"Pak Bandi, bagaimana apa polisi sudah menemukan siapa pelaku sabotase mobil saya?"
Lambat laun kondisi Aland semakin membaik, hari ini dia kembali aktif ke kantor seperti dulu dengan tampangnya yang begitu tampan.Namun semenjak kecelakaan itu dia sedikit menyadari akan ke keangkuhan sifatnya selama ini.Setelah di hina akan fisiknya yang sempat cacat membuat Aland sadar bagaimana rasanya dijatuhkan oleh orang lain."Belum, Pak! Polisi juga belum memberi kabar pada saya. Sepertinya kita harus membuat si pelaku puas dengan kebebasannya lebih dulu, Pak," ucap pak Bandi sambil terkekeh yang di ikuti Aland dengan tawa kecil."Oh iya Pak, Nyonya Nasya kemaren menelepon saya, dia minta untuk segera di selesaikan uang yang sudah dia keluarkan. Jadi kapan Pak Aland mau menemui dia?" tambah pak Bandi."Besok! Katakan padanya besok kita bertemu di restoran semula. Aku akan bereskan semuanya.""Oh iya Pak Bandi, saya minta jadwalMalam hari Aland termenung sendirian di tepian kolam renang rumahnya, dirinya kembali merasakan kesepian setelah kedua orang tuanya kembali ke kota Paris.Di tambah dengan sahabat yang dulu sering datang dan mengajaknya untuk pergi, kini dia justru menjadi musuh yang sangat menakutkan.Hanya bik Inah yang selalu menemaninya setiap malam dan hanya pak Bandi dan para staf yang menemaninya saat di dalam kantor.Tak jarang teman lain menghubungi dan menanyakan kabar bahkan mereka mengajak untuk keluar tetapi Aland merasa tak bersemangat.Entah mengapa wajah polos anak kecil itu tidak mau hilang dalam ingatannya, seolah terus membayang di pelupuk matanya.Meminta di peluk, mendambakan sosok seorang ayah yang menyayangi dirinya.Perasaan yang semula hanya rasa penasaran mendadak jadi kasihan setelah melihat sosoknya, akan tetapi rasa gengsi itu masih ada."Mana mungkin aku menikahi wanita yang sudah mempunyai anak."T
"Sayang, kamu baik-baik sama Oma dan Opa di rumah! Jagain mereka, Ibu berangkat kerja sekarang."Anak kecil yang kebetulan libur sekolah hanya mengangguk menuruti apa yang ibunya katakan.Setelah meninggalkan pekerjaannya selama seminggu, kini Kiara mulai aktif dalam profesinya sebagai pelayan toko sembako.Dia yang sudah bersiap diri sambil menenteng tas kecilnya meninggalkan tiga orang di rumah seperti biasanya.Namun betapa terkejutnya dia pada saat membuka pintu, ternyata pak Bandi sudah duduk menunggu di teras rumah sambar memainkan ponselnya.Lagi-lagi Kiara merasa bersalah karena belum bisa membayar hutangnya, padahal tujuan pak Bandi datang kemari bukan untuk menanyakan soal itu."Loh, pak Bandi, kok ada di sini?" ujar Kiara heran."Eh, Nona Kiara, selamat pagi, Non."Laki-laki paruh baya itu segera berdiri dan menyimpan ponselnya di saku celana saat Kiara keluar dari pintu."Pagi Pak, sejak kap
"Bagaimana Pak, apa Pak Bandi berhasil membujuk Kiara untuk bekerja di sini kembali?"Tetapi pak Bandi hanya menggeleng yang membuat Aland lemas seketika, dia mengira kalau wanita itu masih kesal kepadanya, oleh karena itu Kiara menolaknya.Padahal hari itu juga Aland berharap kalau pak Bandi datang bersama dengan wanita itu, tapi ternyata manager itu datang dengan tangan kosong tanpa membuahkan hasil.Aland tidak sepenuhnya menyalahkan pak Bandi karena semua keputusan ada di tangan Kiara sendiri."Mungkin Kiara masih kesal padaku! Ya sudah kalau dia tidak mau. Tidak apa-apa, perusahaanku bisa berjalan tanpa sekretaris.""Nona Kiara tidak menolaknya, Pak! Dia hanya akan minta izin dulu sama kedua orang tuanya. Apalagi mereka berdua yang harus menjaga anaknya, bukan?""Jadi Kiara...!"Sedikit senyum mengembang di bibir Aland, ucapan pak Bandi berarti masih ada harapan Kiara untuk bekerja di kantornya lagi.""Saya
