"Kamu sedang masak apa?" Suara Ryan seketika menyapa indera pendengaran Amanda, menyebabkan perempuan itu menoleh. "Eh, aku sedang masak nasi goreng untuk sarapan kita, Mas. Mas Ryan mau nasi goreng kan? Atau mau aku buatkan yang lain?" "Aku makan itu saja nanti, tidak perlu memasak yang lain," ujar Ryan dengan suaranya yang tawar. Amanda manggut-manggut paham, perempuan itu kembali menyiapkan nasi goreng untuknya dan sang suami. Tidak terlalu muluk-muluk, Amanda hanya membuat nasi goreng sederhana dengan tambahan sosis juga daun bawang, ia pun memasak dadar telur untuk tambahannya. Aroma nasi goreng menguar di area ruang makan dan dapur, menyebabkan Ryan yang tengah duduk di ruang makan itu menghirup aromanya dalam-dalam. Enak, aromanya benar-benar enak, perpaduan bumbu yang pas ditambah lagi dengan aroma telur dadar yang pas. Baru pertama kali Ryan mencium aroma nasi goreng seenak itu, selain di abang-abang tepi jalan. "Mas nasi gorengnya sudah jadi. Ayo makan!" Suara Amand
"Kamu dekat sekali dengan Joan-Joan itu?" Suara Ryan seketika menghentikan Amanda menyantap nasi gorengnya. Perempuan itu tak menimpali sejenak dan hanya menatap Ryan dan hanya mengedip-ngedipkan maniknya. Amanda cukup terkejut ketika mengetahui bahwa Ryan kepo tentang ia dan Joan. Padahal sebelumnya, Ryan tak pernah bersikap demikian."Sudah lama ya?" tanya Ryan lagi setelah pertanyaannya tak segera dijawab oleh Amanda. "Eh? I-Iya, Mas. Aku dan Joan memang sudah bersahabat lama, dia sahabatku sejak kecil. Sejak kepergian orang tuaku, aku hanya memiliki dia. Orang tuanya sudah menganggapku sebagai anak sendiri," pungkas Amanda kemudian disusul senyum mengembang di bibirnya. "Sayangnya ketika kuliah, dia harus ke Amerika dan berkuliah di sana. Orang tuanya pun pindah ke sana dan sejak saat itu aku tidak mendengar kabar tentang dia lagi," lanjut Amanda dengan wajah sendu yang tercetak jelas. Ryan diam-diam berdecak, laki-laki itu pun melengos tak suka dengan wajah Amanda yang sendu i
Ryan menghentikan mobilnya lagi di kediamannya. Langkahnya yang panjang tak segera membawanya beranjak dari mobil. Ia melihat di kejauhan, tak ada mobil Joan. Itu artinya, pria itu sudah pergi dari kediamannya. Beruntung sekali. Sudah lebih dari sejaman Ryan pergi dari rumah hanya sekadar memutari ibukota dengan tidak jelas dan tak punya tujuan. Hingga akhirnya ia berhenti di sebuah kafe, menyesap satu batang rokok juga menghabiskan seteguk kopi. Ia melakukan itu hanya untuk meredam kekesalannya. Hatinya begitu panas ketika melihat Amanda begitu dekat dengan Joan. Langkah Ryan berhenti di ambang pintu, rupanya pintu dikunci. Ia membunyikan bel kediamannya. Tetapi sialnya tidak ada sahutan dari dalam rumah itu. Ryan melirik ke arah jendela kediamannya dan diintipnya. Sepi, tidak ada pergerakan dari dalam rumah. "Ke mana Amanda?" Itulah pertanyaan besar yang terbesit di benak Ryan. Apakah Amanda tengah pergi? Dengan siapa? Apakah dengan pria bernama Joan yang merupakan sahabat karib
