Home / Romansa / Bersandar pada Ketakutan / 32. Kejatuhan William

Share

32. Kejatuhan William

Author: Nalla Ela
last update Last Updated: 2024-12-16 07:51:45

Keesokan harinya, sebuah headline berita menggemparkan seluruh negeri. Potret William Blackwood yang dikenal karismatik dan bersahaja terpampang di seluruh surat kabar bahkan hingga ditayangkan di megatron.

Setiap sudut kota memuat berita yang sama.

> Presdir Onix Horison yang dikenal sebagai pribadi yang luar biasa ternyata seorang pembunuh.

> Presdir William Blackwood adalah dalang pembunuhan co-founder Onix Horison, Bernard Hawthorne.

Hampir seluruh negeri sibuk dengan ponselnya. Berbondong-bondong mengirim sumpah serapah menyebabkan situs web resmi Onix Horison lumpuh total.

Dominic duduk bersandar di kursi kebesarannya dengan seringai puas tercetak di wajahnya.

"Kau adalah orang paling gila yang tersenyum ditengah harga saham perusahaan mu yang terus merosot tajam," sindir Lucas.

"Kalau dia muram, itu akan lebih membahayakan sayang ... biarkan dia dengan dunianya." Saran Olivia santai.

Disaat semua orang sibuk dengan perspektif mereka tentang kasus ini, lima orang
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Bersandar pada Ketakutan   33. Persimpangan Takdir

    Amethyst kini mulai membiasakan diri terbangun di kamar mewah. Tidak munafik, ia memang menyukai desain kamar ini. Awalnya, ia kira kamar Dominic akan bernuansa gelap dan kelabu. Namun, yang ia dapati justru kamar bernuansa krem pastel dan putih gading. Banyak foto yang mereka abadikan, dipajang di atas nakas dan dinding. Pria otoriter dan protektif itu punya sisi hangat yang telah membuatnya jatuh cinta. Akan tetapi, kini Amethyst menanyakan cinta yang ia rasakan sudah tak lagi sama. Bersamanya memang hal ternyaman dan ia sendiri merasa aman. Namun, ia juga menyadari kalau Dominic membawa tekanan tersendiri untuknya. Amethyst mengusir bayangan kabur itu dan berusaha untuk tetap di sini. "Dominic adalah jawaban yang kucari selama ini." Netranya mengedar dan melihat sebuah kotak besar yang terlihat mencolok di sofa. Begitu Amethyst mendekat, ia melihat sebuah memo kecil yang tertempel disana. - aku tidak sabar melihatmu memakainya, sweetheart. Amethyst menimbang dan memili

    Last Updated : 2024-12-17
  • Bersandar pada Ketakutan   34. Terbongkar

    Amethyst menikmati waktunya memilih dress yang akan digunakannya untuk wisuda dengan semringah. Sepertinya ia terlalu abai pada dirinya sendiri setelah keluarganya berantakan. Ia teringat saran psikolog yang mendampinginya untuk bahagia lewat hal sederhana. "Kau ingin menghadiri suatu acara?" Tersentak kaget, Amethyst lantas menoleh mendapati Aiden berdiri di belakangnya. Seketika tubuhnya kaku dengan jantung yang berdetak keras. Dominic bilang, pria ini mungkin adalah saingan bisnisnya. Pria yang mengaku sebagai teman kekasihnya itu berdiri dengan senyum hangat. Menyadari Amethyst yang bersikap defensif, Aiden memperlebar senyumnya. "Bisakah kita bicara sebentar?" Berulang kali ia mencoba menemui Amethyst yang baru ia tahu telah pindah ke rumah Dominic. Pria licik itu pasti mengetahui pertemuan mereka saat itu. "Maaf, aku harus pergi," kata Amethyst dengan gugup. Namun, tangannya ditahan mencegahnya kemana-mana. "Kumohon, hanya sebentar." Aiden menunjukkan lencana detekt

