Setelah bertemu dengan Andre, Roni memilih untuk pulang. Rumah tidak dikunci membuat ia mudah masuk ke dalam rumah. Ia melihat Laila sudah tidur pulas. Ia juga melirik jam sudah pukul 12 malam.Roni kemudian masuk ke rumah dan menjalankan kewajiban empat rakaat yang belum sempat Ia jalankan. Roni kemudian menengadah meminta kepada Tuhan agar bisa memberikan jalan keluar terbaik untuk masalah keluarganya. Ia juga tidak ingin terus menerus merasa bahwa tidak bisa menjadi imam yang baik.Seperti yang dikatakan Andre, Roni harus bisa berubah menjadi diri yang lebih baik. Mengingat saat ini keluarga kecilnya juga masih dalam kesemrawutan.Setelah selesai, Roni kemudian masuk ke kamar dimana Laila sedang beristirahat. Sudah sangat lama mereka tidak pernah tidur satu kamar. Roni kemudian merebahkan dirinya di samping Laila. Sontak Laila langsung terbangun dan duduk."Kamu, ngapain di sini?" tanya Laila. Meskipun masih mengantuk Laila merasa suaminya aneh. "Aku hanya ingin tidur di sini, La
Hari ini Roni sudah selesai pindah rumah. Barang-barang yang dibutuhkan semua sudah ada di rumah barunya. Saat ini ia melihat Laila masih tertidur pulas. Ia merasa bahwa istrinya sedang kelelahan.Roni mulai untuk memikirkan bagaimana pekerjaannya. Ia bertanya kepada bawahannya stok bawang di beberapa tempat yang biasa dikirim.Tetapi hasil yang dia terkejut. Menurut anak buahnya, karena cukup lama tidak ada pengiriman mereka beralih ke distributor lain. Hal ini tentu membuat Roni merugi. Bagaimana tidak, jika dalam satu bulan bisa menghasilkan 10-20 juta, bulan ini ia hanya menerima sekitar dua juta saja. Itu sudah dikurangi gaji para karyawan yang bekerja dengannya.Roni bingung. Ia mengingat pesan Andre kemarin ternyata benar. Ketika sedang ada masalah harus tetap bekerja agar pemasukan tetap berjalan stabil. Tetapi nyatanya tidak sesuai dengan ekspektasi. Hasil yang didapatkan sangat jauh.Hasil itu pun didapat dari pengiriman bawang yang dekat saja. Untuk luar kota masih terkenda
"Kamu ini masih saja perhitungan, Mas. Katanya mau berubah tetapi kamu masih saja seperti itu. Artinya kamu memang belum benar-benar ingin berubah," cibir Laila."Bukan begitu, Laila. Aku hanya ingin memberitahukan kepada kamu kalau kondisi keuangan aku saat ini sedang merugi. Jadi kamu harus bisa berhemat! Aku hanya ingin kita bisa hidup sederhana. Bukannya kamu juga terbiasa hidup sederhana, jadi nggak masalah kan kalau kamu lebih berhemat. Harga ayam goreng biasanya juga cuma 15ribu sudah dapat. Nah ini tiga porsi sampai hampir dua ratus ribu. Jadi menurutku uang sisanya bisa dipakai yang lain,'' sahut Roni.''Kamu maka dari itu berusaha, Mas! Jangan cuma karena merugi terus aku yang disuruh berhemat. Uang itu dicari lagi. Pasti bisa, kan? Atau kamu mau aku minta lagi sama Ronald?" balas Laila."Kamu sedang mengancam aku, Laila?""Tidak. Aku hanya memberi kamu semangat agar bisa mencari uang. Kamu biasanya mudah sekali dapat uang, kan? Tapi kalau lagi sukses kemarin uangnya malah k
"Ronald, kan? Siapa lagi?" balas Roni."Ibuku. Ibuku sedang memberitahukan kalau ayahku sedang sakit. Sini ponselku!" Laila kemudian menarik paksa ponselnya dan melanjutkan telepon. Roni mendengar memang Laila memanggil ibunya di telepon itu. Ia kemudian duduk dan menunggu Laila selesai telepon. "Aku harus pulang sekarang," ucap Laila."Kemana?" tanya Roni."Aku mau pulang. Ayahku sakit keras. Dengan atau tanpa kamu aku akan berangkat," jawab Laila dan berlalu meninggalkan Roni.Roni melihat saat ini pukul 11 malam. Dengan apa Laila akan berangkat di tengah malam begini."Kenapa tidak besok saja, Laila? Aku akan mengantarkan kamu. Ini sudah malam sekali. Besok pagi kita naik kendaraanku," sahut Roni."Tidak. Aku akan berangkat sekarang. Aku sudah siap-siap. Intinya aku cuma bilang aku mau pulang sekarang dengan atau tanpa kamu, Mas," balas Laila. "Iya, oke. Sekarang kita berangkat. Tapi kita naik travel saja, ya. Kebetulan di dekat sini ada travel jadi kita naik itu saja. Kalau nai