“Mas, please senyum! Sambut tamu-tamunya dengan ramah. Aku tahu kamu menikah denganku hanya karena perusahaan orang tua kita bersatu, dan kamu juga masih tidak mau membuka hati untukku. Tetapi setidaknya kamu coba, Mas,” ujar Amanda, sang mempelai wanita. Ryan memutar bola matanya malas, laki-laki itu terlalu jengah mendengar permintaan wanita yang sudah berstatus sebagai istrinya itu. Sudah berulang kali, Ryan mendapatkan teguran untuk senyum pada tamu undangan yang hadir di resepsi pernikahan mereka. Tetapi, Ryan tetap Ryan, laki-laki berusia 28 tahun-an itu benar-benar tak menyunggingkan senyum ramah tamahnya. “Kamu tidak perlu ngatur-ngatur, Amanda. Kamu sudah tahu kalau aku tidak suka dengan pernikahan ini, jadi please stop menyuruh aku untuk senyum di hari pernikahan yang memuakan ini dan stop menyuruh aku untuk mencoba mencintaimu. Karena aku tidak akan pernah mencintai wanita sepertimu. Dengar itu!” tegas Ryan dengan penuh penekanan pada setiap katanya. Amanda mengepalkan ta
Aamanda melihat wanita dengan dress merah itu lantas tiba di podium perikahannya dan Ryan. Senyumnya tersungging di bibir merah merona itu.“Selamat atas pernikahannya, Pak Ryan Atmajaya! Saya ikut senang karena Bapak sudah menikah dengan wanita yang Bapak cintai,” ujar wanita itu kemudian mengulurkan tangannya ke arah Ryan. Dia juga menekan kata ‘dicintai’ sambil meilirik wanita yang ada di samping Ryan itu.“Astaga! Apa yang kamu bicarakan ini, Anasthasya. Aku ini dijodohkan oleh orang tuaku jadi jangan berharap bahwa dia adalah wanita yang aku cintai,” timpal Ryan lalu terkekeh kecil. “Omong-omong terima kasih ucapannya. Kamu memang sektretaris yang baik,” lanjut Ryan, kemudian laki-laki itu membawa Anasthasya ke dalam dekapannya dengan intens.‘Kamu cantik sekali malam ini,’ bisik Ryan dengan rendah.‘Tentu, tak mungkin aku kalah cantik dari istrimu,’ timpal Anasthasya denga
Setelah acara resepsi pernikahan. Ryan dan Amanda pun segera menghuni rumah khusus untuk mereka berdua.Amanda membersihkan make-upnya dan ingin segera bersih-bersih diri. Tetapi berbeda dengan Ryan, Amanda melihat suaminya itu malah mengambil dua buah kemeja dan jas dari lemari lalu diletakan ke dalam tas, dia juga melihat Ryan mengemasi laptop dan beberapa berkas kerjanya.“Mau ke mana kamu, Mas? Ini sudah malam,” celetuk Amanda menghampiri Ryan.“Apa urusanmu dengan apa yang aku lakukan. Jangan ikut campur!” tegas Ryan dengan kesal.“Mas, aku ini sudah menjadi istrimu, jadi aku berhak tahu ke mana kamu pergi, apalagi ini sudah malam dan kita baru saja melakukan resepsi pernikahan. Tidak baik jika kamu pergi begitu saja, Mas. Apa yang akan dikatakan orang-orang nanti?” Amanda sedikit menaikan oktaf suaranya berusaha mencegah Ryan yang kan pergi.Ryan menghentikan dia berkemas, dia kemudian menatap nyalang Amand
“Sialan! Kenapa juga aku harus dijodohkan seperti ini? Menyebalkan saja, jika bukan karena perusahaan besar milik orang tua Amanda, aku tak akan sudi menikah dengan wanita dekil macam dia,” ujar Ryan mengumpat-umpat kesal di dalam mobil.Ryan tak berhenti mengumpat setelah dia pergi dari rumahnya dan Amanda. Dia benar-benar tak terima dengan perjodohan yang dia alami. Hal yang paling memuakan bagi Ryan adalah, ketika dia dijodohkan dengan wanita dekil dan tak dicintainya.Ryan menarik napasnya sejenak, dia menetralkan perasaannya setelah dia mengumpat selama beberapa saat di dalam mobil. Lalu, dia segera menghentikan mobilnya di mansion gaya Eropa miliknya. Laki-laki itu kemudian turun dari mobil dan membawa barang-barang miliknya.Ryan segera bergegas masuk ke dalam mansion, yang mana pintu mansion itu tak dikunci. Ketika dia masuk ke dalam mansion miliknya itu, suasana rumah begitu tenang, tetapi dia dapat mendengar bunyi masakan dan aroma ma