    Last Updated : 2024-12-19
  • Bersandar pada Ketakutan   35. Luka Dalam Pelukan

    Amethyst terjatuh ke sofa dengan tubuh gemetar setelah Dominic mendorongnya masuk ke rumah. Matanya telah basah oleh air mata. Sorot matanya terlihat ketakutan saat berdekatan dengan Dominic.Tapi Dominic tidak peduli. Pria itu menutup pintu dengan suara keras, lalu berbalik menatap Amethyst dengan ekspresi gelap. "Kau tidak mengerti apapun, Amethyst." Suara Dominic terdengar rendah dan berbahaya. "Aku melakukan semua ini untukmu."Amethyst menggelengkan kepala, mencoba menyangkal kata-katanya. "Aku tidak pernah memintamu melakukan semua itu."Dominic tertawa kecil menatap Amethyst yang tak berdaya dengan sinis. "Aku memberimu dunia, Amethyst. Aku memastikan kau bahagia, aman, dan dicintai. Dan ini balasan darimu?!""Ini bukan cinta," Amethyst berbisik sedih. Ia sudah terjerat sepenuhnya pada Dominic. Berusaha melawannya seperti ini terasa menyayat hatinya. Dominic mendekatinya, wajahnya penuh dengan kemarahan yang berusaha ia tahan. "Tidak ada yang bisa memahamimu sepertiku, Amethy

    Last Updated : 2024-12-19
  • Bersandar pada Ketakutan   36. Belenggu Cinta Pria Obsesif

    Sudah berhari-hari Amethyst menyendiri. Ia menolak sentuhan Dominic yang selalu berusaha mendekatinya. Makanan yang disiapkan sama sekali tak tersentuh, membuat Dominic kelabakan. Ia merindukan senyum Amethyst yang mendebarkan hatinya, rindu sikap manjanya yang imut, dan ia rindu menjadi tempat bersandar gadis itu. Dominic mendekati Amethyst dengan nampan ditangannya. "Sayang, aku memasakkan pancake untukmu," ucapnya dengan semangat. Namun, Amethyst tak acuh memandang kosong dibalik jendela. Kantung matanya menghitam dengan jejak air mata di pipinya. Dominic menghela napas lelah. "Sedikit saja ya ... kau belum makan dari kemarin." Dengan telaten pria itu memotong pancake dan menyodorkannya pada Amethyst. Namun, diamnya gadis itu membuatnya kesal juga. Dominic membanting pisau ditangannya dengan keras hingga mengejutkan Amethyst. "Makan sekarang juga!" Nada suaranya tidak tinggi. Namun, rendah dan mengancam membuat Amethyst gemetar meraih piring pancakenya. Amethyst makan

    Last Updated : 2024-12-20
  • Bersandar pada Ketakutan   37. Kembali Luluh

    Amethyst duduk di tepi tempat tidur, memandangi dress dan perlengkapan wisudanya yang baru saja diantarkan.Ada sepasang sepatu, tas tangan kecil, dan kotak perhiasan berisi kalung sederhana yang bisa ia tebak berapa mahal harganya.Dominic benar-benar menyiapkannya sedetail mungkin. Harusnya ia bahagia, tapi ia justru merasa hampa. Mata Amethyst beralih pada Dominic yang terlihat mondar-mandir mengatur kebutuhan wisudanya. Disela kesibukannya, pria itu justru dengan senang hati mengurus hal remeh. Wajah pria itu yang serius membuat Amethyst terenyuh. Dominic tetaplah pria yang memang membuatnya jatuh cinta. Tanpa adanya permainan didalamnya, Amethyst pasti juga akan terjatuh pada pesonanya. Hal yang membuat Amethyst kadang bertanya-tanya. Mengapa cintanya pada Dominic begitu mendalam? Ia kembali menangis diam-diam. Knangan manis dan pahit mereka berputar bak roll film di kepalanya. Ketika malam tiba, Dominic pulang dari kantor dengan langkah tergesa. Penampilannya terlihat kusut

