Beranda / Romansa / Berpisah Untuk Bersatu / Malam Pertama di Jerman

Share

Malam Pertama di Jerman

last update Terakhir Diperbarui: 2022-01-30 07:51:11

Sumpah!

Baru kali ini aku menangis hingga tak bersuara. Hanya linangan air mata yang menciptakan sebentuk banjir bandang di hati. Bagaimana tidak? Akhirnya karena keegoisan dan sikap jahat Mas Tyas, aku harus meninggalkan anak-anak sendirian di rumah. Mana, ibu mana yang dengan senang hati melakukannya? Siapa yang rela? Aku yakin tidak ada, kecuali ibu yang sudah kehilangan kewarasan. Kalau tidak percaya, tanyakanlah pada seorang mama bernama Payung Teduh sekarang juga. Dia pasti menjawab dengan kejujuran yang hakiki.

"Mas Langit, Mas Laut, Mas Bumi … Maafkan Mama, Le!" isakku dalam tangis yang tak kunjung surut, "Maafkan Mama karena terpaksa meninggalkan kalian seperti ini. Oh Le, semua ini Mama lakukan demi kalian, Le. Demi masa depan kita. Oh, ooohhh, Le … Peluk Mama, peluk?"

Lova menggeliat sebentar lalu kembali tertidur di sebelahku. Hal kecil yang justru berhasil menyurutkan banjir bandang di hati. Menyusut air mata. Ah, mungkin itulah yang d

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Berpisah Untuk Bersatu   Family in Fighting

    Bagaimana akhirnya aku tertidur tadi malam?Maksudku setelah sampai di Jerman dengan perbedaan waktu yang cukup jauh dari Indonesia, dengan jetlag cukup serius. Tidak terlalu bisa mengingat, sih. Tapi sepertinya Mbak Kinan sudah pulang berbelanja di Heidelberg Mall. Kastil juga sudah tidur. Lova terbangun, menangis minta susu lalu aku berlari ke kamar kami yang terletak di samping ruang keluarga. Nah iya, begitu sepertinya. Seperti biasa, aku lebih mudah tertidur saat menemani Lova minum susu dengan botol. Entahlah, sedari dulu memang begitu. Padahal tidak menyusui secara langsung, lho. Hanya ikut berbaring saja di sebelahnya.OK dan inilah perjalanan hidupku yang baru di Jerman. Sudah, aku sudah mengucapkan selamat datang pada diri sendiri dan juga Lova. Selamat berjuang bersama, tetap semangat dan pantang menyerah demi kebahagiaan dan masa depan. Yakin, cerita di Jerman ini hanya sementara. Secuil kecil. Kelak, kami akan kembali pulang. Bersatu lagi dan bersama

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-30
  • Berpisah Untuk Bersatu   Welcome to Heidelberg

    Mbak Kinan belum pulang, anak-anak sudah tidur siang. Sesegera mungkin, aku menyelesaikan pekerjaan rumah. Menjemur pakaian di loteng, mengosongkan mesin cuci piring, menyedot debu dan terakhir merapikan mainan. Terakhir, menyusun buku-buku bacaan di ruang belajar Mbak Kinan. Semalam dia sudah memberikan catatan, bagaimana aku harus menyusunnya. Urut, berdasarkan huruf alfabet nama pengarangnya. Tidak terlalu banyak sih, hanya sekitar lima puluh buku. Tetapi harus tetap serius plus fokus, kan?Driiing, driiing!Belum setengah buku tersusun, bel pintu rumah berdering nyaring, membuatku terkesiap. Detik berikutnya, memakai jilbab dan tanpa memikirkan apa pun lagi berderap ke pintu depan. Ternyata teman Mbak Kinan, warga Indonesia juga sama seperti kami. Namanya Mbak Farha."Farha." wanita cantik berjilbab biru muda polos itu memperkenalkan diri.Sesopan mungkin aku memperkenalkan diri, "Ayung, pengasuh Dek Kastil, putri Mbak Kinan."

