Share

BAB 4

Author: Fayya
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Langit mulai gelap ketika Al baru kembali dari perjalanannya ke Kalimantan. Sayup-sayup terdengar lantunan ayat suci Al Qur'an dari mulut seorang pria yang usianya menginjak tujuh puluh tahun. Meski di usianya yang sudah lanjut, tapi Sultan Syah Alam masih aktif mengawasi perusahaannya yang saat ini dipegang oleh putra sulungnya.

Mendengar seseorang mengucap salam, Sultan lalu menghentikan bacaan Al Qur'an nya. Al menghampiri ayahnya yang sedang duduk di ruang tamu, dia mencium tangan ayahnya dengan penuh takzim.

Sultan kemudian bertanya pada putra sulungnya, "Sudah salat Isya, Al?"

"Sudah tadi di bandara. Al pamit ke kamar dulu ya, Pa?"

Sultan mengangguk lalu menjawab, "Kalau sudah rapi nanti kesini lagi, Papa mau bicara."

"Iya, Pa," jawab Al kemudian meninggalkan ayahnya seorang diri.

Al merasa segar setelah mandi dan mengenakan piyamanya. Dia tidak merasa lapar karena sudah makan malam di bandara. Kemudian dia menemui ayahnya kembali di ruang tamu.

"Usiamu sekarang berapa, Al?" tanya Sultan sambil menyelisik pria muda di hadapannya. Waktu rasanya cepat berlalu, dulu dia dengan susah payah melakukan program bayi tabung dengan istrinya. Kini bayi itu sudah bermetamorfosis sebagai seorang pemuda yang gagah dan cekatan.

"Tahun ini dua puluh delapan tahun," akui Al sambil menyugar rambutnya yang masih basah.

"Usiamu sudah cukup matang untuk menikah. Apa kamu sudah punya calon istri?" Sultan mengangkat satu alisnya, berharap mendapat kabar baik dari putranya.

Al memainkan jarinya seraya berkata, "Sebenarnya Al sedang dekat dengan seorang wanita, Pa, tapi belum sampai ke tahap serius. Dibilang pacaran, nggak. Dibilang teman tapi lumayan dekat lah. Al berencana ingin melamarnya, cuma belum tahu kapan waktu yang tepat."

"Kalau dia wanita baik-baik jangan terlalu lama menjalin hubungan tanpa ikatan, Al, takutnya malah jadi fitnah. Sebaiknya kamu lamar dia jika memang masih single," kata Sultan dengan tenang. Sultan tidak banyak memberikan kriteria untuk calon istri Al, dia yakin putranya tidak akan gegabah dalam memilih pasangan hidup.

*****

Hanna berguling di tempat tidurnya, menikmati weekend hanya di dalam rumah. Rayyan, adiknya pergi bersama teman-temannya, sedangkan ibunya berkutat dengan mesin jahit miliknya. Saat Hanna sedang menggulir media sosial tiba-tiba notifikasi pesan muncul. Nama Al tertera di atasnya.

[Assalamu'alaikum. Han, lagi sibuk nggak?]

Hanna lalu membalas,

[Wa'alaikumussalam. Nggak Mas Al, aku lagi senggang.]

[Han, makan di luar yuk! Aku tau tempat makan enak. Nanti aku traktir, mau nggak? Sekalian ada yang mau diomongin]

Hanna bangkit lalu bersandar pada sandaran tempat tidurnya. Dia menimang-nimang ponselnya sebelum membalas Al. Tumben Al mau ngomong saja mesti ketemuan. Biasanya cukup telepon atau chat.

[Boleh. Kita ketemu dimana?]

Akhirnya Hanna menyetujui tawaran Al. Toh, dia juga lagi senggang.

[Aku jemput di rumah kamu, Han. Tunggu aku tiga puluh menit lagi ya ....]

Al membawa Hanna ke sebuah restoran tradisional di daerah Bintaro. Dia memilih saung yang menghadap ke kolam ikan. Al memesan makanan, sedangkan Hanna sibuk melempar pakan ikan ke dalam kolam. Sejauh ini Al belum menyampaikan apa yang ingin dikatakannya meski sejak tadi Hanna bertanya-tanya di dalam hatinya.

"Mau makan apa, Han?"

"Terserah, aku nggak pilih-pilih makanan kok."

Selesai memesan, Al menatap siluet Hanna dan mengabadikannya dengan kamera ponsel.