    Last Updated : 2024-12-21
  • Bersandar pada Ketakutan   38. Ketegasan Dalam Cinta

    Hari yang sangat Amethyst tunggu-tunggu akhirnya tiba. Ia berdiri di depan cermin yang ada di walk-in closet memandang berapa cantiknya dress Champagne pilihan Dominic. Netranya memindai penampilannya yang terlihat sempurna berkat aturan Dominic tentu saja. Pria itu secara teliti memastikan semua persiapannya sempurna. Ia bahkan memesan sebuah tiara khusus untuknya. "Kau selalu cantik, sayang," celetuk Dominic begitu melihat Amethyst yang melamun di depan cermin. Penampilan Dominic yang selalu terlihat paripurna dengan setelan jasnya memang selalu menjadi data tarik yang membuat Amethyst terpana setiap saat. Amethyst berdehem dengan wajah yang merona, "terima kasih ... kau juga terlihat tampan seperti biasanya," pujinya dengan tulus. Dominic menghampirinya untuk meletakkan tiara di kepala Amethyst. "Like a queen," gumamnya tepat di telinga Amethyst. Gadis itu menatap kosong pada tiara yang nampak berkilau bertengger di kepalanya. Cantik seperti yang Dominic katakan. Namun,

    Last Updated : 2024-12-22
  • Bersandar pada Ketakutan   39. Dominasi Dominic

    Sepanjang perjalanan, Amethyst hanya diam dan menatap kosong jalanan menggenggam tiara dengan pikiran berkecamuk. Dominic memperhatikannya sembari fokus mengemudi. Ia tak suka Amethyst yang diam seperti ini. “Sayang, apa yang kau pikirkan?” Dominic akhirnya memecahkan keheningan dengan bertanya selembut mungkin untuk menarik perhatiannya. Amethyst tidak langsung menjawab. Ia seolah menimbang sesuatu dan berusaha menyembunyikan kegelisahan yang. “Aku hanya memikirkan kak Michael,” jawabnya dengan pelan nyaris tak terdengar setelah terdiam agak lama. Dominic mencengkeram setir kemudi berusaha meredam amarah dan rasa cemburunya. Dia tak suka Amethyst memikirkan pria lain yang bukan dirinya, bahkan Michael. Pria yang selalu berusaha mengambil Amethyst darinya. "Dia adalah pria dewasa yang tak perlu kau pikirkan," geram Dominic tak habis pikir. Amethyst hanya mengangguk dan kembali tenggelam dalam lamunan. Dominic akhirnya menyerah untuk mengajaknya bicara. Ia berusaha menahan diri

    Last Updated : 2024-12-23
  • Bersandar pada Ketakutan   40. Belitan Rantai Tak Kasat Mata

    Hari ini Amethyst bangun lebih pagi disaat suasana di luar masih gelap. Ia mencoba bergerak melepaskan belitan tangan Dominic."Domi, aku butuh ke kamar mandi," katanya pelan"Baiklah, sebentar saja." Dominic mengalah dan melepaskannya. Amethyst mengunci pintu kamar mandi sambil menghela nafas panjang. Pikirannya yang bercabang membuatnya sulit untuk tidur lelap. Ia duduk di kloset yang tertutup, menatap ubin yang dingin. "Apakah ini sudah tepat?"Amethyst menggumamkan kalimat itu berulang-ulang di kepalanya. Ia merasa, kembali bersama Dominic adalah keputusan salah dan yang terbaik disaat yang bersamaan. Amethyst terlonjak ketika mendengar suara Dominic dari balik pintu. "Sayang, kau baik-baik saja?" tanya Dominic terdengar dengan sedikit tekanan. "I-ini ... aku akan segera keluar." Gegas, Amethyst mencuci wajahnya untuk menutupi jejak kegelisahan. Ia mengatur nafas sebelum membuka pintu secara natural. Dominic berdiri tegak dibalik pintu kamar mandi bertelanjang dada. Meskipun

