Angela mengekeh ketika Adrian berkata ingin menemaninya malam ini."Memangnya kamu nggak punya istri yang akan menunggumu di rumah?""Aku nggak punya siapa-siapa yang menunggu di rumah. Kamu sendiri gimana?" balas laki-laki itu. "Memang nggak ada laki-laki yang sedang menantimu di rumah ataupun akan menemanimu di sini?"Angela menipiskan bibir. Semestinya ada laki-laki yang menunggunya di rumah atau setidaknya sedang bersamanya. Sayang sekali, laki-laki itu saat ini sedang tergoda dengan perempuan lain. Seorang wanita yang pernah tidur dengannya.Angela tidak tahu bagaimana perasaan Yugo sekarang pada wanita tersebut."Aku di sini sendiri, berarti nggak ada siapa-siapa yang sedang menungguku."Adrian menarik kedua sudut bibirnya mendengar omongan tersebut. "Kalau begitu, kita sama." Dia kembali meneguk minumannya. "Aku juga nggak punya siapa-siapa yang sedang menunggu saat ini. Entah di rumah atau di mana pun itu."Angela menghabiskan satu tegukan terakhir minumannya. Perempuan itu h
Setelah bangun tidur tadi Junior sama sekali tidak memeriksa ponselnya. Dari mengantar Kasa ke sekolah, baru laki-laki itu memeriksa pesan yang masuk. Betapa terkejutnya laki-laki itu karena baru tahu kalau Ellena bilang ada perubahan jadwal. Berhubung sudah tanggung untuk dibicarakan di sini, JUnior memilih untuk bergegas ke kantor.Sesampainya di sana, kebetulan bertemu di lobby dengan sekretarisnya. “Len, kamu benar sudah pastikan lagi kalau Ibu Melinda itu meminta perubahan jadwal?”Ellena mengangguk. “Benar, Pak. Dari perwakilannya, sudah konfirmasi ke kita, kalau mereka meminta perubahan jadwal pertemuan.”Junior menggeram. “Kenapa kamu nggak konfirmasi lebih awal dengan saya?”Ellena menundukkan sedikit kepalanya. “Maaf, Pak, tapi saya sudah konfirmasi dengan Bapak lebih awal. Sayangnya, Bapak mungkin nggak memeriksa email ataupun pesan yang saya kirimkan."Iya, benar. Junior kalau sudah malam tidak suka memeriksa pekerjaannya lagi karena menurutnya sudah harus fokus pada ist
Sebelumnya, Junior tidak tahu kalau Melinda Liem masih berkerabat dengan Marine. Setelah pertemuan tadi, rupanya gadis yang pernah menjadi rekan menari bersama Junior itu ada di restoran yang sama dengannya.Selesai pertemuan Junior dengan Melinda, mungkin Marine sebelumnya sudah berkomunikasi dengan tantenya itu sehingga dia bisa tahu dengan pas kapan Junior selesai.Mereka bertemu. Marine tampak sedih karena ada masalah besar yang dihadapinya.Gadis itu belum bisa berhenti mencintai Junior sekalipun sudah tujuh tahun lamanya cinta itu tidak pernah terbalas. Tidak peduli apakah saat ini Junior bisa menerimanya atau tidak, yang jelas Marine tidak bisa pergi dari pria itu.Perempuan itu masih berharap, Junior mau buka mata bahwa dirinya jauh lebih baik dari Mahes. Suami Mahes itu adalah salah satu peluang besar bagi Marine untuk bisa selamat dari perjodohan yang direncanakan ayahnya.Junior mengabaikannya. Dia tidak mau bicara dengan Marine terlebih untuk masalah pribadi yang cukup se
