“Ada Tuhan yang mengatur hidupku. Bahkan perusahan ini juga ada dalam genggaman-Nya. Seenteng apa pun caraku mengurus perusahaan ini, jika Tuhan berkehendak untuk mensukseskannya, maka perusahaan ini akan semakin besar. Sebaliknya, segigih apa pun aku berusaha, jika Tuhan berkehendak lain, maka perusahaan ini juga akan runtuh.”Mones terdiam. Pria ini memang luar biasa. “Ini bagaimana? Sudah disusun semua?” Vikram menunjuk kertas di mejanya.Mones menatap kertas yang ditunjuk. Isinya berupa daftar susunan acara pesta besar perayaan atas pembukaan pabrik milik Vikram di Sumatera, lengkap dengan anggaran yang tersedia. Sudah ditanda tangani. Pesta diselenggarakan hari ini di sebuah indoor kantor yang luasnya mencapai hampir setengah hektar, mampu menampung lima ratus orang lebih. Sayap kesuksesan Vikram melebar. Dia pemuda yang gigih dan cerdas. Dalam waktu sekejap, mampu mengubah keadaan dengan mudah.“Aku salut padamu, baru kemarin aku melihatmu seperti gelandangan, tapi sekarang s
Viza mendorong meja mengikuti OB yang sudah lebih dulu mendorong meja lain. Runa menyusul, mendorong meja mengiringi langkah Viza.“Ternyata Mbak Viza pantes juga pakai seragam itu! Hi hiii…” Runa mengejek Viza.Yang diejek tak merespon.Viza terus mendorong meja tanpa sedikit pun menoleh ke arah Runa yang mengiringi langkahnya.“Di sini ternyata banyak yang membuli Mbak Viza ya? Mbak Viza itu sial makanya dimana-mana nggak disukai orang, mereka bahagia sekali setiap kali melihatmu menderita,” imbuh Runa.Tak ada tanggapan dari Viza. Buang-buang tenaga bila harus menanggapinya. Biarkan saja Runa terus mengoceh sampai mulut berbuih. Palingan bete sendiri karena dicuekin.“Mbak Viza boleh aja nggak mau bantuin aku untuk bisa menikah dengan Tuan Leo, tapi sebentar lagi Mbak Viza akan kaget saat aku benar-benar dinikahi olehnya. Percayalah, aku sebentar lagi akan menjadi istri Tuan Leo yang terhormat. Ibu sudah siapkan rencana hebat untuk membuat Tuan Leo bersimpuh dan memohon kepadaku,”
“Shit! OB bodoh!” Wanita berkaca mata marah sekali, ia bangkit berdiri sambil menunduk menatap blazer miliknya yang kecipratan warna orange.Dimana-mana, status OB memang dipandang rendah. Tak sulit bagi seseorang memaki OB.Viza tak masalah bila harus dimarahi atas ketidak sengajaan itu. Apa lagi mereka tengah berada di ruang rapat penting, perbuatan Viza tentu menjadi masalah.Suara keras si wanita berkaca mata itu membuat pembicaraan terhenti dan sejurus pandangan tertuju pada keributan itu.Rapat benar-benar terganggu.Viza menunduk, siap dihukum. Salah atau tak salah, ia telah menjadi penyebab kekacauan itu. Tak mungkin ia membela diri dan mengatakan kalau siku tangannya tersenggol oleh Runa, si biang masalah yang dimana-mana selalu bikin masalah. Pembelaan dirinya tentu tak akan didengar.Vikram terkejut melihat keberadaan Viza. Ia sampai menegakkan punggung dan menatap serius pada wajah yang menunduk itu. Oh ya ampun, bagaimana bisa Viza mengenakan seragam office girl dan sek
Runa mengejar Viza, mengiringi langkah kakaknya sambil mendorong meja. “Mbak, jelaskan padaku. Sebenarnya apa yang sebenarnya terjadi pada Mas Vikram? Kok dia bisa jadi pemimpin rapat? Kok dia bisa meeting bareng orang-orang penting? Apa sih sebenarnya yang terjadi?”Runa berisik sekali. Viza tak mau menanggapi. Dia pun tak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Vikram. Mustahil Vikram yang katanya supir itu bisa mengikuti rapat penting perusahaan. Ada keputusan besar yang harus diambil dalam rapat, yang tak mungkin seorang supir sanggup memutuskannya.Pikiran Viza diserang berbagai pertanyaan. Dia mulai menduga-duga, apakah mungkin Vikram adalah CEO di perusahaan itu? Apakah Vikram sedang menyamar?Tapi kemudian pemikiran itu disangkal lagi oleh pemikirannya sendiri. Ah, sudah kayak di sinetron-sinetron saja pakai penyamaran segala. Apa tujuan Vikram menyamar jadi supir? Jelas-jelas selama ini Viza melihat Vikram sebagai seorang supir yang kemana-mana selalu menyetir mobil untuk Leo.