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-30
  • Berpisah Untuk Bersatu   Hakikat Perjuangan Seorang Ibu

    Senangnya, membaca chat pertama dari Langit dengan ponsel yang dia beli dari hasil jerih payahku bekerja di sini. Wah, rasanya seperti putus tali sandal jepit tapi lalu menemukan peniti. Ya, pokoknya seperti itu lah, rasanya. Tidak sepenuhnya bahagia tapi senang.New Chat@Anonim[Assalamu'alaikum Mama][Ini Langit, Laut dan Bumi][Apa kabar Mama di sana?][Kami baik di sini][Bulek Uji yang nganterin aku beli hp tadi sore][Aku beli yang ramnya 2 Mama][Oh ya terima kasih ya Mama uang kiriman Mama sudah sampai][Baik-baik di sana ya Mama][Salam buat Dek Lova]Jangan tanyakan lagi, bagaimana air mata ini berguguran saat membaca baris demi baris chat Langit. Tak sanggup lagi menahan, meskipun Lova memandang dengan penuh kesedihan. Bagaimana tidak? Begitu tabahnya mereka menjalani cerita hidup ini padahal dalam keadaan jauh dari orangtua. Mas Tyas pun entah bagaimana sekarang? Semakin sadar atau semakin lupa diri?

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-30
  • Berpisah Untuk Bersatu   Mas Tyas Semakin Menjadi-jadi

    Terkejut kuadrat.Begitulah yang kurasakan ketika Langit memberitahu kalau Mas Tyas Pulang ke rumah dengan membawa Sari dan bayi perempuan mereka. Bukan apa-apa. Masalahnya Laut menolak mentah-mentah kedatangan mereka hingga akhirnya ribut dengan Mas Tyas. Hampir saja mereka berkelahi. Laut sudah mengambil sapu ijuk, bersiap memukul Mas Tyas. Untung Mas Tama dan Mbak Anty datang melerai. Kalau tidak?To: Anak-anak Cintaku[Tapi Ayah nggak jadi pulang ke rumah kan, Le?][Terus, Dek Laut sudah tenang kan sekarang? Dek Bumi rewel apa nggak?]Sedikit lega perasaanku setelah pesan balasanku terkirim dan langsung dibaca. Meskipun tak bisa memungkiri sebuah kenyataan kalau hati ini berdesar-desar sakit saat menunggu pesan dari Langit. Is typing message … Sampai detik ini masih tak bisa membayangkan, bagaimana kejadiannya waktu Mas Tyas perang mulut dengan Laut? Laut memang paling keras di antara Langit dan Bumi. Tapi walau

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-30
  • Berpisah Untuk Bersatu   Mencoba Untuk Melawan

    Ternyata amukan Mas Tyas tidak hanya berhenti sampai sebatas chat saja. Dia juga berusaha untuk mengajakku berbicara di voice call. Video call juga pernah tapi aku tidak memberikan respon dalam bentuk apa pun. Untuk apa? Menambah dalam luka hati? Tidak, aku takkan pernah membiarkan itu terjadi. Titik.Cukup yang selama ini terjadi. Selain itu aku tak mau lagi. Heran juga rasanya, kenapa Mas Tyas sampai tega mengungkit peristiwa kelam itu? Padahal, dia sendiri yang ngotot sekaligus nekat mengantarkan aku pulang. Iya, kan? Kenapa masih saja menyalahkan aku seperti itu, coba? Memang benar kejadian itu sudah hampir enam belas tahun berlalu tapi masa dia lupa? Seenak hati melimpahkan kesalahan fatalnya padaku. Jelas, dia curang!"Mas, nggak usah nganterin aku pulang, Mas. Aku bisa pulang sendiri kok, naik bus." kataku waktu itu, mencegah keinginan Mas Ryas yang terlihat sekuat baja, " Lagian, aku hanya sebentar saja kok di rumah, Mas. Besok Senin pagi sudah bali

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-02
  • Berpisah Untuk Bersatu   Mbak Kinan Berubah

