Melviano dan Kaila kini sedang menyusuri jalanan kota Yogyakarta. Mata Kaila selalu menatap ke arah jendela mobil untuk melihat aktifitas warga Yogyakarta.
“Pak, kok warung lesehan tidak ada, ya?” tanya Kaila kepada sopir yang mengantarkan mereka ke mana saja.
“Kalau jam segini memang tidak ada. Itu adanya malam hari, Bu. Di Malioboro banyak yang lesehan kalau malam.”
“Yah, adanya malam, ya?”
“Iya, Bu. Banyak banget kalau malam, ada mendoan, nasi kucing, pokoknya banyak lah, Bu.”
“Yaudah nanti malam aja deh.”
“Terus ini mau ke mana, Bu?”
“Pergi ke Malioboro aja, aku mau belanja-belanja.”
“Oke, Bu.”
Melviano yang mendengarkan hanya mengerutkan keningnya bingung. Setahu Melviano orang belanja-belanja kalau udah mau pulang, kenapa ini saat baru sampai?
“Kai, kamu mau belanja?”
“Iya.&rdq
Akhirnya pesanan nasi tiwul Melviano dan Kaila datang, Ibu penjual pun langsung menyajikan nasi tiwul depan Kaila juga Melviano.Mata Melviano melotot tak percaya, ia pikir bentuknya mirip seperti makanan cepat saji yang Kaila doyan itu, ternyata sangat berbeda sekali.“Ini nasi ti-ti apaan ya?”“Tiwul sayang.”“Aku kira mirip kfc gitu.”“Hahaha, bukan lah. Meski aku tak paham tapi pasti beda. Ya udah kita cobain aja.”“Ini sakit perut nggak, ya?”“Semoga sih enggak, Mel. Perut kamu ini harus terbiasa memakan makanan Indonesia dong.”“Iya, sayang. Ini aku biasakan.”Kini mereka segera mencoba makan nasi tiwul khas Yogyakarta. Awalnya keduanya terkejut dengan rasa nasi tiwul, kening Melviano mengkerut dalam.“Kok rasanya manis begini sih, kayak ada gulanya gitu.”“Iya, Mel. Mungkin ciri khasnya m
Kaila tersenyum menang jika mengingat obrolan para wanita gatel itu. Kini Kaila menarik selimutnya lebih tinggi lagi untuk menutupi tubuh polosnya yang habis bertempur dengan Melviano.“Kamu kok tumbenan sih suka ngajak duluan?”“Emang nggak boleh wanita ngajak duluan?”“Bukan begitu, kebanyakan tuh gengsi kalau mau minta duluan.”“Aku bukan orang yang gengsian, kalau mau atau pengin tinggal bilang aja. Aku juga nggak tahu kenapa hormonku tuh jadi gampang pengin.”“Bukan karena cemburu wanita di lesehan tadi?”“Jangan dibahas Mel, moodku langsung ambyar kalau ingat itu.”Melviano terkekeh mendengar gerutuan istrinya itu. Kaila menjadi sangat sensitif sekaligus pencemburu sekali saat ini. Dia tak boleh mendengar wanita lain memuji dirinya.“Iya maaf sayang.”“Sini peluk, aku kangen sama tato kamu.”Melviano m
Setelah pergi dari candi borobudur, Kaila langsung tepar. Kaila selalu tepar jika sehabis berpergian. Bahkan Kaila belum sempat bersih-bersih diri.“Sayang bersih-bersih dulu,” kata Melviano.“Capek, kakinya pegal.”“Yaudah aku minta wadah sama pihak hotel dulu.”“Kamu mau ke mana?”“Mau minta baskom.”Kening Kaila berkerut, untuk apa suaminya meminta baskom? Ada-ada saja suaminya. Kaila memilih untuk tetap tiduran di atas ranjang.Tak berapa lama, Melviano kembali sembari membawa baskom. Ia masuk kamar mandi untuk mengambil air hangat lewat kucuran air shower. Melviano keluar membawa baskom yang berisi air hangat untuk merendam kaki Kaila.“Kai, sayang. Bangun dulu. Sini rendam kakimu.”“Malas, Mel.”“Hai, katanya pegal. Direndam biar rileks sini.”Melviano benar-benar seperti mengurusi anak kecil. Kaila serba m