    Last Updated : 2024-12-25

Latest chapter

  • Bersandar pada Ketakutan   52. Pencarian

    Sudah dua hari Amethyst dikurung dalam kamar yang berubah berantakan karena ulah Amethyst yang mengamuk."keluarkan aku, bajingan!" Amethyst terus menggedor pintu kamar, tak memperdulikan tangannya yang mulai lebam.Berada di sini semakin membuatnya lemah. suara berisik mulai datang silih berganti di kepalamya.Selama di sana, ia tak dapat memejamkan matanya sekalipun. Terbiasa tidur dengan obat penenang, kini ia merasa tersiksa. Suara pintu yang berderit membuat Amethyst melesat ke arahnya. Pikirannya saat ini hanya "segera lari dari sini".Ethan yang baru saja memasuki ruangan langsung menangkap tubuh Amethyst. "Tidak semudah itu, manis ... kau harus berada di sini setidaknya sampai Dominic mati ditanganku." Ia tersenyum keji. Tubuh Amethyst sedikit bergetar ketika mendengar nama Dominic. Namun ia menepisnya dengan cepat."Terserah kau mau melakukan apa, tapi jangan kaitkan aku dengan masalah kalian berdua."Ethan terbahak mendengarnya, "kenapa tidak? padahal kau adalah kunci unt

  • Bersandar pada Ketakutan   51. Jebakan Dalam Bayangan

    Malam yang awalnya tenang kini berubah mencekam. Ethan Gray membuat lautan darah dengan menebas semua bodyguard yang menjaga rumah Dominic dengan keji. Hanya ditemani lima orang bawahan terkuat milik Fernaldi, ia sanggup membabat habis semua orang yang mencoba menghalangi jalannya. Ethan menatap pintu kamar Dominic dengan seringai. "Mari kita jemput piala kemenangan."Perlahan Ethan membuka pintu kamar Dominic. Di sana, ia menemukan Amethyst tengah menatapnya dengan waspada."Apa maumu?" suara Amethyst terdengar serak, menatap nyalang pada Ethan.Ethan tersenyum lembut, ia mendekati Amethyst yang terus mundur menjaga jarak darinya. "Aku datang untuk menyelamatkanmu, Amethyst ... aku tau kau sangat menderita bersama Dominic, bukan?""Jangan pura-pura menjadi pahlawan! aku tau kau pun juga sama dengan Dominic. Jadi, simpan semua basa-basimu bajingan!" Amethyt menyalak dengan mata memerah.Ethan mengendik, "Aku tidak mau berpura-pura, kau memang sebuah aset yang berharga untuk saat ini

  • Bersandar pada Ketakutan   50. Aliansi Tak Terduga

    Suara bising klab malam tak mempengaruhi Michael. Sudah hampir tiga jam ia duduk di bar dengan segelas bir yang ia pesan kesekian kalinya. Raut wajah adiknya yang menyedihkan selalu membayanginya. Perkataan Dominic telah memukul telak dirinya. Ia memang egois kala itu, memilih hidup nyaman meninggalkan ibu dan adiknya yang melolong minta pertolongan. Kini, ia ingin menebus semuanya dengan membawa Amethyst pulang bersamanya. "Tunggu kakak, Amy." Kedua mata Michael bersinar dengan tekad kuat. Suara kursi yang berderak mengalihkan perhatian Michael sebentar. Begitu menyadari seorang Ethan Gray yang duduk disebelahnya, senyuman sinis terbit di wajahnya. "Callahan," Ethan menyapa dengan suara rendah. Tangannya melambai, memesan segelas vodka untuknya. "Kudengar kau mendatangi Dominic," ucapnya tanpa basa-basi. Tubuh Michael menegang. Ia tahu Ethan adalah bagian dari Dominic. Laki-laki licik ini pasti menginginkan sesuatu. "Apa yang kau mau?" tanyanya dingin.Ethan menyeringai, matany

