Insiden yang terjadi barusan membuat Andara pingsan. Tapi, setelah Ray melakukan pertolongan pertama pada Andara dengan memberinya napas buatan dan melonggarkan pakaiannya.Maura datang sebelum maghrib. Dia lihat menantu kesayangannya sudah lemas tidak berdaya begini, tentu saja kaget."Kamu apakan Andara, Ray!" Rudak tanggung-tanggung Maura menunjuk putranya itu.Ray menghela napas. Dka sendiri kaget tadi karena bisa berlaku sangat kasar. Bukan karena takut Andara terluka, tapi kalau sampai gadis itu kenapa-napa pria itu akan masuk penjara.Maura mendesis saat Ray tidak bisa menjawab. Perempuan itu segera memeriksa Andara yang perlahan sadar."Mama?" Andara kaget karena mertuanya sudah ada di sana.Maura meminta Andara untuk berbaring saja. "Kamu nggak kenapa-napa, An?"Andara merasa sakit karena ditampar dan juga kepalanya pusing setelah dihempas Ray. Bohong kalau dia bilang tidak sakit.Tapi, mengatakan semuanya pada Maura tidak akan membuat keadaannya jadi lebih baik."Aku baik-ba
“Pak, Maaf.” Andara menyorot pada tangannya yang saat ini masih digenggam Yugo. Yugo terkejut, seketika matanya memerah. “Oh, Sorry,” katanya yang spontan melepas genggaman itu. Suasana di antara mereka mendadak jadi canggung. Andara mengatur napasnya lebih dulu, sedangkan Yugo nyaris saja menggaruk kepala. Dia sadar kalau sikap seperti itu hanya akan membuayt dirinya kelihatan kikuk.“Saya nggak sengaja.” Yugo menegaskan supaya Andara jangan salah paham.“Saya tahu, Pak.”Syukurlah kalau begitu. Setidaknya, harga diri Yugo masih bisa diselamatkan di sini. Berhubung sudah tidak ada lagi yang akan dibicarakan, Andara pamit pergi supaya dia bisa mengisi “Permisi, Pak.”Yugo membiarkan dia. Kasihan juga kalau sampai nanti ada keterlambatan saat sidik jari kehadiran. Lagi pula, pria itu juga harus memarkirkan mobilnya. Pukul sepuluh nanti ada rapat, dia harus memeriksa kembali beberapa dokumen. Tapi, takdir pertemuan mereka pagi ini belum selesai rupanya. Ketika sudah di dalam gedung
Kevetulan kalau sedang siang seperti ini biasanya para karyawan akan dapat kesempatan untuk bisa mengobrol. Irena jarang-jarang punya waktu begini intuk berdua dengan Andara karena biasanya dia akan pergi dengan Yugo untuk hadir dalam beberapa rapat penting."Kamu tumben nggak ikut makan siang dengan bos." Andara berkomentar karena tugas-tuminan Irena ikut makan siang dengannya.Sembari memotong omelet daging, Irena bilang, "Hari ini semua orang sudah selesai jadi siang nanti aku maaf fokus di kantor nggak kemana-mana. Makanya bisa ikut makan siang sekalian dengan kamu." Andara hanya mengangguk perlahan. Sejurus kemudian Irena berusaha menikmati makanannya, tapi tiba-tiba perhatian perempuan itu teralih karena melihat ada warna merah yang tidak wajar di pipi Andara."Kamu pakai blush on berantakan atau gimana?"Andara terkejut. Dia memegang pipinya, bekas tamparan Ray kemarin. Padahal sudah ditutupi dengan bedak yang tebal apa masih kelihatan?"Irena mengambil cermin kecil dari ka
Ada batuk rendah yang membuyarkan lamunan Mahes. Perempuan itu tersenyum, saat dia menyadari kalau sekarang ini suaminya sedang memperhatikan.Yugo di depan sana masih asyik bercengkrama dengan Kaa. Kelihatannya dia mungkin untuk mampir ke dalam sebelum tuan rumah menghampiri."Aku boleh menemui kakakku, nggak?"Mahe ingin tertawa, tapi dia harus menahannya. Tidak enak kalau nanti Yugo mengira mereka ini sedang membicarakannya macam-macam.Tampaknya memang kehidupan merak akan seperti ini. Bagi Mahe ini sedikit menguntungkan karena suatu saat nanti putra sulungnya itu akan tahu siapa ayah biologisnya dan ketika kebenaran itu terkuak semoga saja dia tidak membenci Mahe karena merahasiakannya selama ini. Ah, ya sudahlah. Daripada dia bengong seperti ini lebih baik Mhae buatkan minum untuk merekaSaat Junior mendekatinya, Kasa menunjukan coklat yang diberikan Yugo tadi padanya."Yah, aku boleh makan ini??" tanyanya.Junior memperhatikan Yugo sebentar. Kakaknya itu kelihatan agak sungkan.