"Ish, candid!" Hanna cemberut memergoki Al yang sedang mengambil fotonya. Dia meletakkan bungkus pakan ikan lalu kembali ke meja.

Al bertanya pada Hanna yang duduk di depannya, "Han, kamu punya pacar nggak?"

"Aku nggak pacaran," jawab Hanna singkat.

"Kalau calon suami?" tanya Al lagi.

"Belum punya," jawab Hanna sambil memainkan ponselnya. Jantungnya mulai berpacu memikirkan arah pembicaraan Al. Pasalnya selama ini Al tidak pernah menyinggung hal itu, persahabatan mereka mengalir begitu saja tanpa mempertanyakan urusan pribadi.

"Kamu mau jadi istriku, Han?" tanya Al dengan tenang tanpa melepas tatapannya dari wajah Hanna.

"Istri? Jangan bercanda deh ...." Hanna mengerucutkan bibirnya, dia takut Al hanya ingin menggodanya.

"Aku serius. Kita nikah, yuk? Kita udah cukup lama saling kenal, aku merasa cocok sama kamu," kata Al meyakinkan Hanna.

"Aku pikirin dulu ya ...." Hanna menatap Al sekilas, debar jantungnya yang semakin berisik membuat dia tak berani berlama-lama menatap Al.

"Jangan lama-lama mikirnya, nanti aku keburu ubanan," goda Al yang membuat Hanna terpingkal. Dalam benaknya Hanna membayangkan seluruh rambut Al yang memutih persis salah seorang tokoh politik di negaranya. Al memang selalu berhasil membuat Hanna melupakan rasa gugupnya.

*****

Al tak kunjung mendapat jawaban dari Hanna, tapi beberapa kali dia bertanya pada Rayyan nampaknya Hanna akan memberinya lampu hijau. Dibantu Puti-adiknya, Al hendak membuat surprise party untuk melamar Hanna. Tentu Al juga sudah mengkonfirmasi Rayyan dan ibunya.

Di meja sekretaris depan ruangan CEO, Tania meremas ponselnya setelah membaca pesan dari bosnya. Baru saja Al mengirim pesan, meminta Tania untuk mereservasi hotel bintang lima di kawasan puncak yang tak jauh dari Taman Safari. Pasalnya, yang membuat geram wanita itu adalah rencana Al untuk melamar seorang gadis yang belum lama dikenalnya. Padahal sudah lima tahun Tania memendam rasa untuk Al, tapi sayangnya dia bertepuk sebelah tangan.

Desas desus kabar Al akan bertunangan bahkan sudah menyebar di antara karyawan, tentu saja Puti pelakunya. Memangnya siapa lagi?

"Sabar ya, Tan! Kudengar Pak Al mau tunangan," kata Reva yang tiba-tiba muncul sambil mengusap bahu Tania. Reva tahu jika selama ini sahabatnya memendam rasa untuk bosnya.

Kemunculan Reva membuat Tania tak mampu lagi membendung air matanya. Dia beranjak meninggalkan Reva lalu terisak di dalam bilik toilet kantor.

Al datang tak lama setelah Tania pergi ke toilet, di depan ruangannya dia hanya mendapati Reva. Staf divisi personalia itu lalu menyapa bos nya.

"Tania belum datang?" tanya Al pada Reva.

"Lagi ke toilet, Pak," jawab Reva.

Setelah berbincang dengan Reva lalu Al masuk ke ruangannya. Dia mengeluarkan ponselnya dan mencari nomor Hanna. Tak perlu menunggu lama, Hanna menjawab panggilan Al.

"Ada apa, Mas Al?"

"Minggu besok ada acara, nggak?" Al menyalakan komputernya.

"Nggak ada, Mas. Sekolah lagi liburan semester," kata Hanna sambil menatap dirinya di depan cermin. Dia baru saja selesai mandi ketika Al meneleponnya.

"Mau temani aku ke Taman Safari? Puti minta diajak kesana," kata Al mengutarakan maksudnya. Agak aneh memang, Puti yang usianya sudah di atas dua puluh tahun minta diajak ke Taman Safari. Bukankah dia lebih suka traveling ke tempat-tempat eksotis?

Hanna meneguk salivanya, pasalnya dia belum pernah melakukan perjalanan jauh dengan seorang pria. Apalagi pria itu adalah orang yang pernah memintanya menjadi istri. Ah, dia jadi ingat belum menjawab lamaran Al. Merasa tidak enak jika menolak, akhirnya Hanna menyetujuinya.

"Iya, Mas ...."

