"Ayah, kenapa Siena punya ibu?"Kasa berdiri di tengah jalan, menghalangi Junior yang akan masuk ke kamar. Dia menatap ayahnya yang tinggi menjulang penuh harapan. Tubuhnya yang mungil membuatnya harus mendongak.Junior mengerutkan kedua sudut bibirnya saat sebentuk jejak kepahitan mulai merebak di wajah putranya.Dia jadi begini karena datang ke acara ulang tahun Siena akhir pekan lalu. Dia memiliki keluarga yang utuh. Ada ibu dan ayah. Mereka meniup lilin bersama. Yugo pernah bilang kalau Junior harusnya sesekali mengizinkan agar Kasa mengadakan ulang tahun di rumahnya. Supaya dia bisa merasakan bagaimana memiliki keluarga yang utuh. Walaupun bocah satu itu hingga detik ini hanya mengenali Yugo sebagai pamannya.Tawaran itu tidak pernah disetujui Junior. Sekalipun Kasa bukan anak kandungnya, dia sudah mengambil alih sepenuhnya untuk anak itu. Dan Junior tidak mau kalau sampai nanti Kasa lebh merasakan kasih sayang ayah dari Yugo."Kasa, ayah capek. Kerjaan ayah ini sudah banyak."
Semua yang dikatakan Asih, tidak ada satu pun yang disangkal oleh Yugo. Rasa sakit emosional Junior menjalar ke seluruh tubuh. Meski, kakaknya beralasan kalau dia melakukan ini demi Junior dan Kasa anaknya, ini tidak bisa dimaafkan.Yugo beralasan sebagai kakak harus ada satu hal yang dia korbankan dalam hidup ini demi membuat adiknya bisa berubah lebih dewasa dan jauh lebih baik. Yugo sengaja menjauhkan Mahes dari Junior karena perempuan itu akan membuatnya susah. Junior akan kehilangan banyak kesempatan baik hanya karena bertengkar dengan orang tuanya.Dia mengalah kalau sampai harus dutuduh sebagai orang yang paling kejam dan tidak punya perasaan. Demi melihat Junior yang sekarang.Junior sakit hati. Jika tidak ingat kalau ada kasa di antara mereka mungkin Junior makan memutus hubungan persaudaraan di antara mereka.🍒Junior masuk ke kamar Kasa. Dia memeluk putranya, mengecup kening anak kesayangannya."Kita akan cari ibu. Kita akan bawa pulang ibu ...."Kasa menggeliat. Dia lelap
Pernikahan mereka, Mahes tahu pada mulanya hanya atas dasar rasa kasihan Junior padanya. Seperti main-main, memang itu tidak bisa masuk dalam hitungan. Perempuan itu enggan meneruskan ini atas dasar nafsunya, sedangkan belum ada ikatan yang sah di antara mereka."Kamu tahu gimana status pernikahan kita, Kak." Dia berujar lirih.Junior memegang wajah Mahes. Ya, dia tahu soal pernikahannya dan pria itu memilih untuk menghargai wanita yang ada di hadapannya ini.Mahes menurunkan tangan Junior dari wajahnya. Dia mengusap perlahan tangan lelaki itu yang terasa dingin sekarang."Nggak ada buku nikah yang kita pegang. Kalau orang lihat kamu dan aku begini, mereka bakal bilang aku murahan."Junior menunduk, dia menghela napas berat. Sungguh yang terjadi barusan memang di luar kendali. Hasrat dan rindunya begitu besar sampai sulit dikendalikan."Kak Jun bakal nikahin kamu lagi. Kali ini aku bakal urus semuanya. Nggak akan ada lagi yang bisa menghina kamu!"Mahes menggeleng. "Jangan buru-buru."