  • Bersandar pada Ketakutan   49. Neraka

    Michael akhirnya berdiri di depan rumah megah Dominic. Sudah berminggu-minggu ia tak mendapatkan kabar dari Amethyst, setelah pertemuan terakhir mereka. Nomornya tak bisa dihubungi sama sekali. Ia tahu ada yang tidak beres.Saat gerbang besar itu terbuka, ia langsung melangkah masuk mengabaikan para bodyguard yang menatapnya awas. Dominic menenggak sampanye dengan santai di ruang tamu. Menyambut Michael dengan senyuman sinis terkesan mengejek. "Michael Callahan," Dominic menyapa dengan nada dingin. "Apa yang membawamu ke sini?"Michael dipenuhi emosi yang berkecamuk, menatapnya tajam. "Dimana adikku? Aku berusaha menghubunginya selama ini, tapi tak berhasil. Apa yang kau lakukan padanya?!"Dominic bangkit dengan tenang dan melangkah penuh intimidasi pada Michael yang masih berdiri di tengah ruangan. "Amethyst ada di sini, tentunya dia aman bersamaku," katanya dengan nada santai, tetapi matanya tetap dingin seperti es. "Jangan bermain-main denganku, Blackwood!" Michael membalas de

  • Bersandar pada Ketakutan   48. Sangkar Emas

    Rumah megah Dominic kini bagai penjara bagi Amethyst. Semua gerakannya selalu diawasi. Bahkan, balkon dan jendela kamar Dominic kini ditambahi teralis besi, semakin membuatnya terpenjara sepenuhnya. Sejak keluar dari rumah sakit, ia tahu... semua telah berubah. Ia tak bisa lagi menatap Dominic seperti sebelumnya. Kini hanya ada rasa takut dan ketidakberdayaan ketika bersamanya. Dokter Eleanor telah memberinya banyak petuah agar Ia tetap bertahan untuk dirinya sendiri. Dan Ia akan berusaha untuk tidak kalah pada keadaan seperti dulu. Ia duduk di kursi membaca buku mencoba mengusir rasa jenuh yang mulai menghampiri. Pintu kamar itu telah dikunci rapat dan dijaga ketat oleh dua bodyguard. Pintu kamar tiba-tiba terbuka, Dominic datang dengan langkah penuh intimidasi, memindai keadaan Amethyst dengan tajam. "Kau tidak tidur," ucap Dominic memecah keheningan. Amethyst menutup bukunya dengan kasar. Matanya dipenuhi kebencian ketika menatap pria itu. "Apa kau kehilangan kosa kata

  • Bersandar pada Ketakutan   47. Kegelapan Yang Mengelilingi

    Di ruang konsultasi rumah sakit, Dominic duduk menyilangkan kaki merasa dingin di hatinya menunggu penjelasan tentang keadaan Amethyst.Di hadapannya, dokter Eleanor, spesialis kejiwaan memaparkan kondisi Amethyst secara profesional dan juga simpati."Tuan Blackwood," ujar dokter Eleanor pelan. Ia membuka hasil evaluasi yang ia pegang sedikit gentar dibawah tatapan Dominic yang menusuk."Setelah observasi yang kami lakukan terhadap keadaan nona Amethyst, kita bisa melihat kalau beliau mengalami depresi berat dan beberapa tingkahnya mengarah ke bipolar. Kondisi itu bisa muncul ke permukaan jika beliau berada pada tingkat stress yang cukup tinggi."Dominic terdiam mendengar penjelasan yang terasa menusuk. Rasa bersalah mulai menggelayutinya. Namun, egonya mengatakan hal lain. "Dengan ini, Amethyst pasti akan bergantung padaku sepenuhnya," pikirnya. "Apa penyebabnya?" tanya Dominic sedikit tegang, walau ia sudah tahu jawabannya. Dokter Eleanor menghela napas, meletakkan kedua tanganny