"Oke, nanti aku kabari lagi."

Al memeriksa beberapa surel di kotak masuk email perusahaan. "Oh, satu lagi. Kita akan menginap. Kamu jangan lupa bawa pakaian ya."

Hah? Menginap? Mana pernah Hanna menginap dengan pria.

"Menginap?" Hanna tampak ragu.

"Iya, Hanna. Kumohon jangan menolak, kita cuma menginap satu malam kok. Tolong temani Puti, aku nggak mau sekamar sama dia. Puti tuh pengecut banget, Han."

Baiklah, rasanya tidak masalah jika sekamar dengan Puti. Memangnya mau sekamar dengan Al? Ah, dasar Hanna saja yang pikirannya mesum.

"Oh, baiklah."

"Alhamdulillah, terimakasih Hanna."

*****

Hanna yang sudah siap dengan tasnya hendak pamit pada ibunya. Begitu juga Al, dia berpamitan pada Bu Yana lalu mencium tangannya.

"Titip Hanna ya, Al," bisik Bu Yana pada Al.

Bu Yana yang sudah mengetahui rencana Al meloloskan putrinya pergi begitu saja. Diapun sebenarnya sudah disiapkan mobil oleh Al untuk menyusul ke hotel bersama Rayyan.

Mobil SUV berwarna putih membawa empat orang penumpang menuju tempat pariwisata di kaki gunung Pangrango. Al duduk di kursi depan bersama sopir, sedangkan Hanna duduk di baris kedua bersama Puti.

Mereka sangat menikmati perjalanan melintasi sejumlah satwa yang dilepas dengan bebas. Wortel yang mereka beli di pinggir jalan habis diberikan pada hewan-hewan yang menghampiri mobil mereka.

Puas dengan berbagai pertunjukan satwa, tujuan terakhir mereka adalah mengunjungi Istana Panda. Di lantai atas Istana Panda, Hanna menghampiri jendela besar yang menghadap pegunungan. Hanna mengagumi pemandangan hijau sejauh mata memandang. Tanpa disadarinya, Al mengambil foto bagian belakang gadis itu.

"Sini, Kak!" bisik Puti pada Al.

Puti merebut kamera yang dipegang Al, lalu memberi isyarat kakaknya untuk menghampiri Hanna, dengan begitu dia bisa mengambil foto mereka. Ketika Al berdiri disamping Hanna kemudian wanita dengan jilbab navy itu menoleh, hingga kedua mata mereka saling bertemu tatap. Tepat saat itu Puti mengambil foto mereka.

Foto yang diambil Puti sangat estetik, bahkan dia memuji dirinya sendiri karena keahliannya.

Hari mulai sore dan mereka bersiap meninggalkan Taman Safari. Mereka akan menginap di hotel bintang lima yang tak jauh dari lokasi tempat pariwisata itu.

Hanna dan Puti akan menempati satu kamar secara bersama, sedangkan Al akan menempati sebuah kamar seorang diri.

Puti pamit keluar pada Hanna setelah menunaikan salat isya. Sejujurnya Hanna merasa tidak nyaman berada di kamar yang begitu besar sendirian.

Ponsel Hanna berdering, di layarnya yang berpendar dia melihat nama Al sedang memanggilnya. Dia sangat senang akhrinya Al menghubunginya, setidaknya dia tidak merasa kesepian dengan adanya teman ngobrol.

"Mas Al, Puti kemana ya? Kok belum balik?" tanya Hanna gusar.

"Puti ...," gumam Al ragu.

"Ehm, Hanna," panggil Al mengalihkan pembicaraan, "keluarlah ke balkon!"

"Tapi di luar gelap banget, Mas. Cuma ada lampu balkon. Aku takut." Hanna menatap pekatnya malam dari jendela balkon, dia tidak mengerti kenapa hotel semewah ini belum juga menyalakan lampu taman mereka.

Al hanya terkekeh mendengar jawaban Hanna. Takut? Memangnya apa yang dia takutkan? Apa dia takut akan ada penampakan?

"Aku di bawah balkon," kata Al sambil mengulum bibirnya. Dia berhasil menghilangkan rasa takut Hanna dan membujuk wanita itu agar keluar.

Hanna membuka pintu kaca balkon yang terletak di lantai tiga hotel mewah itu, angin dingin pegunungan berembus membelai wajahnya. Dia memeluk dirinya sendiri dan merapatkan sweaternya. Hanna mendekati pagar balkon dan mendapati Al yang sedang melambaikan tangan ke arahnya.