“Kasa, kenapa kamu pulang nggak nunggu jemputan dari Ayah dulu?”Kasa yang ditegur ayahnya hanya menatap sembari menggigit bibir. Bocah itu pikir tidak ada salahnya karena dia tadi pulang bukan dengan orang asing. “Aku, kan, pergi dengan Om Yugo. Soalnya, tadi dia bilang mau sekalian antar pulang.”Junior memijat pangkal hidung. Dia berjongkok di depan putranya tersebut, sembari pelan-pelan merengkuh lengan Kasa. Dia ingatkan tentang kesepakatan mereka. “Kamu nggak boleh pulang selain pakai jemputan dari Ayah.”“Memangnya, kenapa kalau pakai jemputan dari Om Yugo?”Junior hanya tidak mau Kasa dekat dengan Yugo itu saja. Apalagi, kelihatannya laki-laki itu sayang pada Kasa. Sebagai ayah, Junior malah merasa ketakutan.“Pokoknya nggak boleh ulangi, oke?”Kasa berjanji.Jujur, tadi Junior sampai buru-buru dari kantor ketika sopir ditugaskannya mengatakan bahwa Kasa sudah pulang dengan Yugo. Dia sampai harus nekat memastikan bahwa kakaknya itu tidak akan membawa anaknya ke mana-mana.Juni
Asih terkejut bukan kepalang ketika dia melihat Junior ada di rumahnya dan juga seorang gadis yang menggigil, berwajah pucat ikut bersamanya. Pembantu itu sampai tidak bisa berkata-kata ketika dia menunjuk Mahes."Bi, tolong siapin air hangat buat Mahes.""I-iya, Den." Asih mengangguk, tapi dia masih bengong memperhatikan tuannya yang baru datang."Kamu di sini dulu, Kak Jun mau ke rumah sakit.""Nggak!" Ketika Junior akan pergi lagi, Mahes segera memegang tangannya. "Jangan tinggalin aku!""Nggak apa-apa, Hes." Junior paham. Setelah kejadian di mana Mahes memukul Yugo sampai laki-laki itu nyaris sekarat, wajar kalau dia ketakutan. Tapi, semua masalah sudah selesai. Junior segera membawa Yugo ke rumah sakit untuk mendapat pertolongan dan dia baik-baik saja.Mahes harus berada di sini karena tidak mungkin lagi ditinggalkan di kontrakannya. Setelah Yugo tahu keberadaannya, pasti dia tidak akan diam saja. Yang berikutnya harus Junior lakukan adalah melihat bagaimana keadaan kakaknya. Kar
Junior pulang dan dia mendapati pemandangan yang sungguh tidak terduga, yaitu Mahes tidur di sofa.Asih berbisik ketika bicara padanya. "Tadi, Bibi sudah bilang supaya tidur di kamar, tapi Non Mahes mau nungguin Den Junior pulang.""Biarin, Bi." Junior melengkungkan bibir. Dia juga berbisik saat bicara karena tidak mau membangunkan wanita itu. Sebentar ke kamar mencari selimut, pria itu kembali lagi untuk menutupi tubuh Mahes. Padahal dia sudah melakukannya dengan sangat hati-hati, menjaga perempuan itu agar tetap terlelap, tapi yang terjadi malah sebaliknya. Dia bangun. Junior tersenyum padanya."Kok, udah bangun?" Lelaki itu meledeknya. "Padahal baru aja mau diselimutin."Mahes memperhatikan ke arah pintu, seperti sedang mencari siapa orang yang ikut dengan Junior saat ini.Asih sudah kembali ke dalam karena tidak enak memperhatikan obrolan majikannya. Sementara, Kasa sudah tidur."Nggak ada siapa-siapa, cuma kita berdua di sini.""Kenapa pulangnya malam banget?"Alih-alih menjawab
"Memangnya, kenapa Ibu nggak bisa antar aku ke sekolah?"Kasa bertanya dengan sepasang alis bertaut. Ibunya sedang menyisiri rambut bocah tersebut. Separuh hatinya merasa senang karena saat ini sedang diurus oleh sosok yang selama ini dia rindukan. Tapi, sebagian hatinya lagi merasa kecewa karena Mahes tidak mau mengantarkannya ke sekolah.Sebetulnya, sebagai seorang ibu hasrat Maheswari sungguh besar untuk bisa menemani ke mana pun dia pergi. Memberikan kebahagiaan sebanyak mungkin itu adalah impian terbesarnya.Tapi, yang perlu juga dipikirkan di sini adalah Junior. Laki-laki itu memiliki kewibawaannya sendiri. Kasa bisa memamerkan kepada semua orang bahwa Mahes adalah ibunya. Tapi, bagaimana ketika mereka bertanya apa hubungan Mahes dengan Junior. Suami istri pun hanya sebatas kertas.Mahes tidak mau kalau keberadaannya nanti malah membuat nama baik Junior rusak."Bukannya Ibu nggak mau antar ke sekolah. Tapi, jangan hari ini dulu ya?"Mahes memegang jemari anaknya. "Nanti, kalau K