Semalaman Ryan memutuskan menginap di mansion miliknya. Paginya, laki-laki itu masih berada di ranjang berdekapan dengan sang kekasih. Ryan mengumpat di hatinya karena dia tak bisa membuat Anasthasya, wanita yang dia cintai bersanding dengannya dan malah dia bersanding dengan Amanda hanya karena harta gono-goni.Ryan membelai surai legam Anasthasya yang sontak mengusik tidur Anasthasya. Wanita itu menggeliat pelan di dalam dekapang sang kekasih, dia kemudian membuka matanya pelan.“Pagi!” sapa Ryan memberikan sambutan hangat bagi kekasihnya itu.“Pagi juga, Sayang!” Anasthasya kemudian membubuhkan kecupan singkat di bibir Ryan sebagai sambutan hangat. “Kamu tidak siap-siap bekerja? Ini sudah hampir jam 7,” ujar Anasthasya.“Aku menunggu kamu bangun dulu, Sayang. Tidak mungkin aku pergi bekerja dan meninggalkan kamu di ranjang begitu saja,” timpalnya yang sontak membuat Anasthasya terkekeh geli.
Ryan menghentikan mobilnya lagi di kediamannya. Langkahnya yang panjang tak segera membawanya beranjak dari mobil. Ia melihat di kejauhan, tak ada mobil Joan. Itu artinya, pria itu sudah pergi dari kediamannya. Beruntung sekali. Sudah lebih dari sejaman Ryan pergi dari rumah hanya sekadar memutari ibukota dengan tidak jelas dan tak punya tujuan. Hingga akhirnya ia berhenti di sebuah kafe, menyesap satu batang rokok juga menghabiskan seteguk kopi. Ia melakukan itu hanya untuk meredam kekesalannya. Hatinya begitu panas ketika melihat Amanda begitu dekat dengan Joan. Langkah Ryan berhenti di ambang pintu, rupanya pintu dikunci. Ia membunyikan bel kediamannya. Tetapi sialnya tidak ada sahutan dari dalam rumah itu. Ryan melirik ke arah jendela kediamannya dan diintipnya. Sepi, tidak ada pergerakan dari dalam rumah. "Ke mana Amanda?" Itulah pertanyaan besar yang terbesit di benak Ryan. Apakah Amanda tengah pergi? Dengan siapa? Apakah dengan pria bernama Joan yang merupakan sahabat karib
"Kamu dekat sekali dengan Joan-Joan itu?" Suara Ryan seketika menghentikan Amanda menyantap nasi gorengnya. Perempuan itu tak menimpali sejenak dan hanya menatap Ryan dan hanya mengedip-ngedipkan maniknya. Amanda cukup terkejut ketika mengetahui bahwa Ryan kepo tentang ia dan Joan. Padahal sebelumnya, Ryan tak pernah bersikap demikian."Sudah lama ya?" tanya Ryan lagi setelah pertanyaannya tak segera dijawab oleh Amanda. "Eh? I-Iya, Mas. Aku dan Joan memang sudah bersahabat lama, dia sahabatku sejak kecil. Sejak kepergian orang tuaku, aku hanya memiliki dia. Orang tuanya sudah menganggapku sebagai anak sendiri," pungkas Amanda kemudian disusul senyum mengembang di bibirnya. "Sayangnya ketika kuliah, dia harus ke Amerika dan berkuliah di sana. Orang tuanya pun pindah ke sana dan sejak saat itu aku tidak mendengar kabar tentang dia lagi," lanjut Amanda dengan wajah sendu yang tercetak jelas. Ryan diam-diam berdecak, laki-laki itu pun melengos tak suka dengan wajah Amanda yang sendu i
