"Lho ... Princes belum balik?" cetus Zyandru yang baru menyadari kalau Princes belum kembali.Dia dan dua kakaknya datang lebih awal dari Indonesia.Sudah larut malam ketika Evangeline tiba dan mereka sudah tidur.Dan pagi ini gadis itu tidak kelihatan batang hidungnya.Evangeline menundukan pandangan menatap piring berisi sereal yang tengah ia tekuni.Kanaya dan Kaluna segera saja mengalihkan tatap pada Evangeline karena dia yang berdomisili di Negara yang sama dengan Princes dan Evangeline biasanya akan kembali bersama Princes ke New York menggunakan privat jet milik papanya."Eva," tegur Kaluna dan adik sepupunya itu akhirnya mendongakan kepala."Princes ambil cuti kuliah." Evangeline melirih."Kenapa?" desak Zyandru sampai meletakan sendoknya di piring.Dia curiga melihat gelagat Evangeline yang tidak biasa.Gadis itu pasti mengetahui sesuatu hal tentang Princes.Evangeline menatap kakak sepupunya bergantian, raut wajahnya tampak mencurigakan membuat Zyandru, Kaluna sampai Kanaya
CHAPTER 43 – TO MEET YOU Perjalanan udaran belum pernah semendebarkan ini.Sean tidak terlalu yakin kalau Princes ada di tempat yang diberitahu Ryley.Tapi setidaknya ada tempat yang dia tuju untuk mencari Princes.Entah kenapa gadis itu bisa ada di sana dan kenapa harus bersembunyi darinya dan seluruh keluarga sampai harus cuti kuliah.Apa sesungguhnya yang terjadi dengan Princes sampai kedua orang tuanya turun tangan ikut menyembunyikan gadis itu.Ribuan pertanyaan mengenai pergi dan menghilangnya Princes sungguh tidak bisa Sean mengerti.Hingga saat ini dia belum menemukan jawaban yang pasti.Hidupnya kacau balau beberapa bulan terakhir bahkan dia tidak sudah kenal apa arti kata bahagia lagi.Terasa hampa dan kosong.Sudah dini hari saat pesawat yang ditumpangi Sean tiba di Bandara.Dia harus melakukan perjalanan darat selama lima jam untuk tiba di desa di mana alamat rumah yang diberitahu Ryley berada.Tanpa bersedia menunggu waktu berlalu, Sean menyewa sebuah kendaraan agar bisa
Princes tertidur dalam pelukan Sean, setelah minum obat mual dan menghabiskan susu ibu hamil—Sean membaringkan tubuhnya sejajar dengan Princes di atas ranjang agar bisa memeluk Princes hingga lama-lama Princes terlelap.Mualnya mereda, dia merasakan nyaman dalam pelukan Sean.Sedangkan Sean yang semalaman tidak tidur malah tidak merasakan ngantuk sedikitpun.Dia masih tidak percaya kalau darah dagingnya sedang berjuang hidup di dalam perut Princes.Apa yang Princes pikirkan ketika lari darinya?Benak Sean mulai merencanakan banyak hal termasuk pernikahannya dengan Princes yang harus dilakukan secepatnya agar Princes tidak kabur lagi dan dia ingin sang buah hati lahir ke dunia saat dirinya dan Princes sudah Syah menjadi suami istri.Tapi sebelum itu dia harus meminta restu kedua orang tua Princes yang mungkin akan sulit sekali dia dapatkan.Sean menunduk untuk menatap wajah cantik Princes yang sedang terlelap.Princes belum menceritakan alasan menghindarinya di saat tengah mengandung b