"Kamu melihatku?" mereka masih melekatkan ponselnya di telinga agar tetap terhubung.

"Ya," jawab Hanna tersenyum. Dia bisa melihat dengan baik sosok Al yang sedang melambai dalam gelapnya malam. Pria itu sangat menawan dengan balutan kemeja warna terang yang dilapisi sweater. Sempat Hanna merasa heran kenapa sudah larut begini Al masih mengenakan kemeja rapi? Bukankah seharusnya dia sudah bersiap untuk tidur?

Al memberi isyarat dengan mengangkat ibu jarinya pada seseorang yang sedang menunggu aba-aba darinya. Tiba-tiba seberkas cahaya lampu menyala. Hanna terperanjat melihat susunan lampu itu membentuk sebuah kalimat.

WILL YOU MARRY ME?

Related chapters

  • Berdamai dengan Takdir   BAB 5

    Mendapati dirinya sedang dilamar, Hanna merasa salah tingkah, dia malu tapi hatinya sangat bahagia. Jangan tanya bagaimana kondisi jantungnya saat itu, berisik tak karuan seperti marching band di acara karnaval. Tanpa dia sadari dari kejauhan sebuah drone melayang mendekati mereka untuk merekam momen itu."Hanna, dengarkan aku baik-baik. Di belakangmu ada meja dan ada kotak berwarna marun di atasnya," kata Al yang sedang memberikan instruksi untuk Hanna. Dia berharap semoga Hanna mengerti apa yang dikatakannya agar rencana berjalan dengan lancar. Tak dapat dipungkiri jika jantung Al pun sedang berdebar tak karuan.Hanna menoleh ke arah meja dan mendapati kotak itu teronggok di atasnya."Buka kotak itu, Hanna!"Dengan sangat hati-hati Hanna membuka kotak itu seolah-olah ada bom waktu di dalamnya. Namun ternyata di luar dugaan, dia justru menemukan dua tombol berwarna merah dan biru yang sudah tersetting di dalam kotak. Hanna memberitahu Al apa yang baru saja dilihatnya, kemudian Al memb

  • Berdamai dengan Takdir   BAB 6

    Laura memasuki gedung megah Joos Tower milik suaminya. Dia menemui resepsionis hendak menanyakan keberadaan Dean. Ternyata pria itu ada di ruangannya bersama Kevin.Tepat ketika Laura ingin melangkahkan kakinya menuju lift, seorang kurir mendatangi meja resepsionis. Dia melihat kurir membawa paket undangan untuk Dean dari Indonesia. Sebuah kebetulan yang tak disangka."Biar aku yang bawa ke atas," kata Laura pada resepsionis. Dia lalu menandatangani tanda terima paket itu dan mengembalikannya pada kurir.Laura membuka paket yang berisi undangan pernikahan, matanya terpaku pada kedua nama mempelai yang terukir dengan tinta emas. Tentu hal itu menarik perhatiannya.Bukannya menaiki lift, dia justru menuju sofa yang berada di pojok ruang tunggu. Membuka setiap lembar undangan kemudian mengambil gambar undangan itu dengan ponselnya. Dia mencari tahu nama familiar yang tertera di undangan itu dengan akun media sosialnya.Laura kemudian melipat kembali undangan dan merapikannya. Dia melangka

  • Berdamai dengan Takdir   BAB 7

    Hanna sejak sebelum subuh sudah bersiap bersama beberapa penata rias. Sebagian dari mereka menyiapkan kebaya akad dan aksesoris yang akan dikenakan Hanna. Semua kru wedding organizer sibuk dengan tugas mereka masing-masing.Tepat pukul tujuh pagi semua tamu undangan dari beberapa negara beserta keluarga inti bersiap di dalam ballroom untuk menyaksikan akad nikah. Hanya tamu khusus yang berada di sana untuk menyaksikan acara sakral itu.Acara diawali dengan pembacaan ayat suci Al Qur'an serta untaian nasihat dari seorang ustaz. Tampak Al sedang duduk berhadapan dengan penghulu dan Rayyan yang akan menjadi wali nikah Hanna. Dua orang saksi duduk di sebelah kanan dan kiri meja, sebuah meja yang dirias dengan rangkaian bunga memisahkan mereka. Sedangkan Hanna menunggu di ruangan lain yang masih satu area dengan ballroom.Kevin melakukan panggilan video pada Dean sesaat sebelum akad dimulai, dia mengarahkan kamera ponselnya pada sosok Al yang sedang melaksanakan ijab kabul. Tak ada kata yan