Pagi ini sesuai itenary yang ditentukan mereka akan mengunjungi pantai parang tritis. Melviano sedang mengambil kaus oblong berwarna hijau, namun mata Kaila langsung melotot. Kaila langsung melangkah cepat, dan menyambar kaus itu.Melviano menoleh bingung. “Kok diambil sih, Kai?”“Jangan pakai baju warna hijau.”“Emang kenapa sih? Lagipula yang beresin ini semua ke dalam koper juga kamu kan?”“Iya sih, aku lupa malahan sisipin kaus warna hijau.”“Emang kenapa sih?”“Bahaya tahu, Mel.”“Bahaya kenapa? Ngomong jangan setengah-setengah dong sayang.”“Nanti kamu diculik.”“Sama siapa?”“Sama ratu.”“Ratu?” kening Melviano mengerut bingung. Lagipula kenapa istrinya jadi aneh begini sih.“Iya, Mel. Ratu pantai selatan.”“Ya bagus lah diculik sama Ratu.
Stasiun Lawang, Malang.Setelah menempuh perjalanan tujuh jam dari Yogyakarta menuju stasiun yang berada di Kota batu Malang kini pasangan yang sedang babymoon telah sampai. Melviano mencari taksi terdekat di daerah stasiun.“Dingin,” gumam Kaila.“Kamu dingin?”Kaila mengangguk. Lagipula ini masih jam 8 pagi jadi Kaila merasakan dingin di tubuhnya. Kaila salah kostum, ia memakai dres pendek.“Kamu sedang apa sih? Kok pantengin hape terusan?”“Ini lagi nyari penginapan di daerah Malang, aku mau kita menginap di tempat yang terbaik.”Kaila mengangguk paham. Tak sadar tangan Kaila langsung ditarik Melviano untuk digenggam menuju keluar stasiun. Tangan satunya ia gunakan untuk menarik koper.“Udah nemu hotelnya?”“Udah. Kita tinggal cari taksi aja.”Kaila tersenyum. “Oke.”Melviano terus menggandeng tangan mungil Kaila sampai m
Kaila yang awalnya ingin tidur tapi kepikiran dengan Melviano. Apalagi tempat olahraga itu pasti ada perempuannya. Kaila takut kalau nanti suaminya menjadi sasaran empuk wanita kurang belaian.Kaila memutuskan untuk menyusul Melviano menuju ke arena olahraga, dan benar saja kan dengan fellingnya. Ada saja yang menempel dengan suaminya kalau tidak dijaga baik-baik, sialan.“Sayang, aku nggak bisa tidur.”Kaila langsung melangkah dengan cepat, ia tahu kalau wanita di depan suaminya pasti tengah merayu dan bertanya-tanya macam sensus penduduk deh.“Lho, kamu nggak bisa tidur? Ya udah duduk sini aja temani aku olahraga,” jawab Melviano menatap Kaila penuh tatapan cinta.Kaila melirik ke arah wanita yang seusianya, Kaila menatap dari atas hingga bawah.“Mbaknya sedang apa di sini?” tanya Kaila sembari melipatkan kedua tangannya depan dada.“Oh, lagi olahraga. Ini mau pinjam barbel ke dia,&rdq
Malam ini Kaila dan Melviano sudah bersiap-siap menuju ke BNS kota Malang. Malam ini Kaila mengenakan pakaian sedikit tertutup. Celana leging panjang, kaus oblong serta dibalut jaket. Benar-benar pakain yang sangat casual.Melviano sendiri mengenakan celana pendek serta sweater berwarna hitam. Melviano dan Kaila pun langsung masuk mobil untuk menuju ke arah BNS.Kini perjalanan mereka sampai di depan pintu masuk BNS. Mereka langsung menuju ke arah pembelian tiket masuk. Kaila merasa senang melihat lampu yang terang. Bahkan BNS tak kalah apiknya dengan Garden by the bay Singapore.“Pengin naik wahana tapi kasihan dedeknya nanti,” gumam Kaila yang menatap berbagai wahana yang disajikan.“Sabar aja, kan kalau dedeknya lahir nanti, dan dia udah besar kita bisa naik bertiga.”“Iya sih, masih lama banget itu, Mel.”“Kan nanti nggak terasa, perasaan masih bayi tiba-tiba udah gede aja.”“I
