya Revan terkejut tiba-tiba Jelita menamparnya."Aku gak nyangka Van, kamu lakuian cara apapun untuk bisa misahin aku sama. suami aku, Van. Tega banget kamu Van!!" ujar Jelita dengan napas naik turun dan tatapan yang tajam."Aku gak ngerti apa maksud kamu, Li ..." "Jangan pura-pura kamu, Van. Hari terakhir kita ketemu di apartemen kamu udah rencanain, kan. Kamu ambil gambar kita sewaktu kita bersama secara diam-diam dan pasti kamu hanya perlihatkan gambar kita sewaktu kita berciuman saja pada suamiku, kan!! Katakan itu benar, kan!!" bentak Jelita.."Gak Li, itu gak benar, suami kamu hanya menanyakan apa yang kita lakukan di apartemen hari itu, dan aku perlihatkan video itu, gak ada maksud aku untuk menjelek-jelekkan kamu, Li!" bantah Revan."Tega kamu, Van. Kamu juga fitnah aku, kalau kita sudah sering berhubungan badan, sampai tertanam benih kamu ada di rahimku! Sungguh fitnah yang keji, Van!" Dengan rahang yang mengeras dan suara yang keras Jelita te
Arman sudah dua kali tidak datang dalam sidang, rasanya dia tak sanggup bila harus bertemu dengan Jelita.Ingin dia membencinya, tapi dia pun sangat merindukan wanita itu. Dilema yang kini dia dia rasakan di satu sisi dia masih sangat mencintainya, tapi di sisi lain dia merasa kecewa dengan kenyataan bahwa dia sudah sering berhubungan dengan laki-laki lain bahkan sampai menghasilkan calon bayi.Sudah dua bulan ini, Arman tinggal di rumah Atikah, tak jarang Atikah sengaja mengundang Rahayu untuk menghibur Arman, tapi Arman yang sedang bersedih tak jua memberikan lampu hijau.Hanya menemani Rahayu ngobrol, tapi tetap hati dan pikirannya tertuju pada satu nama, Jelita.Rahayu kira, dia bisa mengambil hati Arman sayangnya dia salah, apalagi Arman masih bersikap biasa saja, tidak terlalu merespon apa yang dia katakan.'Biarlah saat ini dia masih bersikap biasa, aku mengerti dia lagi mengalami saat sulit, tapi sebentar lagi setelah dia benar-benar lepas dari wanita itu, dia akan menjadi mil
"Papa, jangan pergi! Masa tiap weekend kamu pergi, Pa. Gak kasihan sama Jessi!" sergah Veronika saat Revan mengepak bajunya dan memasukkan ke dalam koper.Semenjak Revan ditempatkan di supermarket yang ada di pusat, maksud dari mertuanya agar Revan bisa lebih dekat dengan keluarga kecilnya, tapi nyatanya setiap libur Revan tak pernah ada di rumah, selain dia mengurus usahanya yang lain tapi juga dia meluangkan waktu untuk mencari cinta pertamanya, Jelita. Tapi sayangnya sampai hampir tujuh bulan, dia belum menemukan jejaknya."Biasanya Mama gak masalah aku pergi, kenapa sekarang Mama cegah aku?"Aneh, kali ini Veronika merasa Revan akan pergi lama, tak biasanya Revan membawa baju sebanyak itu."Aku hanya ingin Papa tinggal di sini. bisa menghabiskan waktu libur bersama kami! Semenjak Papa pindah ke sini, kenapa Papa jarang sekali ada ada waktu buat Jessi!" keluh Veronika.Sebenarnya Revan memang sengaja mengurangi kedekatannya dengan Jessi, agar nanti saatnya tiba dia akan meninggalka
"Iya, Bu saya ayahnya! Maaf saya sibuk, jadi baru kali ini bisa menemani istri saya!" katanya sambil mengedipkan mata pada Jelita.Jelita melotot kesal padanya. 'Bisa-bisanya dia ngaku kayak gitu!' omel Jelita dalam hatinya.Raut wajah Arman berubah muram. 'Jadi dia ayah anak yang kamu kandung, Jelita Az-Zahra!' Rasa sesak menyelusup dadanya, tak sanggup dia menerima kenyataan pahit itu.Tubuh Arman makin lemas, tak sanggup melihat laki-laki itu menggandeng tangan Jelita memasuki ruang periksa.Arman pun berjalan gontai meninggalkan tempat itu, niatnya ke kantin dia lupakan, dia duduk di dekat parkiran menatap nyalang ke arah luar."Kak, apaan sih pake ngaku-ngaku ayahnya segala?" dengus Jelita setelah keluar dari ruang periksa."Kasihan anak itu, Jel. Ayahnya gak mau ngakuin, lebih baik aku saja yang jadi ayahnya.""Enggak, Kak. Aku bahkan masih sah istrinya, entah mau jadi gimana pernikahanku ini, Kak," ucap Jelita berkaca-kaca, jadi teringat akan statusnya yang masih menggantung."