"Kamu sedang masak apa?" Suara Ryan seketika menyapa indera pendengaran Amanda, menyebabkan perempuan itu menoleh. "Eh, aku sedang masak nasi goreng untuk sarapan kita, Mas. Mas Ryan mau nasi goreng kan? Atau mau aku buatkan yang lain?" "Aku makan itu saja nanti, tidak perlu memasak yang lain," ujar Ryan dengan suaranya yang tawar. Amanda manggut-manggut paham, perempuan itu kembali menyiapkan nasi goreng untuknya dan sang suami. Tidak terlalu muluk-muluk, Amanda hanya membuat nasi goreng sederhana dengan tambahan sosis juga daun bawang, ia pun memasak dadar telur untuk tambahannya. Aroma nasi goreng menguar di area ruang makan dan dapur, menyebabkan Ryan yang tengah duduk di ruang makan itu menghirup aromanya dalam-dalam. Enak, aromanya benar-benar enak, perpaduan bumbu yang pas ditambah lagi dengan aroma telur dadar yang pas. Baru pertama kali Ryan mencium aroma nasi goreng seenak itu, selain di abang-abang tepi jalan. "Mas nasi gorengnya sudah jadi. Ayo makan!" Suara Amand
"Ma-Mas Ryan su-sudah bangun?" tanya Amanda gelagapan. Amanda tersentak hebat ketika melihat Ryan yang sudah membuka manik legamnya, laki-laki itu juga terlihat mematung seperti akan ke kamar mandi. Sayangnya, Amanda sendiri baru keluar dari kamar mandi, wanita itu masih berbalut handuk di atas paha dan hal tersebut membuat Ryan tersentak hebat. "Ka-Kamu?" Ryan menggantung ucapannya, iris legamnya hanya menatapi setiap jengkal tubuh Amanda yang hanya berbalut handuk kecil tersebut. "Ma-Maaf, Mas. A-Aku tadi mandi di kamar ini, karena pakaianku di sini dan aku lupa membawanya ke kamar mandi. Ja-Jadi aku akan mengambilnya lalu segera memakainya," sahut Amanda cepat dan sedikit tak enak hati juga malu, terlebih lagi setelah menjadi pasangan suami istri Amanda dan Ryan tak pernah saling memperlihatkan bagian tubuh satu sama lain tetapi kali ini secara ketidak sengajaan Ryan melihat bagian tubuh Amanda. Amanda sendiri tak menunggu balasan dari Ryan lagi, wanita itu segera melenggan
Amanda tiba di kamar setelah dia menyelesaikan tugasnya. Wanita itu melihat keberadaan Ryan yang telah berada di atas ranjang, suaminya itu terlihat sedang bermain ponsel sembari tersenyum kecil sesekali. Melihat senyum suaminya ketika melihat ponsel tiba-tiba saja membuat perasaan Amanda tersayat-sayat, karena satu hal yang Amanda ketahui bahwa suaminya itu tengah bertukar pesan dengan wanita yang dicintai. Sungguh, hal tersebut semakin miris dengan kehidupan rumah tangganya yang tak berdasar atas nama cinta. Amanda menarik napasnya dalam-dalam, menetralkan perasaannya yang berkecamuk dan berharap bahwa buliran bening yang menyentak keluar di pelupuknya itu tak jatuh. Lantas langkah demi langkah pelannya tiba di ambang ranjang dengan teguh. "Mas," panggil Amanda pelan sehingga membuat Ryan menoleh ke arahnhya. "Ada apa?" tanya Ryan dengan nada dingin nan ketus yang sontak semakin membuat perasaan Amanda terkoyak lagi dan lagi. Sejenak Amanda menarik napasnya lagi dalam mencoba m
Ryan kembali dari kamar, laki-laki itu datang ke ruang makan dengan setelan kaus casual yang melekat di tubuhnya. Laki-laki itu lantas mengambil duduk di salah satu kursi, di ruang makan. Aroma bubur kacang hijau sudah menguar begitu menggoda yang dipanaskan oleh sang istri, Amanda. Ryan menatap Amanda yang sedang menyiapkan bubur kacang hijau untuknya, dilihatnya dengan jelas istrinya itu begitu telaten dan penuh perhatian. Sungguh, laki-laki itu dibuat terkesima dengan semua sikap istrinya. "Ini, Mas. Aku sudah panaskan bubur kacang hijaunya." Amanda memberikan semangkuk bubur panas kepada Ryan. "Makasih," ucap Ryan dingin. Setelahnya, tanpa pikir panjang lagi laki-laki itu segera menyendok bubur panas yang ada di mangkuknya tersebut dan mencicipinya tanpa membiarkan dingin terlebih dahulu. "Aw!" Ryan memekik kepanasan setelah mencoba bubur tersebut. "Mas Ryan tidak apa-apa? Hati-hati, Mas. Ini buburnya masih panas, tunggu sampai hangat dulu, kalau memang Mas Ryan ingin makan