“Seperti yang tadi kamu lihat, Vikram memang pimpinan di perusahaan ini,” jelas Mones.Runa terkejut. Meski ia sudah menduga hal itu sejak tadi, tapi tetap saja ia kaget, syok. Tubuh Runa terasa lemas sekali, kepala oyong sampai harus terhuyung ke belakang karena hampir tumbang.Mones memang sedang berbicara dengan Viza, tapi Runa yang hanya mejadi pendengar itu malah merespon dengan luar biasa.“Jangan berpikir negatif tentang Vikram, apa lagi sampai menduga dia menipumu, atau membohongimu. Dia melakukan semua ini bukan tanpa alasan,” sambung Mones menatap Viza lekat.“Aku tahu kok kenapa Mas Vikram membohongiku tentang statusnya. Aku tahu kenapa dia lakukan ini ke aku. Kamu bersekongkol dengan Mas Vikram untuk masuk di kehidupanku dengan tujuan dendam pada keluargaku. Aku hanya tameng, benar kan?” Viza tampak kecewa, beranggapan bahwa cinta bukanlah alasan Vikram menikahinya. “Inilah yang Vikram takutkan, kamu akan salah paham. Oleh sebab itu dia memintaku menjelaskan kepadamu seb
Mones pasrah. Menatap punggung Viza hingga hilang dari pandangan. Tiba-tiba ia mendengar suara isak tangis. Sumber suara berasal dari bawah. Mones menunduk untuk melihat suara tangisan. Rupanya Runa. Gadis berseragam OB itu tengah terduduk di lantai sambil terisak, tersedu sedan.Mones tak menggubris. Ia melenggang pergi.Runa mengambil hp. Lalu dengan tangan gemetaran, ia memencet-mencet nama yang ada di kontak. “Ibu. Aku harus segera telepon ibu.” Runa menempelkan hp sesaat setelah menekan nama yang dicari.Sambungan telepon terhubung. “Hai Runa, tumben telepon aku. Kamu pasti kangen kan? Jadi bagaimana? Sudah mau menerima cintaku? Apa kubilang, setelah kamu putus kuliah, pasti kamu nggak laku dan akan mengemis cintaku.” Suara di seberang mengejutkan Runa. Kenapa malah suara cempreng seperti kaleng rombengan yang menyahuti? Runa terkejut saat mendapati nama Ibnu di layar hp nya. Rupanya ia salah pencet, niatnya memencet nama ibu, malah kepencet Ibnu, lelaki yang sering mengejar
Tarian adat Minang dipersembahkan di panggung, musiknya sangat manis, tariannya pun menghibur dan mengagumkan mata yang memandang.Setelah tarian usai, host berkerudung biru kembali melangkah menuju podium, tepat di tengah-tengah panggung. “Baru saja kita saksikan pertunjukan tarian daerah, indah sekali. Baiklah, selanjutnya kita akan sambut owner perusahaan yang akan hadir dan memberikan beberapa hal penting. Marilah kita sambut…”Belum selesai host bicara, tiba-tiba terdengar suara menyahuti. Suara itu bersumber dari mikrophon. Suaranya masuk ke speaker. Tapi tak tahu pemilik suara siapa sebab pelakunya tak kelihatan, dia berada diantara kerumunan.“Tuan Leo yang terhormat, Anda selaku owner di perusahaan ini telah lari dari tanggung jawab, Anda berusaha untuk meninggalkan putriku setelah menghamilinya.” Suara itu menggema melalui speaker yang ada di sudut ruangan.Semua orang terkejut, heran hingga mereka saling bicara satu sama lain, menimbulkan suara seperti segerombolan lebah.
