Share

8. Mantan Kekasih

Penulis: Laquisha Bay
last update Terakhir Diperbarui: 2023-01-26 18:58:49

"Jadi, apa yang membuatmu pergi kemari? Kabur dari pernikahan paksa? Dicampakkan kekasihmu?" Dastan menyorongkan cangkir panas itu ke depan Alice.

"Terima kasih," gumam Alice sambil memperhatikan asap yang menggeliat naik dari mulut cangkir kopi miliknya.

"Anggap saja seperti rumahmu sendiri."

"Kau masih suka basa-basi."

"Aku menyebutnya etika. Sopan santun pada tamu, kau tahu." Dastan mengangkat cangkirnya lalu menyeruput dengan suara kecap yang berlebihan.

"Espresso tanpa gula. Dua sendok krimer. Kau masih Dastan yang sama?" komentar Alice yang juga mengangkat cangkirnya dan mencicipi kopi itu.

Tawa Dastan meledak. Dia meletakkan cangkirnya ke tempat semula, lantas mengawasi Alice yang baru saja menjilat bibirnya dari sisa kopi. "Kita bahkan punya selera yang sama."

"Aku tidak akan lupa tentang itu."

"Aku juga," sahut Dastan menyunggingkan senyumnya.

Alice menghindari pandangan Dastan. Kepalanya menunduk menatap sendok yang lengket dari bekas krimer. Kewarasannya mulai kembali, teta
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Bercinta Dengan Sang Presdir   9. Album Foto

    "Dia pindah?""Benar dan kami sudah melakukan semuanya sesuai perintah," sahut pria dengan hidung besar itu pada Penelope."Ha. Birmingham," dengusnya sinis lalu menaikkan pandangan dan menatap penuh selidik pada pria berambut gelap di depannya."Tidak ada barang berharga di dalam tas bututnya. Hanya album foto.""Album foto?" Mata Penelope menyipit mendengarnya.Pria itu mengangguk sebelum menyerahkan tas milik Alice yang berhasil mereka curi tiga hari lalu. Penelope membukanya dengan kasar. Mengeluarkan sebuah buku lama tanpa sampul yang ditempeli dua lembar foto keluarga, Ibu Alice, ibu tirinya, ada di sana.Wanita dengan gaun pendek itu sedang menggendong Alice yang masih kecil. Di sampingnya ada seorang pria berkumis tebal yang mendongak ke arah kamera dengan sorot mata angkuh. Mengenakan suspender dan rompi yang besarnya dua kali lipat dari ukuran tubuhnya."Aku tidak membutuhkan foto bodoh ini," desis Penelope yang menyingkirkannya dengan ekspresi jijik."Dia hanya membawa satu

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-26
  • Bercinta Dengan Sang Presdir   10. Racun Serangga

    "Apa kau akan menawanku lebih lama lagi, Tuan Presdir?" sindir Alice di tengah-tengah aktivitas makan siang mereka.Bunyi denting garpu Dastan mengenai piringnya. Pandangannya lalu terangkat ke wajah Alice. "Kau harus makan lebih banyak, Sayang.""Berhentilah memanggilku begitu.""Begitu bagaimana?" Dastan menyuapkan ikan panggangnya ke mulut. Alice menggertakkan gigi dan menyingkirkan mangkuk supnya ke samping. Sengaja mengembuskan napas keras-keras. "Aku muak, Dastan. Kau sudah mengurungku tiga hari di sini.""Kau berlebihan, Sayang. Aku tidak mengurungmu. Aku memanjakanmu." Dastan mengedipkan satu matanya sebelum menusuk ikan panggangnya lagi dan menyuapkannya ke mulut."Aku tidak tertarik dengan kemewahan.""Aku tahu.""Kau tahu, tetapi kau tetap melakukannya." Alice kembali menggertakkan gigi.Dastan memindai penampilan Alice yang menurutnya fantastis siang itu. Kedua alisnya naik, lantas mengangguk sambil memamerkan seringainya. "Kau selalu cantik, Alice.""Gaun pendek lace dan

