Angkasa memeluk Kaila.Meskipun perut Kaila masih terasa sangat sakit, tapi ia masih sadar dengan apa yang dilakukan Angkasa barusan. Pemuda itu memeluknya dalam keadaan sadar dan Kaila hanya bisa diam saja.Perutnya perlahan-lahan mulai merasa baikan, mungkin efek obatnya mulai bekerja. Ya, tentu saja karena obat itu, tidak mungkin karena pelukan Angkasa, kan? Tidak mungkinlah. Sejak kapan pelukan bisa meredakan nyeri sakit mens?Angkasa menepuk-nepuk pelan pundak Kaila dan gadis itu hanya diam saja meskipun matanya berkedip-kedip dan tidak percaya dengan apa yang sedang mereka berdua lakukan, namun harus Kaila akui kalau pelukan Angkasa begitu hangat.Pelukan Angkasa yang memang hangat atau karena Kaila sudah lama tidak dipeluk oleh seseorang? Mungkin karena hal yang kedua. Dia sudah lupa bagaimana rasanya dipeluk oleh seseorang. Mamanya saja bahkan sudah lama tidak memeluk dirinya, mungkin terakhir kali Mamanya memeluknya ketika dia kelas dua SMP.Kaila tersadar dari pikirannya dan
“Kenapa diem aja?” tanya Angkasa karena Kaila masih berdiri di sana dalam diam dan hanya menatap belanjaan Angkasa. Kaila menggeleng pelan dan segera duduk di kursi. Ia mengesampingkan pemikirannya yang sedang kacau sepertinya, karena sedari pagi tingkah laku dan perhatian Angkasa selalu membuatnya takut. Ia juga merasa sedikit tidak nyaman, tapi ia mengesampingkan itu karena takut kalau semuanya hanya perasaannya saja. “Anjir, banyak banget?” seru Kaila ketika membuka kantong putih yang bertuliskan indomaret. Sebelumnya Kaila hanya melihat satu batang cokelat dan beberapa es krim saja yang keluar dari kantong itu, tapi ketika ia membukanya, ia mendapati enam batang cokelat dan lima es krim serta lima bungkus snack kentang dan singkong. “Jangan bilang ini buat gue semua?” ujar Kaila menatap Angkasa dan menggeleng pelan. Angkasa terkekeh melihat ekspresi yang diberikan oleh Kaila. “Sayangnya gue beliin buat lo semua,” jawabnya. “Anjir Sa?! Yang bener ajalah,” sahut Kaila tidak pe
Kaila menangis. Di depannya. Untuk kedua kalinya. Angkasa tidak tahu apa yang sudah dilalui oleh Kaila selama ini sampai-sampai dia selalu ingin mendorong orang lain pergi darinya. Sampai dirinya begitu sulit percaya kepada orang lain lagi. Kenapa gadis ini begitu rapuh? Kenapa dia selalu membuat dirinya semakin khawatir? Kenapa Kaila selalu membuatnya selalu ingin melindungi dirinya? Kaila menghapus air matanya yang terus-terusan turun meskipun dia sudah menghapusnya berulang kali. “Ah, shit, gue seharusnya gak nangis,” keluhnya sembari menghapus air matanya di depan Angkasa. Kaila sedang berusaha keras untuk menghentikan air matanya, tapi sepertinya kali ini terasa sangat sulit. Menstruasi dan moodnya yang buruk tidak membantu sama sekali dan membuat air matanya malah semakin deras. Angkasa masih diam di tempatnya. Ia sebenarnya ingin berangkat dari duduknya dan merengkuh tubuh Kaila ke dalam pelukannya, tapi ia menahannya karena tahu kalau gadis itu tidak akan menyukainya. Na
