Home / Romansa / Benih Rahasia Sang Pewaris / Bab 5. Perdebatan Keen & Ken

Share

Bab 5. Perdebatan Keen & Ken

Author: Vanilla_Nilla
last update Last Updated: 2023-12-05 13:40:54

Dalam sekejap, aku segera berbalik badan, mengenakan kacamata hitam dan masker untuk menyamarkan wajahku. Tak lupa, aku mengambil topi Kenzie yang tersimpan di tas, meski kecil, namun cukup untuk melindungi identitasku.

Dengan hati berdebar, kuamati sekitar sebelum beranjak meninggalkan lokasi itu, berusaha menjauhkan diri dari pandangan Keenan. Aku berdoa ia tidak sempat melihatku.

Namun, takdir belum berpihak. Tiba-tiba, langkahku terhenti ketika mendengar suara bariton yang telah lama kurindukan rintihannya.

"Tunggu!"

Jantungku beradu di dada, ketakutan mulai menggerogoti seluruh jiwaku. Keenan akhirnya berada di dekatku, menghentikan langkahku yang sempoyongan. Kubangun dinding mental untuk mengendalikan tubuhku yang terasa beku dan tak berkutik.

Suasana di sekitar terasa kelam dan suram, seakan waktu berhenti dan segalanya berpihak pada Keenan.

Kini hatiku dipenuhi kebimbangan, haruskah aku melangkah maju atau menghindar dari sisi Keenan? Aku tahu bahwa keputusan ini akan mengubah semua yang ada di jalan kehidupanku dan juga dalam hati Keenan.

"Dompetmu terjatuh."

Sejenak, rasa cemas itu memudar. Keenan menyerahkan sebuah dompet berwarna coklat kepadaku. Terbayang di benakku, dompet itu pasti terjatuh ketika aku mengambil topi Kenzie tadi. Betapa cerobohnya aku.

Dengan menundukkan kepala dan menghindari pandangannya, kuputuskan untuk hanya mengangguk dan menerima dompet tersebut.

"Terima kasih," gumamku pelan, berharap Keenan tak mengenali suaraku.

Aku segera meninggalkan Keenan, kuputuskan untuk mencari tempat persembunyian.

Bagai es yang bergulir di tenggorokan, rasa kengerian yang muncul seakan memberitahu bahwa dalam benakku, hidup ini sarat dengan misteri yang tak pernah terduga. Perasaan cinta dan luka terpendam masih begitu kuat, menghantui setiap langkahku.

Seiring dengan langkahku menjauh, pikiran terus bergulat dengan pertanyaan tentang apa yang terjadi jika aku bertahan dan menghadapi perasaan ini. Namun, apa artinya mengejar kebahagiaan yang mungkin tak pernah ada? Bukankah lebih baik merasakan getirnya sepi daripada terus terjebak dalam lingkaran kesakitan yang sama?

"Sial!"

Seruan Keenan terdengar jelas, hingga membuatku mengintip dari balik tiang yang menjulang tinggi.

Mataku terbelalak ketika melihat Kenzie, anakku, berada tepat di depan Keenan. Aku menepuk jidatku, tersadar betapa cerobohnya aku membiarkan Kenzie berkeliaran sendiri.

"Dasar anak ceroboh! Harusnya kamu berjalan dengan benar, lihat celanaku jadi kotor karenamu!"

Keenan terlihat jelas kesal karena es krim yang dipegang Kenzie tumpah ke celana dan sepatunya.

Ya Tuhan, apa yang harus kulakukan? Aku tidak mungkin keluar dari persembunyian ini.

"Hey, Paman! Kenapa memarahiku? Harusnya Paman yang berjalan dengan benar!" sahut Kenzie, menyuarakan pendapatnya.

Wajah pasrah kedua lelaki itu tergambar jelas di hadapanku. Mereka berdua terlihat begitu kesal satu sama lain. Aku berharap semoga saja Keenan tak menyadari bahwa Kenzie begitu mirip dengannya.