Pintu lift akan segera terbuka. Mahes tidak akan sanggup jadi tontonan orang kalau sampai dia dan Junior masih berada dalam posii seperti ini.Napas Junior menderu, tinggal satu detik lagi akan terbuka pintu lift Mahes bilang, "Oke, ayo kita ngomongin ini sekarang."Saat istrinya sudah menjanjikan demikian Junior bisa bernapas lega. Dia juga tahu malu, Tidak bisa dibayangkan kalau sampai benar harus membuka pakaiannya di sini hanya untuk mengancam Mahes.Pintu terbuka Junior menekan tombol lagi ke atas."Kak!" Mahes kesal dengan kelakuan suaminya. "Aku bilang kita bisa ngobrol. Jangan bawa aku ke atas kayak gini lagi! Kakak kira aku nggak mual apa, naik turun lift sampai tiga kali kayak gini!"Junior menyimpulkan senyum. "Ruanganku ada di lantai natas, kita ngobrolnya di lantai atas."Mahes tetap memberengut mendengar penjelasan Junior. Sampai pintu lift sudah terbuka pun dia tetap menekuk wajahnya.Junior meminta agar rantangan yang dibawa wanita itu biar dia saja yang membawanya. "
'Jun, kamu kok lama banget nggak ke rumah Papa?' Pesan singkat saja diterima Junior malam hari sebelum dia tidur.Melihat ekspresi suaminya yang seperti orang gelisah tersebut. Mahes menyadari kalau ada sesuatu yang tidak biasa. Beberapa hari yang lalu Junior dia pergoki sedang berdua dengan wanita yang tidak lain adalah mantan rekan menarinya dulu. Kali ini kalau ada masalah apa masih dan kaitannya dengan Marine? "Ada apa, Kak?" Mahes bertanya pada suaminya. Junior tidak mau ada rahasia di antara mereka dan juga khawatir Mahes mencurigai dirinya macam-macam Jadi dia menunjukkan isi pesan di ponselnya."Papa barusan kirimkan pesan. Katanya sudah lama kita nggak ke sana."Benar juga. Sudah lama mereka tidak ke rumah Sudibja. Dulu saat hubungan mereka sedang bergolak, ditambah puncak masalah di mana Amarta terus menyalahkan Junior. Dari saat itulah jadwal mereka untuk ke sana semakin jarang. Sebenarnya Mahes mau saja ke sana. Tapi, Junior yang melarangnya dan sebagai istri juga dia
Mahes menunggu momen yang tepat untuk dia bisa bicara dengan suaminya. Saat Kasa tidak ada, supaya anaknya yang satu itu tidak perlu mendengar obrolan berat seperti ini.Junior merenung di ruang kerjanya di rumah. Dia melamun cukup lama sampai tidak sadar Mahes sudah menempelkan dagu di bahunya.“Masih kepikiran soal omongan Mama?”“Aku mikirin keluarga kita dan … papa.”Mahes memijat bahu suaminya. Sebuah perlakuan yang bisa membuat Junior merasa nyaman. Sesekali perempuan utu bercanda. “Uratnya kusut semua, kayaknya lagi banyak masalah.”“Memangnya, bisa terasa dari uratku.”“Bisa, dong.”Junior mengekeh.“Nah, gitu.”Mahes lebih lega sekarang. “Kalau kamu murung, aku yang jadi nggak nyaman juga. Kalau kamu bisa senyum kayak gini keadaan akan lebih baik.”Junior juga tahu kalau dengan pikiran yang lebih positif dia bisa merasa lebih baik. Pria itu menyentuh tangan Mahes yang berada di punggungnya, meremas lembut penuh kasih sayang.“Maafin Kak Jun.” Bukan cuma mengatakannya yang begi
Adrian tidak dapat berkutik saat dia mengetahui kalau suaminya Angela yang dikatakan sedang berada di luar negeri sekarang sudah ada di rumah. Selama setengah menit ketiganya saling diam. Bahkan bernapas juga membuat mereka tidak berani."Ada orang di sini?" tanya Yugo dengan tatapan ke sana kemari yang tidak jelas.Angela membulat matanya. Loh, bukannya dia bilang akan melakukan operasi untuk kesembuhan matanya? Lantas kenapa sekarang dia masih tidak bisa melihat? Apakah operasi yang dijalani Zane gagal?Angela melirik Adrian. Sepertinya, mereka memikirkan hal yang sama. Yugo belum bisa melihat mereka!Angela turun dari ranjang, membiarkan setengah tubuh bugilnya tampak di depan mata Yugo. Meskipun mereka ini akan bercerai, Angela yakin laki-laki di mana pun tidak akan bisa berpaling dari tubuh molek seorang perempuan.Yugo sama sekali tidak berkutik. Dia masih tampak mencari seseorang yang ada di kamar."Angela, kamu ada di sini?' tanya pria buta itu.Entah Yugo pura-pura atau tidak
