Usai pemakaman, Junior lebih banyak menyendiri. Dia tidak banyak bicara. Bahkan, air matanya sudah tidak tampak lagi.Mahes coba mendekati dan menghibur, tapi Junior malah mengabaikannya. Kemudian, hari-hari setelahnya Junior seperti tidak menganggap keberadaan Mahes."Pagi, Ayah ...." Kasa yang sudah bersiap dengan seragam sekolahnya menyapa Junior. "Pagi." Junior menyahut meski dengan nada lesu dan senyum yang dipaksakan."Ayah, hari ini mau mengantarku ke sekolah?" Kasa sangat mengharapkan Junior mau mengantarkannya. Sebab sudah satu minggu dia hanya sekolah dengan sopir dan ibunya. Bocah itu pikir kalau mereka bisa jalan bersama ke sekolah itu akan jauh lebih menyenangkan.Mahes dengar percakapan mereka. Dia yang baru saja selesai memasukkan bekal.Kasa ke dalam tas menginterupsi obrolan itu. "Ayahnya masih capek, Kasa. Kamu sekolah sama ibu saja, ya?"Kasa tidak membantah dia langsung setuju. Malah, junior yang tiba-tiba ingin memenuhi keinginan putra sambunya itu."Ya sudah, Ka
"Kamu kira enak jadi orang yang didiamkan selama berhari-hari?" Mahes bahkan bingung saat mereka tidur. Mau mengajak bicara, takutnya diabaikan. Diam juga tidak menyelesaikan masalah."Berapa hari kamu nggak menyapaku? Berapa hari kamu nggak menyentuhku?" Derai air mata istrinya semakin deras, Junior hanya bisa menepuk bahunya sembari menunggu Mahes bisa tenang.Setelah dia tenang, baru Junior berani mengatakan apa yang sebenarnya terjadi selama ini. "Kamu nggak salah, Hes. Ini bukan salah kamu ...."Dalam isakannya, Mahesa mengeluhkan sikap Junior. "Gimana aku nggak salahkan diri sendiri kalau kamu selama ini diam denganku!"Junior menangkup wajah Mahes. "Aku bingung dengan perasaanku. Hes. Aku sakit hati, tapi bukan dengan kamu. Aku marah, tapi bukan dengan kamu juga. Aku menyalahkan diri sendiri ...." Junior menggigit bibirnya. "Aku menyalahkan diri karena nggak peka dengan tanda yang sudah papa kasih. Aku kehilangan papa sebelum bisa buktikan aku ini mampu dipercaya dengan dia."
Hari ini akan diadakan rapat keluarga mengenai Amarta akan tinggal di mana. Mahes sudah yakinkan Junior bahwa dia akan menerima ibu mertuanya itu di rumah, meski Amarta tidak suka padanya. Junior juga percaya bahwa apa yang dikatakan Mahes itu jujur. Tapi, keputusan ini harus dirundingkan dulu. Mereka tidak bisa main membawa Amarta karena perempuan itu juga belum tentu mau.Omong-omong soal Yugo, pria itu juga mengajak Angela untuk hadir dalam rapat keluarga tersebut. Mau sesebal atau sedingin apa pun sikapnya pada wanita itu, dia masih berstatus istri. Apalagi, Yugo belakangan mulai tahu belangnya perempuan itu. Sekalian saja dia ikuti permaninan Angela sembari menunggu kapan waktu yang pas untuk membongkar semuanya dan membuat mereka tidak akan berani lagi menampakkan wajah di depan Yugo.Keempatnya sudah berkumpul, anak-anak bermain di bagian belakang rumah ditemani suster untuk Siena dan Kasa bisa mandiri. Mahes tidak menggunakan jasa nany atau baby sitter dalam mengasuhnya. Yang