'Ray kita bisa ketemu lagi?'Setelah penjelasan Renata beberapa waktu lalu membuat hati suami Andhara tersebut luluh. Dia tidak lagi membenci Renata. Sekarang, hasratnya untuk meninggalkan Andara semakin kuat. Meski harus mengecewakan ibunya, Ray tidak peduli.Malam ink saat Anadara masih sibuk dengan pekerjaan rumahnya, Ray menerima pesan dari Renata. Perempuan itu mengajak bertemu. Untuk apa itu, dia belum tahu.Lama berpikir. Ray akhirnya membalas.'Ayo kita ketemu. Tempatnya mau kamu yang tentukan atau aku yang tentukan?''Aku saja. Kamu datang ke apartemenku ya, ada kejutan untukmu nanti.''Oke.'Baru saja Rai menghapus semua pesan agar Andara tidak memeriksa nanti, istrinya itu sudah beres dengan semua pekerjaannya.Seperti biasa kalau malam begini dan akan mencuci piring dan mengucek pakaian di mesin biar besok pagi tinggal menjemur dan masak untuk sarapan.Ray mendesah pelan, lalu berbaring memeluk guling. Andara ganti pakaian yang lebih layak. Bukan sex dress hanya pakaian ti
Gara-gara terlena dengan Renata, Ray lupa pulang. Dia buru-buru pergi setelah terbangun dari tidur yang lelap di kamar perempuan itu.Setibanya di rumah, dia sudah melihat Andara dengan mata merah. Antara menahan tangis dan marah sampai dia berekspresi sepeerti demikian."Dari mana saja kamu, Ray?"Ray membuang napas kasar. Dia melewati Andara begitu saja, lalu masuk kamar. Di mata istrinya, pria itu tidak lebih dari sekadar seorang pengecut. Hari ini dia tidak lebih dari sekadar pecundang.Andara mengikuti Ray lagi. Perempuan itu tahu kalau suaminya ini tidak akan kerja sampai malam jika ini adalah akhir pekan."Aku telepon kamu dari tadi, kamu nggak angkat. Apa susah buat kamu, Ray, ngasih tahu aku kalau nggak bakal ikut makan malam?" Andara masih protes. "Tahu kamu nggak akan pulang malam ini, lebih baik aku ke rumah ibuku.""Kamu bisa diam, nggak sih!" Ray kesal. Dia yang baru membuka kemjanya, jadi berbalik untuk menatap Andara tajam. "Kamu itu selalu saja membuatku merasa muak d
Andara pulang. Dia masih terngiang-ngiang dengan kemesraan Ray dengan seorang wanita yang belum diketahui siapa sosok itu.Ray belum pulang. Entah dia bekerja atau sednag bersenang-senang dengan wanita lain. Andara memilih untuk memebersihkan dirinya segera. Setelah itu, dia menatap pantulan dirinya di cermin.Andara memegang wajahnya. Dia perhatikan segala sisi. Bukan mau terlalu percaya diri, tapi wanita ini merasa kalau dirinya cukup cantik. Tidak kalah dengan wanita yang bersama Ray tadi. Kenapa suaminya bisa begitu bahagia ketika jalan bersamanya?Saat sedang memikirkan itu, Andara menerima telepon dari suster yang merawat ibunya."Mbak Andara, Ibu dari semalam mengigau terus. Dia mau Mbak pulang malam ini.""Apa?" Andara terkejut. "Ibu baik-baik saja, kan?""Kemarin agak demam, sekarang sudah turun. Tapi, napasnya sesak.""Saya ke sana!" Andara langsung menyambar baju dan juga tasnya. Sebelum pergi dia menghubungi Ray. Dicobanya berkali-kali tidak dijawba. Tidak masalah kalau