"Ibu!" Kasa pulang sekolah. Hal yang pertama dia cari adalah ibunya. Bocah tersebut berlarian seakan-akan takut kali ini sosok wanita yang melahirkannya tersebut tidak ada lagi di rumah.Mahes segera menyambut anaknya. Hanya beberapa jam terpisah, Kasa sudah seperti orang yang sangat lama tidak bertemu. Sampai memeluk kaki Mahes membuat perempuan untuk berjongkok untuk membelainya."Aku kira Ibu tadi nggak ada lagi di rumah."Mahes menarik kedua sudut bibirnya. "Ibu sudah janji mau di sini terus untuk menemani Kasa. Jadi, nggak akan pergi ke mana-mana."Kasa kelihatan segar kembali. Sebelumnya meskipun kelihatan ceria, raut tegang di wajahnya tidak bisa ditutupi.Kasa mengeluarkan sesuatu dari tasnya. "Lihat, deh." Dia menunjukkan sebuah buku gambar yang di dalamnya terdapat sebuah gambar yang baru dia buat di sekolah tadi. "Tadi di sekolah nggak ada lagi yang berani ngatain aku kalau gambar Ibu, Ayah, dan aku." Kasa menunjuk tiga orang di dalam bukunya tersebut. "Karena sekarang mema
Angela yakin bahwa rencananya akan berjalan dengan sempurna. Dia telah merancang skenario yang cermat untuk memecah belah Yugo dan Andara, berharap bisa menghancurkan hubungan mereka. Tapi, realitas yang pahit harus dia hadapi. Angela gagal. Setelah segala usaha dan taktiknya, Angela harus mengakui bahwa dia tidak berhasil membuat Siena membenci Andara. Sebaliknya, Siena yang polos dan berhati baik, tetap menerima Andara dengan tangan terbuka. Siena, dengan kepolosannya, melihat Andara bukan sebagai musuh, tapi sebagai calon ibunya. Dia melihat kebaikan hati Andara dan cinta yang tulus dari Andara kepada ayahnya. Angela, yang selalu berusaha menanamkan keraguan dan kebencian pada hati Siena, harus menerima kenyataan bahwa dia tidak bisa mengubah pandangan Siena terhadap Andara. **** Hari itu, kantor tampak lebih sibuk dari biasanya. Telepon berdering tanpa henti, mesin fotokopi berbunyi keras, dan suara keyboard yang dipukul oleh jari-jari cepat menciptakan simfoni yang khas di r
Yugo mempersiapkan dirinya untuk menjemput Andara. Mobilnya, yang berkilauan bersih dan rapi, terasa seperti ekstensi dari dirinya sendiri, siap untuk mengambil peran penting dalam hari ini. Dia memeriksa jam tangan dan tersenyum puas. Tepat waktu.Dia memacu mobilnya melalui jalanan yang biasa dia lalui, tetapi kali ini dengan suasana hati yang berbeda. Dia menikmati setiap putaran, setiap lampu lalu lintas, dan setiap detik dalam perjalanan ini. Tiba di rumah Andara, dia melihat sosok yang sudah dinantikan berdiri di depan rumah, menunggu.Yugo memarkir mobilnya dengan hati-hati dan turun. Dia menutup pintu mobil dan berjalan menuju Andara. Dia menatapnya, membiarkan matanya meresap ke dalam kecantikan Andara yang mempesona. Sebuah pujian meluncur dari bibirnya, "Kamu cantik hari ini."Andara tersenyum, pipinya sedikit memerah. Dia berterima kasih dan membalas pujian Yugo, "Makasih, Mas Yugo. Kamu juga tampak tampan." Ada rona bahagia di wajahnya yang membuat Yugo merasa berharga.Y