  • Berdamai dengan Takdir   BAB 8

    Tania mengedarkan pandangannya di sekitar bandara, mencari keberadaan Vera yang akan menjemputnya. Namun sudah lewat satu jam Vera tak jua menampakkan batang hidungnya. Dia menyeret kopernya hingga ke ruang tunggu, ketika dia merogoh kantongnya untuk mengambil ponsel tiba-tiba sosok yang ditunggu akhirnya muncul juga."Lama banget sih, Kak. Udah cape, masih harus nunggu lama. Sebel!" ucap Tania dengan wajah yang ditekuk sambil bersungut-sungut. Dia mengembuskan napas berat, kekesalannya pada pernikahan Al membuat dirinya lebih sensitif. Terkadang marah pada karena masalah sepele yang dibesar-besarkan."Maaf ya, tadi ada tamu dari luar kota, kasihan kalau ditinggal." Masih dengan napas yang terengah-engah karena berlari di pintu masuk bandara Vera mengajak Tania menuju mobilnya.Di atas sofa dengan ukiran kayu Tania memandangi ruang tamu mewah milik kakaknya. Rumah tampak sepi karena kakak iparnya sedang keluar kota. Vera yang belum dikaruniai anak hanya tinggal bersama beberapa pelayan

  • Berdamai dengan Takdir   BAB 9

    Byurr!!"La-laura ... to-tolong ...." Dengan sekuat tenaga Hanna memukul-mukul tangannya di permukaan air, namun hal itu justru membuatnya semakin tenggelam. Laura bersedekap memandangi wajah panik Hanna yang mulai kewalahan karena dirinya tidak bisa berenang."LAURA!?" teriak Dean ketika mendengar kegaduhan di area kolam renang. Pria itu segera berlari ke arah kolam renang. Laura sangat terkejut dengan kedatangan Dean. Susah payah dia berusaha menahan lengan Dean agar tidak mendekat ke tepi kolam.Melihat gaun Hanna melayang di dalam air, Dean tahu siapa sosok yang baru saja tercebur ke dalam kolam. Sudah tidak ada pergerakan di dalam kolam, mungkin Hanna sudah hilang kesadarannya. Tanpa pikir panjang Dean menceburkan dirinya lalu menggapai tubuh Hanna yang nyaris tenggelam di dasar kolam.Setelah berhasil mendapatkan tubuh Hanna, dengan susah payah Dean menariknya hingga ke permukaan. Kemudian dengan segenap tenaga yang dimilikinya dia mengangkat tubuh Hanna keluar dari kolam.Dean k

  • Berdamai dengan Takdir   BAB 10

    Al mengerjapkan matanya ketika mendapati ponselnya bergetar di atas nakas, seingatnya dia tidak pernah mengganti dering ponsel dengan mode getar. Dia lalu berusaha bangkit untuk meraih ponselnya, namun sebuah tangan yang melingkar di pinggangnya menyulitkan dia bergerak.Merasa ada yang ganjil lantas Al membalikkan badannya, dia mendapati Tania tidur tanpa sehelai benang di tubuhnya. Jantung Al semakin berpacu ketika mendapati dirinya yang juga tanpa busana.Al segera bangkit dari tempat tidur lalu meraih pakaiannya yang berserakan di lantai. Ponselnya kembali bergetar dan dia segera mengangkatnya."Hanna, maaf aku ketiduran di kantor," kata Al yang dengan terpaksa berbohong pada istrinya.Tania membuka matanya ketika mendengar suara Al yang sedang menelepon seseorang. Dia bangkit lalu duduk sambil menutupi tubuhnya dengan selimut sampai batas dada.Setelah menutup ponselnya kemudian Al berbalik menatap Tania. Dia mendapati Tania masih membeku di atas tempat tidur dengan sprei yang ber