Jo mengulurkan tangan mengajak Junior untuk berkenalan. "Maaf, Kak, kalau kami ini lancang nggak minta izin dulu sama Kakak mau foto istrinya.""Mau foto istri saya?" Junior mengerutkan alis mendengar ini."Iya, Kak." Melfin yang saat ini menjelaskan. "Kami mau memotret Kakak yang cantik ini."Jo menginjak kaki Melfin karena sudah berani memuji istri orang sembarangan. Segera dia luruskan ini. "Maksudnya, kami suka dengan gaya Kakak ini makanya mau ambil fotonya bisa sesuai dengan akun kami.""Jadi ...." Junior melirik Mahes sekilas, "kalian ini cuma mau minta foto?"Melfin mengiyakan. "Kami mau ambil gambarnya untuk ditambahkan ke akun kami, kalau Kakak nggak keberatan.""Oh." Junior kikuk sendiri. Sebelumnya, dia kira Mahes sedang digoda pria tidak jelas. Mahes hanya menepuk jidat melihat kelakuan suaminya ini.*Junior akan pergi ke Hongkong selama tiga hari. Berarti selama lima hari itu juga, Mahes tidak akan bertemu dengannya. Berat ditinggalkan sang suami meski hanya untuk tiga
Angela yakin bahwa rencananya akan berjalan dengan sempurna. Dia telah merancang skenario yang cermat untuk memecah belah Yugo dan Andara, berharap bisa menghancurkan hubungan mereka. Tapi, realitas yang pahit harus dia hadapi. Angela gagal. Setelah segala usaha dan taktiknya, Angela harus mengakui bahwa dia tidak berhasil membuat Siena membenci Andara. Sebaliknya, Siena yang polos dan berhati baik, tetap menerima Andara dengan tangan terbuka. Siena, dengan kepolosannya, melihat Andara bukan sebagai musuh, tapi sebagai calon ibunya. Dia melihat kebaikan hati Andara dan cinta yang tulus dari Andara kepada ayahnya. Angela, yang selalu berusaha menanamkan keraguan dan kebencian pada hati Siena, harus menerima kenyataan bahwa dia tidak bisa mengubah pandangan Siena terhadap Andara. **** Hari itu, kantor tampak lebih sibuk dari biasanya. Telepon berdering tanpa henti, mesin fotokopi berbunyi keras, dan suara keyboard yang dipukul oleh jari-jari cepat menciptakan simfoni yang khas di r
Yugo mempersiapkan dirinya untuk menjemput Andara. Mobilnya, yang berkilauan bersih dan rapi, terasa seperti ekstensi dari dirinya sendiri, siap untuk mengambil peran penting dalam hari ini. Dia memeriksa jam tangan dan tersenyum puas. Tepat waktu.Dia memacu mobilnya melalui jalanan yang biasa dia lalui, tetapi kali ini dengan suasana hati yang berbeda. Dia menikmati setiap putaran, setiap lampu lalu lintas, dan setiap detik dalam perjalanan ini. Tiba di rumah Andara, dia melihat sosok yang sudah dinantikan berdiri di depan rumah, menunggu.Yugo memarkir mobilnya dengan hati-hati dan turun. Dia menutup pintu mobil dan berjalan menuju Andara. Dia menatapnya, membiarkan matanya meresap ke dalam kecantikan Andara yang mempesona. Sebuah pujian meluncur dari bibirnya, "Kamu cantik hari ini."Andara tersenyum, pipinya sedikit memerah. Dia berterima kasih dan membalas pujian Yugo, "Makasih, Mas Yugo. Kamu juga tampak tampan." Ada rona bahagia di wajahnya yang membuat Yugo merasa berharga.Y