Keramaian kantor dipenuhi oleh suara keyboard yang berdenting dan bisikan-bisikan dari rekan-rekan kerja yang saling berkomunikasi. Di tengah kebisingan itu, Andara mendengar suara lembut namanya dipanggil melalui sistem interkom. Yugo meminta Andara untuk datang ke ruangannya, ada hal penting yang ingin dibicarakannya.Andara berjalan menuju ruangan Yugo dengan berbagai pikiran yang berkecamuk di kepalanya. Mungkinkah ada tugas tambahan yang harus dikerjakan? Atau mungkin ada proyek baru yang perlu dibahas? Namun, ketika dia membuka pintu ruangan Yugo, suasana yang ia temui tidak sesuai dengan apa yang ia perkirakan. Yugo, dengan serius, malah membicarakan soal kehidupan pribadi mereka."Umh, Siena ingin mengajakmu makan malam di rumah," kata Yugo tiba-tiba, tanpa adanya pembukaan pembicaraan.Andara tampak tercengang, merasa kikuk. Dia tidak bisa menyembunyikan rasa penasaran dan sedikit bingung yang terpampang di wajahnya. "Kamu mau ajak aku makan malam?" tanyanya, dengan suara yan
Andara menatap Yugo dengan rasa penasaran yang mendalam. Matanya menyapu kontur wajah Yugo, mencari-cari sesuatu yang berbeda. Dia merasa ada yang tidak biasa tentang Yugo hari ini."Kamu kenapa?" tanya Yugo, mencoba meraba-raba apa yang mungkin terjadi.Andara menatap balik Yugo, matanya bersinar dengan semacam ketidaknyamanan yang sulit diartikulasikan. "Nggak kenapa-napa," jawabnya, seringai paksa menghiasi wajahnya.Yugo merasa seperti ada sesuatu yang disembunyikan Andara."Apa tempat ini kurang nyaman buatmu?" tanya Yugo, mencoba mencari tahu apa yang membuat Andara merasa tidak nyaman.Andara menatap sekeliling, memperhatikan suasana sekitar mereka. "Nyaman, kok, Pak," jawabnya, mencoba menenangkan Yugo. Sayangnya, dia menggunakan panggilan yang salah untuk kekasihnya itu hingga membuat dia memberengut.Sadar akan kesalahannya, Andara segera meralat panggilannya. "Oh, oke, akj nggak panggil 'Pak'. Aku akan panggil kamu Mas. Oke?" ujar Andara dengan nada yang lebih ringan, menco
Yugo hari ini mengantarkan Siena ke rumah Angela. Selain karena memang hari ini jatahnya untuk bersama ibunya, dia juga ada acara dengan Andara. Tidak enak kalau Siena diajak. Ini pasti akan membuat tidak nyaman baik antara Siena ataupun Andara."Aku titip Siena."Angela mendengkus. Yugo ini sungguh bersikap tidak pantas dengan berkata seperti itu pada sosok wanita yang merupakan ibu kandungnya Siena."Aku ini ibunya, kamu nggak perlu cemas." Angela merangkul pundak Siena, menunjukkan keakraban di antara mereka.Yugo merotasi mata. Angela itu bukan ibu yang bisa dipercaya. Buktinya saja, saat acara ulang tahun Siena, dia malah memilih untuk buru-buru pergi."Papa akan jemput nanti malam," ujar Yugo kepada Siena."Iya, Pa," jawab Siena dengan senyum manisnya. Yugo pergi meninggalkan rumah besar tersebut. Mobil hitamnya menghilang di belokan jalan, meninggalkan debu putih yang berterbangan di udara.Sementara itu, Angela mengajak Siena masuk ke dalam rumah dan menuju taman belakang yan
