Ganes mengerjap-ngerjap saat terdengar alarm dari ponselnya yang tengah diisi daya. Baru sekali itu, tidurnya begitu lelap nan nyenyak. Baru kali itu pula ia merasa sangat bersyukur sebab bisa merebah dengan nyaman.Usai membersihkan diri, segera ia pergi menjemput rezeki. Bukan hanya pada rumah sakit ternama di tengah kota, tetapi juga dengan menjadi sopir ojek online barang sebentar.Benar saja. Ia telah mendapatkan permintaan antar dari salah seorang pelanggan. Hanya butuh waktu lebih sedikit dari setengah jam baginya untuk menyelesaikan pesanan, menjemput customer dan mengantarkannya ke tujuan dengan selamat.Ganes melirik jam. Sudah tiba waktunya untuk kembali bekerja. Meski seluruh persendian tubuhnya terasa kaku dan nyeri, tetapi hidup masih terus berlanjut.Blacky telah memasuki kawasan rumah sakit lima belas menit sebelum jam kerjanya dimulai. Sebuah prestasi besar setelah dua Minggu bekerja dengan berbagai drama yang tak pernah diduga.Dengan langkah yang tegap, Ganes yang w
Gema tepukan dari tangan yang dimakan usia, terus terdengar riuh kala jam baru menunjuk ke angka setengah enam. Sedang di tempat lain, ada sepasang mata yang baru saja tiba, tengah terpesona hingga terlongong-longong ketika melihat pertunjukan yang disajikan di atas panggung utama.Ganes menelan ludah. Ia bangkit dari posisinya yang merangkak, lalu meminta maaf secara langsung pada Nyonya Saras."Sebelumnya, maafkan aku, Bu. Aku tau ini terlalu lama. Tapi, mungkin inilah caraku untuk memahami peran yang--"Nyonya Saras menggeleng dengan pelan. Ia telah bersedekap, lalu berdecak seiring dengan gelengan kepalanya ke kiri-kanan."Jangan meminta maaf atas mimikmu yang luar biasa. Aku yakin bukan hanya aku, tapi semua orang yang melihat debutmu akan tercengang dengan ekspresi wajah yang mengerikan itu."Ganes merasa tersanjung sejenak. Ia mengulum senyum sebentar, sebelum akhirnya mengatupkan bibirnya rapat."Tapi, perkataanku tem—"Dengan cepat, Nyonya Saras meraih pundak Ganes pelan. Ia
Ganes telah duduk di hadapan Rajendra dengan kepala yang menunduk dalam-dalam. Ia mati kutu, tak lagi bisa menghindar dari cercaan yang dilontarkan oleh sang direktur utama.Sekali-kali, ia akan melirik pada Nyonya Saras demi meminta bantuan. Sayangnya, sang mentor pun tak bisa berbuat banyak.Ganes menelan ludah susah payah. Ia mengatupkan bibir dengan resah. Pasalnya, bukan hanya tentang karir yang hampir saja ia daki, tetapi juga karena neraka yang kemungkinan akan diciptakan oleh Rajendra sekali lagi."Ini konspirasi besar, Ganes. Kamu menipuku, sekali lagi. Dan ini bukan yang pertama kali. Ada kesempatan dan bantuan dari supervisor yang mungkin bukan hanya sekali. Sekarang, katakan padaku. Hukuman apa yang harus kuberikan padamu atas kesalahan besar ini?"Ditanyai demikian, Ganes pun merasakan angin segar menerpa wajahnya yang kusut tak keruan. Bagaimana tidak. Sudah hampir setengah jam ketiganya duduk berhadapan, tetapi tak ada aksara yang diungkap. Hanya ada energi negatif yang