    "Mbak Ayung!" dengan nada suara yang berbeda---sepertinya tergesa-gesa berangkat ke kampus, sehingga terdengar seperti orang marah---Mbak Kinan memanggil dari gang, "Mbak Ayung, tolong ke sini sebentar, Mbak!"Gegas, aku berderap menuruni tangga sambil menggendong Lova di belakang. Tak seperti biasanya, Lova sedikit rewel pagi ini. Tidak mau disambi bekerja lah, intinya. Sampai-sampai keteteran saat harus menyiapkan makan pagi, membersihkan sekaligus merapikan semua kamar---kecuali kamar Kastil, dia masih tidur---dan menjemur pakaian. Bukan apa-apa. Masalahnya, tidak bisa sesigap biasa dan mungkin---aku merasa---itu masalah lain bagi Mbak Kinan. Mungkin lho tapi semoga saja tidak."Saya, Mbak Kinan?" kataku begitu menapakkan kaki di gang. Napasku naik turun seperti orang yang baru saja berlari cepat, sementara Lova justru berceloteh lucu. Dua hari ini dia memang sedang menggilai lagu Five Little Ducks, lagu favorit Kastil. Sampai di sini, Mbak Kinan t

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-02
  • Berpisah Untuk Bersatu   Masalah Semakin Rumit

    "Mbak Ayung, Kastil mau es krim!" cakap Kastil lucu, penuh harapan ketika kami melintasi kedai es krim plus donat D & H, "Mau es krim, Mbak Ayung!"Sejujur-jujurnya kukatakan, yang ada di dalam benakku saat ini hanyalah perubahan sikap Mbak Kinan. Bagaimana bisa Mbak Kinan membuat kesimpulan kalau aku sudah melalaikan pekerjaan dengan asyik bermain ponsel? Dengan bermedia sosial. Memangnya pekerjaan apa yang tidak selesai? Lalu, media sosial mana yang kukunjungi? Semenjak ada Lova, belum pernah lagi aku login ke semua akun media sosial. Status di chat room pun, tak pernah update."Mbak Ayung, Kastil mau es krim … Hoaaa!" mungkin karena aku diam tak menanggapi, tangis Kastil semakin menjadi. Praktis otomatis aku terpengaruh. Maksudku, emosi sebagai seorang ibu dalam diri mulai bekerja, mendorong untuk melakukan sesuatu. Apakah itu?Aku berhenti mengayuh sepeda. Memutar separuh badan hingga menghadap ke arahnya. "Kak Kastil mau es krim

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-02
  • Berpisah Untuk Bersatu   Semakin Campur Aduk

    "Hi Ayung, Kastil dan Lova!" sapa Lea menjungkir balikkan seisi rongga dadaku, "Apa kabar semua?"Bagaimana tidak seisi rongga dadaku terjungkir balik, ketika menyadari kalau sudah berbuat salah? Sudah jelas hari ini ada jadwal mengajar les bahasa Indonesia untuk Lea, kenapa aku malah lupa? Bisa-bisanya terhanyut suasana di depan kedai es krim H & D tadi? Tidak bisa dengan tegas mengatasi kerewelan Kastil. Dasar aku, begitu saja sudah kuwalahan!"Halo, Lea!" seramah mungkin aku menyapa balik, "Semua baik dan Anda?"Lea menyuguhkan senyum lebar tulus untuk kami, "Saya baik juga Ayung, terima kasih. So, how is our Indonesia Class today?"Dengan menahan gejolak penyesalan di dalam diri aku mengatakan kalau kami bisa segera memulai pelajaran. Tentu saja setelah membuatkan susu untuk Lova sekaligus memberikan ruang yang nyaman untuk Kastil bermain. Lea menguasai senyum lebar seperti tadi, mempersilakanku untuk masuk ke dalam rumah terlebih dahulu. Sungguh,

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-04

Bab terbaru

  • Berpisah Untuk Bersatu   Ya, Saya Tahu!