Setelah pemakaman, Andara menyendiri di rumah ibunya. Suasana terasa hening dan suram. Semua kegembiraan dan tawa yang biasanya mengisi rumah ini seolah-olah hilang seketika, digantikan oleh rasa duka yang mendalam. Rumah yang biasanya penuh dengan suara dan keceriaan kini terasa sepi dan sunyi. Suara-suara kecil seperti detik jam dinding atau bunyi langkah kaki di luar sana menjadi sangat terdengar. Setiap detik tampak berjalan lambat, seolah waktu sendiri merasakan duka bagi Andara."Ibu, maafin aku." Hati Andara seperti ditusuk-tusuk rasa sakit. Sendirian dia menangis, tanpa Ray. Pria itu sudah menghancurkan hatinya hingga berkeping-keping. Dia menumpahkan semua kesedihannya merasa bersalah karena selama ini, sudah salah. Andara selalu menuruti apa kata Ray. Bahkan, ketika dia ingin hanya berdua saja dalam rumah tangganya, Andara menurut. Dia pikir, sebagai istri memang sudah sewajibnya patuh pada suami. Tapi, Ray ... tidak bisa menghargai bakti Andara padanya.Ketika mereka per
Angela yakin bahwa rencananya akan berjalan dengan sempurna. Dia telah merancang skenario yang cermat untuk memecah belah Yugo dan Andara, berharap bisa menghancurkan hubungan mereka. Tapi, realitas yang pahit harus dia hadapi. Angela gagal. Setelah segala usaha dan taktiknya, Angela harus mengakui bahwa dia tidak berhasil membuat Siena membenci Andara. Sebaliknya, Siena yang polos dan berhati baik, tetap menerima Andara dengan tangan terbuka. Siena, dengan kepolosannya, melihat Andara bukan sebagai musuh, tapi sebagai calon ibunya. Dia melihat kebaikan hati Andara dan cinta yang tulus dari Andara kepada ayahnya. Angela, yang selalu berusaha menanamkan keraguan dan kebencian pada hati Siena, harus menerima kenyataan bahwa dia tidak bisa mengubah pandangan Siena terhadap Andara. **** Hari itu, kantor tampak lebih sibuk dari biasanya. Telepon berdering tanpa henti, mesin fotokopi berbunyi keras, dan suara keyboard yang dipukul oleh jari-jari cepat menciptakan simfoni yang khas di r
Yugo mempersiapkan dirinya untuk menjemput Andara. Mobilnya, yang berkilauan bersih dan rapi, terasa seperti ekstensi dari dirinya sendiri, siap untuk mengambil peran penting dalam hari ini. Dia memeriksa jam tangan dan tersenyum puas. Tepat waktu.Dia memacu mobilnya melalui jalanan yang biasa dia lalui, tetapi kali ini dengan suasana hati yang berbeda. Dia menikmati setiap putaran, setiap lampu lalu lintas, dan setiap detik dalam perjalanan ini. Tiba di rumah Andara, dia melihat sosok yang sudah dinantikan berdiri di depan rumah, menunggu.Yugo memarkir mobilnya dengan hati-hati dan turun. Dia menutup pintu mobil dan berjalan menuju Andara. Dia menatapnya, membiarkan matanya meresap ke dalam kecantikan Andara yang mempesona. Sebuah pujian meluncur dari bibirnya, "Kamu cantik hari ini."Andara tersenyum, pipinya sedikit memerah. Dia berterima kasih dan membalas pujian Yugo, "Makasih, Mas Yugo. Kamu juga tampak tampan." Ada rona bahagia di wajahnya yang membuat Yugo merasa berharga.Y
Keramaian kantor dipenuhi oleh suara keyboard yang berdenting dan bisikan-bisikan dari rekan-rekan kerja yang saling berkomunikasi. Di tengah kebisingan itu, Andara mendengar suara lembut namanya dipanggil melalui sistem interkom. Yugo meminta Andara untuk datang ke ruangannya, ada hal penting yang ingin dibicarakannya.Andara berjalan menuju ruangan Yugo dengan berbagai pikiran yang berkecamuk di kepalanya. Mungkinkah ada tugas tambahan yang harus dikerjakan? Atau mungkin ada proyek baru yang