  • Bersandar pada Ketakutan   46. Sisi Gelap Dominic Blackwood

    Ruangan minimalis bergaya etnik itu diisi oleh Dominic dan Ayah besar yang tengah duduk santai dengan kopi hitam di meja. "Bagaimana dengan proyek terbaru yang kuserahkan padamu?" Suara berat itu bertanya santai. Dominic memutar pena yang ia pegang dengan pandangan kosong. "Semua berjalan lancar." Nada bicaranya bahkan terdengar datar tanpa emosi. Mata tua Fernaldi tentu tak melewatkan detail kecil ini. "Gadis itu membuat suasana hatimu jelek rupanya." Mata Dominic berkilat mendengarnya. Ia menegakkan tubuh untuk menatap Fernaldi yang tampak menyeringai. "Itu urusanku," tekannya. "Kalau kau membuat keributan karena dia...," Fernaldi bangkit, memberikan sedikit tekanan untuk Dominic. "Kau tau kalau aku bukan orang yang berbelas kasih, Dominic." Dia menepuk bahu Dominic sebelum meninggalkan ruangan. Tatapan Dominic menggelap. Pena yang semula ia mainkan kini telah menjadi dua bagian akibat amarahnya. Ketika akan pergi, Ethan sudah menunggunya sambil bersandar di pintu, bersi

  • Bersandar pada Ketakutan   45. Sebuah Rahasia

    Setelah selesai makan siang, Ethan membimbing Amethyst untuk kembali ke ruangan Dominic tanpa mengatakan apapun. Amethyst berjalan diam disampingnya dalam keheningan. Kemudian ia teringat dengan perkataan ambigu yang sering diucapkan padanya. “Ethan,” panggilnya pelan. Namun, Ethan yang peka langsung menoleh tanpa menghentikan langkahnya. “Ya?” Amethyst merasa ragu sejenak. “Kau pernah bilang … aku bisa menghubungimu kalau butuh bantuan. Apa alasan kau mengatakan itu padaku?” Hening sejenak, kala Ethan mulai melambatkan langkahnya. “Kau terlihat mandiri dan kuat walau keadaan memaksamu untuk menggila." Amethyst mengerutkan kening. “Jadi, kau merasa kasihan padaku begitu?” "Anggap saja seperti itu." ucap Ethan cuek mendahului Amethyst. Seolah tak ingin memberitahu lebih. Langkah Amethyst terhenti. Ia tertegun menatap punggung Ethan yang makin menjauh. Namun, ia mulai mengejar Ethan dan memberanikan diri untuk bertanya hal lain yang sejak dulu mengganggu pikirannya. “Ethan

  • Bersandar pada Ketakutan   44. Dominic yang mendominasi

    Dominic menggenggam tangan Amethyst erat setelah sampai di pelataran kantor Onyx Horizon yang terlihat menjulang. Amethyst merasa sedikit tak nyaman dengan pandangan para pegawai yang memandang keduanya penasaran. Sesekali, ia melihat baju yang ia pakai. Memastikan pakaiannya sopan dan rapi ketika mereka berjalan di lobi ditemani seorang asisten laki-laki yang berjalan dibelakangnya. Dominic menuntun Amethyst masuk ke lift dan menekan tombol ke ruangannya. “Seharusnya kau tidak perlu sejauh ini," gerutu Amethyst pelan sedikit merajuk. Ia tersenyum sungkan pada asisten Dominic yang nampak sopan dan menundukkan pandangan. Dominic menatapnya sekilas. “Kau ingin bekerja bukan? Jadi, inilah pekerjaan mu. Menemaniku kemanapun aku pergi," ucapnya dengan enteng. Amethyst berdecak, merasa kesal dengan keputusan Dominic. Lift berdenting ketika sampai di pantai tujuan. Amethyst terkagum melihat interior kantor yang modern dan khas anak muda. Sama seperti di bawah, para pegawai di sini jug

DMCA.com Protection Status