"Nak, Mama pulang dulu ya. Nanti kalau Ryan sudah pulang segera suruh makan bubur dari Mama ya," ujar wanita paruh baya itu memberikan pesan kepada sang menantu. Amanda mengangguk patuh menuruti keinginan sang mertua. "Iya, Ma. Mama tenang saja. Nanti buburnya akan Amanda berikan kepada Mas Ryan," timpal Amanda. "Baiklah kalau begitu, Mama pulang dulu ya, Nak. Baik-baik ya kamu," pungkas sang mertua seraya mengusap surai legam Amanda penuh kasih lembut. "Iya, Ma. Mama juga baik-baik dan jaga kesehatan ya," timpal Amanda kemudian mengantarkan mertuanya itu ke mobil. Setelahnya mobil sedan yang ditumpangi Nyonya Sandra itu pun melenggang keluar dari rumah mewah bergaya Eropa klasik tersebut, meninggalkan Amanda dalam kesunyian lagi. Usai memastikan mertuanya itu keluar dari pekarangannya, Amanda pun segera melenggang ke dalam rumahnya. Namun, belum dua tapak dia menginjakan kaki ke teras rumahnya, telinganya mendengar jelas deru mobil yang baru saja masuk ke pelatarannya. Aman
Hari-hari Amanda diliputi sunyi di rumah yang cukup megah bergaya Eropa klasik itu. Apalagi setelah keputusannya untuk membagi hari dengan Ryan untuk 4 hari bersamanya dan 3 hari bersama Anasthasya. Dan sudah 3 hari ini, Ryan bersama Anasthasya, tak tahu pula apa yang Ryan lakukan bersama wanita yang digadang-gadang dicintai oleh suaminya itu. "Malam ini harusnya Mas Ryan pulang, karena ini sudah tiga hari dia bersama dengan Anasthasya. Tetapi kenapa sampai sore belum ada pesan dari Mas Ryan? Apakah Mas Ryan benar-benar sudah tidak sudi untuk hidup berdua denganku?" Amanda bertanya-tanya seraya menatap ke arah ponselnya yang sama sekali tidak ada pesan masuk satu pun itu. Sungguh, dia begitu miris karena suaminya itu tak ada di sampingnya dan dia juga tak mendapatkan cinta dari sang suami. Amanda lantas meletakan kembali ponselnya ke atas meja ruang tamu, lalu dia memutuskan melenggang ke depan pintu setelah mendengar bel rumahnya itu berbunyi. Amanda membukakan pintu rumahnya
Kesepakatan Amanda sudah diterima oleh Anasthasya. Amanda sudah memutuskan, bahwa dia mau tak mau harus merelakan Ryan dengan wanita yang dicintainya, dengan wanita simpanannya, meskipun hatinya begitu berat dengan melepas dan merelakan Ryan. Tetapi hanya itulah yang dia lakukan, karena bagaimanapun juga dia merasa menikah dengan seseorang yang tidak dicintai akan membuat hati seseorang itu terluka, termasuk Ryan. "Omong-omong kamu sudah membuat kesepakatan denganku bukan jika ingin membagi Ryan denganku. Tetapi apakah kamu rela jika Ryan bersamaku? Termasuk jika Ryan memiliki anak dariku?" tanya Anasthasya beruntun. Bagaimanapun juga, Anasthasya masih tak percaya dengan apa yang dia dengar itu, dia tak percaya jika Amanda melepaskan Ryan begitu saja untuknya. "Aku rela, Anasthasya. Aku menyerahkan Ryan untukmu. Ryan mencintaimu dan kamu juga mencintainya. Aku akan menjadi orang yang jahat jika aku memisahkan kalian berdua, aku jahat jika aku kukuh merampas Rya