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-26
  • Bercinta Dengan Sang Presdir   11. Cinta Pertama

    Kafe Mon Chéri. 30 Westerham Ave. Penelope lalu menekan tombol kirim. Setelah memasukkan ponselnya ke dalam saku rok midinya, dia buru-buru menyetop taksi dan meminta sopir itu untuk mengantarnya ke daerah Westerham Ave. Ketegangan membuat Penelope merasa sesak dan dia pikir dia butuh teman untuk mengobrol."Ambil jalan pintas saja, please." Penelope bicara pada pria yang memakai topi belel itu tanpa melihat ke arahnya.Kendaraan roda empat tersebut kemudian berbelok ke jalan yang lebih kecil. Melalui gang-gang sepi yang sempit dan hanya dilintasi oleh segelintir orang. Sopir itu sempat melirik wajah Penelope beberapa kali lewat kaca spion tengah."Melarikan diri dari rutinitas hidup?" tanya pria itu membuka percakapan dengan logat Spanyol dan Inggris pasarnya."Aku hanya perlu udara segar, tetapi melarikan diri kedengarannya juga cocok untukku." Penelope menyunggingkan senyum tipis."Saya juga melakukannya sesekali. Setiap orang boleh melakukannya.""Hm," gumam Penelope singkat, mas

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-26
  • Bercinta Dengan Sang Presdir   12. Mata-Mata

    Alice sendiri. Lagi. Dastan sudah pergi meninggalkan kediamannya beberapa menit lalu. Memberi lebih banyak waktu luang untuk Alice memikirkan hal-hal lain.Alice merasa hidupnya berantakan. Pertemuannya dengan Dastan membuat segalanya jadi jauh lebih sulit bagi Alice sekarang. Bukti bahwa cinta dan patah hati telah menciptakan ketidakseimbangan dalam hari-harinya.Alice hanya menghabiskan siangnya di kamar sebelum rasa bosan memaksanya untuk keluar dari sana. Alice kemudian menjelajahi rumah Dastan. Mengamati perabotan mewah di sepanjang lorong dan ruang-ruang dengan pintu besar yang dikunci.Rasa penasaran lantas membuat Alice turun menyusuri tangga yang mengantarnya ke ruang bawah tanah. Ada dua pintu lain di sana. Salah satunya dilengkapi terali dengan anak kunci yang tergantung di depannya."Apa aku boleh masuk?" tanya Alice pada dirinya sendiri.Alice lalu mengintip lewat sela lubang kunci. Namun, hanya ada kegelapan yang membentang di baliknya dan rasa takut mendadak membuat pun

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-31
  • Bercinta Dengan Sang Presdir   13. (Bukan) Boneka Tuan Presdir

    "A-aku sudah bilang aku bosan. Jadi, aku tidak sengaja masuk kemari dan menemukan foto itu." Kedua tangan Alice mencengkeram pinggir meja biliar."Kadang-kadang, rasa ingin tahu yang besar bisa menuntunmu dalam masalah." Dastan berbisik di dekat bibir Alice dan membuat punggung wanita itu condong ke belakang menciptakan jarak."Aku memang magnet dari segala masalah, ingat?"Pandangan Dastan naik. Mata mereka bertemu. "Masalah dan gairah. Itu definisi dari dirimu.""Kau masih menyimpannya," gumam Alice yang mengangkat dagunya lebih tinggi."Foto itu? Aku suka senyummu di dalam sana." Dastan memainkan ujung rambut Alice dengan jari telunjuknya."Penelope tidak tersenyum."Dastan menangkap nada sedih dalam suara Alice. Jari telunjuknya melepaskan ujung rambut Alice dan mencengkeram pinggir meja biliar seperti yang dilakukan oleh Alice. Mengurung wanita itu dalam figurnya yang besar dan tinggi dan membuat Alice terlihat begitu mungil di depannya."Penelope? Adik tirimu?""Hm." Alice menga