    "Pakai nama Mama saja, Ma?" Langit mengusulkan setelah Laut dan Bumi sibuk mencari nama untuk usaha tanaman hias yang akan kami rintis. "Payung Teduh Flowers. Cantik kan, Mama?" Sejenak, Laut dan Bumi saling memandang lalu tos dengan penuh semangat perjuangan. "Setuju berat, Mas Langit. Cantik banget namanya, Payung Teduh Flowers!" Laut memandangku dengan senyum tipis tetapi manis yang khas. Tak mau kalah, Bumi juga mengapresiasi nama yang diusulkan Langit tadi. "Cantik dan viral pasti. Karena kan unik banget namanya."Payung Teduh Flowers. Payung Teduh Flowers. Payung Teduh Flowers. Memang cantik, ya? Unik. Semoga juga bisa menjadi magnet berkahnya rezeki. "Oke, Mama juga setuju." lembut tapi tegas aku memungkas acara diskusi kami. "Kalau gitu, Mas Langit sama Mas Laut harus segera cetak banner, ya? Nanti kita buat dulu konsepnya. Mas Bumi bantu Mama memilih bunga apa saja yang akan menjadi icon PTF. Nah, habis itu kita cari grosir tanaman hias. Harus banyak survei nih Le, seka

  • Berpisah Untuk Bersatu   Emanuella Keluarga Selamanya

    Tiga hari berlalu sejak family time yang so sweet, aku sakit. Demam, batuk, pilek parah sampai tidak bisa bangun dari tempat tidur. Kata Dokter, aku terlalu lelah dan letih. Butuh beberapa hari untuk istirahat total. Dokter sempat menawarkan rawat inap di rumah sakit tetapi aku menolak, tentu saja. Bukankah istirahat di rumah jauh lebih menyenangkan? Ya, begitulah dan akhirnya Anak-anaklah yang dengan kompaknya merawat. Lova terlihat senang hati setiap mengambilkan minum atau menemani minum obat. Langit dan Laut, mendapat tugas membersihkan rumah plus mencuci pakaian. Sedangkan Bumi, mencuci piring dan menyiram tanaman setiap pagi, sebelum berangkat ke sekolah. Siapa yang memasak?Koki di rumah makan, hehehehe. Sorry, just kidding! Sebagai koordinator rumah tangga sementara, Langit memutuskan untuk membeli lauk dan sayur saja selama aku sakit. Kalau memasak sendiri, menurutnya terlalu ribet. Untuk nasi, dia yang memasak. Maka, nikmat dari Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?"G

  • Berpisah Untuk Bersatu   Roda Terus Berputar

    Aku berusaha mengikuti arahan Bu Bidan tetapi belum berhasil. Sabar, Bapak terus menyemangati dan mendoakan keselamatan kami."Nah, ayo ngeden lagi Mbak, ini kepalanya sudah kelihatan. Yuk, ngeden yang kuat. Terus, terus…!"Aku tidak terlalu ingat, bagaimana akhirnya. Hanya ketika kepala Laut sudah keluar, aku menjerit memanggil Mas Tyas. Mengejan lagi, mengikuti daya kontraksi lalu lahirlah dia, Laut Surgawi. Tidak dapat mendengar lagi kah hati Mas Tyas? Hanya Allah Yang Tahu."Sop iga, bakso rusuk, pecel lele, ikan bakar … Kita mau makan apa, Ma?" Hampir saja aku menyerempet sepeda motor karena terkejut demi mendengar pertanyaan Laut. Wah, semua ini gara-gara Mas Tyas yang tak berperasaan, jahat! "Kalian, mau makan apa?" lega tetapi sedikit geragapan aku membalikkan pertanyaan. "Mama ngikut saja, Le. Eh, tapi kayaknya enak ya, kalau makan sop iga? Sudah lama juga kan, Mama nggak masak …?"Laut mengiyakan lalu memberi tahu kalau rumah makan sop iga sapinya tinggal satu setengah kil