Hari ini adalah hari yang cukup sibuk bagi Yugo. Dia memiliki urusan di luar kantor yang harus diselesaikan. Untungnya, sekretarisnya, Irena, telah menyiapkan segalanya dengan baik. Dari jadwal pertemuan hingga dokumen-dokumen yang diperlukan. Sehingga, semua berjalan lancar dan tidak ada masalah yang muncul.Tapi, meski segala sesuatunya tampak berjalan baik-baik saja, Irena merasa ada sesuatu yang tidak beres. Ekspresi wajah Yugo tampak berbeda dari biasanya. Biasanya dia tampak tenang dan percaya diri tetapi hari ini ada kerutan di dahi dan matanya terlihat lelah seolah-olah sedang memikirkan sesuatu yang serius.Irena merasa curiga dan mulai bertanya-tanya dalam hati apakah dia telah melakukan kesalahan atau ada sesuatu yang belum ia selesaikan dengan baik sehingga membuat bosnya itu tampak gelisah. "Pak," tanyanya ketika mereka dalam perjalanan kembali ke kantor setelah menyelesaikan urusan di luar tadi. Suaranya dipenuhi kekhawatiran.Yugo menoleh padanya, tanpa menjawab langsung
Pagi itu, Yugo terlihat terenyum sendiri. Cahaya matahari pagi yang hangat menyinari wajahnya yang tampak bersemu. Dia duduk di meja makan dengan secangkir kopi di tangannya, matanya menatap jauh ke luar jendela.Sementara itu, Siena, putri kecil Yugo, sedang memperhatikan ayahnya dari ujung meja. Matanya yang bulat besar tampak penuh rasa penasaran dan bingung. "Papa kenapa?" tanya Siena dengan nada polos. Yugo menoleh dan melihat Siena dengan senyum lembut di wajahnya. "Papa nggak kenapa-napa," jawabnya sambil mengelus kepala Siena lembut. "Tapi aku lihat Papa senyum terus dari tadi," sahut Siena sambil mengerucutkan bibirnya, seolah tidak percaya dengan jawaban ayahnya. Yugo hanya tertawa mendengar perkataan putrinya tersebut. "Itu cuma perasaanmu," balas Yugo sambil kembali menyeruput kopinya.Namun dalam hati, Yugo merasa bahagia, senyumannya adalah refleksi dari perasaan bahagianya karena Andara telah membalas cintanya. Setelah menyelesaikan kopinya, Yugo bangkit dari kurs
Yugo tidak bisa mengelak dari pertanyaan yang diajukan oleh Andara. Dia merasa terjepit dan sadar bahwa kebenaran harus dihadapi. Dengan senang hati Yugo mengangguk sebagai tanggapan atas pertanyaan Andara."Kamu menyadarinya?" tanya Yugo dengan suara yang lemah.Andara mengiyakan. Dia telah menyadari kebenaran yang tersembunyi sejak awal melihat fitur-fitur wajah anak itu dan langsung tahu kemiripannya dengan Yugo. "Sejak awal saya bertemu dengannya, wajah anak itu terlihat familiar, dan saya langsung sadar bahwa itu adalah fitur-fitur wajah Bapak."Yugo menipiskan bibirnya. Dia tahu bahwa masa lalu kelamnya telah mempengaruhi kehidupan orang-orang di sekitarnya, termasuk putra yang tidak pernah mengetahui hubungan biologis mereka."Itu masa lalu, Pak," kata Andara dengan lembut. Dia ingin Yugo tahu, meskipun masa lalu kelam itu ada di sana, Andara ingin memastikan bahwa mereka bisa melanjutkan hidup dan menciptakan masa depan yang lebih baik.Yugo tersenyum hangat saat mendengar ka
Andara merasakan wajahnya memerah, panas oleh rasa malu yang menghampiri. Dia membungkukkan badan, meminta maaf pada Yugo."Maaf, Pak." Andara merasa benar-benar kikuk dan napasnya juga tidak beraturan."Andara!" Yugo sedikit menyentak karena dia tidak mau wanita itu merasa bersalah. Yugo memegang bahunya, mencoba membuat dia tenang. "Tenanglah," ujarnya pelan.Andara merasa seolah-olah oksigen di sekitarnya semakin habis. Rasa cemas dan takutnya membuatnya sulit bernapas secara normal.Yugo menarik sudut bibirnya membentuk senyuman tipis. Dia berbahagia sekaligus mencoba mengerti dan simpati. Dia tahu betul bahwa Andara sedang mengalami tekanan emosional yang besar dan dia berusaha sebaik mungkin untuk menjadi penenang baginya."Jangan masuk dulu," ucap Yugo sambil bersandar di mobil, matanya menatap langit yang gelap. Ada sesuatu yang membuatnya terpesona dan terpikirkan. Andara merasa ragu, tapi dia memutuskan untuk mengikuti apa yang Yugo lakukan.Dia bergabung dengan Yugo, men