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-01
  • Bercinta Dengan Sang Presdir   14. Piala Dalam Lemari Kaca

    "Bagaimana harimu?" Penelope memamerkan senyum lebarnya pada Dean yang baru saja pulang."Melelahkan. Aku harus pergi ke luar kota minggu depan," desah Dean yang meregangkan leher."Luar kota?" Penelope melepaskan jas milik Dean dan menyampirkannya ke punggung sofa."Birmingham.""Birmingham? Kebetulan sekali, aku juga harus pergi ke sana untuk menemui teman lama." Senyum lebar Penelope mulai menyita perhatian Dean sekarang."Kau sedang hamil, Penelope.""Dan apa masalahnya?""Kau harus istirahat di rumah.""Aku bukan piala untuk kau simpan di dalam lemari kaca, Dean. Aku perlu udara segar. Aku butuh melakukan sesuatu untuk mengalihkan kebosananku.""Pergilah ke salon, makan, atau apa pun bersama Mortimer, tetapi tidak untuk bepergian ke luar kota.""Kau tidak bisa melarangku." Penelope berpaling menuju sofa lipat dan duduk dengan wajah kaku.Dean menggulung lengan kemejanya. Matanya melirik ke arah Penelope sesekali. "Aku bisa. Aku suamimu sekarang."Penelope mengetatkan rahang. Bala

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-03
  • Bercinta Dengan Sang Presdir   15. Batu Safir

    "Duduklah dan tutup matamu," pinta Dastan lembut, mengarahkan Alice untuk duduk di kursi di depan meja rias, dengan cermin oval besar yang memantulkan figur mereka di dalamnya.Alice memandang Dastan sekilas, lantas melirik ke arah cermin. Wajah Dastan masih sama tampannya di sana. Janggutnya bersih, aroma after shave menguar dari tubuhnya setiap kali pria itu bergerak, dan menebarkan bau segar di udara.Dengan dada telanjang dan hanya celana panjang yang membalut tubuhnya, Dastan mengitari meja rias. Menuntun Alice duduk. Kembali mengawasi bayangan mereka di dalam cermin."Ada apa?" Alice menatap mata Dastan dari balik cermin."Aku punya sesuatu untukmu," bisiknya di sisi kiri wajah Alice."Kau akan menyogokku dengan hadiah lagi?"Satu alis Dastan terangkat membentuk lengkungan sempurna di dalam cermin. Senyum tipis mengembang di bibirnya. "Tutup saja matamu, Alice." Alice menuruti permintaan Dastan. Dia memejamkan mata dan hanya mengandalkan indra pendengarannya sekarang. Suara ben

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-06
  • Bercinta Dengan Sang Presdir   16. Luka Memar

    "Demi burung golden pheasant. Kau pucat sekali. Kau tidak punya warna." Mortimer ternganga melihat penampilan Penelope yang kusut, tanpa make up, dan pakaian longgar sederhana yang dia kenakan sore itu.Penelope melepas trench coat-nya. Menyampirkan jubah luar itu ke punggung kursi. Dia lalu duduk, mengedarkan pandang ke sekeliling sebelum memusatkan perhatiannya pada Mortimer, kondisi kafe yang sepi membuat suasana hati Penelope jadi lebih baik."Apa kau sakit?" Mortimer memajukan dadanya ke pinggir meja, mendekati Penelope, meraih tangan kanan Penelope untuk dia pegang."Aku baik-baik saja," kilahnya sambil menepis kasar tangan Mortimer."Ke mana selera fesyenmu pergi? Apa pernikahan sudah membuatmu kehilangan minat untuk merawat diri? Maaf, Penelope, tetapi kau mengerikan." Mortimer mengusap pergelangan tangannya.Penelope mengabaikan Mortimer. Dia melambai pada pelayan dan memesan satu cangkir kopi. Setelah pelayan itu meninggalkan mereka, Penelope menggaruk asal kepalanya dan mem

