Ganes masih terlihat mondar-mandir di depan ruang kerja sang direktur utama. Sembari sedikit berusaha untuk mengintip para karyawan sanitasi yang tengah melakukan sidak, ia berdecak-decak.Bukan tanpa sebab. Ia telah mengetuk pintu ruang kerja Rajendra, tetapi tak digubris sama sekali. Meski ia telah berhasil mengeluarkan sabun batang yang mungkin dengan sengaja dimasukkan dalam saluran pembuangan, tetap saja ia merasa was-was.Ganes kembali melirik ke dalam ruangan. Ia memejam saat menyadari apa yang dikatakan oleh Faruk memang benar adanya. Debar dalam dadanya berdentam-dentam tak keruan. Entah untuk yang ke berapa kalinya ia sudah mengumpat tak keruan."Sialan si Jendra. Mau main-main rupanya!"Tak berselang lama, para karyawan sanitasi dan higiene itu telah keluar. Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut mereka. Bersamaan dengan itu, Faruk langsung menghela napas panjang."Kali ini kamu beruntung!"Setelah berkata demikian, Faruk langsung melangkah, mendekati para petinggi
Sekali lagi, kalimat bijak yang keluar dari mulut Rajendra berhasil membuat Ganes terkesima. Bukan hanya itu saja, kegelisahan yang tadinya hinggap pun lesap tak bersisa. Dianggukkannya kepala sebab membenarkan apa yang dikatakan oleh Rajendra.Sepeninggal sang direktur utama, Ganes segera beranjak dari tempatnya mengendap-endap dan mencuri dengar. Ia telah tiba di toilet tempatnya harus stand by. Lantas, mulai menerka-nerka apa yang akan dilakukan oleh Gracia nantinya."Kira-kira itu cewek mau apa lagi? Ngebongkar kekurangan Pak Jendra yang mana maksudnya?"Tanpa diduga, Rajendra telah berdiri di hadapan Ganes yang terlongong-longong di tempat. Ia berdeham. Sayang, Ganes hanya mengangguk sembari mempersilakan untuk masuk ke pintu kamar mandi sesuai gender yang ia ketahui dari suara.Melihat itu, Jendra bersedekap. Ia kembali berdeham. Namun, perlakuan sama kembali terulang.Rajendra telah menatap Ganes dengan pandangan nyalang saat tiba-tiba muncul sebuah ide brilian. Selain untuk me
Ganes frustrasi. Ia benar-benar tak habis pikir dengan apa yang telah dilakukan oleh sang direktur utama. Telah ia bayar semua kekurangan dari total keseluruhan belanjaan.Dengan cepat, dilajukannya Blacky menuju ke rumah sakit di ujung jalan. Wajahnya terlihat bersungut-sungut meski dari kejauhan. Kedua tangannya menenteng dua kantong belanjaan pesanan sang direktur utama.Telah ia lewati banyak lorong rumah sakit hingga tiba di lantai tiga. Diketuknya pintu ruang kerja Rajendra. Usai dipersilakan, Ganes segera masuk dengan wajah yang muram durja.Alih-alih bertanya, Jendra hanya menyeringai. Ia telah mengalihkan pandangan dari layar komputer jinjing ke arah Ganes Gantari."Letakkan saja di sana, Nes."Setelah berkata demikian, Jendra kembali melanjutkan pekerjaannya. Mengabaikan Ganes yang tampak mengernyit heran usai meletakkan belanjaan."Pak, uangnya kurang, Pak."Ganes telah mendekati meja kerja sang direktur utama, lantas mengangsurkan nota belanjaan agar tak dinilai berbohong
Usai mendapatkan uangnya, Ganes mulai memikirkan banyak cara untuk membalas perlakuan sang direktur utama. Bukan Ganes namanya jika ia tak bisa menciptakan neraka dalam neraka yang diciptakan oleh Rajendra."Tumben, Pak Jendra nyuruh orang baru. Apalagi sampai enggak dapet duit ganti. By the way, karena kamu anak baru yang jagain toilet di lantai tiga, kukasih tau satu hal. Jangan sampai bikin Pak Jendra marah, ya. Dia paling enggak suka warna merah. Kalau bisa, jangan kenakan aksesori atau barang apa pun yang berwarna merah. Biar dia enggak sensi."Ganes mengernyit heran. Ia menggeleng tanda tak paham. "Maksudnya, Bu?"Pegawai finance yang telah mengangsurkan sejumlah uang itu langsung berdecak sambil melipat tangan di meja."Coba diingat-ingat, deh. Selama ini, apa pernah liat barang Pak Jendra warna merah di ruangannya?"Pertanyaan sekaligus pernyataan itu membuat Ganes mengernyit untuk mengingat. Diliriknya bagian kiri atas seolah-olah melihat lampu yang bersinar terang."Iya, ya.