"Ibu?" Mahes menyadari bahwa apa yang dia rasa saat ini tidak nyata. Ya ... ini ibunya. Laras Ayu. Perempuan yang paling sabar dan selalu lembut padanya. Betapa, Mahes mencintai wanita ini yang sudah lama sekali meninggalkannya. Mahes memeluknya erat, Tubuh itu tidak pernah dingin, selalu memberinya kehangatan. Tersedu-sedan Mahes. Meskipun dia menyadari kalau ini hanyalah mimpi perempuan itu tetap bahagia karena pada akhirnya bisa bertemu lagi dengan sang ibu. "Bu, maafin Mahes yang nggak bisa membahagiakan Ibu. Maafin aku yang nggak bisa kasih lihat ke Ibu kalau aku punya suami dan anak-anak yang manis." "Bu ... Mahes kangen sama Ibu. Ibu ninggalin Mahes terlalu cepat. Aku bahkan masih anak-anak saat itu." Laras tidak bicara apa-apa. Mahes semakin mendekapnya erat. Perempuan itu terus mengatakan betapa dia mencintai ibunya dan juga sangat merindukan dia. Laras merengku tabgan putrinya. Dia menoleh ke belakang dan tanpa sadar kalau sedari tadi sudah ada perempuan berkursi roda
"Gimana kalau kita ke pantai?" Pertanyaan itu seketika meluncur dari mulut Junior ketika pagi-pagi melihat istrinya tampak sibuk di dapur. Sementara Kasa yang memiliki mainan baru juga sibuk dengan mainannya sendiri. Junior hari ini tidak berangkat ke kantor merasa jadi satu-satunya orang yang tidak punya kegiatan.Mahes masih sibuk dengan kegiatan di dapur, Sumi saja sampai kelihatan bingung mau membantunya karena perempuan itu benar-benar serius mengerjakan semuanya sendiri."Hes, jangan sibuk sendiri kayak gitu. Ini hari Minggu dan aku nggak punya kegiatan apa-apa, kalian semua sepertinya nggak peduli ada aku di rumah."Males mengekeh saja, kemudian dia membawa hasil masakannya ke depan Junior."Aku ingat makanan kesukaan Mama Amarta apa saja. Jadi, aku coba buat ini dan kemarin pesan daging vegetarian. Ini dari kedelai. Kira-kira kalau kita bawa untuk Mama dia bakal doyan atau enggak?"Junior cukup terkejut. "Kamu buat ini untuk mama?"Mahes mengangguk.Ini seperti sebuah gurauan,
Kasa berkomentar kalau dia sudah lama tidak datang ke rumahnya Siena ini. Ya ... bagaimana mau datang kalau belakangan baik antara Junior, Mahes, dan Yugo komunikasinya kurang baik.Asisten rumah tangganya Yugo datang lagi, setelah beberapa menit menghilang ke dalam tadi. "Tuan, mari silakan masuk," katanya sembari memberi jalan pada Mahes dan Yugo.Ketika keduanya melangkah, cengkeraman Mahes di tangan Junior jadi semakin kuat. Bisa jadi, perempuan itu sedang merasa tegang saat ini.Junior yang ada di sebelahnya menepuk pelan. Dari isyarat tubuh yang ditunjukkan, dia janji kalau selama ada dirinya, Yugo tidak akan berani macam-macam.Angela tadinya mau pergi. Begitu tahu kalau ada tamu 'spesial' yang datang, perempuan itu terpaksa membatalkan, lantas memilih untuk menemui mereka."Wah, tunben kalian datang ke sini?" Angela menatap Junior dan Mahes bergantian. Junior yang mewakili Mahes untuk menjawab. "Kami mau menengok mama, sekalian Mahes bawakan makanan."Membawakan makanan? Ang
Amarta membulat matanya. Kedua menantunya ini seperti merebutkan harta wanita itu. Sayang sekali, sekarang keadaan perempuan itu sudah lumpuh. Jadi dia tidak bisa bicara lantang untuk menghentikan kedua menantunya ini.Angela menaikkan sebelah alis. Di pikirannya, perempuan bodoh dan naif seperti Mahes ini, apa lagi coba kalau yang diharapkan kalau bukan harta?Diam-diam, Maheswari pasti tahu kalau Amarta ini masih punya aset yang cukup banyak. Biar bagaimanapun, mertua mereka ini dulunya adalah perempuan sosialita yang suka berinvestasi di perhiasan ataupun sektor bisnis yang mungkin belum mereka ketahui. Pintar sekali dia. Mau bersikap baik mencari perhatian mertua supaya nanti mendapatkan warisan. Ya, sebenarnya Angela juga tidak butuh-butuh amat dengan uang itu. Toh, dia juga masih punya ayah yang cukup kaya raya. Hanya saja perempuan itu tidak suka kalau sampai Mahes berhasil cari muka dan mendapatkan bagian yang lumayan besar. Itu bisa membuat istri Junior semakin sombong di d