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-08

Bab terbaru

  • Bercinta Dengan Sang Presdir   28. Misi

    "Sazerac, please. Dua." Mortimer mengaitkan kacamatanya di tengah-tengah dada, sementara Penelope sudah duduk tenang di salah satu kursi bar."Terlalu awal untuk mabuk," kata Penelope ketika Mortimer duduk di sampingnya."Tidak ada yang terlalu awal untuk bersenang-senang, Darling. Aku bisa menemanimu ke salon esok pagi. Kita akan selalu punya waktu seharian, kau tahu.""Kalau begitu, jemput aku di rumah ayahku." Penelope meletakkan tas jinjingnya di atas meja."Di rumah ayahmu?" Mortimer melongo, seolah-olah Penelope baru saja mengatakan sesuatu yang salah."Ya, memangnya ada apa?" Penelope mengabaikan nada sinis dalam suara Mortimer lalu mengedarkan pandang ke sekeliling, mengamati suasana bar yang sepi sebelum mengembalikan tatapannya pada Mortimer lagi."Kau serius?""Aku tidak punya pilihan." Penelope mengangkat bahu. "Aku baru saja bebas hari ini. Aku lelah. Aku belum tahu apartemen mana yang akan sesuai untuk kutinggali. Lagi pula, aku tidak ingin repot-repot mengurusi barang-b

  • Bercinta Dengan Sang Presdir   27. Ratapan Sang Pengantin

    Penelope mengibaskan ujung rambutnya yang setengah ikal karena tidak disisir. Cat rambutnya sudah luntur dan dia butuh perawatan ekstra untuk mengembalikan penampilannya seperti semula. Sisa-sisa kecantikannya bahkan tidak memudar, meskipun Penelope berada di dalam penjara selama hampir dua bulan lamanya.Setelah melewati hari-hari pahit dan menyedihkan itu, Penelope kini bisa kembali menghirup udara bebas. Tidak lagi terkungkung atau mati membusuk seperti yang pernah dia pikir akan terjadi padanya. Dengan melalui proses persidangan yang begitu panjang, hakim akhirnya memutuskan bahwa Penelope tidak bersalah.Untuk pertama kalinya, Penelope merindukan London sebagai tempat kelahirannya. Perasaan itu terselip seperti sapu tangan yang lupa dia ambil di mesin cuci sebelum kemudian berubah jadi prioritas yang harus dinomorsatukan. Sesuatu yang dia ingat untuk selalu dibawa pergi."Aku tidak tahu aroma kebebasan bisa tercium semenyenangkan ini," katanya pada Mortimer yang sengaja berjalan

  • Bercinta Dengan Sang Presdir   26. Di Atas Kertas

    "Alice?" Dastan memanggilnya lembut dan membuat Alice seketika menoleh. "Aku mencarimu. Ternyata kau di sini."Alice meletakkan gelasnya yang sudah kosong. Dia meraih botol cider lalu mengisinya lagi ke dalam gelas. "Aku tidak bisa tidur. Mungkin pemandangan Birmingham di malam hari dapat membuatku sedikit lebih tenang.""Hanya cider? Aku akan mengambilkan wiski untuk kita." "Tidak. Aku ingin tetap berpikiran jernih. Setidaknya untuk saat ini," tolak Alice yang langsung menenggak habis minumannya.Dastan mengambil posisi paling dekat dengan Alice. Duduk tepat di sampingnya dan menyilangkan kedua tangan di atas meja. "Orion baru saja pulang. Aku pergi melihatmu di kamar, tetapi kau tidak di sana.""Aku akan baik-baik saja. Aku hanya... sedikit syok. Ada begitu banyak hal yang telah terjadi." Alice menggoyangkan gelasnya."Segalanya terjadi di luar kendali. Apa Penelope sudah menghubungimu?" Dastan memperhatikan wajah muram Alice."Untuk apa dia melakukannya? Kami hanya saudari tiri."