"Tenang! Nanti Ibu bantu untuk bicara dengan ayahmu. Insya Allah ada jalan. Kamu masih menyimpan nomor ayahmu, kan?" balas Mina."Iya, masih, Bu.""Nanti coba kamu hubungi ayahmu! Kamu sampaikan apa adanya. Coba bagaimana nanti ayahmu akan bilang," tutur Mina.Mosa kemudian menekan tombol panggil untuk ayahnya.Telepon terhubung. "Assalamualaikum. Halo, Ayah?" sapa Mosa."Iya.""Yah, aku mau menyampaikan, jika bulan depan aku akan menikah. Ayah bersedia kan menjadi waliku?""Maksud mu apa, Mosa? Kamu kan baru saja menikah. Kenapa kamu bilang akan menikah?""Maaf, Yah. Aku sebenarnya sudah bercerai. Dan sekarang aku mau menikah lagi. Tolong Ayah bisa menjadi wali ku," pinta Mosa."Kamu itu bagaimana sih, Mosa? Baru sebentar menikah sudah bercerai. Dan mau menikah lagi. Ayah ada di luar kota. Mana mungkin Ayah bisa bolak balik seenaknya. Kalau kamu mau meminta restu pada Ayah, kamu datangi Ayah sama calon kamu itu. Tapi kalau kamu tidak bisa maka kamu tidak usah menikah lagi!" "Baik,
Andre hanya tersenyum. Calon istrinya baginya begitu menggemaskan. Saat mereka sampai di sebuah rumah, Andre mengajak Mosa masuk. "Oh, Andre sudah datang. Silakan masuk, Mas!" ajak laki-laki usianya sekitar 40an."Terima kasih, Pak Dendi," jawab Andre."Ini siapa, Dre?" tanya Pak Dendi."Ini adalah calon istri saya, Pak,'' jawab Andre dengan tersenyum bangga."Wah, bagus, Dre. Segera untuk undangan, ya!" tutur Pak Dendi."Saya tidak janji ya, Pak,'' sahut Andre. "Baik, ini desainnya memang sudah jadi, kebetulan tadi saya ada di rumah calon istri saya. Jadi sekalian saya ajak saja, Pak,'' imbuhnya sembari membuka laptopnya. Mosa memperhatikan Andre yang sedang menjelaskan desain rumah pesanan dari Pak Dendi. Rupanya Pak Dendi masih ada kerabat dengan Pak Dendi. Meskipun jauh tetapi Pak Dendi paling tidak masih menjadi Om dari Andre."Jadi begitu, Pak. Apakah ada yang kurang?" tanya Andre menutup semua penjelasannya."Sudah cukup. Saya suka sama kerja kamu, Dre. Selalu memuaskan. Bah
"Ada urusan dengan ayah, Bu," jawab Mosa pelan."Ini seperti bukan suamimu, kamu selingkuh, ya?" balas Ibu tiri Mosa ketus.Ayah Mosa saat itu keluar lalu duduk di depan Mosa. Mosa kemudian bersalaman dengan ayahnya, begitu juga dengan Andre. Ibu tiri Mosa kemudian duduk di samping ayah Mosa."Ini calon suamimu, Mosa?" tanya ayah Mosa."Iya, Yah," jawab Mosa."Dia mau menikah lagi? Perasaan baru juga sebentar sudah mau menikah. Kamu apa hobi selingkuh?" sela Ibu tiri Mosa."Maaf, Bu. Mosa ini perempuan baik-baik. Dia tidak berselingkuh. Dia tidak pernah berselingkuh. Perceraian dengan suami sebelumnya memang murni kesalahan mantan suami Mosa. Maka saya ke sini mengantar Mosa untuk meminta doa restu dari ayah Mosa. Jadi jangan menganggap buruk Mosa!" tutur Andre, ia tidak terima calon istrinya dimaki oleh ibu tirinya. "Memang apa masalahnya? Kalau cuma remahan biasa juga sudah biasa. Tapi ya sudahlah, kamu kerja apa?" tanya Ayah Mosa."Saya saat ini bekerja sebagai freelance melukis,
"Kamu tidak perlu seperti itu, Dre! Ayah tidak masalah kok kalau kamu tinggal ngontrak. Lagipula kalau kamu sudah menikah tentu prioritas kebahagiaan istrimu ada di tanganmu. Dia yang jadikan istri itu sebelumnya diberikan kasih sayang oleh keluarganya. Jadi setelah menikah semua berpindah ke kamu. Dan kamu wajib membahagiakan dia, Dre," tutur Ayah Andre."Iya, Yah. Aku mengerti," sahut Andre pelan."Buatlah dia nyaman di dekat kamu. Kalau dia salah tegurlah yang baik. Kalau benar jangan sungkan untuk memberikan pujian. Hakikat perempuan memang suka diberikan pujian. Tetapi jangan berlebihan!" lanjut Ayah Andre. "Iya, Yah. Aku akan belajar menjadi suami yang baik," sahut Andre.Di sekolah Mosa mengajar saat istirahat makan siang."Mosa, kamu bagaimana sama kepala sekolah?" tanya Raisa."Maksud kamu?" balas Mosa."Yah, kamu sekarang sedikit tertutup. Aku hanya penasaran saja. Kan waktu kamu bilang kalau diundang makan sama kepala sekolah. Atau jangan-jangan kalian ada hubungan, ya?" t