Sementara itu, bayang-bayang masa lalu menggangguku. Keenan, mantan kasihku yang selalu terpaut dalam sanubari, dan Kenzie, anakku yang menjadi pelipur lara akan kelukaan hati. Bisikan kenangan lama kembali mengusik, mempertanyakan segala sesuatu yang telah diperjuangkan.

"Sudah salah, bukannya minta maaf, malah menyalahkan orang lain," tegur Keenan dengan nada kesal.

"Paman, aku tidak akan meminta maaf karena aku tidak salah," sela Kenzie, mencoba mempertahankan pendapatnya.

"Celanaku kotor karena ulahmu, dan kamu bilang masih tidak salah, huh?" tanya Keenan, semakin kesal dengan setiap kata yang dilontarkan Kenzie.

"Paman, jangan salahkan aku. Kau sendiri yang tidak bisa berjalan dengan benar," bela Kenzie dengan keras kepala.

Keenan mengerutkan keningnya dengan kesal. Dia tidak bisa menyembunyikan kemarahan yang sedang memuncak dalam dirinya. "Jangan panggil aku paman terus, memangnya sejak kapan aku menikah dengan bibimu?" lanjutnya, semakin keras.

Kenzie hanya bisa bersedekap dada, ia mengamati lelaki yang ada di hadapannya. Tiba-tiba, dia mengajukan pertanyaan yang membuatku kaget. "Paman, mengapa wajah kita begitu mirip? Apakah kamu adalah aku dari masa depan?" tanyanya, dengan tatapan serius.

Keenan yang sedang sibuk membersihkan es krim di celananya seketika menoleh ke arah Kenzie. Sorot mata dan raut wajahnya yang terkejut tak henti menatap Kenzie. Aku juga terkejut dengan pertanyaan tersebut. Mengapa anakku bisa berkata seperti itu?

Keenan terdiam sejenak sebelum akhirnya memandang Kenzie dengan tatapan bingung. "Benarkah? Tentu saja, aku bukan kau dari masa depan," ujarnya, masih terlihat begitu bingung.

Kenzie menatap tajam Keenan dengan wajah yang menggambarkan kebingungan dan ketidak percayaannya. "Tapi wajah kita begitu mirip. Kenapa begitu?" tanyanya perlahan, meningkatkan intensitas tatapannya pada Keenan.

"Di mana orang tuamu? Kenapa kamu berkeliaran sendirian?" tanya Keenan kepada Kenzie, dengan suara sedikit kebingungan.

"Aku ke sini bersama Oma dan Mommy," jawab Kenzie.

"Lalu, di mana mereka sekarang?" tanya Keenan lagi dengan nada yang sama.

Mendengar pertanyaan tersebut, Kenzie menunjuk ke arah tempat duduk di mana ibu duduk sendirian. Aku merasa cemas dan khawatir jika Keenan melihat ibu yang sedang duduk di kursinya.

Namun, perasaan tersebut hilang seluruhnya ketika Sissi datang dan langsung berlari ke arah Kenzie. "Ken, kamu ada di sini?" tanya Sissi dengan suara ramah.

"Siapa kamu?" tanya Kenzie dan Keenan serentak, mereka tampak heran dan penasaran pada Sissi.

Sissi membungkukkan tubuhnya ke arah Keenan. "Maaf, saya adalah tantenya Kenzie," kata Sissi, mencoba menjelaskan.

Kenzie tampak berpikir. "Tante? Sejak kapan aku memiliki tante?" tanyanya bingung.

Sissi hanya tersenyum. "Ken, ini adalah tantemu, Sissi. Apa kamu lupa?" tanyanya sambil menunjuk ke arah dirinya.

"Tante Sissi? Bukannya Tante Sissi memiliki tubuh yang seksi? Mengapa sekarang menjadi seperti karung beras?" tanya Ken dengan polos.

Aku hanya bisa menepuk jidatku sendiri. Bahkan Keenan ikut terkekeh mendengar perkataan Kenzie. Kedua lelaki itu benar-benar keterlaluan.