  • Berpisah Untuk Bersatu   Ziarah Cinta Pertama

    "Yuk, turun, anak-anak!" kataku sambil menepikan mobil di perempatan jalan kecil menuju makam Bapak. "Kita parkir di sini saja ya, takutnya Mama nggak bisa atret nanti?"Tanpa berkata-kata, anak-anak mengikuti ajakanku. Langit yang duduk si sebelahku, segera turun sambil menggendong Lova. "Bunganya sudah aku bawa turun, Ma!" lapor Bumi setengah berteriak. "Eh, Mas Laut, tolong bawa air mineralnya!'Kudengar, dengan penuh semangat Laut menyahut, "Siap, Bos!"Entah bagaimana, aku tertawa lirih. Menertawai diri sendiri, Mungkin? Why? Karena belum sempat membahagiakan Bapak semasa hidup. Bahkan, ketika Bapak meninggal dunia pun aku masih dalam keadaan susah. Bukan susah secara ekonomi, tetapi kritisnya hubungan dengan Mas Tyas. Kami sudah benar-benar tenggang, waktu itu, sudah pisah ranjang. Seperti itulah, keadaannya sampai-sampai Mamak dan Limas menghakimi. Bapak terkena serangan jantung karena stressed memikirkan aku. Padahal aku sama sekali tidak memberi tahu Bapak perihal rumah tan

  • Berpisah Untuk Bersatu   Atas Nama Empati

    Apakah ini yang disebut dengan penghalang kebahagiaan? Aku tidak tahu! Setelah menyadari apa yang telah terjadi, aku memilih untuk menyebutnya dengan challenge. Tantangan kemanusiaan. Bagaimana tidak? Kami sudah sampai di samping pintu mobil ketika tiba-tiba air ketuban Ajeng pecah. Byok …! Seperti itulah bunyinya, menciptakan panik. Anehnya, aku hanya bisa tertegun hingga beberapa detik lamanya saat cairan seperti putih telur itu membasahi punggung kaki Ajeng."Yung, aku nggak tahan lagi, Yung!" rintih Ajeng sambil merapatkan rahang. "Bayinya sudah mau lahir, Yung!""Ha, apa?" reflek, aku merespon dan tidak menyesal sedikit pun walau mungkin terkesan bodoh. "Jangan bercanda deh Jeng, sudah mau lahir gimana?"Terengah-engah, Ajeng berusaha memberikan penjelasan. "Serius, Yung. Hah, hah, haaahhh …!" Ajeng mencengkeram pintu mobil, mendobrak kesadaranku."Oke, oke!" kataku berusaha meredam panik. "Oke, tahan sebentar. Tahan sebentar ya, Jeng?" Gemetar, aku merogoh ke dalam saku gami

  • Berpisah Untuk Bersatu   Memilih Sembuh

    Sebenarnya apa salahku? Pada Mamak, Bapak dan Limas, maksudku sehingga mereka begitu membenciku. Karena menikah darurat dengan Mas Tyas? Karena gagal menjadi Sarjana? Karena akhirnya berpisah dengan Mas Tyas yang berarti kegagalan paling besar bagi mereka? Seharusnya mereka tahu tanpa disalahkan, dibenci dan dihakimi pun aku sudah remuk bubuk. Lumat oleh penyesalan dan perasaan bersalah yang begitu besar, tak tergambarkan. Jelas mereka tidak melihat itu, kan? Jelas, jelas! "Kalau aku jadi kamu ya Mbak, sesakit apa pun nggak akan pernah pisah. Ya ampun, itu kan nyakitin banget buat anak-anak, Mbak. Kasihan juga kan, status mereka jadi anak-anak broken home? Lagian, kenapa dulu kalian pacaran sampai ngawur gitu, coba? Sudah buat malu orangtua eh ujung-ujungnya pisah! Heran deh Mbak, sama kamu!" itu yang dikatakan Limas melalui saluran telepon yang super buruk saat tahu aku sudah berpisah dengan Mas Tyas. Seakan-akan dia yang bertanggung jawab atas hidupku selama ini saja! "Ya,