Senin kembali datang dan Kaila sudah dari pagi keluar apartemennya. Kemarin dia tidak bekerja di kafe karena perutnya masih terasa sakit, namun hari ini perutnya sudah baik-baik saja meskipun kadang masih terasa nyeri sedikit, setidaknya tidak separah kemarin dan dua hari yang lalu. Kaila kira dia yang paling pagi datang, tapi sepertinya salah karena ia melihat Ghina yang juga sudah datang dan duduk di kursi yang ada di depan. Ini baru jam delapan sedangkan jadwal kelas mereka jam setengah sembilan, masih tersisa tiga puluh menit lagi dan mereka berdua sudah berada di kelas ini. Ghina menoleh karena mendengar suara langkah kaki. Kaila hanya menatapnya datar dan mengambil tempat duduk di tengah-tengah. “Gue gak tahu kalo lo temen dekat Kak Asa,” ujarnya tiba-tiba dan menatap Kaila dari jarak yang tidak terlalu dekat, tapi juga tidak terlalu jauh karena Ghina ada di pojok kanan depan sedangkan Kaila ada di tengah-tengah di posisi kiri. Kaila bersandar di kursinya dan menatap Ghina
Setelah keributan kecil yang melibatkan Kaila, Ghina, dan Bumi tadi pagi, Kaila pergi ke depan bersama Tania. Jangan tanya Kaila kenapa dia pergi ke depan rektorat bersama dengan Tania, karena gadis itu yang mengekornya. Dan alasan kenapa dia pergi ke depan rektorat adalah karena perlombaan antar Universitas sudah dimulai. Seharusnya mereka punya dua kelas hari ini, tapi karena dosen yang kedua tidak masuk jadinya mereka pulang cepat, dan ini juga baru jam setengah satu siang. Kaila masih punya waktu sebelum ke kafe. “Waduh rame bener,” ujar Tania ketika mereka berdua sudah sampai di depan rektorat. Acara ini diadakan bukan hanya di depan rektorat, namun pusatnya ada di sana. Di depan gedung rektorat ada lapangan besar dan ada juga lapangan basket beserta futsal, sebenarnya semuanya bisa dilakukan di sana tapi beberapa pertandingan seperti badminton tidak bisa dilakukan di sana karena tidak ada lapangannya. Beberapa pertandingan lainnya dilakukan di fakultas yang memiliki lapanga
“Sepi deh hari ini.” Popi bersandar di kursinya dan begitu juga dengan Kaila dan Yansa yang juga duduk di kursi. Sedari tadi hanya ada beberapa pelanggan yang datang dan sekarang hanya ada mereka bertiga, tidak ada pelanggan satu pun. “Sejak acara di kampus kalian sih ini kafe mulai sepi, soalnya pada ke kampus kalian buat liat pertandingan,” ujar Yansa dan diiringi anggukan oleh Kaila dan Popi. “Bener juga,” sahut Popi. “Gue kalo gak ada part time ini juga bakalan mejeng di kampus sih, siapa tahu ada cowok yang kepincut sama gue,” ujarnya dan menaikturunkan alisnya. “Yang kemarin gimana emang, Pop?” tanya Yansa terkekeh karena sejak Popi kerja di sini, ia sudah mengajak banyak sekitar empat pemuda yang berbeda. Popi menggelengkan kepalanya. “Gak cocok sama gue. Dia gamers, males banget gue,” balas Popi. Kaila sedari tadi hanya menyimak percakapan dua orang itu dengan air es yang ada di tangannya. Sedari tadi ia menyesap minumannya karena ia merasakan hausnya tidak hilang-hilang
Kaila bangun dari tidurnya di jam sembilan pagi. Dia mengumpulkan nyawanya terlebih dahulu dengan berbaring di kasurnya dan menatap langit-langit kamarnya sembari tangannya meraih ponselnya yang ada di sisi kanan. Ia membukanya dan mendapati satu buah pesan dari Angkasa. From: apartmate Gue gak pulang lagi malam ini, jangan lupa kunci balkon Dia tidak membalasnya lagi karena pesan itu adalah pesan semalam dan dia sudah tertidur saat itu. Kaila berangkat dari tidurnya dan segera memulai harinya dengan membersihkan kamarnya serta mengganti spreinya. Dia melakukan pekerjaan rumah, dan membersihkan seisi apartemen. Mumpung dirinya sedang semangat nih. Dia menghabiskan pagi sabtunya dengan membersihkan apartemennya. --- Tak banyak yang Kaila lakukan setelah membersihkan apartemennya. Ia hanya menonton televisi dan memesan banyak makanan karena ia hanya ingin menikmati hari liburnya. Dia berleha-leha di depan televisi sampai malam dan sampai Angkasa pulang dengan wajah yang pucat d