"Ken, pasti kamu cuma melihat di foto profil saja, kan? Itu adalah tubuhku tiga tahun yang lalu," jawab Sissi sambil mencoba menjelaskan.

"Oh, begitu ya?" ucap Ken dengan ekspresi mengerti.

"Iya, ayo kita pergi sekarang!" ajak Sissi, lalu meraih tangan mungil Kenzie dan berjalan pergi dari hadapan Keenan.

Namun, Keenan mengejar mereka dan memanggil Sissi. "Tunggu!"

Keduanya berhenti dan menoleh ke arah Keenan. "Ada apa?" tanya Sissi.

"Aku tidak akan membiarkannya pergi begitu saja. Dia harus minta maaf karena telah menumpahkan es krim di celana dan sepatuku," kata Keenan, memperlihatkan celananya yang kotor.

Sissi melirik Kenzie dan berkata, "Ken, ayo minta maaf!"

Ken menolak dan menggelengkan kepala. "Tidak mau, kata Mommy, aku tidak perlu minta maaf bila aku tidak salah," jawab Ken dengan polos.

"Hai, anak nakal, apa salahnya bila kamu minta maaf?" tanya Keenan kesal.

"Tidak mau, Paman galak, ble!" Rupanya, Ken tidak ingin meminta maaf dan langsung berlari pergi dari hadapan Keenan sambil menjulurkan lidahnya.

Sissi membungkukkan tubuhnya. "Maaf, Ken memang selalu seperti itu, tolong dimaklumi karena dia masih anak kecil."

"Apa? Anak kecil? Sudah seharusnya dia diajari sopan santun sejak kecil, biar tidak melawan terus saat besar nanti," ujar Keenan kesal.

"Baik, saya minta maaf sekali lagi." Sissi meminta maaf sekali lagi sebelum akhirnya pergi dari hadapan Keenan.

***

Aku merenung sejenak, mengagumi pemandangan yang indah dari apartemenku. Udara begitu sejuk dan menyegarkan, seolah membelai wajahku dengan lembut. Aku memilih apartemen ini karena pemandangannya yang menakjubkan, terutama dengan view langsung menuju persawahan yang terbentang luas. Namun, lamunanku terhenti setelah ada yang mengetuk pintu kamar.

"Masuk!" seruku dari tempatku duduk.

Sissi membuka pintu dan berjalan mendekatiku. "Besok adalah ulang tahun tante Hana, apa kamu akan menghadiri ulang tahunnya?"

Tante Hana adalah tante dari Keenan, adik dari almarhum ayahnya. Meskipun aku sudah lama tidak bertemu dengan Keenan, aku pasti akan datang untuk memberikan ucapan selamat kepada tante Hana. Aku menghela napas sebelum menjawab, "Aku sudah diundang, aku pasti akan datang."

"Tapi, kamu pasti akan bertemu Keenan di sana."

Aku tidak bisa mengabaikan kenyataan bahwa aku akan bertemu dengan Keenan di sana. Jantungku berdegup kencang dan otakku mulai bingung. Aku sudah lama berpisah dengannya, dan ada banyak hal yang mengganggu pikiranku.

"Cepat atau lambat, aku pasti akan bertemu dengan dia," jawabku masih dalam kebingungan.

"Ara, Marissa dan Keenan …."

Sementara itu, Sissi menggantung perkataannya, membuatku semakin penasaran.

"Kenapa dengan mereka?"

Akhirnya dia melanjutkan ucapannya, "Marissa dan Keenan … mereka sudah berhubungan."

Tiba-tiba, jantungku berdetak lebih kencang. Perasaan cemburu dan sedih mendera diriku. Bagaimana aku bisa melupakan Keenan? Aku merasa tidak rela kehilangan satu-satunya orang yang pernah aku cintai.