Jam baru menunjuk ke angka delapan saat Ganes terlihat begitu muram. Tawa yang sering diulas tak lagi pernah terlihat. Terlebih setelah mendapat surat cinta dari pihak rumah sakit tempatnya bekerja.Padahal, niatnya untuk membuat neraka bagi Jendra. Alih-alih senang, ia pun merasakan panas dari neraka yang ia ciptakan. Apalagi, setelah ia mendengar sendiri kondisi Pak Jendra yang tengah dirawat di salah satu rumah sakit ternama.Ganes menghela napas panjang. Ia benar-benar tak habis pikir dengan apa yang dilakukan. Sesekali, ia melirik pada ruangan di mana Jendra seharusnya berada. Sayang, tak ia temukan apa pun di sana.Faruk baru saja tiba di samping Ganes yang tampak tak bersemangat. Ditepuknya bahu sebentar, lalu bersedekap."Sekarang kenapa? Bukankah sejak awal sudah kukatakan untuk tak membuat masalah saat bekerja di sini. Kenapa malah suka banget cari gara-gara? Kamu mau nunjukin apa ke si Jendra? Bukannya kamu masih butuh kerjaan?"Dicerca Faruk sedemikian rupa tak membuat Gan
Ganes tengah mengupas buah pir dengan pelan. Sesekali matanya menatap awas pada pasien rumah sakit yang mulai berulah dan semena-mena. Yang ia lihat, tak ada kesakitan yang bisa diterjemahkan dari gestur tubuh sang direktur utama.Setelah seluruh buah dikupas, diberikannya buah potong itu pada Rajendra. Sembari memperhatikan, Ganes terus memicing demi bisa menjaga jarak.Sayang, Rajendra menolak. Didorongnya lagi sepiring buah yang telah dikupas oleh musuhnya dalam mempertaruhkan kehormatan."Aku enggak mau polosan. Ambil mayonaise dan keju di lemari pendingin, lalu buatkan aku salad yang paling segar."Bak dicucuk hidungnya, Ganes bangkit dan menuju ke sudut ruang. Sebenarnya, meski ia berada dalam kamar rawat inap, Ganes sama sekaki tak merasakan hawa rumah sakit barang sebentar.Ruang rawat inap yang besarnya empat kali lipat dari kamar kosnya itu memang mengagumkan. Terlebih pembagian ruang yang menurutnya begitu apik dan menakjubkan.Untuk pertama kalinya saat menyadari betapa be
Ganes baru saja terjaga saat air yang dicipratkan Rajendra mengenai wajah. Ia mengerjap-ngerjap, lantas langsung bangkit setelah sadar bahwa ia telah terlelap. Tergeragap, Ganes pun menunduk sambil meminta maaf."Kenapa minta maaf?" tanya Rajendra. Ia sendiri tak merasa bahwa Ganes telah melakukan kesalahan."Karena aku baru sadar, bahwa Anda merupakan orang yang bijak. Andaikata Anda tak menegur mereka tadi, bisa saja mereka masih merendahkanku di tempat lain."Kali itu, Rajendra yang juga diterpa kebingungan pun segera duduk pada tepian brankar. Direbahkannya badan sembari menyilang kaki kanan, menumpu pada paha kirinya di ranjang."Kamu ini mimpi apa? Bisa-bisanya ngomong gitu di depanku. Lumayan lama lo, molormu. Coba intip jam."Terang saja, Ganes langsung melirik pada jam di pergelangan tangan. Benar saja. Jarum jam sudah menunjuk hampir ke angka tujuh. Padahal, ia tiba di sana sebelum jam menunjuk ke angka enam."Mati aku!"Rajendra menyeringai. Ia benar-benar menikmati ekspres