  • Bercinta Dengan Sang Presdir   25. Berita Duka

    Orion melemparkan jam tangan milik Benoit ke depan Dastan yang refleks mengangkat dua tangannya untuk menangkap. Siluet Alice lalu muncul di belakang Orion. Kehadiran mereka secara bersamaan mendadak membuat Dastan bertanya-tanya."Jam tangan?" Satu alis Dastan melengkung ke atas."Milik pria sinting yang hampir saja membunuh kekasihmu. Aku sudah membereskannya. Jam tangan itu kuambil sebagai kenang-kenangan." Orion mengangkat bahu sambil mencibir."Tunggu. Membunuh?""Dia dibayar oleh seseorang untuk melakukannya."Alice kemudian berjalan di antara mereka. Masih gemetar dan ketakutan, Alice menatap mata Dastan sesaat sebelum pria itu memeluknya erat hingga napasnya akan habis. Air mata yang berusaha ditahannya sejak tadi pun tumpah.Setelah puas menangis dan menyalurkan emosinya pada Dastan, Alice baru bisa bicara. Menceritakan segalanya dengan detail tanpa melewatkan satu momen pun. Tentang Benoit yang tiba-tiba datang dari arah belakang dan menodongkan belati ke punggungnya sampai

  • Bercinta Dengan Sang Presdir   24. Dalam Penjara

    "Dean sudah tiada, Penelope." Mortimer buru-buru masuk melepaskan mantel dan meletakkannya asal.Mortimer lalu duduk di samping Penelope yang masih belum beranjak dari posisinya. Dia bergelung seperti huruf C di sofa tiga dudukan di depan televisi. Hanya mendongakkan kepalanya sedikit saat Mortimer datang membawakan kabar buruk itu padanya."Aku melihat garis polisi, darah, dan kekacauan yang telah terjadi. Tempat itu berubah seperti mimpi buruk," katanya lagi.Kondisi Penelope tidak kalah kacaunya dengan kasus itu, berwajah sembab dan berantakan, dia menatap Mortimer lekat-lekat. Tidak biasanya dia lupa mengenakan maskara dan lipstik, pikir Penelope. Mortimer jelas ikut terguncang dengan kematian Dean yang bisa menyeret Penelope ke dalam penjara."Kau menyaksikan segalanya?" tanya Penelope memastikan."Aku menyelinap ke sana untuk mendapatkan informasi. Hanya tinggal menunggu waktu sampai mereka datang mencarimu." Mortimer menggeleng sedih."Tidak ada yang bisa kulakukan," bisiknya p

  • Bercinta Dengan Sang Presdir   23. Kekacauan

    Penelope mengetuk berulang kali sambil menengok ke kanan dan kiri. Dia lalu merapatkan jaket ke tubuhnya. Udara dingin membuat kedua kaki Penelope terasa membeku karena dia pergi dengan buru-buru dan lupa mengenakan mantel.Tidak lama kemudian pintu itu terbuka. Mortimer terperangah sesaat sebelum dia menyadari bahwa orang yang sedang berdiri di hadapannya adalah Penelope. "Penelope? Apa yang kau lakukan di sini?""Ka-kau harus menolongku, Mortimer. Aku tidak tahu... astaga, apa yang sudah kulakukan? Apa yang telah kuperbuat? Aku tidak sengaja... itu memang tidak sengaja. Sungguh, aku berani sumpah aku tidak bermaksud untuk membunuhnya." Penelope menangis, syok, dan dalam keadaan yang luar biasa gemetar itu merosot di depan apartemen Mortimer. "Ada apa, Penelope? Kau tampak kacau. Ayo, cepat masuk!" Mortimer menggandeng tangan Penelope, menyeretnya lebih kuat saat Penelope masih bergeming dalam ketakutannya, dan membuat Mortimer harus mendorong punggungnya ke dalam."Masuklah. Kau ha