Related chapters

  • Benih Rahasia Sang Pewaris   Bab 6. Benci Dihina

    "Kenapa dengan mereka?"Akhirnya dia melanjutkan ucapannya, "Kabarnya, Marissa dan Keenan telah menjalin hubungan."Jantungku berdebar kencang, perasaan cemburu dan kesedihan menyelimuti diri ini. Hatiku berkecamuk, bagaimana mungkin aku melupakan Keenan? Aku merasa tak rela kehilangan orang yang satu-satunya pernah kucintai.Namun, aku berupaya keras untuk mengendalikan emosi. Marissa dan Keenan berhak untuk mencari dan mendapatkan kebahagiaan mereka, meskipun kebahagiaan itu bukan bersamaku."Sissi, terima kasih sudah memberitahuku." Aku berusaha tersenyum. "Aku harap mereka bisa bahagia."Sambil menguatkan hati, aku berusaha berbicara dengan nada suara yang lebih ceria dan penuh semangat. Perlahan, aku menyadari bahwa kehilangan Keenan bukanlah akhir dari segalanya. Aku belajar untuk lebih menghargai diri sendiri. Aku mencintai apa yang kumiliki dan menjalani kehidupan yang aku pilih. Suatu hari nanti, aku akan menemukan orang yang tepat untuk menyempurnakan hidupku. Dan pada saat

    Last Updated : 2024-01-15
  • Benih Rahasia Sang Pewaris   Bab 7. Pertemuan

    Ken tampak kesal saat menceritakan kejadian tidak menyenangkan itu. "Dia menabrakku, Mom, hingga es krim yang aku pegang terjatuh ke celana dan sepatunya. Namun, bukannya minta maaf, dia malah menyalahkan aku dan memintaku untuk meminta maaf padanya. Aneh sekali!"Aku menghela napas mendengar cerita Ken dan berpikir. Apakah yang dimaksud Ken itu adalah Keenan?Lamunanku tiba-tiba terhenti ketika Ibu memanggilku."Ara ... Ken ... ayo sarapan dulu, Nak," ucap Ibu yang sudah berada di ambang pintu."Iya, Bu," sahutku, menoleh ke arahnya, lalu aku melirik ke arah putraku yang masih asyik dengan tabletnya."Ken, ayo kita sarapan dulu." Ajakku, berusaha menarik perhatiannya dari perangkat yang ia pegang erat.Mendengar perkataanku, Ken langsung mengangguk dan mengiyakan. "Baik, Mom."Kami berdua lantas berjalan menuju dapur untuk menyantap hidangan yang sudah disiapkan.Ketika tiba di dapur, kami dihadapkan dengan berbagai macam lauk pauk yang menarik selera. Terasa aroma sedap dari masakan

    Last Updated : 2024-01-15
  • Benih Rahasia Sang Pewaris   Bab 8. Telah Tiada

    Hatiku seperti tertusuk duri sembilu saat Marissa tiba-tiba muncul dan menggandeng lengan Keenan. Seolah ia ingin menyadarkanku bahwa kini Keenan adalah miliknya. "Hai, Kiara, ternyata kamu sudah kembali," sapa Marissa dengan begitu ramah. "Bagaimana kabarmu? Sejak kamu pergi ke luar negeri, kami tidak pernah mendengar kabar darimu."Aku mencoba tersenyum, sambil menjawab, "Aku baik-baik saja, Marissa. Terima kasih sudah menanyakan kabarku."Rahasia telah aku jalani sejak pergi ke luar negeri. Aku tidak ingin semua orang mengenaliku atau melacak keberadaanku. Untuk itu, aku melepaskan semua kartu identitasku, mengganti ponsel dan kartu SIM, serta berhenti memainkan media sosial yang pernah kukenal.Sesungguhnya, hati yang terluka menjadi alasan utama aku melakukan semua perubahan tersebut. Kepergianku ke luar negeri mengharuskanku jauh dari Keenan, dan ia kini semakin dekat dengan Marissa. Bahkan aku menghindari mengabadikan momen-momen kehidupanku di sana, berusaha menjauh dari duni

    Last Updated : 2024-01-16
  • Benih Rahasia Sang Pewaris   Bab 9. Penyesalan Di Akhir