Jam sudah menunjuk ke angka enam saat Ganes terbangun dari tidurnya yang tak lelap. Ia telah bersiap untuk membersihkan badan. Entah mengapa, ia merasa begitu lelah. Terlebih, setelah melewati drama di tengah malam yang tak berkesudahan.Setelah itu, ia langsung berangkat menuju rumah sakit salah satu panca indra manusia di tengah kota. Ia benar-benar terlihat tak bersemangat seperti biasa.Sambil terus melangkah menuju ke lantai tiga setelah mengisi absensi dengan fitur sidik jari, ia memikirkan mengenai sosok yang ditangkapnya lewat tengah malam tadi. Apalagi, pernyataan yang berhasil membuatnya terlongong-longong di tempat."Maling? Maling mana yang mau mengembalikan hasil curiannya? Jangan hanya melihat dari apa yang dilakukan, Mbak. Tapi lihat hasil akhirnya. Aku dan teman-temanku ini ngebantu kalian buat terbebas dari gambaran pencuri yang sering mondar-mandir. Kalo enggak gitu, motor-motor tetanggamu itu enggak akan pernah bakal balik. Lain kali, ingetin semua orang untuk tetap
Ganes menghela napas panjang. Ia benar-benar tak habis pikir dengan pemikiran sang kawan. Terlebih, niat yang dikukuhkan demi bisa menyainginya.Padahal, Ganes tak pernah melupakan Diana. Ia bahkan selalu berterimakasih atas segala hal, meski tak pernah diterima. Namun kini, alih-alih mendukung ia akan mendapat tusukan dari kawan sendiri.Ganes telah menyelesaikan tiga permintaan antar dari aplikasi ojek online yang menaunginya. Ia memilih menepi sebentar di pinggir jalan. Bukan untuk sarapan, melainkan untuk membuka pikiran.Sudah barang pasti ada hal yang tak memuaskan bagi Diana hingga harus berniat hendak menusuknya dari belakang. Walaupun Ganes tak tahu pasti apa itu, tapi ia memaksa untuk mengingat banyak hal.Nyatanya, ia merasa memang tak pernah punya salah. Begitu pun Diana. Tak ada tanda-tanda sikap Diana yang berubah. Terlebih, setelah ia diberikan peran untuk debut pertama.Mau tak mau, Ganes mencoba menghubungi sang kawan. Telah ia kirimkan pesan singkat pada Diana hanya
"Apa yang membuatmu begitu ikut campur atas masalah keluargaku, Nes? Masalahmu sendiri saja, kamu tak mampu menyelesaikannya! Lantas, kenapa ikut campur masalah orang?"Pertanyaan Diana terus terngiang dalam kepalanya. Sudah berhari-hari ia tak lagi bertemu dengan Diana. Jangankan bertemu dan kembali bersenda gurau, untuk saling menyapa dalam pesan singkat pun keduanya terlihat enggan.Ganes dengan kekecewaannya yang mendalam sedangkan Diana dengan kekesalannya sebab dituduh sedemikian rupa. Sudah tujuh hari pula ia bekerja lebih dari delapan jam tiap harinya demi menebus jam tayangnya saat pertunjukan.Bak didatangi Dewi Fortuna. Hal itu lantas membuat Ganes terlihat lebih sibuk dari biasanya. Dengan begitu, ia tak harus segera pulang ke rumah. Usai bekerja, ia akan melanjutkan pekerjaan utamanya sejak beberapa tahun silam, yakni menjadi sopir ojek online.Selama bekerja pun, tak ada satu patah kata yang bisa ia ungkap selain menjawab sapaan para aktris muda. Penampilannya dalam debu
"Saya tak pernah kenal dengan orang tua saya, Bu. Jangankan nama, darah yang mengalir saja tak akan mampu lagi mengenali mereka."Pernyataan yang masih terngiang-ngiang dalam kepala Ganes itu benar-benar membuatnya memikirkan banyak hal. Meski ia sendiri yang mengatakan demikian, tetapi saat mengingat ucapan Rosmana, ia mulai resah nan bimbang.Jam sudah menunjuk ke angka sepuluh setelah ia ngebit beberapa jam sepulang dari kediaman Nyonya Saras. Tujuh permintaan antar pun telah ia selesaikan