“Maaf, ada kesalahan tekhnis, drama yang seharusnya ditampilkan, terpaksa harus saya potong karena waktu yang mendesak. Saya tidak bisa berlama-lama di sini.” Vikram ngeles sambil pura-pura melihat jam di pergelangan tangan seolah ia sedang dikejar waktu.Mulan tercekat menatap keberadaan Vikram, tubuhnya mendadak kaku.“Saya tidak akan lama, simpel saja. Baiklah, terima kasih atas semua hadirin yang sudah meluangkan waktu di kesempatan ini. Merupakan kehormatan besar bisa dikunjungi oleh para hadirin. Ini adalah wujud rasa syukur saya atas semakin berkembangnya bisnis yang saya bangun. Hari ini, perusahaan sudah bertambah usia. Semakin jaya dan sukses. Dengan berdirinya pabrik yang baru, maka di hari ini saya ucapkan rasa syukur, Alhamdulillahi rabbil Aalamiin.” Tidak lama Vikram berpidato, sekitar lima belas menit, ia mengungkap rasa syukur dan menceritakan garis besar perjuangannya membangun perusahaan hingga bisa seperti sekarang ini.“Dengan adanya acara ini, maka saya buka pab
Pria berpakaian rapi dengan setelan jas warna hitam dan dasi warna senada itu menampilkan ekspresi marah, tatapan tajam. Delapan orang keamanan berseragam hitam mengawalnya. Semua orang terdiam dan mematung menatap kehadiran big bos yang secara tiba-tiba. Sebagian besar mereka tak tahu siapa yang sekarang memasuki ruangan itu. Sebab mereka tak kenal dengan sang owner. Namun, melihat kedatangan pria berpakaian rapi dan dikawal keamanan, mereka langsung paham bahwa pria ini bukan orang sembarangan.“Kalian benar-benar keterlaluan!” hardik Vikram dengan sorot mata tajam menghunus. Ia menunduk dan meraih pundak Viza. Membantu istrinya bangkit berdiri. Keduanya bertukar pandang. Lagi-lagi Vikram menyelamatkan Viza di waktu yang tepat.Tentu saja Vikram bisa tahu dengan apa yang terjadi pada istrinya. Sebelumnya Vikram meminta salah seorang dari pihak keamanan untuk mengecek keadaan Viza secara berkala melalui pantauan kamera cctv.Sejak Vikram melihat perlakuan kasar Mawar pada istrin
“Surat PHK?” Mawar terkejut. Gadis yang pernah memaki Viza itu membelalak menatap surat PHK. Tubuhnya menegang. Tangannya gemetar.Sosok pria memasuki ruangan, mendekat pada Mawar. Dia adalah Andra, pria yang tempo hari pernah bermasalah dengan Vikram di dalam lift. “Mawar, aku mendapat surat pemecatan. Kudengar kau juga mendapatkan surat yang sama. Benarkah?” Andra memperlihatkan surat dengan ekspresi panik.“Ya. Kita senasib. Kok bisa?”“Ayo kita tanyakan ke kepala bagian. Mereka pasti tahu alasan pastinya. Nggak ada angin nggak ada hujan, mendadak dipecat begini. Bukankah pekerjaan kita selalu beres? Lalu apa masalahnya? Jika bukan kepala bagian yang menilai kinerja kita, lalu siapa lagi?” Andra protes keras.Puluhan staf yang ada di ruangan itu sedang sibuk dengan laptop, namun mereka sampai menghentikan pekerjaan akibat kegaduhan yang tercipta. Viza tengah sibuk mengerjakan tugas yang diiberikan oleh Mawar, pandangannya tertuju ke laptop meski pikirannya bercabang. Antara peker