Karena Yugo sudah lama tidak datang ke kantor, hanya mengerjakan semua pekerjaan dari rumah, Junior perlu mengatur pertemuan di luar.Tidak banyak basa-basi Junior hanya melainkan apa yang membuat Majes resah. Mungkin memang iya, istrinya yang sedang mengandung itu sedikit sensitif. Tapi, dia harap Yugo bisa paham dan mencari lebih dalam lagi alasan kenapa Mahes bisa seperti ini.Yugo tidak banyak omong saat pertemuan tersebut. Meski begitu, dia tetap menerima dengan baik saran yang diberikan junior.Soal Agama, memang tidak usah diragukan lagi kalau wanita itu cukup berbahaya. Yugo sudah beberapa kali memergokinya bersikap kasar. Untuk semetnara ini pria itu hanau hisa diam.Dia menunggu pi caka di mana Angela bisa menunjukkan semua kelakuannya. Yugo juga mau menyelesaikan ini supaya jangan lagi ada yang berani menģgganggu Kasa ataupun Mahes.Ini adalah caranya untuk menebus semua kesalahan yang pernah dilakukan.*Selagi suaminya berada di luar, Angela sempat pergi tadu. Tidak pamit
Angela yakin bahwa rencananya akan berjalan dengan sempurna. Dia telah merancang skenario yang cermat untuk memecah belah Yugo dan Andara, berharap bisa menghancurkan hubungan mereka. Tapi, realitas yang pahit harus dia hadapi. Angela gagal. Setelah segala usaha dan taktiknya, Angela harus mengakui bahwa dia tidak berhasil membuat Siena membenci Andara. Sebaliknya, Siena yang polos dan berhati baik, tetap menerima Andara dengan tangan terbuka. Siena, dengan kepolosannya, melihat Andara bukan sebagai musuh, tapi sebagai calon ibunya. Dia melihat kebaikan hati Andara dan cinta yang tulus dari Andara kepada ayahnya. Angela, yang selalu berusaha menanamkan keraguan dan kebencian pada hati Siena, harus menerima kenyataan bahwa dia tidak bisa mengubah pandangan Siena terhadap Andara. **** Hari itu, kantor tampak lebih sibuk dari biasanya. Telepon berdering tanpa henti, mesin fotokopi berbunyi keras, dan suara keyboard yang dipukul oleh jari-jari cepat menciptakan simfoni yang khas di r
Yugo mempersiapkan dirinya untuk menjemput Andara. Mobilnya, yang berkilauan bersih dan rapi, terasa seperti ekstensi dari dirinya sendiri, siap untuk mengambil peran penting dalam hari ini. Dia memeriksa jam tangan dan tersenyum puas. Tepat waktu.Dia memacu mobilnya melalui jalanan yang biasa dia lalui, tetapi kali ini dengan suasana hati yang berbeda. Dia menikmati setiap putaran, setiap lampu lalu lintas, dan setiap detik dalam perjalanan ini. Tiba di rumah Andara, dia melihat sosok yang sudah dinantikan berdiri di depan rumah, menunggu.Yugo memarkir mobilnya dengan hati-hati dan turun. Dia menutup pintu mobil dan berjalan menuju Andara. Dia menatapnya, membiarkan matanya meresap ke dalam kecantikan Andara yang mempesona. Sebuah pujian meluncur dari bibirnya, "Kamu cantik hari ini."Andara tersenyum, pipinya sedikit memerah. Dia berterima kasih dan membalas pujian Yugo, "Makasih, Mas Yugo. Kamu juga tampak tampan." Ada rona bahagia di wajahnya yang membuat Yugo merasa berharga.Y