perlu dibahas? Namun, ketika dia membuka pintu ruangan Yugo, suasana yang ia temui tidak sesuai dengan apa yang ia perkirakan. Yugo, dengan serius, malah membicarakan soal kehidupan pribadi mereka."Umh, Siena ingin mengajakmu makan malam di rumah," kata Yugo tiba-tiba, tanpa adanya pembukaan pembicaraan.Andara tampak tercengang, merasa kikuk. Dia tidak bisa menyembunyikan rasa penasaran dan sedikit bingung yang terpampang di wajahnya. "Kamu mau ajak aku makan malam?" tanyanya, dengan suara yan
Andara menatap Yugo dengan rasa penasaran yang mendalam. Matanya menyapu kontur wajah Yugo, mencari-cari sesuatu yang berbeda. Dia merasa ada yang tidak biasa tentang Yugo hari ini."Kamu kenapa?" tanya Yugo, mencoba meraba-raba apa yang mungkin terjadi.Andara menatap balik Yugo, matanya bersinar dengan semacam ketidaknyamanan yang sulit diartikulasikan. "Nggak kenapa-napa," jawabnya, seringai paksa menghiasi wajahnya.Yugo merasa seperti ada sesuatu yang disembunyikan Andara."Apa tempat ini kurang nyaman buatmu?" tanya Yugo, mencoba mencari tahu apa yang membuat Andara merasa tidak nyaman.Andara menatap sekeliling, memperhatikan suasana sekitar mereka. "Nyaman, kok, Pak," jawabnya, mencoba menenangkan Yugo. Sayangnya, dia menggunakan panggilan yang salah untuk kekasihnya itu hingga membuat dia memberengut.Sadar akan kesalahannya, Andara segera meralat panggilannya. "Oh, oke, akj nggak panggil 'Pak'. Aku akan panggil kamu Mas. Oke?" ujar Andara dengan nada yang lebih ringan, menco
Yugo hari ini mengantarkan Siena ke rumah Angela. Selain karena memang hari ini jatahnya untuk bersama ibunya, dia juga ada acara dengan Andara. Tidak enak kalau Siena diajak. Ini pasti akan membuat tidak nyaman baik antara Siena ataupun Andara."Aku titip Siena."Angela mendengkus. Yugo ini sungguh bersikap tidak pantas dengan berkata seperti itu pada sosok wanita yang merupakan ibu kandungnya Siena."Aku ini ibunya, kamu nggak perlu cemas." Angela merangkul pundak Siena, menunjukkan keakraban di antara mereka.Yugo merotasi mata. Angela itu bukan ibu yang bisa dipercaya. Buktinya saja, saat acara ulang tahun Siena, dia malah memilih untuk buru-buru pergi."Papa akan jemput nanti malam," ujar Yugo kepada Siena."Iya, Pa," jawab Siena dengan senyum manisnya. Yugo pergi meninggalkan rumah besar tersebut. Mobil hitamnya menghilang di belokan jalan, meninggalkan debu putih yang berterbangan di udara.Sementara itu, Angela mengajak Siena masuk ke dalam rumah dan menuju taman belakang yan
Hari ini adalah hari yang cukup sibuk bagi Yugo. Dia memiliki urusan di luar kantor yang harus diselesaikan. Untungnya, sekretarisnya, Irena, telah menyiapkan segalanya dengan baik. Dari jadwal pertemuan hingga dokumen-dokumen yang diperlukan. Sehingga, semua berjalan lancar dan tidak ada masalah yang muncul.Tapi, meski segala sesuatunya tampak berjalan baik-baik saja, Irena merasa ada sesuatu yang tidak beres. Ekspresi wajah Yugo tampak berbeda dari biasanya. Biasanya dia tampak tenang dan percaya diri tetapi hari ini ada kerutan di dahi dan matanya terlihat lelah seolah-olah sedang memikirkan sesuatu yang serius.Irena merasa curiga dan mulai bertanya-tanya dalam hati apakah dia telah melakukan kesalahan atau ada sesuatu yang belum ia selesaikan dengan baik sehingga membuat bosnya itu tampak gelisah. "Pak," tanyanya ketika mereka dalam perjalanan kembali ke kantor setelah menyelesaikan urusan di luar tadi. Suaranya dipenuhi kekhawatiran.Yugo menoleh padanya, tanpa menjawab langsung