Ganes pulang dengan lunglai. Padahal, jam baru menunjuk ke angka delapan. Beruntungnya, ia telah menghidupkan tombol untuk menerima permintaan antar dari aplikasi ojek online yang ia geluti selama beberapa tahun silam.Hanya butuh waktu beberapa menit, ia sudah berada dalam pesanan seseorang. Lantas, diselesaikan sesegera mungkin sebab mood-nya sedang hilang. Bahkan, tips besar yang diberi pun tak mampu membuatnya terhibur barang sebentar.Ganes kembali mengambil pesanan, lalu diselesaikan dengan cepat meski tanpa senyuman. Ia merasa dunianya runtuh begitu saja. Padahal, sudah Jendra jelaskan banyak hal mengenai apa pun yang berkaitan dengan taruhan dan juga pekerjaan yang dipaksa untuk dilepas.Ganes mulai muak. Hampir saja ia kembali mendapat pesanan saat tombol penerimaan digeser ke kiri untuk dinonaktifkan. Ia telah lelah. Jiwa raganya terasa begitu lesu untuk sekadar berburu rupiah.Ganes memilih pulang. Bukan hanya butuh merebah, ia juga butuh udara segar. Bayangan akan kemenang
Ganes baru tiba di kawasan sekitar rumah sakit setelah menerima permintaan pesanan dari aplikasi ojek online yang ia geluti selama beberapa tahun belakangan. Wajahnya yang suram, benar-benar mencerminkan kesedihan yang mendalam.Benar saja. Bahkan semalam suntuk, ia tak bisa terlelap dengan nyenyak. Terlebih, setelah melihat bayangan Rajendra yang tengah duduk di kamar usai menghabiskan banyak waktu untuk membersihkan diri, terus terngiang di depan mata.Ganes berdiri dengan gusar. Banyak kalimat yang telah ia hapalkan, ambyar kala berada di tempat sesuai janjinya semalam. Padahal, ia sudah menghapal segala kemungkinan jawaban atas pertanyaan Faruk yang akan mencecar nantinya.Dari kejauhan, ia sudah melihat motor Faruk yang bergengsi dengan nada suara yang tinggi. Ganes menoleh ke arah lain seakan-akan ia tak ingin bertemu dengan sang atasan.Sayang, Faruk telah melihat Ganes terlebih dulu. Ia telah berhenti, memarkir motornya tepat di samping Blacky. Dibukanya helm full face, lalu m
Ganes membeliak. Ia menggeleng dengan pelan, lantas mencoba menjauh dari Faruk sejenak. Diedarkannya pandang ke segala penjuru arah, lantas berhenti tepat pada kaca jendela bangunan yang terlihat dari luar rumah sakit mata.Betapa terkejutnya Ganes saat melihat postur tubuh Rajendra yang berdiri dengan tatapan setajam elang dari kejauhan. Ganes menelan ludah. Diraihnya tangan Faruk, lalu membalik badan. "Dia melihat kita, Ruk. Di sana. Di jendela ruang kerjanya."Tentu saja, pernyataan Ganes membuat Faruk langsung menoleh. Beruntung, tarikan Ganes pada tangannya menghentikan niatnya untuk mendongak ke atas."Jangan lihat, please. Dia terlihat marah, Ruk."Mendengar itu, Faruk mengernyit. Ia menatap Ganes yang tampak ketakutan dan salah tingkah. Diangkatnya dagu Ganes untuk melihat, sedalam mana ketakutan yang tak pernah ia lihat sebelumnya.Bersamaan dengan itu, Faruk juga menerima panggilan dari Rajendra. Ditatapnya sang kawan sembari mengangguk pelan."Ada apa, Pak?"Sebelum Jendra
Ganes telah melepas kemeja yang dipinjami oleh sang direktur utama. Jam kerja pun telah ia lalui selama delapan jam sejak Rajendra menghubunginya.Entah mengapa, kecamuk dalam benaknya tak kunjung mereda. Mulai dari banyak kejadian saat pertemuan pertamanya dengan Rajendra, hingga pada ucapan Faruk yang mengungkap betapa bodohnya ia.Ganes berdecak kesal. Diliriknya jam tangan yang melingkar. Padahal, hari sudah senja, tapi Rajendra belum juga keluar dari ruang kerjanya.Mau tak mau, Ganes harus kembali masuk ke ruangan sang direktur utama demi mengutarakan niatnya sebelum mengembalikan kemeja. Meski kikuk, tetapi ia tak lagi punya pilihan."Pak, kemejanya akan saya cuci dulu ba--""Tak perlu."Jawaban Rajendra yang kelewat dingin nyatanya berhasil membuat Ganes menelan ludah. Ia bahkan belum membayangkan ekspresi Rajendra yang sedemikian rupa."Tak perlu dicuci?" tanya Ganes hati-hati. Jawaban yang ambigu membuatnya harus kembali memastikan apa yang diinginkan sang direktur.Rajendra