dalam waktu dua jam. Lantas, segera ditujunya bangunan dua lantai yang menjadi tempatnya berpulang setelah sadar hari kian malam.Ganes telah merebahkan badan di kasur lantainya. Spon busa densiti tinggi itu berhasil meredam sakit punggung dan pinggangnya seketika. Ia mendesah panjang, lantas kembali terpikirkan mengenai jawaban Nyonya Saras.Bukan tanpa sebab. Tepat usai ia membersihkan badan, kala ia sibuk menenggak teh rempah buatan Nyonya Saras, ada yang membuatnya begitu resah. Melihat sang
Tujuh hari pertunjukan Ganes telah usai. Namun, hutang pekerjaan Ganes belum juga terbayar. Sejak awal, Rajendra memang telah menyiapkan segalanya. Mengenai neraka yang berkemungkinan akan membuat Ganes jera.Meski ada tanda tangan di atas kertas mengenai pertunjukan yang masih berada di jam kerja telah dihitung kerja, tetapi nyatanya ada catatan terakhir yang membuat Ganes rugi besar."Sialan emang si Jendra. Aku baru tau kalo pas tanda tangan mesti baca semua poin yang tertuang. Yang kutahu kan, cuma perjanjian bahwa pertunjukanku termasuk jam kerja."Gerutuan Ganes tak juga berhenti meski jam sudah menunjuk ke angka lima. Meski ia tak lagi berlatih di aula seperti yang sudah-sudah, tetapi tetap saja ia sudah bekerja lebih dari delapan jam."Sialnya, itu poin malah tercetak lebih kecil dan ditebalkan. Bodohnya, aku enggak baca. Halah. Emang otak si Jendra aja yang liciknya enggak kira-kira."Sekali lagi, Ganes tengah moping sembari terus mengomel tanpa jeda. Padahal, tak ada lagi se
Ganes baru saja usai memerankan pertunjukan di hari keduanya usai debut pertama kemarin sore. Dibukanya senyum lebar saat melihat Faruk yang datang sembari membawa buket uang.Bukan tanpa sebab. Sebagai permintaan maafnya tempo hari, Ganes memilih mengirimkan Faruk tiket pertunjukan.Kebetulan, Faruk pun tengah mengambil cuti sebab kondisi kesehatan yang tak memungkinkan. Itu sebabnya, ia bisa hadir memenuhi undangan dari sang kawan."Aku enggak nyangka, Nes, kamu sehebat ini. Sumpah, Ganes yang dulu ingusan, nangisan, gembengan, suka cari gara-gara, bisa semenakjubkan ini. Enggak salah emang kalo aku jadi kawanmu sejak dini. Membanggakan sekali!"Ganes tersipu mendengar pujian Faruk yang tiada habisnya. Ia telah menerima buket uang bernilai ratusan ribu dengan senyum mengembang. "Jangan muji terlalu tinggi, Ruk. Aku masih sebutir nasi di tengah kuah soto yang lagi dipanasi. Ngeri kalo sampek ledeh sendiri."Faruk terbahak-bahak. Ia telah menepuk bangku kosong di sebelahnya demi mengu
Ganes mulai membuka ponsel saat merebah di kamar. Beberapa headline berita ternama, menyorot namanya yang mulai banyak dikenal. Beberapa kali, senyumnya terkembang. Namun, tepat saat ia hendak berbangga dengan pencapaian diri, ia teringat akan kesalahannya sendiri.Ganes berusaha menarik napas dalam-dalam. Dibukanya salah satu pesan dalam aplikasi dalam jaringan. Dibukanya nama profil dengan gambar sang kawan sejak masih di panti asuhan.Ia ingat betul, beberapa hari sebelum debut pementasannya tiba, ia salah paham dengan apa yang terjadi pada Diana. Ganes masih berutang maaf, meski persahabatan mereka lebih dari sekadar terima kasih dan maaf."Kamu ngapain Diana, Ruk?" tanya Ganes kala itu.Ia yang telah naik pitam sebab melihat kondisi Diana yang awut-awutan, langsung melabrak sang kawan yang dikenal bak playboy kelas teri sejak masih sekolah."Ngapain Diana gimana? Aku kenal Diana aja enggak. Cuma sekedar ngomong berdua dan tanya-tanya. Titip salam juga. Enggak ngapa-ngapain, kok,"