Keramaian kantor dipenuhi oleh suara keyboard yang berdenting dan bisikan-bisikan dari rekan-rekan kerja yang saling berkomunikasi. Di tengah kebisingan itu, Andara mendengar suara lembut namanya dipanggil melalui sistem interkom. Yugo meminta Andara untuk datang ke ruangannya, ada hal penting yang ingin dibicarakannya.Andara berjalan menuju ruangan Yugo dengan berbagai pikiran yang berkecamuk di kepalanya. Mungkinkah ada tugas tambahan yang harus dikerjakan? Atau mungkin ada proyek baru yang perlu dibahas? Namun, ketika dia membuka pintu ruangan Yugo, suasana yang ia temui tidak sesuai dengan apa yang ia perkirakan. Yugo, dengan serius, malah membicarakan soal kehidupan pribadi mereka."Umh, Siena ingin mengajakmu makan malam di rumah," kata Yugo tiba-tiba, tanpa adanya pembukaan pembicaraan.Andara tampak tercengang, merasa kikuk. Dia tidak bisa menyembunyikan rasa penasaran dan sedikit bingung yang terpampang di wajahnya. "Kamu mau ajak aku makan malam?" tanyanya, dengan suara yan
Andara menatap Yugo dengan rasa penasaran yang mendalam. Matanya menyapu kontur wajah Yugo, mencari-cari sesuatu yang berbeda. Dia merasa ada yang tidak biasa tentang Yugo hari ini."Kamu kenapa?" tanya Yugo, mencoba meraba-raba apa yang mungkin terjadi.Andara menatap balik Yugo, matanya bersinar dengan semacam ketidaknyamanan yang sulit diartikulasikan. "Nggak kenapa-napa," jawabnya, seringai paksa menghiasi wajahnya.Yugo merasa seperti ada sesuatu yang disembunyikan Andara."Apa tempat ini kurang nyaman buatmu?" tanya Yugo, mencoba mencari tahu apa yang membuat Andara merasa tidak nyaman.Andara menatap sekeliling, memperhatikan suasana sekitar mereka. "Nyaman, kok, Pak," jawabnya, mencoba menenangkan Yugo. Sayangnya, dia menggunakan panggilan yang salah untuk kekasihnya itu hingga membuat dia memberengut.Sadar akan kesalahannya, Andara segera meralat panggilannya. "Oh, oke, akj nggak panggil 'Pak'. Aku akan panggil kamu Mas. Oke?" ujar Andara dengan nada yang lebih ringan, menco
Yugo hari ini mengantarkan Siena ke rumah Angela. Selain karena memang hari ini jatahnya untuk bersama ibunya, dia juga ada acara dengan Andara. Tidak enak kalau Siena diajak. Ini pasti akan membuat tidak nyaman baik antara Siena ataupun Andara."Aku titip Siena."Angela mendengkus. Yugo ini sungguh bersikap tidak pantas dengan berkata seperti itu pada sosok wanita yang merupakan ibu kandungnya Siena."Aku ini ibunya, kamu nggak perlu cemas." Angela merangkul pundak Siena, menunjukkan keakraban di antara mereka.Yugo merotasi mata. Angela itu bukan ibu yang bisa dipercaya. Buktinya saja, saat acara ulang tahun Siena, dia malah memilih untuk buru-buru pergi."Papa akan jemput nanti malam," ujar Yugo kepada Siena."Iya, Pa," jawab Siena dengan senyum manisnya. Yugo pergi meninggalkan rumah besar tersebut. Mobil hitamnya menghilang di belokan jalan, meninggalkan debu putih yang berterbangan di udara.Sementara itu, Angela mengajak Siena masuk ke dalam rumah dan menuju taman belakang yan
Hari ini adalah hari yang cukup sibuk bagi Yugo. Dia memiliki urusan di luar kantor yang harus diselesaikan. Untungnya, sekretarisnya, Irena, telah menyiapkan segalanya dengan baik. Dari jadwal pertemuan hingga dokumen-dokumen yang diperlukan. Sehingga, semua berjalan lancar dan tidak ada masalah yang muncul.Tapi, meski segala sesuatunya tampak berjalan baik-baik saja, Irena merasa ada sesuatu yang tidak beres. Ekspresi wajah Yugo tampak berbeda dari biasanya. Biasanya dia tampak tenang dan percaya diri tetapi hari ini ada kerutan di dahi dan matanya terlihat lelah seolah-olah sedang memikirkan sesuatu yang serius.Irena merasa curiga dan mulai bertanya-tanya dalam hati apakah dia telah melakukan kesalahan atau ada sesuatu yang belum ia selesaikan dengan baik sehingga membuat bosnya itu tampak gelisah. "Pak," tanyanya ketika mereka dalam perjalanan kembali ke kantor setelah menyelesaikan urusan di luar tadi. Suaranya dipenuhi kekhawatiran.Yugo menoleh padanya, tanpa menjawab langsung