Kaila terbangun ketika mendengar suara Angkasa yang masih merintih. Dia memeluk dirinya sendiri dan tampak kedinginan dengan mata yang masih terpejam. Sedari tadi Kaila tidur di kamar Angkasa, tapi tidak di ranjangnya melainkan ia hanya duduk di samping ranjangnya dan merebahkan kepalanya di samping Angkasa karena tangan Angkasa masih menggenggam tangan Kaila semalam, namun kali ini sudah terlepas. “Kenapa, Sa?” tanyanya dan langsung mengecek keadaan Angkasa. Kaila menempelkan tangannya di dahi Angkasa dan panasnya sudah sedikit turun karena minum obat juga mungkin karena kompresan. Namun Angkasa berkeringat sedikit banyak. “Ennghhh.” Angkasa hanya merintih seperti orang demam kebanyakan. Ada orang yang ketika demam tidak mengeluarkan suara seperti ini, tapi ada juga yang seperti Angkasa, dan Kaila juga termasuk seperti Angkasa jadi kurang lebih dia tahu bagaimana rasanya. Kaila mengusap wajahnya karena tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Ia benar-benar tidak pernah merawat or
"Mama tau gak kalo mereka berdua tinggal dalam satu apartemen yang sama?" Mama Angkasa mengerutkan dahinya mendengar pertanyaan yang baru saja diajukan oleh Henni. "Siapa?" tanya Mamanya Angkasa. "Siapa yang tinggal dalam satu apartemen yang sama?" ulangnya lagi. "Angkasa sama Kaila, Ma," jawab Henni melirik dua orang yang ada di samping Mama. "Mereka memang tinggal dalam satu gedung apartemen, memangnya kenapa?" Henni menghela napas terlihat sangat kesal. "Bukan gitu Ma maksudnya," balasnya. "Mereka tinggl di unit yang sama. Satu ruangan." Penjelasan dari Henni tadi berhasil membuat Mamanya Angkasa melirik dua orang yang ada di sampingnya, ia bisa melihat kalau Angkasa dan juga Kaila terlihat sangat gugup dengan ucapan Henni barusan. Menunjukkan kalau yang Henni katakan memang benar. Mereka tinggal dalam satu apartemen yang sama. "Oh, itu saja?" tanya Mamanya Angkasa yang membuat ketiga orang itu mengangkat alisnya. "Kalo itu aja, yaudah, silakan pergi."Bukan hanya Henni yan
Angkasa berjalan menghampiri Kaila yang duduk sendirian di ujung sana."Hei, kenapa sendirian?" tanyanya menyentuh pundak Kaila.Kaila tampak terkejut. Ia menggeleng dengan cepat. "Gak papa kok, pengen sendirian aja," balasnya sekenanya.Angkasa mengangguk dan duduk di samping Kaila. "Masih gugup?" tanyanya.Kaila mengangguk. "Banget, malah makin gugup," sahutnya. "Aku gak kebiasa banget dikelilingi orang banyak kayak gini, mana baik-baik semua lagi."Angkasa bingung harus merasa senang atau menyesal.Ia senang karena keluarganya menyambut Kaila dengan hangat dan baik, tapi ia juga sedikit menyesal karena secara tidak langsung dia memaksa Kaila keluar dari zona nyamannya.Ia tahu Kaila harus mulai belajar perlahan-lahan, tapi ia masih merasa tidak enak."Maaf ya," ujar Angkasa kemudian. Ia memutuskan untuk meminta maaf.Kaila mengerutkan dahinya tidak mengerti. "Kenapa malah minta maaf?" tanya Kaila bingung."Kamu pasti terpaksa ke sini ya," ujarnya. "Aku maksa kamu banget buat ikut k