    "Syukurlah, aku harap apa yang kamu katakan benar," ucap Fina dengan senyum smirk-nya. Aku mencoba untuk tersenyum, tetapi hatiku masih terasa sakit.Anggun, sahabatku, mencoba mengalihkan perhatian. "Sudahlah, kita makan saja, tidak perlu membahas yang lain," ujar Anggun sambil menatapku penuh perhatian. Meski Fina merasa kesal, namun aku berusaha untuk tidak terpengaruh olehnya.Fina melanjutkan perkataannya, "Memangnya kenapa kalau membahas yang lain? Tidak ada orang yang kebakaran jenggot, kan?" Sentakanku menjadi semakin nyata. Aku benar-benar kalah menghadapi Fina. Dia terus saja memojokkan aku.Aku tidak mengerti mengapa Fina seolah tidak menyukai kehadiranku. Sejak tadi, dia terus saja mencoba untuk membuatku merasa tidak nyaman. Apakah dia mengira aku kembali ke Indonesia hanya untuk menggagalkan pertunangan Marissa dan Keenan? Sejujurnya, aku sama sekali tidak mengetahui bahwa mereka berdua akan bertunangan. Dan jika memang itu terjadi, aku akan merasa bahagia jika kebahagiaa

    Last Updated : 2024-01-16
  • Benih Rahasia Sang Pewaris   Bab 10. Terpecah Belah

    Pov Keenan.Setelah menyapa beberapa rekan kerja, rasa gundah muncul begitu saja. Tempat ini, yang kuharap bisa membantuku melupakan masa lalu, kini menjadi saksi kembalinya sosok menyakitkan itu. Wanita yang menghancurkan hidupku hingga hancur berkeping-keping.Aku mengepalkan tanganku, merasakan amarah yang berkobar di dada. Berbagai pertanyaan muncul di benakku. Apakah dia kembali hanya untuk menyakiti perasaanku saja? Mengapa di saat aku mulai melupakannya, dia kembali dengan membawa luka lama? Apakah dia kembali hanya untuk menambah derita? Kenapa dia harus kembali lagi, di saat hatiku sudah membaik?Luka lama mulai terasa membakar kembali. Betapa dulu, aku begitu mencintainya dan ingin menjadikannya pelabuhan terakhirku. Tapi, dia dengan tega menghancurkan semuanya. Kini, dia kembali hadir dan membawa luka-luka itu bersamanya.Kepalaku terasa sakit, seperti akan meledak karenanya. Aku menapakkan kaki keluar, meninggalkan tempat keramaian untuk mencari ketenangan. Meski berulang

    Last Updated : 2024-01-17
  • Benih Rahasia Sang Pewaris   Bab 11. Rencana Pertunangan

    "Aku bilang pergi! Apa kau tidak mendengarku?!" bentakku, tak bisa menahan emosi yang memuncak.Prang …!Tak sengaja, kuhempaskan botol minum yang ada di atas meja. Botol itu jatuh dan terpecah belah di lantai, menggambarkan perasaanku yang sudah hancur lebur karena ulah Kiara. Meskipun dia mencoba untuk memperbaikinya, tetap saja tidak akan pernah utuh seperti sedia kala.Aku menahan air mata yang akan mengalir seiring dengan jatuhnya botol minum tersebut. Wajahku bermuram, mencerminkan rasa sakit yang tak mampu terungkapkan. Kiara mulai menangis, tangisnya terdengar pelan dan perlahan menyayat hati. Namun, aku tidak bisa melupakan pengkhianatan yang dia lakukan padaku. Semua kenangan bersama bagai terkoyak oleh pilihan yang dia ambil, membuat cinta yang selama ini kami jalin tak lagi bermakna."Maafkan aku, aku tahu aku salah karena telah meninggalkanmu begitu saja. Mungkin maafku tak bisa menyembuhkan perasaanmu, tapi kuharap kau bahagia bersama Marissa," ucap Kiara.Cebikan sinis