Pagi itu, Yugo terlihat terenyum sendiri. Cahaya matahari pagi yang hangat menyinari wajahnya yang tampak bersemu. Dia duduk di meja makan dengan secangkir kopi di tangannya, matanya menatap jauh ke luar jendela.Sementara itu, Siena, putri kecil Yugo, sedang memperhatikan ayahnya dari ujung meja. Matanya yang bulat besar tampak penuh rasa penasaran dan bingung. "Papa kenapa?" tanya Siena dengan nada polos. Yugo menoleh dan melihat Siena dengan senyum lembut di wajahnya. "Papa nggak kenapa-napa," jawabnya sambil mengelus kepala Siena lembut. "Tapi aku lihat Papa senyum terus dari tadi," sahut Siena sambil mengerucutkan bibirnya, seolah tidak percaya dengan jawaban ayahnya. Yugo hanya tertawa mendengar perkataan putrinya tersebut. "Itu cuma perasaanmu," balas Yugo sambil kembali menyeruput kopinya.Namun dalam hati, Yugo merasa bahagia, senyumannya adalah refleksi dari perasaan bahagianya karena Andara telah membalas cintanya. Setelah menyelesaikan kopinya, Yugo bangkit dari kurs
Yugo tidak bisa mengelak dari pertanyaan yang diajukan oleh Andara. Dia merasa terjepit dan sadar bahwa kebenaran harus dihadapi. Dengan senang hati Yugo mengangguk sebagai tanggapan atas pertanyaan Andara."Kamu menyadarinya?" tanya Yugo dengan suara yang lemah.Andara mengiyakan. Dia telah menyadari kebenaran yang tersembunyi sejak awal melihat fitur-fitur wajah anak itu dan langsung tahu kemiripannya dengan Yugo. "Sejak awal saya bertemu dengannya, wajah anak itu terlihat familiar, dan saya langsung sadar bahwa itu adalah fitur-fitur wajah Bapak."Yugo menipiskan bibirnya. Dia tahu bahwa masa lalu kelamnya telah mempengaruhi kehidupan orang-orang di sekitarnya, termasuk putra yang tidak pernah mengetahui hubungan biologis mereka."Itu masa lalu, Pak," kata Andara dengan lembut. Dia ingin Yugo tahu, meskipun masa lalu kelam itu ada di sana, Andara ingin memastikan bahwa mereka bisa melanjutkan hidup dan menciptakan masa depan yang lebih baik.Yugo tersenyum hangat saat mendengar ka
Andara merasakan wajahnya memerah, panas oleh rasa malu yang menghampiri. Dia membungkukkan badan, meminta maaf pada Yugo."Maaf, Pak." Andara merasa benar-benar kikuk dan napasnya juga tidak beraturan."Andara!" Yugo sedikit menyentak karena dia tidak mau wanita itu merasa bersalah. Yugo memegang bahunya, mencoba membuat dia tenang. "Tenanglah," ujarnya pelan.Andara merasa seolah-olah oksigen di sekitarnya semakin habis. Rasa cemas dan takutnya membuatnya sulit bernapas secara normal.Yugo menarik sudut bibirnya membentuk senyuman tipis. Dia berbahagia sekaligus mencoba mengerti dan simpati. Dia tahu betul bahwa Andara sedang mengalami tekanan emosional yang besar dan dia berusaha sebaik mungkin untuk menjadi penenang baginya."Jangan masuk dulu," ucap Yugo sambil bersandar di mobil, matanya menatap langit yang gelap. Ada sesuatu yang membuatnya terpesona dan terpikirkan. Andara merasa ragu, tapi dia memutuskan untuk mengikuti apa yang Yugo lakukan.Dia bergabung dengan Yugo, men