Sedari tadi jantung Kaila berdetak dengan sangat cepat, terlebih lagi ketika dia sudah melihat tempat yang mereka tuju.Gedungnya berada tepat di depan, dan Kaila merasakan jantungnya semakin menggila. Rasanya ia ingin pergi saat ini juga. Dia masih belum bisa menghadapi orang-orang, terlebih lagi itu adalah keluarganya Angkasa. Seakan mengerti dengan apa yang dikhawatirkan oleh Kaila, Angkasa menggenggam tangan pacarnya dan mengelusnya pelan. "It's okay, ada aku, Kai," ujarnya menenangkan Kaila. Angkasa tahu kalau Kaila pasti sangat tegang dan gugup saat ini. Ia bisa melihatnya dengan sangat jelas. "Keluarga aku pada baik kok, kamu gak usah khawatir."Kaila masih tidak bisa tenang meskipun sudah mendengar kalimat dari Angkasa. Kaila berpikir, kalau keluarganya tahu mereka berpacaran, artinya mereka tidak lagi backstreet dong? Atau backstreetnya sama anak-anak kampus saja?Ah, Kaila pusing. Dia ingin pergi.Ia ingin lari saat ini juga. "Ayo," ajak Angkasa. Telat. Kaila tidak a
"Lho, kok udah pulang?" tanya Kaila ketika masuk ke dalam apartemennya dan mendapati Angkasa yang sedang duduk di sofa sembari menonton Upin & Ipin. "Iya nih, agak cepet, soalnya besok juga bakalan ke sana lagi," balasnya dan menyuruh Kaila untuk duduk di sampingnya. "Lah, kalo mau ke sana lagi ngapain pulang deh?" tanya Kaila bingung seraya mendudukkan dirinya di sofa samping Angkasa. Angkasa tidak menjawab beberapa saat. Dia mengambil tangan Kaila dan menggenggamnya, membuat Kaila mendadak bingung dengan tindakan pacarnya barusan. Pasalnya dia memegang tangan Kaila dan menarik napas panjang. "Apa?" tanya Kaila. "Kamu mau ngomong apa?" tanyanya lembut. Kaila bisa merasakan kalau Angkasa sedang ingin mengatakan sesuatu tapi terlihat ragu. "Besok kan sepupu aku nikah," ujarnya. Kaila mengangguk. "Iya, terus?" "Kamu mau ikut gak?" tanyanya. "Kondangan bareng aku, Mama juga mau ketemu kamu." Angkasa tidak bohong mengenai Mamanya yang ingin bertemu dengan Kaila. Tadi Angkasa bert
"Aromanya enak banget nih brownies." Angkasa menghampiri Kaila yang berdiri di depan oven, menunggu browniesnya matang. "Iya kan, enak kan baunya," sahut Kaila penuh semangat karena ia sedari tadi memang sudah pengen makan tapi belum matang. "Tapi gak usah diliatin terus-terusan gini dong, nanti jadinya makin lama," ujar Angkasa. "Mending nonton aja deh selagi nunggu." Angkasa menarik Kaila menjauh dari sana, dan dengan berat hati Kaila menurut meskipun pandangannya masih pada ovennya yang sedang menyala dan tersisa lima belas menit lagi sebelum matang merata. "Nonton apa emang?" tanyanya setelah duduk di sofa. "Eh, tapi gimana kalo kita nonton drakor aja?" usul Kaila. "Drakor apaan?" tanya Angkasa menoleh. Remot di tangannya sudah siap untuk mencari drama yang akan Kaila sebut. "King Two Hearts, mau gak? Aku pengen rewatch," ujar Kaila. "Semalem tiba-tiba keinget sama drakor lama itu. Jadi kangen." Sepanjang Kaila berbicara, sepanjang itulah Angkasa tersenyum. Ia benar-benar
Angkasa kembali ke apartemennya di jam sepuluh malam dan belum mendapati Kaila di sana. Ia mengeluarkan ponselnya dan memutuskan untuk menelepon Kaila, mungkin saja gadis itu ingin ia menjemputnya, tapi baru saja ia hendak menelepon Kaila, suara langkah kaki Kaila terdengar. Angkasa memilih untuk bersembunyi dan berniat untuk mengejutkan Kaila. Dia bersembunyi di dekat pintu toilet luar dan melihat Kaila yang sedang melepas sepatunya. "Lho, belum pulang ya?" ujarnya pada diri sendiri ketika melihat apartemen mereka masih gelap, tanpa tahu kalau Angkasa sedang bersembunyi dan siap untuk mengagetkannya. Angkasa berjalan perlahan, mendekat pada Kaila yang sedang membelakanginya. Dengan kecepatan yang tidak begitu cepat, Angkasa memeluk Kaila dari belakang. Kaila menjerit kaget dan tangannya memukul sembarangan, tepat ke kepala Angkasa dan membuat pemuda itu mundur kesakitan. "Kai, ini gue," ujarnya dengan tangan yang memegang kepalanya yang baru saja kena pukul oleh pacarnya sendir