  • Berdamai dengan Takdir   BAB 11

    Di lantai dua balkon rumahnya, Hanna sedang menjemur selembar sprei miliknya. Tiba-tiba angin berembus kencang menerbangkan sprei itu hingga terjatuh ke ke bawah. Seseorang yang tidak diketahui rupanya segera memungut sprei yang tergeletak di tanah kemudian membawanya pergi. Hanna ingin berteriak tapi tak sepatah katapun keluar dari mulutnya, dia justru tergelincir lalu terjun dari lantai dua rumahnya."Aaarrrggghhh ...."BUKK!?Hanna merasakan sakit di sekujur tubuh. Selimut masih membelit sebagian kakinya, sedangkan kepala dan badannya terkapar di atas lantai. Dia meringis mendapati dirinya baru saja terjun bebas dari atas tempat tidur.Dia mengusap lengannya yang memar karena terbentur kaki nakas, ini bukan kali pertama Hanna mengalami mimpi buruk. Anehnya, mimpi itu selalu datang berulang, tentang seseorang yang membawa lari sprei miliknya. Bahkan yang lebih parahnya lagi, di dalam mimpinya seseorang mengambil sprei pengantin di hari pernikahannya.Hanna bangkit lalu duduk di pingg

  • Berdamai dengan Takdir   BAB 12

    Setelah sampai di ruangan Al, kemudian petugas keamanan melerai pertikaian Ryan dengan sepupu yang selama ini menjadi bosnya itu. Melihat Al yang babak belur lantas Tania bangkit dan membantu Al berdiri lalu mendudukannya di kursi. Tak tahan melihat pemandangan itu, Hanna yang masih terisak lalu memalingkan wajahnya kemudian bergegas meninggalkan ruangan.Baik Al ataupun Ryan tak ada satupun yang menyadari kepergian Hanna. Bahkan Ryan hampir lupa jika dia datang bersama istri dari sepupunya yang baru saja dia pukuli.Melihat Hanna pergi lantas Kevin diam-diam mengikutinya. Tak jauh di belakang Hanna, dia melajukan mobilnya dengan sangat lambat.Wanita itu jauh-jauh datang ke Kalimantan untuk menemui suaminya, tapi dia justru memergoki suaminya selingkuh bersama perempuan lain. Sungguh ironis!Awalnya Kevin ingin menghubungi Dean, tapi dia mengurungkan niatnya. Dia takut Dean akan melakukan hal gila demi membela wanita pujaan hatinya itu. Bagi Kevin tak ada gunanya mencampur adukkan uru

Latest chapter

  • Berdamai dengan Takdir   Dari Author

    Assalamu'alaikum. Hallo Readers, Terimakasih telah membaca novel "Berdamai dengan Takdir". Kisah di dalam novel ini semata-mata hanyalah fiksi belaka, mohon maaf jika ada kesamaan nama dan tempat. Namun, salah satu tokoh utama di dalam novel ini terinspirasi dari seorang sahabat pena author yang tinggal di Tampa, Florida. Meski dia seorang mualaf tapi pemahaman agamanya tidak diragukan, bahkan author yang muslim sejak lahir banyak belajar agama dari dia. Sejak tahun 2005 author lost contact dengan dia. Terakhir author melihat keberadaannya sekitar tahun 2018 di fanpage sebuah perusahaan di Tampa, tapi sayangnya author tidak berhasil mendapatkan kontaknya. Author sempat menyesal karena tidak banyak bertanya tentang perjalanan hidupnya. Padahal itu bisa author jadikan novel true story. Jadi, mohon maaf author hanya bisa menyajikan cerita fiksi hasil imajinasi author sendiri. Satu harapan author, semoga dia masih dalam keadaan sehat dan istiqomah dengan keislamannya. Salam Lit

  • Berdamai dengan Takdir   EXTRA PART "Alexander Slavik" (Cuplikan novel "Aksara")

    Suasana di pemakaman pagi itu tampak suram. Sebagian besar tamu memandang penuh rasa iba pada dua anak yang sedang berdiri bersisian. Mereka baru saja ditinggal kedua orangtuanya di usia yang masih sangat belia. Alexander Slavik, anak tertua Ivander Slavik dengan Alicia Sashenka secara otomatis menjadi kepala keluarga Slavik menggantikan posisi ayahnya. Meski usianya yang baru menginjak delapan belas tahun, Alex harus terjun langsung mengurus beberapa perusahaan peninggalan Ivander Slavik. Di bawah bimbingan Mikhailov Dmitry-asisten mendiang ayahnya, Alex akan memimpin perusahaan minyak terbesar di Rusia. Beruntung selama ini Alex banyak menghabiskan waktunya belajar bisnis bersama ayahnya di tengah kesibukannya mengikuti homeschooling. Alex bersama adik kandungnya-Ruslan Slavik yang usianya hanya terpaut dua tahun maju ke sisi pusara di mana ayah dan ibunya dimakamkan secara berdampingan. Dia kemudian meletakkan rangkaian bunga tulip di atas makam kedua orangtuanya. Begitu juga Rusl