Tinggal sebulan lagi waktu yang dimiliki Kanaya untuk menjebak Ryley. Dan dia baru bisa memulainya sekarang karena baru kembali ke New York setelah libur panjang. Kanaya memarkirkan mobilnya di depan kantor Ryley, dia melihat mobil pria itu terparkir di depan loby yang artinya sang tunangan masih berada di dalam sana. Kira-kira lantai berapa ruangan kantor Ryley berada? Selama ini Kanaya tidak pernah tahu dan peduli dengan segala sesuatu tentang Ryley tapi Ryley tahu semua tentang dirinya. "Pria itu curang." Kanaya bermonolog. Kanaya menatap gedung pencakar langit tempat Ryley bekerja dari dalam mobil, satu persatu dia amati melalui teropong kecil yang dia beli di toko perlengkapan berburu. Tapi sayangnya gedung kantor Ryley dikelilingi dinding kaca yang hanya tembus pandang dari dalam. Kanaya melirik jam di pergelangan tangan. Waktu selesai jam kantor sudah lewat dua jam yang lalu. Lantas apa yang sedang Ryley lakukan di kantornya hingga menjelang larut m
“Kamu sudah memaafkan Sean?" Grandma bertanya pada Princes.Mereka sedang duduk di ruang makan sementara Sean bicara dengan Grandpa di ruang televisi dan kedua pria beda generasi itu masih bisa dijangkau oleh penglihatan Princes dan Grandma.Princes yang sedang menatap Sean kemudian menoleh kepada Grandma, dia mengangguk lalu tersenyum.Kepala Princes kemudian menunduk, matanya menatap perut yang mulai membesar."Bukan karena anak ini kok, Grandma ... tapi karena Princes masih mencintai Sean."Dia merasa perlu menjelaskan karena menurutnya tidak adil kalau menikah dengan Sean hanya karena ingin memberikan anak mereka sebuah keluarga tanpa ada cinta yang tulus di dalamnya."Lalu ... kamu yakin kalau Sean benar-benar mencintai kamu?" Grandma bertanya kembali.Grandma dan Grandpa yang selama ini menemani Princes dengan sesekali datang ke rumah itu karena mama Papa hanya bisa sebulan sekali datang berkunjung.Princes menceritakan banyak hal tentang hubungannya dengan Sean kepada grandpa d
Papa Juna masih berkeras hati sewaktu grandpa mengajaknya bicara."Enggak, Dad ... Juna akan mempertahankan Princes ... dia belum mengerti apa yang dia putuskan baik atau enggak untuknya, buktinya kemarin Princes ingin menghilang dari Sean tapi sekarang setelah bertemu Sean—dia memaafkannya dan ingin menikah dengan pria itu ... Princes masih labil, dia belum bisa memutuskan apa yang baik untuk masa depannya jadi Juna yang akan mengambil keputusan." Arjuna berujar tegas pada sang ayah."Kamu sayang sama Princes, Jun?" Grandpa malah bertanya pertanyaan yang menurut Arjuna tidak perlu dijawab karena beliau tahu betul jawabannya."Ya sayang lah, Dad." Arjuna menjawab juga."Kalau begitu kamu harus mengalah dan mengikuti keinginan Princes.""Walau nantinya Princes akan terluka dan berdarah-darah datang ke Juna seperti kemarin?" Papa Juna bersarkasme."Juna ... kamu inget enggak kalau dulu kamu pernah memperlakukan istri kamu percis seperti apa yang Sean lakukan sekarang pada Princes? Kamu
"Mama sudah bicara sama papa, tadinya pernikahan kalian akan diadakan secepatnya tapi ternyata abang Dava sama kak Aya mau menikah bulan depan jadi terpaksa kita ngalah ya sayang ... abang sama kak Aya 'kan anaknya kakak Mama, mereka juga lebih tua ... mereka enggak bisa datang sekarang-sekarang ke Jerman karena sibuk nyiapin pernikahan jadi kita mengalah aja ya dan melangsungkan pernikahan bulan berikutnya." Mama meminta pengertian Princes dan Sean.Princes tidak masalah tapi Sean tampak keberatan."Tapi apa boleh saya bawa Princes sekarang ke New York?" Sean meminta keringanan."Maaf Sean, papanya Princes enggak ngijinin Princes pergi selain sama suaminya ... itu berarti kamu harus jadi suaminya Princes dulu kalau mau bawa Princes." "Tapi saya ...." Sean menjeda, dia menoleh pada Princes."Hanya dua bulan lagi ... kamu sabar ya?" Princes menggenggam tangan Sean."Papa juga mau kamu dan orang tua k