Bandara Internasional Ngurai Rai, Bali.Melviano seperti biasa, ia selalu menggenggam tangan mungil Kaila. Melviano menuntun ke arah tempat penjemputan. Melviano sudah memesan kamar hotel sekaligus sopir seperti biasanya.“Mel, aku pengin es krim,” kata Kaila.“Beli di mana? Harus nyari mini market dulu kalau gini.”“Nggak mau tahu, pokoknya aku mau sekarang.”“Iya, nanti kita beli es krim. Tapi please, ngerti keadaan.”“Kamu nggak kasihan sama aku?”“Aku kasihan sayang tapi tolong lah bersikap dewasa.”Kaila langsung merajuk, matanya berkaca-kaca. Sebisa mungkin Kaila menahan air matanya agar tak terjatuh. “Maaf,” cicit Kaila.Melviano menatap wajah istrinya langsung menarik Kaila ke dalam pelukannya. “Maaf.”Kaila langsung menitikan air matanya, ia menangis tergugu. Kaila juga merasa kesal dengan dirinya sendiri yang
Setelah mendengar kabar bahagia dari sang istri. Kini Melviano memutuskan untuk tak jadi berangkat ke kantor. Ia memilih untuk menemani sang istri di mansion. Menghabiskan bersama dengan keluarga kecil mereka.Matheo pun sudah terbangun dari tidurnya, kini mereka bertiga memutuskan untuk menghabiskan untuk berenang bersama. Melviano benar-benar sangat bahagia sekali. Apalagi ini kehamilan Kaila kedua, kehamilan yang tak meliputi permasalahan di dalamnya. Benar-benar kehamilan yang Melviano sambut suka cita sejak awal. Meski Matheo pun sama, tapi kehamilan Matheo penuh dengan ujian dan cobaan yang begitu berat. Bahkan jika mengingatnya saja Melviano rasanya malu bahkan ikut nyesak.“Dadadadada,” oceh Matheo.“Mamat, ciluk ba,” seru Kaila yang mengajak Matheo bermain.Melviano sendiri mengajarkan Matheo berenang meski masih dipegangi dirinya. Momen kecil seperti ini sangat membuat hati Melviano sangat senang. Ternyata bahagia i
Pagi-pagi sekali Kaila sengaja sudah bangun terlebih dulu. Ia sangat penasaran dengan sikap suaminya itu. Apalagi kata orang tuh, ada suami yang ngidam jika istrinya hamil. Kaila ingin memastikan kata orang.Kaila menunggu hasilnya saat ini. Untung saja kemarin ia sudah membeli tespack di apotek. Apalagi ia juga sudah tidak mendapatkan tamu hampir dua bulan. Kaila merasa wajar jika tamu bulanannya tak lancar. Apalagi sehabis melahirkan sering terjadi seperti itu.“Huft,” Kaila menghela napasnya. Ia mengangkat tespack dengan matanya yang terpejam. Perlahan-lahan Kaila membuka matanya dan mengintip hasil pada Tespack tersebut.“Garis satu,” ujar Kaila sedikit rasa kecewa. Dengan cepat matanya terbuka lebar hingga menatap dengan jelas dua garis merah yang tertera pada tes kehamilan. Mulut Kaila menganga dengan lebar. Ia tak menyangka. Kaila menepuk-nepuk pipinya sendiri.“Gila, ini seriusan?” tanya Kaila bermonolog.