Angkasa kembali ke apartemennya setelah berurusan dengan Altar dan Popi yang mengajukan banyak pertanyaan. Ia melihat Kaila yang sedang memainkan ponsel di kamarnya. Matanya masih sayu karena mengantuk tapi dia berusaha untuk membuka matanya, dan sesekali ponsel itu hampir terjatuh mengenai wajahnya. "Tidur lagi aja kalo masih ngantuk," ujar Angkasa memasuki kamar Kaila. Kaila tertawa kecil. "Lo dari mana?" tanyanya. "Beli bubur ayam nih," sahutnya dan menunjuk dua wadah bubur ayam yang ada di atas meja. "Sana cuci muka, abis itu kita makan."Kaila mengangguk dan mengangkat tangannya, meminta bantuan pada Angkasa untuk menariknya berdiri. Angkasa terkekeh dan menarik tangan Kaila hingga gadis itu langsung berdiri di depannya. Kaila mencium pipi Angkasa singkat dan pergi ke toilet setelahnya. Senyum mengembang di wajah Angkasa. "Dasar."Dia kembali ke dapur dan membuka bubur ayam untuk mereka berdua. Tidak lama kemudian, Kaila keluar dari toilet dan menghampiri Angkasa."Lo abis
"Lho, Kak Kai juga tinggal di sekitaran sini sih." Angkasa mulai merasa gugup karena percakapan dua orang di depannya saat ini, terlebih lagi ketika Popi menanyakan apartemen Angkasa di mana. "Apartemen Kak Asa yang mana emang?" tanyanya. Angkasa tidak menjawab, tapi Altar menjawab mewakili dirinya. Ah, ia menjadi menyesal keluar dari apartemennya. "Itu," jawab Altar dan menunjuk gedung apartemen yang disewa oleh Angkasa. Popi membulatkan matanya. "Kak Kai juga nyewa apart di gedung itu lho," balas Popi yang tidak percaya kalau keduanya berada di gedung yang sama. "Ah, pantes kalian berdua deket ya, ternyata satu gedung apartemen," ujar Altar mengangguk dan menyenggol tubuh Angkasa. Angkasa terkekeh pelan. "Tapi jarang ketemu sih kami, itu juga gue baru tahu dua bulan yang lalu kalo ternyata dia tinggal di sini." "Oh, padahal Kak Kai udah cukup lama di sini katanya, sekitar hampir enam bulan sih kayaknya, apa lima bulan ya, lupa gue," balas Popi menatap gedung apartemen
Kaila baru saja duduk dan hendak beristirahat ketika mendengar Popi yang memanggilnya. "Kak," panggilnya. "Kak Kai." "Ya?" sahut Kaila sedikit berteriak karena ia masih berada di belakang sedangkan Popi ada di depan sana. "Sini dong, mumpung kafe sepi nih," suruhnya. "Ada Kak Asa sama Kak Altar juga ini," lanjutnya dengan suara yang sedikit nyaring. "Ah iya," balas Kaila dan berdiri dari duduknya. Dia melepas sarung tangannya yang masih terpasang di tangan dan berjalan ke depan dengan mulut yang menguap. "Ngantuk Bu?" tanya Yansa terkekeh. Kaila mengangguk. "Iya, ngantuk banget dah," jawabnya dan duduk di dekat Yansa padahal Angkasa ada di meja yang berada tidak jauh darinya. "Kok duduk sini?" tanya Yansa. "Duduk sana deket Angkasa, Altar dan Popi," suruhnya. "Kok gak boleh gue duduk di sini sih?" tanya Kaila. "Ya ampun," balas Yansa. "Ya udah duduk sini aja, temenin gue." Belum juga satu menit Yansa ngomong begitu, tapi Popi sudah menyeret Kaila untuk duduk di samping Angka