Begitu pintu kamar hotel tertutup oleh tendangan kaki Sean, kedua bibir mereka langsung terpagut.Semua paperbag belanjaan tidak sempat disimpan ke mobil sehingga Sean hempaskan begitu saja ke lantai agar kedua tangannya bisa memeluk tubuh Princes.Ada napas memburu di antara decapan yang mengudara karena gelora hasrat yang membuncah di dada mereka.Sean mendorong tubuh Princes menggunakan dadanya, sambil berpelukan mereka bergerak ke arah ranjang.Beberapa langkah kemudian betis Princes menabrak sisi ranjang.Mereka berhenti dan Sean dengan lihai melucuti pakaian Princes.Begitu juga dengan Princes yang membantu Sean membuka polo shirt dan gesper di pinggang.Perlahan Sean menekan tubuh Princes agar terduduk, dia membungkuk untuk kembali mencium Princes dan mendorong tubuhnya agar berbaring melintang di tengah ranjang.Satu tangannya membuka kaitan di belakang punggung sehingga kini telapak tang
"Kamu saja yang datang ... ah, tidak ... aku saja ...." Kanaya berulang kali mengatakan hal tersebut sambil mondar-mandir di kamarnya yang luas.Ryley sudah terbiasa melihat pemandangan ini jadi dia hanya bisa meluruskan kakinya di sofa kemudian bersandar nyaman dengan kedua tangan di lipat di belakang kepala. "Ryley!" seru Kanaya menghentikan langkah."Yes Babe." Ryley menegakan punggung juga menurunkan kakinya."Bantu aku memikirkan apakah aku atau kamu yang datang ke Baby shower anaknya Princes? Atau kita tidak perlu datang saja sekalian?" Kanaya menghentakan kakinya kemudian duduk menyamping di atas pangkuan Ryley.Kedua tangannya melingkar di leher Ryley namun sayangnya wajah cantik itu terus memberengut. "Bagaimana kalau kita berdua datang ... kamu dan Princes adalah sepupu, kita sudah mendapat kebahagiaan kita sendiri ... kamu tidak perlu cemburu lagi dengan Princes dan aku juga tidak akan mengungkit masa lalu kamu dengan Sean."Tentu saja Ryley bisa dengan mudah mengatakan
Kanaya memang tega, tanpa perasaan melarang Ryley untuk mengundang Princes ke pesta pernikahan mereka yang dirayakan di New York."Bagaimana aku mengatakannya kepada Sean, Babe?" Ryley mengesah, dia stress karena tidak berhasil membujuk Kanaya, meluluhkan hatinya selama seminggu ini."Kamu tinggal mengatakan kalau Sean boleh datang tapi istrinya tidak," jawab Kanaya santai tanpa beban.Kanaya sedang memoles blushon di pipinya.Hari ini mereka akan pergi memilih kue dan mencicipi catering untuk pesta pernikahan yang akan berlangsung dua minggu lagi."Dia sepupumu." Ryley mengingatkan."Betul, dan dia merebut priaku." Kanaya mengarahkan ujung blushon pada Ryley yang duduk di kursi di bagian kaki ranjang.Ryley mengesah panjang. "Aku tidak tega mengatakannya kepada Sean... Princes pasti akan sakit hati...." Ryley menggantung kalimatnya."Memangnya kamu belum bisa melupakan Sean?" tanya Ryley hati-hati tidak ingin si ibu hamil dengan hormon yang membuat mood berubah-ubah itu mengamuk."