Keramaian kantor dipenuhi oleh suara keyboard yang berdenting dan bisikan-bisikan dari rekan-rekan kerja yang saling berkomunikasi. Di tengah kebisingan itu, Andara mendengar suara lembut namanya dipanggil melalui sistem interkom. Yugo meminta Andara untuk datang ke ruangannya, ada hal penting yang ingin dibicarakannya.Andara berjalan menuju ruangan Yugo dengan berbagai pikiran yang berkecamuk di kepalanya. Mungkinkah ada tugas tambahan yang harus dikerjakan? Atau mungkin ada proyek baru yang perlu dibahas? Namun, ketika dia membuka pintu ruangan Yugo, suasana yang ia temui tidak sesuai dengan apa yang ia perkirakan. Yugo, dengan serius, malah membicarakan soal kehidupan pribadi mereka."Umh, Siena ingin mengajakmu makan malam di rumah," kata Yugo tiba-tiba, tanpa adanya pembukaan pembicaraan.Andara tampak tercengang, merasa kikuk. Dia tidak bisa menyembunyikan rasa penasaran dan sedikit bingung yang terpampang di wajahnya. "Kamu mau ajak aku makan malam?" tanyanya, dengan suara yan
Andara menatap Yugo dengan rasa penasaran yang mendalam. Matanya menyapu kontur wajah Yugo, mencari-cari sesuatu yang berbeda. Dia merasa ada yang tidak biasa tentang Yugo hari ini."Kamu kenapa?" tanya Yugo, mencoba meraba-raba apa yang mungkin terjadi.Andara menatap balik Yugo, matanya bersinar dengan semacam ketidaknyamanan yang sulit diartikulasikan. "Nggak kenapa-napa," jawabnya, seringai paksa menghiasi wajahnya.Yugo merasa seperti ada sesuatu yang disembunyikan Andara."Apa tempat ini kurang nyaman buatmu?" tanya Yugo, mencoba mencari tahu apa yang membuat Andara merasa tidak nyaman.Andara menatap sekeliling, memperhatikan suasana sekitar mereka. "Nyaman, kok, Pak," jawabnya, mencoba menenangkan Yugo. Sayangnya, dia menggunakan panggilan yang salah untuk kekasihnya itu hingga membuat dia memberengut.Sadar akan kesalahannya, Andara segera meralat panggilannya. "Oh, oke, akj nggak panggil 'Pak'. Aku akan panggil kamu Mas. Oke?" ujar Andara dengan nada yang lebih ringan, menco
Yugo hari ini mengantarkan Siena ke rumah Angela. Selain karena memang hari ini jatahnya untuk bersama ibunya, dia juga ada acara dengan Andara. Tidak enak kalau Siena diajak. Ini pasti akan membuat tidak nyaman baik antara Siena ataupun Andara."Aku titip Siena."Angela mendengkus. Yugo ini sungguh bersikap tidak pantas dengan berkata seperti itu pada sosok wanita yang merupakan ibu kandungnya Siena."Aku ini ibunya, kamu nggak perlu cemas." Angela merangkul pundak Siena, menunjukkan keakraban di antara mereka.Yugo merotasi mata. Angela itu bukan ibu yang bisa dipercaya. Buktinya saja, saat acara ulang tahun Siena, dia malah memilih untuk buru-buru pergi."Papa akan jemput nanti malam," ujar Yugo kepada Siena."Iya, Pa," jawab Siena dengan senyum manisnya. Yugo pergi meninggalkan rumah besar tersebut. Mobil hitamnya menghilang di belokan jalan, meninggalkan debu putih yang berterbangan di udara.Sementara itu, Angela mengajak Siena masuk ke dalam rumah dan menuju taman belakang yan
Hari ini adalah hari yang cukup sibuk bagi Yugo. Dia memiliki urusan di luar kantor yang harus diselesaikan. Untungnya, sekretarisnya, Irena, telah menyiapkan segalanya dengan baik. Dari jadwal pertemuan hingga dokumen-dokumen yang diperlukan. Sehingga, semua berjalan lancar dan tidak ada masalah yang muncul.Tapi, meski segala sesuatunya tampak berjalan baik-baik saja, Irena merasa ada sesuatu yang tidak beres. Ekspresi wajah Yugo tampak berbeda dari biasanya. Biasanya dia tampak tenang dan percaya diri tetapi hari ini ada kerutan di dahi dan matanya terlihat lelah seolah-olah sedang memikirkan sesuatu yang serius.Irena merasa curiga dan mulai bertanya-tanya dalam hati apakah dia telah melakukan kesalahan atau ada sesuatu yang belum ia selesaikan dengan baik sehingga membuat bosnya itu tampak gelisah. "Pak," tanyanya ketika mereka dalam perjalanan kembali ke kantor setelah menyelesaikan urusan di luar tadi. Suaranya dipenuhi kekhawatiran.Yugo menoleh padanya, tanpa menjawab langsung