Ganes terus berdalih. Dalam perjalanan menuju sanggar seni, juga ketika pulang dari pekerjaannya yang kedua kali. Kepalanya dipenuhi banyak tanya dan sumpah serapah.Demi apa pun yang pernah ia miliki selama ini, Ganes tak pernah sekali pun merasakan yang namanya jatuh hati. Oleh sebab itu, ia benar-benar tak tahu apa lagi yang harus dikatakan pada sang kawan kala pertanyaan penuh jebakan ia terima dengan berat hati.Ganes mendesah panjang. Hari itu adalah hari terberat sepanjang sejarahnya. Tentu setelah perundungan usai menyabet juara pertama dan mengalahkan aktris bermodal besar.Untuk pertama kalinya, Ganes terus terngiang oleh sesuatu yang bukan mengenai uang. Tiap detik kala ia bertemu dan bersetatap dengan Rajendra, semua pertanyaan Faruk terus bercokol dalam kepalanya tanpa mau diempas.Keberuntungan bak berpihak pada Ganes saat jam kerja keduanya tiba. Karena seringnya melamun, aksinya saat adegan di perempuan serigala yang dipisahkan dari kawanannya pun berhasil dikuasai den
Ganes menghela napas panjang. Ia benar-benar tak habis pikir dengan pemikiran sang kawan. Terlebih, niat yang dikukuhkan demi bisa menyainginya.Padahal, Ganes tak pernah melupakan Diana. Ia bahkan selalu berterimakasih atas segala hal, meski tak pernah diterima. Namun kini, alih-alih mendukung ia akan mendapat tusukan dari kawan sendiri.Ganes telah menyelesaikan tiga permintaan antar dari aplikasi ojek online yang menaunginya. Ia memilih menepi sebentar di pinggir jalan. Bukan untuk sarapan, melainkan untuk membuka pikiran.Sudah barang pasti ada hal yang tak memuaskan bagi Diana hingga harus berniat hendak menusuknya dari belakang. Walaupun Ganes tak tahu pasti apa itu, tapi ia memaksa untuk mengingat banyak hal.Nyatanya, ia merasa memang tak pernah punya salah. Begitu pun Diana. Tak ada tanda-tanda sikap Diana yang berubah. Terlebih, setelah ia diberikan peran untuk debut pertama.Mau tak mau, Ganes mencoba menghubungi sang kawan. Telah ia kirimkan pesan singkat pada Diana hanya
"Apa yang membuatmu begitu ikut campur atas masalah keluargaku, Nes? Masalahmu sendiri saja, kamu tak mampu menyelesaikannya! Lantas, kenapa ikut campur masalah orang?"Pertanyaan Diana terus terngiang dalam kepalanya. Sudah berhari-hari ia tak lagi bertemu dengan Diana. Jangankan bertemu dan kembali bersenda gurau, untuk saling menyapa dalam pesan singkat pun keduanya terlihat enggan.Ganes dengan kekecewaannya yang mendalam sedangkan Diana dengan kekesalannya sebab dituduh sedemikian rupa. Sudah tujuh hari pula ia bekerja lebih dari delapan jam tiap harinya demi menebus jam tayangnya saat pertunjukan.Bak didatangi Dewi Fortuna. Hal itu lantas membuat Ganes terlihat lebih sibuk dari biasanya. Dengan begitu, ia tak harus segera pulang ke rumah. Usai bekerja, ia akan melanjutkan pekerjaan utamanya sejak beberapa tahun silam, yakni menjadi sopir ojek online.Selama bekerja pun, tak ada satu patah kata yang bisa ia ungkap selain menjawab sapaan para aktris muda. Penampilannya dalam debu