  • Bercinta Dengan Sang Presdir   22. Basah dan Erotis

    "Bagaimana perasaanmu?" Dastan mengaitkan rambut Alice ke salah satu telinganya."Mungkin aku adalah orang yang paling bahagia saat ini." Alice mendongak menatap wajah Dastan dari balik bulu matanya."Tunggu sampai kau mengenakan gaun pengantin yang kau suka. Kau pasti akan jadi mempelai yang memesona.""Kau membayangkanku dalam gaun pengantin?" Alice terkekeh."Aku lebih suka membayangkanmu tanpa baju, tetapi bisa melihat kau muncul sebagai pengantinku di altar merupakan mimpi paling menyenangkan yang akan terjadi. Melampaui semua obsesi yang pernah kuimpikan." Jari-jari Dastan menelusuri punggung Alice lalu turun hingga ke pinggulnya."Obsesi bisa menyesatkanmu, Dastan.""Aku memang sudah tersesat sejak lama," sahutnya mendaratkan kecupan di rahang Alice."Cincin ini," kata Alice mengangkat tangan kirinya mengamati cincin. "Kau sendiri yang memilihnya?""Apa seleraku terlalu kuno?" Dastan menyeringai malu."Kuno? Hal pertama yang terlintas dalam kepalaku ketika melihat cincin ini ad

  • Bercinta Dengan Sang Presdir   21. Noda-Noda Kelam

    Alice tidak menyangka akan dilamar oleh orang yang dahulu pernah mengisi masa lalunya. Jika dia menerima cincin itu, maka Dastan bukan lagi sekadar jadi pria yang dia cintai. Namun, masa depannya juga.Keraguan tiba-tiba menghantam perasaan Alice. Dia mengamati pendar gemerlap yang akan menawarkan begitu banyak akses kemudahan hidup di depannya. Dalam hati bertanya-tanya keputusan yang tepat untuk menyikapi kegagalan dan keberhasilan kisah cintanya pada satu waktu.'Akankah pernikahan bahagia yang pernah kubayangkan bisa terwujud saat aku menerima cincin yang disodorkan Dastan padaku? Aku memang mencintainya, tetapi tidakkah penyatuan kami terlalu cepat?' renung Alice. Tanpa pikir panjang, tangan kiri Alice kemudian terulur dan Dastan menyambutnya. Dia menyematkan benda itu di jari manis Alice. "Kupegang janjimu, Tuan Presdir.""Terima kasih sudah menerimaku, Alice. Aku tidak akan mengecewakanmu." Dastan mengecup punggung tangan Alice yang dipasangi cincin lalu memeluk erat tubuh kek

  • Bercinta Dengan Sang Presdir   20. Cincin

    "Kekasih? Kau dan... kau dan Alice?" Wajah Dean berubah pucat, seolah-olah pria itu baru saja muntah dan kerongkongannya dipenuhi cairan asam lambungnya sendiri."Apa ada masalah, Tuan Walcott?" Dastan memasukkan kedua tangannya ke saku celana sambil menatap lurus ke dalam mata Dean.Sadar bahwa pertanyaan yang dilontarkannya tadi mulai memancing perhatian orang-orang, Dean lalu berdeham-deham dan menarik kerahnya. Melonggarkan ikatan dasi yang awalnya baik-baik saja kini justru terasa mengimpit jalan napasnya. "Ti-tidak ada. Maaf."Dastan mengangguk pada Dean sebelum mengalihkan tatapan pada Alice yang berdiri di samping bayang-bayang layar. Mengamati ekspresi gugup dalam wajah kekasihnya. "Tidak perlu khawatir. Aku selalu menjunjung profesionalitas. Jadi, Nona Harper," Dastan mengerling pada Alice. "Bisakah kau menampilkan presentasi di halaman pertama dan kedua untukku? Terima kasih." Rapat berjalan lancar. Persis seperti yang Dastan rencanakan. Kepuasan mengaliri pembuluh darahny

DMCA.com Protection Status