Perut buncit Princes menjadi daya tarik sendiri bagi Sean, dia suka sekali mengusap perut Princes dan menurutnya dengan kehamilan itu—Princes tampak berkali-kali lipat lebih seksi.Selama resepsi berlangsung, Sean mati-matian menahan gairahnya.Dan akhirnya sekarang dia bisa berdua saja dengan Princes melewati malam pertama setelah mereka resmi menjadi suami istri."Aku bantu," ujar Sean menahan tangan Princes yang tengah membuka sleting di belakang punggung.Princes mengumpulkan rambutnya di pundak agar Sean mudah membuka sleting.Perlahan tangan pria itu menurunkan resleting lalu menarik bagian atas gaun ke bawah namun tertahan di pinggang karena perut Princes yang besar.Princes harus menggunakan kedua tangan dan menggoyangkan sedikit bokong agar bisa menurunkan gaun itu melewati perutnya."Bisa?" tanya Sean perhatian."Bisa ...." Princes menjawab setelah berhasil melepas gaun menyisakan camisol sebagai dalaman.Dia membalikan badan mengajadap Sean."Aku bantu buka kemejanya ya?""
Princes seringkali menonton film di Netflix yang menceritakan tentang hubungan calon mempelai pengantin yang sering kali tidak sependapat ketika mempersiapkan pernikahan sampai berujung dibatalkannya pernikahan tersebut.Awalnya ketika Sean mengatakan dia mengambil cuti untuk membantu mempersiapkan pesta pernikahan—jujur, Princes khawatir kalau kisahnya dan Sean akan berakhir seperti film di Netflix.Tapi nyatanya yang terjadi pada Princes, mempersiapkan pernikahan bersama orang dicintai menjadi pengalaman paling seru dan menarik.Karena Sean selalu mendukung keinginan Princes tapi terkadang dia juga memberikan masukan yang tidak mendapat penolakan dari Princes.Malah selisih paham terjadi antara Princes dengan ayahnya, tapi Papa Juna segera mengalah.Shamika Princes benar-benar menjadi seorang Princes yang keinginannya selalu diikuti oleh Raja dan Ratu juga semua orang.Dan hari yang dinanti-nanti oleh Princes juga Sean telah tiba.Princes dan Sean tentu menjadi orang paling bahagia
Hari pernikahan semestinya menjadi hari yang paling bahagia bagi pasangan pengantin tapi tidak dengan Kanaya yang sejak pagi buta mengalami morningsick hingga siang hari bahkan berlanjut di malam hari saat acara resepsi berlangsung.Dia juga mengusir MUA yang hendak mendandaninya tanpa alasan.Entah kenapa Kanaya tidak menyukai wajah MUA dan asistennya jadi dia tidak mau didandani oleh wanita itu.Akhirnya pihak Wedding Organizer harus mencari MUA pengganti detik itu juga.Kanaya lebih menyukai terbaring di atas ranjang di dalam kamar hanya menggunakan camisol panjang dan mengusir semua orang yang masuk ke dalam kamar termasuk ayah dan bunda.Kanaya belum siap menghadapi ayah.Menghadapi bunda saja tadi malam yang tidak sengaja mengetahui kehamilannya membuat dia kesulitan untuk terlelap dan tidak berhenti mual muntah karena stress.Sekalinya acara besar itu dimulai, Kanaya tidak mau di foto, padahal momen ini adalah momennya yang mengharuskan dirinya mendapatkan banyak dokumentasi.