"Saya tak pernah kenal dengan orang tua saya, Bu. Jangankan nama, darah yang mengalir saja tak akan mampu lagi mengenali mereka."Pernyataan yang masih terngiang-ngiang dalam kepala Ganes itu benar-benar membuatnya memikirkan banyak hal. Meski ia sendiri yang mengatakan demikian, tetapi saat mengingat ucapan Rosmana, ia mulai resah nan bimbang.Jam sudah menunjuk ke angka sepuluh setelah ia ngebit beberapa jam sepulang dari kediaman Nyonya Saras. Tujuh permintaan antar pun telah ia selesaikan dalam waktu dua jam. Lantas, segera ditujunya bangunan dua lantai yang menjadi tempatnya berpulang setelah sadar hari kian malam.Ganes telah merebahkan badan di kasur lantainya. Spon busa densiti tinggi itu berhasil meredam sakit punggung dan pinggangnya seketika. Ia mendesah panjang, lantas kembali terpikirkan mengenai jawaban Nyonya Saras.Bukan tanpa sebab. Tepat usai ia membersihkan badan, kala ia sibuk menenggak teh rempah buatan Nyonya Saras, ada yang membuatnya begitu resah. Melihat sang
Tujuh hari pertunjukan Ganes telah usai. Namun, hutang pekerjaan Ganes belum juga terbayar. Sejak awal, Rajendra memang telah menyiapkan segalanya. Mengenai neraka yang berkemungkinan akan membuat Ganes jera.Meski ada tanda tangan di atas kertas mengenai pertunjukan yang masih berada di jam kerja telah dihitung kerja, tetapi nyatanya ada catatan terakhir yang membuat Ganes rugi besar."Sialan emang si Jendra. Aku baru tau kalo pas tanda tangan mesti baca semua poin yang tertuang. Yang kutahu kan, cuma perjanjian bahwa pertunjukanku termasuk jam kerja."Gerutuan Ganes tak juga berhenti meski jam sudah menunjuk ke angka lima. Meski ia tak lagi berlatih di aula seperti yang sudah-sudah, tetapi tetap saja ia sudah bekerja lebih dari delapan jam."Sialnya, itu poin malah tercetak lebih kecil dan ditebalkan. Bodohnya, aku enggak baca. Halah. Emang otak si Jendra aja yang liciknya enggak kira-kira."Sekali lagi, Ganes tengah moping sembari terus mengomel tanpa jeda. Padahal, tak ada lagi se
Ganes baru saja usai memerankan pertunjukan di hari keduanya usai debut pertama kemarin sore. Dibukanya senyum lebar saat melihat Faruk yang datang sembari membawa buket uang.Bukan tanpa sebab. Sebagai permintaan maafnya tempo hari, Ganes memilih mengirimkan Faruk tiket pertunjukan.Kebetulan, Faruk pun tengah mengambil cuti sebab kondisi kesehatan yang tak memungkinkan. Itu sebabnya, ia bisa hadir memenuhi undangan dari sang kawan."Aku enggak nyangka, Nes, kamu sehebat ini. Sumpah, Ganes yang dulu ingusan, nangisan, gembengan, suka cari gara-gara, bisa semenakjubkan ini. Enggak salah emang kalo aku jadi kawanmu sejak dini. Membanggakan sekali!"Ganes tersipu mendengar pujian Faruk yang tiada habisnya. Ia telah menerima buket uang bernilai ratusan ribu dengan senyum mengembang. "Jangan muji terlalu tinggi, Ruk. Aku masih sebutir nasi di tengah kuah soto yang lagi dipanasi. Ngeri kalo sampek ledeh sendiri."Faruk terbahak-bahak. Ia telah menepuk bangku kosong di sebelahnya demi mengu
Ganes mulai membuka ponsel saat merebah di kamar. Beberapa headline berita ternama, menyorot namanya yang mulai banyak dikenal. Beberapa kali, senyumnya terkembang. Namun, tepat saat ia hendak berbangga dengan pencapaian diri, ia teringat akan kesalahannya sendiri.Ganes berusaha menarik napas dalam-dalam. Dibukanya salah satu pesan dalam aplikasi dalam jaringan. Dibukanya nama profil dengan gambar sang kawan sejak masih di panti asuhan.Ia ingat betul, beberapa hari sebelum debut pementasannya tiba, ia salah paham dengan apa yang terjadi pada Diana. Ganes masih berutang maaf, meski persahabatan mereka lebih dari sekadar terima kasih dan maaf."Kamu ngapain Diana, Ruk?" tanya Ganes kala itu.Ia yang telah naik pitam sebab melihat kondisi Diana yang awut-awutan, langsung melabrak sang kawan yang dikenal bak playboy kelas teri sejak masih sekolah."Ngapain Diana gimana? Aku kenal Diana aja enggak. Cuma sekedar ngomong berdua dan tanya-tanya. Titip salam juga. Enggak ngapa-ngapain, kok,"