  • Berdamai dengan Takdir   BAB 63

    Jet pribadi milik Dean mendarat di Moskow menjelang siang. Istri dan kedua anaknya sudah memakai mantel mereka mengingat saat ini Rusia sudah memasuki musim dingin.Beberapa bodyguard dengan mantel hitam yang diutus Alex tampak berbaris di samping tiga mobil SUV hitam. Mereka menunggu Dean beserta keluarganya turun dari pesawat dan mengantarnya ke mansion Slavik."Kita akan menginap di mana?" bisik Hanna pada suaminya. Mereka berjalan melewati para bodyguard yang membungkukkan badan penuh hormat."Mansion Slavik," jawab Dean sambil mengangguk pada para bodyguard milik Alex. Hanna cukup terkejut dengan jawaban suaminya, tapi dia hanya bisa menurut meski ada rasa takut yang merasuki jiwanya. Dia membayangkan Alexander Slavik adalah sosok yang dingin dan kejam.Iring-iringan mobil itu meninggalkan bandara dan melaju di jalanan kota Moskow yang ditutupi salju putih. Mobil sempat berhenti di depan gerbang besar berwarna hitam sebelum dua orang penjaga membukakan pintu untuk mereka. Setelah

  • Berdamai dengan Takdir   BAB 62

    "Berikan tanganmu!" pinta Hanna pada suaminya. Dean mengulurkan tangannya, dan Hanna memasukkan tangan kanan suaminya ke dalam lengan baju. Kemudian memasukkan lengan kiri dan merapikan bagian depannya. Dia lalu menyematkan butir-butir kancing bagian depan dan pergelangan tangannya. Hanna mengambil sebuah dasi berwarna biru metalik dari dalam salah satu laci, kemudian memasangkannya di leher Dean dengan apik. "Sampai jam berapa rapatnya?" tanya Hanna sambil membuat simpul dasi di leher suaminya. Dean tampak menawan dalam balutan jas dan kemeja berwarna biru tua senada dengan dasinya. Rambut halus di dagunya menambah kemaskulinan dalam dirinya. "Aku usahakan tidak sampai malam." Dean membingkai wajah Hanna lalu memberikan kecupan yang dalam di keningnya. Dia tahu istrinya sedang mengkhawatirkan dirinya, maka dia melakukan hal itu untuk menenangkannya. "Pastikan dua bodyguard mu selalu bersamamu. Aku tidak ingin kejadian kemarin terulang lagi." Dean terkekeh mendengar nada cemas istr

  • Berdamai dengan Takdir   BAB 61

    Samar-samar Dean bisa mendengar suara dengung di depan bangunan tempat dia dan Noura disekap. Setelah hening beberapa saat, telinga Dean kembali menangkap suara gemerincing rantai yang membelenggu pintu.Sinar matahari yang menyilaukan masuk ke dalam ruangan hingga membuat Dean menyipitkan mata. Kedua tangannya secara refleks mengangkat untuk menghalangi cahaya yang menyorot matanya.Dean bisa melihat dua sosok anak kecil memasuki satu-satunya pintu."Menjauhlah dari perempuan itu, Dad! Kami tidak suka melihatmu dekat-dekat dengan dia," kata Ethan dengan suara tegasnya. Sedangkan Elena memberengut sambil mengepalkan kedua tangannya.Melihat betapa marahnya kedua anak itu lantas Dean mengangkat kepala Noura dan meletakkannya di lantai. Dia lalu menggeser tubuhnya agar menjauh dari wanita itu.Setelah ayahnya membuat jarak dengan Noura lantas Elena membuka tasnya, mengambil sebotol air mineral dan meminumkannya pada Dean. Ethan memeriksa kondisi ayahnya dan segera mencari alat untuk mem

  • Berdamai dengan Takdir   BAB 60

    "Saya sudah menemukannya." Mark berhasil memindai lokasi terakhir mobil Dean. Dia lalu menyimpannya di ponsel dan bergegas meninggalkan apartemen."Aku akan menemanimu, Mark." Nick hendak bangkit mengikuti langkah Mark."Kau terluka, Nick. Tetaplah di sini," pinta Hanna yang merasa tidak tega melihat kondisi Nick."Tidak apa-apa, Nyonya. Berbahaya jika Mark pergi sendiri. Jika terjadi sesuatu, salah satu dari kami bisa pergi mencari bantuan." Nick berusaha meyakinkan Hanna dengan argumennya."Baik. Tetaplah berhati-hati, segera berkabar jika sudah menemukan suamiku."Hanna kemudian melepas kepergian dua pengawalnya. Apartemen mulai terasa hening kembali setelah kepergian Nick dan Mark. Sedangkan Grace membenahi segala peralatan yang baru saja dipakai untuk mengobati luka Nick."Ingin kubuatkan teh, Nyonya? Atau Anda ingin istirahat dulu?" tanya Grace sebelum meninggalkan Hanna di ruang tengah sendirian."Tolong buatkan aku teh hijau, Grace. Aku masih ingin di sini menunggu dua pengawal