  • Berpisah Untuk Bersatu   Berdarah Lagi

    "Waduh, waduh yang punya rumah baru sampai cuek bebek sama keluarganya!" seloroh Mamak sambil mengulurkan tangan, menyalamiku. "Tapi kayaknya kami nggak bisa nginep, Yung. Adikmu lagi sibuk banget, banyak kerjaan. Besok malah Mamak nggak ada yang nganterin pulang."Aku merasa, otakku sudah berhenti berputar saat ini, sehingga hanya bisa diam tercenung. Oh, pasti aku terlihat sangat bodoh, sekarang. Bodoh dan lemah, tak punya harga diri. "Lah, kan, Mama bisa nganterin Mbah Mamak pulang?" pertanyaan sekaligus pernyataan Laut memulihkan separuh kekuatanku yang tadi hilang entah ke mana. Separuh lagi, berasal dari Bumi, Langit dan Lova yang tiba-tiba mengerubungi kami. Senyum tulus, sorot mata teduh mereka menyemai rasa tenteram dalam hati. "Sekalian jalan-jalan. Iya kan, Mama?"Reflek, aku mengangguk. Menyuguhkan senyum tulus. Biarlah Mamak atau siapa pun bersikap semau mereka tetapi aku tak boleh goyah. Maksudku, meskipun harus mengorbankan diri sendiri, jangan sampai balas menyakiti.

  • Berpisah Untuk Bersatu   Drama Tangisan Mas Tyas

    Mas Tyas juga datang? Wah, ini baru bencana! Sejujur-jujurnya kukatakan, tak ingin ada dia malam ini dan selanjutnya. Jangan ada Mas Tyas lagi, karena dia hanyalah selembar masa lalu. Masa lalu yang sangat menyakitkan! "Iya, Mas Bumi?"Bumi mengangguk. "Iya, Mama. Kayaknya, kalau aku nggak salah lihat, Ayah bawa buket bunga mawar putih, Ma." Ha, apa? Ck, Mas Tyas pasti sudah terjangkit skizofrenia. Tak bisa lagi membedakan antara khayalan dan kenyataan. Jelas-jelas kami sudah bukan siapa-siapa lagi, kan? "Mama mau temui Ayah?" pertanyaan polos sekaligus tulus dari Bumi mendobrak kesadaranku. "Mau apa nggak, Ma?"Terlambat. Semuanya sudah terlambat. Aku tak sempat lagi menghindar karena Mas Tyas sudah masuk ke ruang keluarga ini, bersama Ibu. Itu terlalu lancang bagiku tetapi sayang, tak bisa berbuat apa-apa lagi. Hanya bisa berdiri hampa."Selamat ya, Yung?" suara Mas Tyas terdengar gemetar. Entah karena efek dingin dari air conditioner atau karena efek lain salam dirinya. "Maaf,

  • Berpisah Untuk Bersatu   Hambar

    "Ibu …!"Walau sudah berpisah dengan Mas Tyas, aku tak pernah berubah. Sama seperti dulu waktu masih menjadi anak menantu, menyambut dengan sopan lalu bersalaman. Tidak hanya mengecup punggung tangan, aku juga mencium kedua pipinya. "Alhamdulillah, Ayunng senang Ibu bisa datang." ungkapku jujur dan apa adanya ketika Ibu merengkuh tubuh ini ke dalam pelukannya. "Ibu sehat kan, Bu?""Sehat Yung, Alhamdulillah." lembut, Ibu melepaskanku dari pelukannya. "Ibu juga senang bisa datang ke sini. Selamat ya Yung, sudah punya rumah baru? Ibu doakan semoga diberkahi Allah semuanya.""Aamiin. Makasih banyak, Bu." Ibu menyimpulkan senyum tulus. Mengedarkan pandangan ke sekeliling ruang tamu yang sejak sore tadi sudah berubah menjadi taman bunga. Hehe. Anak-anak yang memilih tema dekornya. Beberapa ikat balon warni menghiasi sudut-sudut ruangan. Ada juga yang tergantung di langit-langit berplafon putih melati. Konsepnya memang sederhana tetapi terlihat manis dan hangat. Indah."Sama-sama, Ayung."

DMCA.com Protection Status