Pagi itu, Yugo terlihat terenyum sendiri. Cahaya matahari pagi yang hangat menyinari wajahnya yang tampak bersemu. Dia duduk di meja makan dengan secangkir kopi di tangannya, matanya menatap jauh ke luar jendela.Sementara itu, Siena, putri kecil Yugo, sedang memperhatikan ayahnya dari ujung meja. Matanya yang bulat besar tampak penuh rasa penasaran dan bingung. "Papa kenapa?" tanya Siena dengan nada polos. Yugo menoleh dan melihat Siena dengan senyum lembut di wajahnya. "Papa nggak kenapa-napa," jawabnya sambil mengelus kepala Siena lembut. "Tapi aku lihat Papa senyum terus dari tadi," sahut Siena sambil mengerucutkan bibirnya, seolah tidak percaya dengan jawaban ayahnya. Yugo hanya tertawa mendengar perkataan putrinya tersebut. "Itu cuma perasaanmu," balas Yugo sambil kembali menyeruput kopinya.Namun dalam hati, Yugo merasa bahagia, senyumannya adalah refleksi dari perasaan bahagianya karena Andara telah membalas cintanya. Setelah menyelesaikan kopinya, Yugo bangkit dari kurs
Yugo tidak bisa mengelak dari pertanyaan yang diajukan oleh Andara. Dia merasa terjepit dan sadar bahwa kebenaran harus dihadapi. Dengan senang hati Yugo mengangguk sebagai tanggapan atas pertanyaan Andara."Kamu menyadarinya?" tanya Yugo dengan suara yang lemah.Andara mengiyakan. Dia telah menyadari kebenaran yang tersembunyi sejak awal melihat fitur-fitur wajah anak itu dan langsung tahu kemiripannya dengan Yugo. "Sejak awal saya bertemu dengannya, wajah anak itu terlihat familiar, dan saya langsung sadar bahwa itu adalah fitur-fitur wajah Bapak."Yugo menipiskan bibirnya. Dia tahu bahwa masa lalu kelamnya telah mempengaruhi kehidupan orang-orang di sekitarnya, termasuk putra yang tidak pernah mengetahui hubungan biologis mereka."Itu masa lalu, Pak," kata Andara dengan lembut. Dia ingin Yugo tahu, meskipun masa lalu kelam itu ada di sana, Andara ingin memastikan bahwa mereka bisa melanjutkan hidup dan menciptakan masa depan yang lebih baik.Yugo tersenyum hangat saat mendengar ka
Andara merasakan wajahnya memerah, panas oleh rasa malu yang menghampiri. Dia membungkukkan badan, meminta maaf pada Yugo."Maaf, Pak." Andara merasa benar-benar kikuk dan napasnya juga tidak beraturan."Andara!" Yugo sedikit menyentak karena dia tidak mau wanita itu merasa bersalah. Yugo memegang bahunya, mencoba membuat dia tenang. "Tenanglah," ujarnya pelan.Andara merasa seolah-olah oksigen di sekitarnya semakin habis. Rasa cemas dan takutnya membuatnya sulit bernapas secara normal.Yugo menarik sudut bibirnya membentuk senyuman tipis. Dia berbahagia sekaligus mencoba mengerti dan simpati. Dia tahu betul bahwa Andara sedang mengalami tekanan emosional yang besar dan dia berusaha sebaik mungkin untuk menjadi penenang baginya."Jangan masuk dulu," ucap Yugo sambil bersandar di mobil, matanya menatap langit yang gelap. Ada sesuatu yang membuatnya terpesona dan terpikirkan. Andara merasa ragu, tapi dia memutuskan untuk mengikuti apa yang Yugo lakukan.Dia bergabung dengan Yugo, men