    Last Updated : 2024-01-17
  • Benih Rahasia Sang Pewaris   Bab 12. Bocah Tengil

    Sambil tersenyum, aku menegaskan pada mamaku. "Mama tidak salah dengar, aku ingin bertunangan dengan Marissa. Aku percaya pilihan Mama yang terbaik untukku." Ucapan itu keluar dari mulutku dengan penuh ketulusan, karena aku tahu betapa mama ingin aku bahagia bersama Marissa.Mama menatapku dengan kasih sayang, kemudian mengelus wajahku lembut. "Terima kasih, Sayang. Kamu memang anak yang baik. Mama sangat beruntung memilikimu," kata Mama dengan nada lembut.Meski begitu, di dalam hati, aku merasa terpaksa menerima keputusan untuk bertunangan dengan Marissa. Sejak dulu, Mama selalu mendorongku untuk segera menikahi Marissa. Namun, entah mengapa, perasaanku masih bimbang. Kami memang sudah menjalin hubungan, tapi ada sesuatu yang mengganjal pikiranku.Aku mencoba menyembunyikan keraguan itu dan menuruti keinginan Mama agar ia bahagia. Aku ingin melihat Mama bahagia melihatku sebagai calon suami Marissa. Namun, pertanyaannya adalah, apakah aku juga akan bahagia dengan keputusan ini?Seba

    Last Updated : 2024-01-18
  • Benih Rahasia Sang Pewaris   Bab 13. Sosok Lain

    Pov KiaraSejak pagi tadi, aku terus mencari Kenzie di seluruh penjuru apartemen dan ke mana-mana, namun tak kunjung menemukan keberadaan putraku itu. Aku mulai merasa cemas, dan memutuskan untuk bertanya ke area resepsionis yang ada di area apartemen, mungkin saja mereka dapat membantuku. Sebelumnya, sudah kucoba menghubungi Kenzie lewat telepon, namun yang kulihat hanya dering ponselnya yang ada di dalam kamar. Ternyata, Kenzie meninggalkan ponselnya di apartemen.Dengan napas tersengal, aku mendekati resepsionis dan menunjukkan foto Kenzie sambil berkata, "Maaf, Mbak, saya sedang mencari anak saya, apa ada yang melihatnya?"Mereka lalu memperhatikan foto Kenzie dengan seksama, lalu kembali menatapku.Salah satu resepsionis mengangguk dan menjawab, "Mm … dia ada di belakang Bu Kiara."Aku terperanjat mendengar jawaban tersebut. "Hah? Belakang?" Tanpa berpikir panjang, aku langsung menoleh ke arah belakang dan benar saja, ternyata di sana ada Kenzie. Putraku yang kucari itu sedang te

    Last Updated : 2024-01-18

Latest chapter

  • Benih Rahasia Sang Pewaris   Bab 105. Harapan Baru

    "Kiara, kamu baik-baik saja?" tanya Ibu yang sudah ada di dekatku.Aku mencoba tersenyum untuk meyakinkan Ibu, tetapi rasanya sulit. "Aku merasa mual, Bu. Mungkin kecapekan," kataku sambil mengelap wajah dengan handuk.Ibu mengerutkan kening. "Mungkin kamu perlu istirahat lebih. Kalau mual terus, kita periksa ke dokter, ya."Aku mengangguk pelan, merasa bersyukur memiliki Ibu yang begitu perhatian. "Iya, Bu. Aku istirahat dulu sebentar."Kembali ke kamar, aku berbaring di tempat tidur, berharap rasa mual ini segera hilang. Tapi di tengah kegelisahanku, pikiranku melayang ke satu kemungkinan yang tak pernah terpikir sebelumnya. Dengan hati-hati, aku mencoba mengingat kapan terakhir kali aku haid. Benar saja, sudah beberapa minggu terlambat.Jantungku berdebar lebih cepat. Apakah mungkin …?Aku memutuskan untuk menunggu hingga Keenan pulang dan membicarakan ini dengannya. Aku begitu cemas memikirkan semua ini. Aku mencoba memejamkan mata sebentar.Beberapa saat kemudian, aku terkesiap k