"Jaga diri ya, aku pulang."Sean mengusap kepala Princes, mengecup keningnya lalu berlutut mengecup perut Princes di mana ada anaknya yang sedang berjuang hidup di dalam sana."Hati-hati ya Sean, aku tunggu bulan depan di pesta pernikahan kita." Princes memeluk Sean setelah pria itu bangkit berdiri."Minggu depan aku datang." Sean memberitahu kalau Princes tidak perlu menunggu hingga bulan depan untuk bertemu dengannya.Karena dia juga kesulitan menghabiskan weekend tanpa Princes."Jangaaaan, kamu ke sini lagi bulan depan aja ... ketika kita akan menikah." Princes mendongak dan dia mendapat kecupan di kening dari Sean."Aku enggak tahu mau ngapain weekend nanti, sayang.""Kita bisa video Call seharian ...." Princes memberi ide."Kita akan menikah Sean, kita akan hidup selamanya ... jadi aku minta beberapa minggu sebelum pernikahan kita—kamu pikirkan kembali tentang ini ... bukan hanya kamu tapi juga aku ...." Raut wajah Sean berubah tegang mendengar ucapan Princes.Jangan bilang kala
"Apa yang kamu lakukan di sini?" Kanaya menggeram tertahan, matanya juga melotot menatap Ryley."Menjemput tunanganku." Ryley menjawab dengan santai."Aku bisa pulang sendiri." Kanaya mendorong dada Ryley agar menyingkir dari jalannya."Ayolah Babe, jangan mengusirku ... aku ayah dari anak yang ada di rahimmu."Kanaya menghentikan langkah kemudian membalikan badan."Ssssttt!" Dia mendesis sambil menempelkan telunjuknya di bibir.Matanya menatap nyalang Ryley yang malah cengengesan membuatnya dua kali lipat lebih kesal.Sungguh sangat menyebalkan."Sekalian saja kamu umumkan di media cetak kalau aku hamil anak kamu." Kanaya bersarkasme."Ide bagus, aku akan suruh sekertarisku me—""Ryley!!" Jeritan Kanaya menghentikan jemari Ryley yang hendak menghubungi sekertarisnya."Yes baby." Ryley mendekat, mengangkat kedua tangan untuk memeluk Kanaya.Kanaya menghela tangan Ryley kasar, dia membalikan badan dan kembali melangkah."Apa kamu mual muntah tadi pagi?" Ryley bertanya lagi sambil meran
"Sean ...." Princes beranjak dari kursi, bibirnya tersenyum lebar dan matanya juga berbinar.Princes langsung memburu Sean yang tengah berjalan mendekat bersama keluarganya kemudian memeluk pria itu erat."Aku kangen, anak kita juga." Princes mengurai pelukan kemudian mengusap perutnya.Sean berlutut dengan satu kaki dia mengecup perut Princes setelah mengusapnya lembut.Dan semua itu tertangkap jelas oleh indra penglihatan Papa Juna.Ada cemburu yang menyelinap namun tidak bisa ia pungkiri kalau hatinya menghangat melihat kebahagiaan di wajah Princes ketika bertemu Sean.Sekeras apapun Papa mencari alasan untuk tidak merelakan Princes bersama Sean namun selalu menemukan jalan buntu.Papa selalu luluh dengan kenyataan kalau putrinya bahagia bersama Sean.Satu persatu keluarga Sean memperkenalkan diri.Papa sudah pernah bertemu beberapa kali dengan tuan Maverick-daddynya Sean.Papa Juna menghargai kedatangan beliau dan menyambut dengan ramah.Mama bersalaman dengan Mommy Jeniffer, mere
"Aku tidak ingin Mom bersedih bertemu dengan Dad," kata Sean sambil menggenggam tangan Mom Jeniffer. Mom malah terkekeh, beliau balas menggenggam tangan Sean dan melingkupinya dengan tangan yang lain. "Tadinya justru Mom senang akan bertemu istri papamu, Mom selalu tenang setiap kali bertemu dan berbincang dengannya ... tapi kamu bilang Laura tidak ikut ke Jerman, Mom jadi sedih." Mom mengesah. "Mom ... aku yang mengatakan kepada Kenzo agar aunty Laura tidak perlu datang, selain aku tidak ingin menyakiti Mom ... aku juga tidak ingin kedua orang tua Princes berpikir yang tidak-tidak." "Baiklah, kamu atur saja ... kamu sudah dewasa." Tapi Mom mengulurkan tangannya mengusap kepala Sean di depan banyak orang di ruang tunggu Bandara. Sean mengangguk-anggukan kepala dan saat dia menoleh ke samping, dia mendapati sosok sang ayah sedang berjalan mendekat diikuti adik tirinya. Sean beranjak berdiri. "Dad," sapanya dengan mata merah dan dada bergemuruh haru. Ada rindu yang mendesa