Kiara mengambil sebuah batu yang tergeletak di tanah dan mengambil ancang-ancang untuk melemparkan batu itu.
"Dalam hitungan ke tiga aku akan melemparkan batu ini! Satu, dua, tiga!"Prak!Suara gelegar pecahan beling saat batu yang Kiara lempar tepat mengenai jendela kaca kamar Satya. Semuanya sontak terkejut mendengar pecahan yang begitu nyaring itu.Semua orang sontak keluar dari dalam kamarnya dan berkumpul menjadi satu."Satya, ada apa itu di depan?" Bu Citra panik."Pasti Kiara yang melakukan ini, Mah!""Kiara?""Mas, keluar kamu! Kembalikan Reza padaku!" teriak Kiara dari luar."Ibu!" Mendengar teriakan ibunya dari luar membuat Reza berlari ingin menemuinya tapi saat itu juga Kezia muncul dari pintu dan menangkap tubuh mungil itu."Ada apa ini, Mas? Kenapa bunyi kaca pecah?" ucap Kezia sambil menangkap Reza yang terus meronta."Kamu jaga Reza, jangan biarkan dia keluar dari kamar"Aden, ya Tuhan syukurlah Aden sudah mau keluar kamar! Mau Bibik buatin teh hangat untuk Aden?" Aland mengangguk.Setelah 3 hari mengurung diri di dalam kamar kini Aland sadar kalau dia hanya membuang waktu percuma.Dengan senang hati Bik Inah membuatkan teh hangat untuk majikannya yang kini duduk di meja makan."Ini tehnya Den." bik Inah menemani Aland duduk."Sebenarnya apa yang terjadi sama Aden? Kenapa Aden mengurung diri semenjak pulang dari italia?" Aland ragu untuk bercerita pada bik Inah.Dia hanya diam sambil menyeruput minuman itu."Kemaren Nona Kiara kemari. Tapi dia menolak saat Bibik menyuruhnya untuk masuk." Aland seketika terperangah mendengarnya."Kiara kemari?" Bik Inah yakin kalau ini ada hubungannya dengan wanita itu."Iya, Aden. Nona Kiara kemari, wajahnya terlihat pucat! Apa Nona Kiara baik-baik saja?" Lagi-lagi Aland hanya diam.Dia sontak bangun dari duduknya dan kembali masuk ke
"Pak Aland!" Kiara berlari menghampiri Aland yang kesulitan untuk bangun saat Reza masih menindih di atas tubuhnya.Susah payah dia bangun sambil memegangi lengan tangan yang kembali basah dengan darah gara-gara jahitan itu lepas kembali.Jas formal yang Aland kenakan basah dengan darah yang terus mengucur."Astaga, Pak Aland. Kita ke rumah sakit sekarang!" Satu tangan Kiara memapah tubuh Aland membawanya ke rumah sakit di seberang jalan, satu tangan yang lain menggandeng Reza begitu kencang seolah enggan untuk melepasnya."Dok, Dokter tolong Dok!" Perawat segera membawa Aland ke dalam untuk di tangani.Dari seberang jalan Satya dan Kezia memandang frustasi, meraka kesal dengan keadaan yang sepertinya sengaja mempermainkannya."Argh, sialan! Kenapa bisa kebetulan seperti ini!" Bugh!"Gerutu Satya kesal sambil memukul tembok begitu kencang."Sudahlah, Mas! Memang lebih baik kamu serahkan Reza pada Ibuny
"Besok datanglah ke kantor! Ada yang harus aku katakan padamu!" Kiara mengangguk pasrah."Pak Aland pasti akan memecat aku kembali! Ya sudah, ini memang kesalahanku!" gumamnya dalam hati."Sekali lagi terima kasih, saya nggak tau bagaimana cara membalas kebaikan Pak Aland terhadap keluarga saya!"Aland hanya mengantar Kiara dan Reza sampai di depan rumahnya. Dengan lincahnya Reza melompat turun dan berlari masuk ke dalam di susul oleh Kiara di belakang."Oma, Opa aku pulang." Teriak Reza seperti saat dia baru saja pulang dari sekolah, bahkan dia melupakan sejenak luka di kakinya."Reza! Yah, itu seperti suaranya Reza?" Untuk memastikan pak Susanto dan bu Marwah keluar.Dan benar saja anak kecil itu kembali di tengah-tengah mereka."Reza! Ya Tuhan kamu kembali, cucuku. Kiara kenapa tiba-tiba Reza ada bersamamu?" Pak Susanto penasaran.Kiara duduk di kursi sebelum menceritakan pada ke dua orang tuanya, entah menga