  • Benih Rahasia Sang Pewaris   Bab 104. Kembali ke Butik

    Aku tak bisa menggambarkan betapa bahagianya hatiku ketika Keenan, lelaki yang sudah menjadi suamiku kini, memberiku kunci butik yang telah lama kutinggalkan. Keenan memintaku untuk kembali mengurus butik yang dulu aku bangun dengan susah payah. Dengan perasaan yang begitu haru dan sekaligus bahagia, aku mengingat mimpi lamaku menjadi seorang desainer. Mimpi yang tak mudah kugapai, namun penuh perjuangan dan kerja keras. Enam tahun lalu, aku berangkat ke Singapura, dan menghabiskan waktu selama lima tahun untuk belajar dengan para desainer terkenal di sana. Keputusan itu diambil dengan penuh keberanian, meninggalkan semua yang kucintai di Indonesia, termasuk Keenan, lelaki yang sangat aku cintai. Aku membawa Ayah yang sedang berjuang melawan penyakitnya. Meski berat, aku yakin bahwa kesempatan ini akan membuka pintu yang lebih besar di masa depan, dan Ayah pasti akan sembuh. Namun, rencana Tuhan berbeda dengan harapanku. Satu tahun setelah berada di Singapura, aku menerima kabar d

  • Benih Rahasia Sang Pewaris   Bab 103. Kunci Butik

    Marissa hanya tertawa sinis mendengar perkataanku. "Haha, kembali seperti dulu?" katanya dengan nada sinis. "Apakah kamu tidak melihat bagaimana aku sekarang, Kiara? Aku berada di tempat yang kotor dan hina. Aku kehilangan segalanya. Tapi kamu, kamu malah hidup enak dan memiliki segalanya yang seharusnya menjadi milikku!" Aku terkejut dan sedih mendengar kata-kata Marissa. Aku bisa merasakan kekesalan dan kebencian yang terpendam di balik kata-katanya. Namun, aku mencoba untuk tetap tenang dan memahami perasaannya. "Marissa, aku sangat menyesal melihat kondisimu sekarang," ujarku dengan suara lembut. "Sebagai teman, aku ingin membantumu agar bisa bangkit dan memulai kembali. Aku ingin membuka lembaran baru bagi kita semua." Marissa memandangku dengan tatapan tajam. "Bukankah kamu bisa memahami betapa sulitnya posisiku?" katanya dengan emosi yang masih terasa dalam suaranya. "Kehidupan ini tidak adil, tidak adil bahwa aku harus berada di tempat seperti ini sementara kamu hidup dalam

  • Benih Rahasia Sang Pewaris   Bab 102. Menemui Marissa

    Kesempatan untuk bertemu dengan Marissa akhirnya terbuka bagiku, dan hatiku bergetar dengan rasa bahagia dan cemas. Meskipun Marissa telah melakukan kesalahan yang besar terhadap kami, aku tidak bisa melupakan masa-masa indah yang kami lewati bersama saat kami masih sekolah dulu. Kami adalah teman baik, berbagi tawa, cerita, dan impian bersama. Sekarang, dengan keputusanku untuk menemui Marissa, aku berharap kami bisa memulihkan hubungan yang ada di antara kita.Hari yang ditunggu akhirnya tiba. Aku bersiap untuk pergi menemui Marissa, memilih pakaian dengan hati-hati, mencoba tampak tenang dan berbicara dengan hati yang terbuka. Aku berdoa agar pertemuan ini bisa membawa kedamaian dan kesembuhan baik bagi diriku maupun Marissa.Sepasang tangan kekar tiba-tiba merangkulku dari belakang, menyapu rasa kantukku dengan kehangatan yang akrab. Aku tersenyum dan berbalik memandang Keenan yang sudah bangun tidur, selalu ada dalam pelukannya."Kenapa kamu tidak membangunkanku?" tanya Keenan de