“Pokoknya Suami Non itu baik banget. Dermawan. Kalau mau pergi dadi rumah saya, dia kasih uang tuh ke saya. Jarang-jarang kan ada orang kaya sedermawan dan seperhatian itu sama orang m!skin? Non beruntung punya suami kayak Den Vikram,” sambung Pak Salim. “Kalau dengar kisah masa lalunya Den Vikram, pasti Non nangis. Dia itu lelaki yang tangguh dan kuat. Tuhan memang adil. Meski kehidupan Den Vikram dulu sangat sulit, tapi dia diciptakan sebagai manusia yang memiliki IQ tinggi, cerdas dan pintar.”Viza sampai terdiam mendengarkan semua cerita Pak Salim. Mulut pun lupa meneguk wedang ronde.“Loooh… kok nggak diminum? Apa nggak enak?” Pak Salim menatap gelas plastik di tangan Viza yang hanya dipegangi saja.“Eh iya, Pak. Ini diminum.” Viza langsung menghabiskannya.“Makasih banyak ya, Non. Semoga rejekinya makin lancar. Saya lanjut jalan lagi.”Pak Salim tegak berdiri dan mendorong gerobak menyusuri jalan.Viza membeku di tempat. Terdiam menatap kepergian Pak Salim. Helaan napas panjang
Pagi-pagi sekali, Viza sudah meninggalkan rumah, mengenakan celana gombrang khas kantor dipadu atasan berupa blazer.Sengaja ia meninggalkan rumah pagi-pagi sekali bahkan sebelum jauh sebelum jam kantor buka karena sedang menghindari pertemuan dengan Vikram. Hatinya sedang tak tenang. Ia berjalan lemas melewati belakang gedung kantor. Sengaja lewat belakang karena sedang bad mood. Tadi malam, Viza tetap tidur di kamar Fairuz meski ibunya itu sedang ke luar kota, sengaja menghindari Vikram. Ia benar-benar butuh waktu untuk menyendiri.Vikram pun tadi malam tak menyusul ke kamar Fairuz, mungkin pria itu benar-benar memberi waktu untuk Viza menyendiri dulu.Setelah Viza tahu kalau ternyata ia adalah istri pria kaya, justru perasaannya jadi gundah gulana. Berpikir bagaimana ia akan menjalani rumah tangga yang aneh ini, suaminya terlalu banyak menyimpan rahasia.Lalu bagaimana jika ia dicampakkan setelah Vikram mendapatkan semua yang dia inginkan? Selalu saja pertanyaan itu muncul di be
Viza menatap satu per satu wajah-wajah polos itu. Mayoritas mereka masih muda. Mereka menunduk sopan. Melihat sikap mereka begini, Viza kini sadar bahwa mereka meras asungkan pada Viza karena dia adalah istri majikan. Pantas saja mereka selalu bersikap hormat kepadanya.“Kalian tahu kenapa aku meminta kalian kumpul kemari?” tanya Viza.Semuanya menggeleng.“Aku ingin tanya ke kalian, sudah lama bekerja di sini kan?” tanya Viza.“Sudah!” Semuanya serentak seperti koor.“Berarti kalian tahu kalau Mas Vikram itu majkan kalian di sini kan?” tanya Viza lagi.Semuanya membisu, tampak saling kode dan sesekali bertukar pandang.“Dia bukan supir kan? Dia itu pemilik rumah ini, benar begitu kan?” tanya Viza lagi.Tak ada jawaban. Semuanya membisu.“Mbok Parmi juga pasti lebih tahu kan soal ini?” Viza menatap Mbok Parmi.“Tolong jangan membuat kami dalam masalah, Mbak.” Mbok Parmi menatap sayu. “Aku tahu kalian hanya disuruh, kalian harus patuh dan nggak berani membantah, tapi aku udah tahu se
“Maaf, ada kesalahan tekhnis, drama yang seharusnya ditampilkan, terpaksa harus saya potong karena waktu yang mendesak. Saya tidak bisa berlama-lama di sini.” Vikram ngeles sambil pura-pura melihat jam di pergelangan tangan seolah ia sedang dikejar waktu.Mulan tercekat menatap keberadaan Vikram, tubuhnya mendadak kaku.“Saya tidak akan lama, simpel saja. Baiklah, terima kasih atas semua hadirin yang sudah meluangkan waktu di kesempatan ini. Merupakan kehormatan besar bisa dikunjungi oleh para hadirin. Ini adalah wujud rasa syukur saya atas semakin berkembangnya bisnis yang saya bangun. Hari ini, perusahaan sudah bertambah usia. Semakin jaya dan sukses. Dengan berdirinya pabrik yang baru, maka di hari ini saya ucapkan rasa syukur, Alhamdulillahi rabbil Aalamiin.” Tidak lama Vikram berpidato, sekitar lima belas menit, ia mengungkap rasa syukur dan menceritakan garis besar perjuangannya membangun perusahaan hingga bisa seperti sekarang ini.“Dengan adanya acara ini, maka saya buka pab