Ganes tercekat. Kerongkongannya kering kerontang. Entah kenapa, pernyataan Tari berhasil membuatnya mematung di tempat.Butuh waktu lebih dari semenit untuk Tari pergi dari sisi lain tempat Ganes mengerjap-ngerjap. Lantas, di detik berikutnya, Ganes telah menatap gamang seluruh gemerlap malam.Dadanya terasa sesak. Begitu juga dengan geliginya yang terus menggemeletuk tak keruan.Hampir saja kaca-kaca di kedua matanya pecah saat Diana dan Emak tiba di hadapan. Cepat, Ganes menatap angkasa malam. Langit gulita yang dipenuhi kerlap-kerlip bintang usai badai menerjang."Bagus kan langitnya? Padahal, tadi ujan badai. Angin kenceng juga. Tapi yang di dalem enggak denger apa pun karena saking terpukaunya orang-orang sama peran yang kamu mainkan."Ganes masih mengerjap-ngerjap. Ia mengangguk meski kepalanya terus mendongak.Melihat tingkah absurd sang kawan, Diana makin kebingungan. Ditatapnya sang emak yang sudah ikut mendongak, lantas ia turut serta menatap langit malam yang kelam. "Ada ap
"Selamat, Ganes! Itu tadi bener-bener luar biasa! Sumpah, aku Sampek merinding pas ada yang nyambukin! Kesel sama si Geral. Sumpah! Udahlah jahat, mau sok jadi orang yang ngadopsi Jean, malah enggak taunya Jean yang udah belajar berdiri diperlakukan kayak binatang lagi hanya demi duit. Setan, emang!"Ganes tertawa saat mendengar apresiasi dari sang kawan. Ia hanya mengangguk, lantas kembali berterimakasih atas kehadiran mereka."Makasih banget, sudah mau jadi bagian dari pertunjukan ini. Makasih, Bu Ros, Emak, Mama sama Mami."Mama, sebutan untuk pengurus panti yang ia kirimi tiket pertunjukan VIP pun hanya bisa mengangkat kedua jempolnya setinggi dada. "Akhirnya, apa yang pernah kamu cita-citakan, apa yang pernah kamu kagum-kagumkan, benar-benar tercapai. Selamat, Ganes."Mendengar itu, kaca-kaca pada kedua mata Ganes pun tercipta. Ia teringat akan sosok Bunda, orang yang terus mendukungnya sejak lama. "Hanya ini yang bisa kubanggakan."Mami menunjukkan gambar yang diambil melalui po
Terang saja, seluruh penonton menganga tak percaya. Di detik berikutnya, mereka semua bertepuk tangan kian meriah, seolah-olah menyambut baik usaha Ganes yang terus memerankan perannya dengan baik.Butuh lebih dari tiga jam untuk sandiwara teater itu berjalan dengan sempurna. Meski di pertengahan drama, seluruh lampu penerangan padam begitu saja. Namun, para aktor dan aktris itu tetap bersandiwara dengan baik.Walaupun begitu, penerangan dibantu dengan beberapa cahaya lampu sorot tangan. Nyatanya, diesel yang dimiliki pun tak mampu mengangkat konsumsi listrik gedung sebab kurangnya pemeliharaan.Beruntungnya, suasana remang-remang yang tercipta tanpa direncanakan itu berhasil memberi nuansa baru pada drama yang dibintangi oleh sang aktris di debut perdananya. Tepuk tangan kian riuh, bergemuruh saat Ganes dan kawan-kawan tampil di depan panggung, memberi salam terakhir saat Jean berhasil berjalan dengan kedua kaki.Debut Ganes sukses besar. Seluruh orang bertepuk tangan, bersiul, bahka