Melviano kini sedang meeting dengan klien yang sangat penting. Ia merasa tak nyaman dengan perutnya. Perasaan ia belum makan apa-apa pagi ini, ia hanya minum teh mint saja tadi.Selesai dengan pertemuan meeting, Melviano segera berjalan cepat menuju ke arah toilet yang berada di kantor dari klien yang baru saja ia temui.“Lho, Tuan.”Melviano melambaikan tangan agar Mike setop bertanya. Ia langsung memuntahkan semua yang mengganjal perutnya. Rasanya tak enak sekali.“Tuan.” Mike tetap saja masuk ke toilet, ia melihat bosnya seperti orang kurang sehat. Apalagi wajah Melviano sangatlah pucat sekali.“Tidak apa-apa, sepertinya saya akan langsung pulang. Kau bisa kembali ke kantor sendirian kan?”“Bisa, tapi seriusan kalau Tuan tidak masalah jika pulang sendirian? Atau saya bantu sampai mansion baru saya kembali ke kantor?”“Tidak usah, sepertinya saya kelelahan akibat pesta ulang tahu
DUA BULAN KEMUDIAN.Hari ini tepat ulang tahun seorang Matheo Demonte Azekiel yang satu tahun. Matheo pun saat ini sudah bisa berjalan dengan lancar. Matheo juga sudah bisa memanggil Mommy juga Daddy meski kata-kata lainnya masih sedikit tidak jelas.“Happy birtday, Matheo,” ucap Mom Margaret yang tengah mengucapkan sekaligus membawa sebuah kado mobil-mobilan yang menggunakan aki.“Thank you, Oma,” kata Kaila mengajarkan Matheo agar bisa selalu mengucapkan terima kasih kepada siapa pun yang memberikan sesuatu kepadanya.“Selamat ulang tahun, Matheo. Semoga kelak menjadi pribadi yang baik jangan seperti Daddymu. Jangan lupakan Aunty, oke?” Mikaila menaik turunkan alisnya di depan Matheo.“Apa-apaan sih, aku sudah tobat.” Melviano merasa tak terima jika masa lalunya yang kelam diungkit kembali. Bukan kelam sih, lebih tepatnya bangsul lah.“Happy birtday keponakan uncle, nanti ki
Setelah melakukan hompimpa gambreng ternyata nasib naas jatuh kepada Addison. Kini seorang Addison tengah menahan rasa tak sedap pada hidungnya. Apalagi ia sekarang sendirian di toilet untuk membersihkan bocah bayi ini.“Kalau saja tidak ingat dengan Daddymu yang laknat itu sudah aku jeburkan kau,” gerutu Addison. Addison terpaksa menatap tangan mulusnya menjadi korban. Sedangkan Matheo hanya tersenyam senyum saja tanpa merasa bersalah dan berdosa sedikitpun.“Akhirnya selesai juga, huuuuftt.”Addison membawa Matheo kembali ke ruangan Melviano. Ia melihat dua sahabatnya yang sama-sama sok sibuk. Ia langsung melangkahkan kakinya sambil mendengkus kesal.“Dam, sekarang kau pakaikan Matheo pampers, bajuku basah.”“Kau itu sekalian mandi atau bagaimana sih?” tanya Melviano menatap penampilan Addison yang cukup mengenaskan.“Ck, sudahlah. Ini semua juga ulah anakmu. Kau yang menanam benih aku
Cafe Katulistiwa, Los Angeles."Hahahha, nggak menyangka sekarang kau sudah suami takut istri," ledek Addison yang sangat tertawa ngakak sekaligus seperti mengejek."Shit, bukan seperti itu. Tapi kalian tahu lah kalau tidak dituruti pasti Kaila selalu mengancam tidak akan menjatahku.""Sewa jalang saja, susah banget."Damian langsung menimpiling kepala Addison, sebab sahabat satunya ini jika berbicara sangat asal-asalan. Tapi ada betulnya juga sih mulut lemes Addison.Melviano menggeleng kuat. "Tidak akan.""Kenapa?" tanya Addison menyeruput kopinya."Aku sudah melihat perjuangan dia saat melahirkan Matheo. Itu sangat luar biasa sekali, lagipula aku sudah berjanji pada diriku untuk menua bersama Kaila. Meski sering bikin darah tinggi juga sih.""Hahaha, kau maklum saja lah. Istrimu kan manusia langka. Jadi begitu kelakuan dia, pasti lain dari pada wanita lainnya.""Hmmm."Kini semuanya langsung menyeruput kopi mer