"Aland, Aland tunggu!" Pagi-pagi sekali Dista mencegat Aland saat belum memasuki kantornya. Baru sampai di depan kantor, gadis itu berlari sambil memanggil-manggil namanya."Dista, sedang apa kamu di sini?""Bagaimana kalau nanti siang kita makan siang bersama, aku rindu suasana kota ini. Mau kan kamu temani aku untuk makan siang?"Belum sempat Aland menjawab, terlihat Kiara turun dari taksi yang berhenti di tepi jalan."Dista, jadi Dista mengenal Pak Aland!" gumamnya dalam hati.Kiara berhenti sejenak saat melihat teman lamanya ternyata mengenal Aland. Dia meneruskan langkahnya kembali dan mengatur ekspresinya agar terlihat biasa saja."Dista, kamu di sini?" Sama halnya dengan Kiara, Aland pun terkejut karena ternyata Kiara mengenal mantan pacarnya."Eh, Kiara. Jadi kamu bekerja di sini?" Kiara tersenyum dan mengangguk. Tak mau terlalu banyak ikut campur urusan mereka, Kiara memutuskan untuk masuk ke dalam."Ka
Tok!Tok"Masuk!"Sekitar pukul 12 siang Kiara menghampiri Aland di ruang kerjanya. Namun dia masuk saja tanpa bersuara. Aland mengangkat wajahnya seolah bertanya "ada apa?" Yang membuat Kiara mengerutkan alisnya."Bapak, memintaku untuk menemani makan siang hari ini. Sekarang sudah jam ...""Ah, iya, aku hampir saja lupa!" Aland mengemasi semua pekerjaannya.Masih canggung membuat Kiara berjalan di belakang sambil menunduk sambil memainkan tangannya."Eh!" Tiba-tiba Aland menarik tangannya agar Kiara berjalan sejajar dengannya sampai di sebuah restoran tidak jauh dari kantornya.Prok!Prok! Pelayan segera mendekat saat Aland menepuk tangannya."Kamu mau pesan apa?" "Em, terserah Bapak saja. Makananku sama seperti Pak Aland." Aland mengangguk mengiyakan."Aku pesan dua chicken beef, dua salad dan dua jus lemon.""Em, Pak Aland mengenal Dista?" Kiara mencoba memecahk
"Ini Pak, minyak urut yang Pak Aland minta.""Terima kasih." Aland melepas kancing pergelangan tangannya dan menunduk di bawah Kiara."Ulurkan kakimu!" Kiara enggan karena merasa tidak pantas."Eh, jangan, Pak." Aland melirik tegas."Eh, maksud saya, M-Mas, Aland. Jangan, biar saya olesi sendiri kaki saya." Pak Bandi yang masih di tempat itu membelalakkan matanya dan tersenyum.Sama halnya dengan Aland, ingin rasanya dia tersenyum saat melihat Kiara yang ragu memanggilnya dengan sebutan, Mas.Pak Bandi berfikir, sepertinya ada kemajuan dari mereka berdua."Ulurkan kakimu!"Bentakan suara Aland membuat Kiara perlahan mengulurkan kakinya yang sudah terlihat bengkak. Sedikit demi sedikit Aland mulai mengurutnya dengan minyak.Kiara meringis sakit saat tangan Aland menyentuh yang bengkaknya."Tahan sebentar!""Minyak ini memang tidak mengobati bengkak di kakimu. Tapi paling tidak bisa meng
"Kiara, ya Tuhan kamu kenapa, Nak?""Ibu!" Teriak Reza tak tega melihat ibunya sakit.Dengan entengnya Aland membopong tubuh Kiara dan membawanya pulang ke rumah.Bu Marwah sangat khawatir apa yang terjadi pada putrinya itu."Kaki Kiara terkilir, Tante. Dia jatuh saat di restoran tadi.""Astaga, kenapa kamu tidak hati-hati, Nak! Lihat, kakimu bengkak seperti ini.""Aku tidak apa-apa, Ibu. Ibu jangan terlalu menghawatirkan aku!""Bagaimana Ibu tidak khawatir! Kakimu bengkak seperti ini mana mungkin kamu bisa bekerja?" Bu Marwah kekeh dengan ucapannya.Meraka terdiam sesaat. Dari sini Aland sadar kalau Kiaralah tulang punggung mereka. Jika dia tidak bisa bekerja lalu bagaimana mereka menyambung hidup."Tante tidak usah khawatir! Untuk sementara waktu Kiara bisa bekerja di rumah!" "Hah?" Kiara mendongakkan wajahnya."Ma-maksud Nak, Aland bagaimana? Tante belum mengeti?""Akan ku
"Apa, Satya mau menceraikan Kezia? Itu artinya dia ..."Sungguh besar kekhawatiran Aland, bahkan dia sempat berfikir kalau Satya dan Kezia bercerai itu artinya status Satya sendiri, dan bisa jadi ..."Nggak, nggak, nggak! Aku harus lebih cepat darinya. Satya bisa saja mengajak Kiara balikkan dengan menggunakan Reza sebagai alat. Aku nggak mau sampai itu terjadi."Aland duduk termenung sendirian di ruang tengah. Pikirannya sangat kacau saat ini, di sisi lain dia tidak mau wanita yang dia suka menjadi milik orang lain, di sisi lain Aland perlu waktu untuk memantapkan perasaannya terhadap Kiara."Den, Den Aland sedang apa termenung sendirian di sini?" Bik Inah menghampiri."Eh Bik, tunggu!""Ada apa, Den?""Duduk, Bik. Ada yang mau aku bicarakan sama Bibik!" bik Inah menurut untuk duduk."Begini, Bik. Apa salah jika aku suka dengan wanita yang sudah mempunyai anak?""Maksud, Aden?" bik Inah belum mengerti.