  • Berdamai dengan Takdir   BAB 59

    "Alexander Slavik," desis Noura dengan mimik wajah ketakutan.Noura tentu mengenal baik pemilik wajah itu. Pria berdarah Rusia dengan iris mata berwarna hijau masih memiliki hubungan darah dengan mantan suaminya, Ruslan Sashenka alias Ruslan Slavik."Noura Al Khudr. Putri tunggal sekaligus ahli waris Rasyid Al Khudr, pendiri perusahaan Mideast Oil Company." Pria dengan setelan jas hitam itu menatap Noura dengan tatapan benci dan merendahkan."Apa lagi yang kau inginkan, Alex? Hubunganku dengan adikmu sudah berakhir. Kau juga tidak perlu melibatkan Dean. Semua ini tidak ada hubungan dengannya." Kedua netra Noura mulai berkaca-kaca sedangkan napasnya mulai menderu, hampir saja dia tidak bisa mengendalikan rasa takutnya.Alexander Slavik? Kakak kandung Ruslan Sashenka? Batin Dean menggaung, mengulang-ulang dua nama itu yang terdengar familiar."Noura Al Khudr ... aku berusaha menerima kenyataan ketika adikku memutuskan untuk memeluk Islam demi bisa menikah denganmu. Aku pun bisa menerima

  • Berdamai dengan Takdir   BAB 58

    "Apakah akan pulang malam lagi? tanya Hanna sambil memasangkan dasi di leher suaminya."Semoga tidak, tapi sampai sekarang belum ada keputusan siapa yang akan memimpin perusahaan." Dean menatap lekat wajah istrinya yang tampak fokus dengan dasi di tangannya. Wajah serius Hanna memang sangat menggemaskan hingga Dean tak bisa menahan diri untuk tidak mengecup hidung istrinya."Sabarlah ... sedikit lagi." Hanna berusaha mengelak dari tingkah usil suaminya. Dean hanya terkekeh sambil memandang istrinya."Jangan menunggu jika aku pulang malam. Kau pasti sangat lelah mengurus anak-anak. Kamu harus cukup istirahat." Dean mengalihkan pandanganya ke cermin, menatap dasi yah sudah dipakaikan Hanna."Bagaimana dengan makan malam? Sekarang ini kita lebih sering melewatkan makan malam bersama. Anak-anak sering menanyakan keberadaanmu," keluh Hanna pada suaminya.Dean mengangkat tangan kanannya lalu membelai pipi istrinya. Dia pun merasa bersalah karena terlalu sibuk dengan pekerjaan hingga melewatk

  • Berdamai dengan Takdir   BAB 57

    Setelah mengantar Ethan dan Elena pulang ke apartemen mereka, Steve kembali ke hotel tempat pesta itu diselenggarakan. Dia bersikap seolah-olah tidak pernah bertemu dua anak kembar milik Dean dan Hanna.Hal yang pertama kali dilihatnya saat memasuki ballroom adalah sosok cantik Hanna masih duduk sendirian di mejanya, sedangkan Dean masih sibuk berbincang bersama Rasyid dan putrinya. Nampaknya dua orang pengusaha yang tadi membersamai mereka sudah beranjak ke perkumpulan yang lain.Alunan musik Timur Tengah masih menghentak di dalam ruangan. Steve melirik Dean yang masih serius berbincang dengan Rasyid. Nampaknya aman jika Steve menghampiri Hanna barang sejenak. Dia lalu melangkahkan kakinya ke meja tempat Hanna berada.Steve mengambil segelas minuman dari seorang pelayan yang lewat di depannya."Selamat malam, boleh saya duduk di sini?"Mendengar seseorang menyapanya lantas Hanna menoleh. Dia melihat Steve yang berdiri di sisi meja sambil menggenggam segelas minuman."Silakan. Tapi mu

DMCA.com Protection Status