Kerja kali ini sedikit membuat Melviano tidak konsentrasi. Sedikit-sedikit ia menengok ke arah Matheo. Ia mengecek berkas-berkas sembari mengawasi putranya yang sedang asyik bermain sendiri di atas lantai yang sudah dilapisi karpet berbulu."Benar-benar keren anak Daddy," gumam Melviano melihat Matheo tengah mengacak-acak mainan."Nananana Dadadadaa Mmamamam."Melviano mendengar anaknya yang sedang mengoceh pun langsung menatap ke arah Matheo. Ia langsung meninggalkan kursi kebesarannya."Matheo ingin makan, huh?"Melviano segera mengeluarkan camilan khusus Matheo. Yang pasti camilan akan gizi tinggi tanpa banyak msg ataupun micin."Nih, dimakan dulu. Daddy temanin deh.""Eheheh, Dadadada."Matheo menerima camilan itu dan tersenyum senang. Ia langsung memasukan camilan ke mulutnya. Matheo memakan camilan itu hingga mulutnya belepotan dengan makanan."Anak Daddy pintar sekali," puji Melviano mengusapi kepala anaknya.
"Good morning baby boy," sapa Melviano melihat putranya sudah terbangun. Saat ini, Matheo tidurnya bersama Mommy juga Daddynya. Setiap akan ditaruh di box bayi atau kamar tersendiri selalu menangis."Momomomomom.""Pengin sama Mommy, ya? Ayo kita bangunkan Mommy bersama-sama."Melviano melihat istrinya yang masih terlelap tidur bisa sangat maklum. Ya kalian tahu dong kalau semalam habis proses pembuatan adik untuk Matheo. Apalagi Melviano menghajarnya berkali-kali sampai Kaila merasa tak sanggup."Mommy, bangun sayang." Melviano langsung mengecupi pipi Kaila."Eugh ... ngantuk Daddy," sahut Kaila sedikit merancau, matanya masih terpejam."Capek, huh? Matheo ingin menyusuu.""Menyusuu saja denganmu.""Mana bisa, nggak keluar.""Bikinin formula aja.""Lebih bagus Asi kalau pagi, apalagi jatahnya harus satu-satu sama Daddynya." Melviano terkekeh geli. Sudah pasti habis ini Kaila akan bangun dengan mata melototn
Los Angeles, California.Saat ini kediaman mansion Melviano tengah ramai. Apalagi mereka mendengar kabar bahwa Kaila juga Melviano telah kembali dari Indonesia. Tentu saja tujuan mereka bukanlah mereka berdua, melainkan seorang Matheo Demonte Azekiel."Halo, Matheo, cakep banget sih. Aunty kan jadi pengin punya anak juga."Melviano langsung menimpiling kepala Mikaila yang berbicara seperti itu. "Nikah dulu.""Ck, nggak usah nikah langsung buat aja," dengkus Mikaila kesal."Sama aku ya, Kika," sambar Addison langsung."Tidak akan aku beri restu kalian berdua jika melakukan di luar nikah." Melviano kini tengah posesif dengan Matheo."Dih, siapa juga sih yang mau bikin anak sama dia. Seperti tidak ada laki-laki lain saja," sungut Mikaila langsung."Kika, kau melukai hatiku." Addison langsung menempelkan kedua telapak tangan di depan dada menandakan kalau ia sangat terluka dan sakit hati.Berbeda dengan Kaila yang tengah dud