Tarian adat Minang dipersembahkan di panggung, musiknya sangat manis, tariannya pun menghibur dan mengagumkan mata yang memandang.Setelah tarian usai, host berkerudung biru kembali melangkah menuju podium, tepat di tengah-tengah panggung. “Baru saja kita saksikan pertunjukan tarian daerah, indah sekali. Baiklah, selanjutnya kita akan sambut owner perusahaan yang akan hadir dan memberikan beberapa hal penting. Marilah kita sambut…”Belum selesai host bicara, tiba-tiba terdengar suara menyahuti. Suara itu bersumber dari mikrophon. Suaranya masuk ke speaker. Tapi tak tahu pemilik suara siapa sebab pelakunya tak kelihatan, dia berada diantara kerumunan.“Tuan Leo yang terhormat, Anda selaku owner di perusahaan ini telah lari dari tanggung jawab, Anda berusaha untuk meninggalkan putriku setelah menghamilinya.” Suara itu menggema melalui speaker yang ada di sudut ruangan.Semua orang terkejut, heran hingga mereka saling bicara satu sama lain, menimbulkan suara seperti segerombolan lebah.
Mones pasrah. Menatap punggung Viza hingga hilang dari pandangan. Tiba-tiba ia mendengar suara isak tangis. Sumber suara berasal dari bawah. Mones menunduk untuk melihat suara tangisan. Rupanya Runa. Gadis berseragam OB itu tengah terduduk di lantai sambil terisak, tersedu sedan.Mones tak menggubris. Ia melenggang pergi.Runa mengambil hp. Lalu dengan tangan gemetaran, ia memencet-mencet nama yang ada di kontak. “Ibu. Aku harus segera telepon ibu.” Runa menempelkan hp sesaat setelah menekan nama yang dicari.Sambungan telepon terhubung. “Hai Runa, tumben telepon aku. Kamu pasti kangen kan? Jadi bagaimana? Sudah mau menerima cintaku? Apa kubilang, setelah kamu putus kuliah, pasti kamu nggak laku dan akan mengemis cintaku.” Suara di seberang mengejutkan Runa. Kenapa malah suara cempreng seperti kaleng rombengan yang menyahuti? Runa terkejut saat mendapati nama Ibnu di layar hp nya. Rupanya ia salah pencet, niatnya memencet nama ibu, malah kepencet Ibnu, lelaki yang sering mengejar
“Seperti yang tadi kamu lihat, Vikram memang pimpinan di perusahaan ini,” jelas Mones.Runa terkejut. Meski ia sudah menduga hal itu sejak tadi, tapi tetap saja ia kaget, syok. Tubuh Runa terasa lemas sekali, kepala oyong sampai harus terhuyung ke belakang karena hampir tumbang.Mones memang sedang berbicara dengan Viza, tapi Runa yang hanya mejadi pendengar itu malah merespon dengan luar biasa.“Jangan berpikir negatif tentang Vikram, apa lagi sampai menduga dia menipumu, atau membohongimu. Dia melakukan semua ini bukan tanpa alasan,” sambung Mones menatap Viza lekat.“Aku tahu kok kenapa Mas Vikram membohongiku tentang statusnya. Aku tahu kenapa dia lakukan ini ke aku. Kamu bersekongkol dengan Mas Vikram untuk masuk di kehidupanku dengan tujuan dendam pada keluargaku. Aku hanya tameng, benar kan?” Viza tampak kecewa, beranggapan bahwa cinta bukanlah alasan Vikram menikahinya. “Inilah yang Vikram takutkan, kamu akan salah paham. Oleh sebab itu dia memintaku menjelaskan kepadamu seb