"Satya, apa kamu siap ikut Kakak menemui Pak Aland? Managernya bilang kalau hari ini dia mengajak ketemu untuk mengembalikan uang Kakak.""Siap, kenapa nggak!" ujarnya tanpa beralih pandang dari ponselnya."Tapi Kakak mau kamu bujuk dia supaya meneruskan, bukan membatalkan! Kamu tau kan apa maksud Kakak?""Memangnya aku nggak pernah melakukan ini sebelumnya?""Kakak nggak perlu khawatir! Akan ku buat Pak Alandmu itu kembali melanjutkan keras samanya."Dengan sombongnya Satya mengatakan itu, padahal dia sendiri belum tau dan belum pernah melihat siapa Aland yang sebenarnya.Beberapa kali berhasil meyakinkan klien membuat dia sangat percaya diri, dan berfikir kalau Aland hanya sama seperti mereka.Profesinya bukan hanya sekedar Direktur, tapi Satya lebih mirip seperti pengacara pribadi untuk Kakaknya. Nasya.Begitu juga dengan Nasya sendiri yang begitu percaya dengan adiknya itu. Dia yakin kalau Satya pasti bisa m
"Selamat siang, Pak! Ini Nona Kiara menghadap anda.""Permisi, Pak."Alan yang semula pura-pura sibuk dengan laptop di meja kerjanya, seketika mendongakkan wajahnya saat Kiara sampai di hadapannya."Selamat datang kembali di kantor saya Kiara, apa kabar? Bagaimana kondisi Ibumu, apa sudah baik-baik saja?""Kabar saya baik, Pak. Begitu juga dengan Ibu saya, dia pun baik-baik saja.""Syukurlah?""Oh iya, saya lupa! Saya mau mengucapkan terima kasih untuk Pak Aland yang sudah membantu saya dan Ibu selama di rumah sakit! Bapak juga sudah membayar semua biaya rawat Ini. Sekali lagi, terima kasih, Pak.""Maksud kamu? Aku tidak melakukan apa-apa!"Degh!"Ba-Bapak jangan becanda! Bapak kan yang memindahkan Ibu saya ke ruang VIP? Dan Bapak juga yang membayar biaya rumah sakit Ibu saya?""Tidak! Aku tidak melakukan itu semua, Kiara!""Astaga, kalau bukan Bapak, lalu siapa?" gumam Kiara lirih sam
"Itu dia Pak Aland datang! Akhirnya dia datang juga, Satya!"Nasya terlihat begitu senang saat sebuah mobil yang di yakini milik Aland mulai memasuki area parkiran restoran.Setelah menunggu cukup lama, bahkan mereka sempat memesan minuman dingin yang kini sudah tak dingin lagi gara-gara lama menunggu.Mereka seketika berdiri untuk menyambut kedatangan direktur itu.Satya mengucek matanya saat melihat siapa yang turun dari mobil memastikan kalau orang tersebut adalah orang yang dia hina tempo hari di rumah sakit.Berharap kalau itu tidak benar, akan tetapi pandangannya tak mungkin salah kalau itu memang benar-benar laki-laki cacat yang duduk di kursi roda.Begitu juga dengan Nasya yang membelalakkan matanya saat melihat siapa yang menemani Aland.Dia berfikir bukankah Kiara sudah di pecat dari perusahaan itu, tapi kenapa sekarang ada bersamanya. Bersama seorang yang dia suka."Kiara! Kenapa Kiara...!" gumam Nasy
"Semua ini gara-gara kamu! Coba saja kamu bicara tanpa emosi, pasti Pak Aland mau kerja sama dengan Kakak.""Ya udah sih! Lagian Kakak udah dapat ganti banyak dari si direktur angkuh itu!"Kasak kusuk mereka pulang terdengar sampai ke dalam di mana Kezia sedang duduk santai dengan ke dua mertuanya itu.Sikap kedua mertuanya itu sangat lembut dan penyabar tapi kenapa tidak ada satu pun yang meniru pada anaknya yang begitu egois dan keras kepala seperti Nasya dan Satya.Mendengar suaminya pulang, Kezia pun menghampiri Satya yang duduk di sofa ruang tamu dengan wajah yang masih kesal sambil melepas dasinya sedikit kasar."Mas, kamu sudah pulang?"Satya hanya melirik kesal pada Kezia tanpa menjawab pertanyaannya."Kalian kenapa? Kenapa pulang-pulang wajah kalian suntuk seperti itu?""Semua ini gara-gara Adik kamu! Aku jadi gagal kerja sama sama Pak Aland!"Justru Nasyalah yang menjawabnya dengan ketus dan S
"Kiara! Kiara di mana kamu!"Teriak Kezia dari luar begitu lantang sampai terdengar ke dalam dimana ibunya sedang memasak di dapur.Suara yang begitu keras membuat bu Marwah terpaksa mematikan kompornya sesaat dan menghampiri anaknya itu."Kezia, ada apa kamu teriak-teriak memanggil Kiara! Dia belum pulang kerja!""Ibu tau kenapa aku kesal padanya? Kiara bikin ulah yang membuat suami dan iparku kesal, Bu!""Maksud kamu? Ibu nggak percaya! Kiara tidak mungkin berbuat jahat pada siapa pun termasuk suami dan ipar kamu itu.""Aku tidak ada urusan sama Ibu! Yang aku cari itu Kiara, mana dia?""Astaga, bukan kah Ibu sudah mengatakan kalau dia belum pulang kerja? Masa kamu nggak percaya sama Ibu!"Baru selesai ibunya berbicara, terlihat sebuah taksi yang berhenti di depan rumah mereka.Kezia membuka matanya lebar-lebar saat melihat Kiara yang turun dari taksi tersebut dengan dandanan formal. Karena yang Kezia