Pagi itu, Yugo terlihat terenyum sendiri. Cahaya matahari pagi yang hangat menyinari wajahnya yang tampak bersemu. Dia duduk di meja makan dengan secangkir kopi di tangannya, matanya menatap jauh ke luar jendela.Sementara itu, Siena, putri kecil Yugo, sedang memperhatikan ayahnya dari ujung meja. Matanya yang bulat besar tampak penuh rasa penasaran dan bingung. "Papa kenapa?" tanya Siena dengan nada polos. Yugo menoleh dan melihat Siena dengan senyum lembut di wajahnya. "Papa nggak kenapa-napa," jawabnya sambil mengelus kepala Siena lembut. "Tapi aku lihat Papa senyum terus dari tadi," sahut Siena sambil mengerucutkan bibirnya, seolah tidak percaya dengan jawaban ayahnya. Yugo hanya tertawa mendengar perkataan putrinya tersebut. "Itu cuma perasaanmu," balas Yugo sambil kembali menyeruput kopinya.Namun dalam hati, Yugo merasa bahagia, senyumannya adalah refleksi dari perasaan bahagianya karena Andara telah membalas cintanya. Setelah menyelesaikan kopinya, Yugo bangkit dari kurs
Yugo tidak bisa mengelak dari pertanyaan yang diajukan oleh Andara. Dia merasa terjepit dan sadar bahwa kebenaran harus dihadapi. Dengan senang hati Yugo mengangguk sebagai tanggapan atas pertanyaan Andara."Kamu menyadarinya?" tanya Yugo dengan suara yang lemah.Andara mengiyakan. Dia telah menyadari kebenaran yang tersembunyi sejak awal melihat fitur-fitur wajah anak itu dan langsung tahu kemiripannya dengan Yugo. "Sejak awal saya bertemu dengannya, wajah anak itu terlihat familiar, dan saya langsung sadar bahwa itu adalah fitur-fitur wajah Bapak."Yugo menipiskan bibirnya. Dia tahu bahwa masa lalu kelamnya telah mempengaruhi kehidupan orang-orang di sekitarnya, termasuk putra yang tidak pernah mengetahui hubungan biologis mereka."Itu masa lalu, Pak," kata Andara dengan lembut. Dia ingin Yugo tahu, meskipun masa lalu kelam itu ada di sana, Andara ingin memastikan bahwa mereka bisa melanjutkan hidup dan menciptakan masa depan yang lebih baik.Yugo tersenyum hangat saat mendengar ka
Andara merasakan wajahnya memerah, panas oleh rasa malu yang menghampiri. Dia membungkukkan badan, meminta maaf pada Yugo."Maaf, Pak." Andara merasa benar-benar kikuk dan napasnya juga tidak beraturan."Andara!" Yugo sedikit menyentak karena dia tidak mau wanita itu merasa bersalah. Yugo memegang bahunya, mencoba membuat dia tenang. "Tenanglah," ujarnya pelan.Andara merasa seolah-olah oksigen di sekitarnya semakin habis. Rasa cemas dan takutnya membuatnya sulit bernapas secara normal.Yugo menarik sudut bibirnya membentuk senyuman tipis. Dia berbahagia sekaligus mencoba mengerti dan simpati. Dia tahu betul bahwa Andara sedang mengalami tekanan emosional yang besar dan dia berusaha sebaik mungkin untuk menjadi penenang baginya."Jangan masuk dulu," ucap Yugo sambil bersandar di mobil, matanya menatap langit yang gelap. Ada sesuatu yang membuatnya terpesona dan terpikirkan. Andara merasa ragu, tapi dia memutuskan untuk mengikuti apa yang Yugo lakukan.Dia bergabung dengan Yugo, men