Ganes tercekat. Kerongkongannya kering kerontang. Entah kenapa, pernyataan Tari berhasil membuatnya mematung di tempat.Butuh waktu lebih dari semenit untuk Tari pergi dari sisi lain tempat Ganes mengerjap-ngerjap. Lantas, di detik berikutnya, Ganes telah menatap gamang seluruh gemerlap malam.Dadanya terasa sesak. Begitu juga dengan geliginya yang terus menggemeletuk tak keruan.Hampir saja kaca-kaca di kedua matanya pecah saat Diana dan Emak tiba di hadapan. Cepat, Ganes menatap angkasa malam. Langit gulita yang dipenuhi kerlap-kerlip bintang usai badai menerjang."Bagus kan langitnya? Padahal, tadi ujan badai. Angin kenceng juga. Tapi yang di dalem enggak denger apa pun karena saking terpukaunya orang-orang sama peran yang kamu mainkan."Ganes masih mengerjap-ngerjap. Ia mengangguk meski kepalanya terus mendongak.Melihat tingkah absurd sang kawan, Diana makin kebingungan. Ditatapnya sang emak yang sudah ikut mendongak, lantas ia turut serta menatap langit malam yang kelam. "Ada ap
"Selamat, Ganes! Itu tadi bener-bener luar biasa! Sumpah, aku Sampek merinding pas ada yang nyambukin! Kesel sama si Geral. Sumpah! Udahlah jahat, mau sok jadi orang yang ngadopsi Jean, malah enggak taunya Jean yang udah belajar berdiri diperlakukan kayak binatang lagi hanya demi duit. Setan, emang!"Ganes tertawa saat mendengar apresiasi dari sang kawan. Ia hanya mengangguk, lantas kembali berterimakasih atas kehadiran mereka."Makasih banget, sudah mau jadi bagian dari pertunjukan ini. Makasih, Bu Ros, Emak, Mama sama Mami."Mama, sebutan untuk pengurus panti yang ia kirimi tiket pertunjukan VIP pun hanya bisa mengangkat kedua jempolnya setinggi dada. "Akhirnya, apa yang pernah kamu cita-citakan, apa yang pernah kamu kagum-kagumkan, benar-benar tercapai. Selamat, Ganes."Mendengar itu, kaca-kaca pada kedua mata Ganes pun tercipta. Ia teringat akan sosok Bunda, orang yang terus mendukungnya sejak lama. "Hanya ini yang bisa kubanggakan."Mami menunjukkan gambar yang diambil melalui po
Terang saja, seluruh penonton menganga tak percaya. Di detik berikutnya, mereka semua bertepuk tangan kian meriah, seolah-olah menyambut baik usaha Ganes yang terus memerankan perannya dengan baik.Butuh lebih dari tiga jam untuk sandiwara teater itu berjalan dengan sempurna. Meski di pertengahan drama, seluruh lampu penerangan padam begitu saja. Namun, para aktor dan aktris itu tetap bersandiwara dengan baik.Walaupun begitu, penerangan dibantu dengan beberapa cahaya lampu sorot tangan. Nyatanya, diesel yang dimiliki pun tak mampu mengangkat konsumsi listrik gedung sebab kurangnya pemeliharaan.Beruntungnya, suasana remang-remang yang tercipta tanpa direncanakan itu berhasil memberi nuansa baru pada drama yang dibintangi oleh sang aktris di debut perdananya. Tepuk tangan kian riuh, bergemuruh saat Ganes dan kawan-kawan tampil di depan panggung, memberi salam terakhir saat Jean berhasil berjalan dengan kedua kaki.Debut Ganes sukses besar. Seluruh orang bertepuk tangan, bersiul, bahka