  • Benih Rahasia Sang Pewaris   Bab 101. Malam Hangat

    Aku melepaskan sedikit rasa kantukku saat melihat seorang lelaki dengan tangan kekar yang memeluk perutku. Senyuman terukir di wajahku ketika aku menyadari bahwa itu adalah Keenan, suamiku yang tidur di sampingku. Matanya yang tertutup oleh bulu alis yang tebal begitu indah, hidungnya yang mancung memberikan pesona tersendiri.Dalam keadaan itu, aku tertegun sejenak, mengamati wajahnya yang damai saat terlelap. Rasa cinta yang mendalam muncul dalam hatiku, melihat Keenan sebagai sosok yang melengkapi hidupku.Teringat akan janji pernikahan kami yang baru terucap beberapa hari yang lalu, saat kami bersatu menjadi suami istri. Hanya Tuhan yang tahu betapa aku bahagia bisa berbagi hidup dengan Keenan, orang yang telah berada di sampingku sejak lama.Aku mencium udara pagi dengan perasaan yang penuh syukur. Aku merasakan kehangatan dan keamanan dalam pelukan Keenan. Rasa terima kasih terucap dalam hatiku, untuk kami berdua dan keberuntungan yang telah Tuhan anugerahkan kepadaku.Sejenak a

  • Benih Rahasia Sang Pewaris   Bab 100. Lingerie Merah

    Keenan mengangkat kepalanya dan tiba-tiba mencium bibirku dengan lembut. Suasana di apartemen Keenan menjadi hening, hingga hanya terdengar detak jarum jam yang mengisi ruangan. Aku terbuai dalam kelembutan ciumannya, merasakan kenyamanan yang timbul dan melupakan segala sesuatu di sekitar kami.Namun, aku segera menyadari situasi kami dan mendorong tubuh Keenan agar menjauh dariku. "Apa kita akan melakukannya di sini?" tanyaku, hatiku berdebar ketika mengingat keberadaan kamera CCTV di ruangan ini.Keenan bangun dari posisi tidurnya dan duduk di sampingku. "Memangnya kenapa kalau di sini? Di apartemen ini hanya ada kita," ucapnya dengan senyuman.Aku menunjuk ke arah CCTV yang terpasang di sudut ruangan. "Lihatlah, ada CCTV di sini. Aku tidak ingin kegiatan kita terekam dan diketahui oleh orang lain."Keenan hanya tersenyum dan mengangguk mengerti. "Baiklah, aku akan membawa tuan putriku ini ke kamar. Di sana kita bisa bebas dan tenang," ucapnya sambil mengangkat tubuhku dengan lembu

  • Benih Rahasia Sang Pewaris   Bab 99. Kembali ke Apartement

    Keenan terlihat kesal karena Kenzie belum tidur hingga malam tiba. Sudah berbagai cara Keenan lakukan agar Kenzie bisa tidur, tetapi nyatanya semua usahanya tak berhasil membuat anak kami tertidur. Aku hanya tersenyum melihat wajah kesalnya. Mulai dari saat kami meninggalkan kamar hotel hingga sekarang, ketika kami sudah berada di apartemenku, Keenan masih terlihat murung. Ya, setelah hari pernikahanku dengan Keenan selesai, kami memutuskan untuk kembali tinggal di apartemen yang pernah aku beli dulu. Kenzie begitu sangat bahagia ketika kami memutuskan untuk kembali lagi ke apartemen ini. "Terima kasih, Tante Sissi, sudah mau memberi tumpangan kepada kami," kata Kenzie, berlari ke arah Sissi dan memeluknya erat. "Sama-sama, Ken. Tante Sissi juga senang bisa membantu kalian bertiga. Apalagi rumah tante Sissi jadi ramai. Oh iya, lain kali kamu juga bisa main ke rumah tante Sissi." Kenzie melepaskan pelukannya. "Terima kasih, Tante. Aku sangat sayang pada Tante. Maafkan aku yang sela

  • Benih Rahasia Sang Pewaris   Bab 98. Malam Kedua

    "Kenapa? Apa yang kamu bicarakan dengan Om Beni?" tanyaku pada Keenan setelah ia mengakhiri sambungan teleponnya dengan ekspresi yang terlihat agak cemas."Tidak apa-apa, Om Beni hanya mengucapkan selamat kepada kita," jawab Keenan sambil memasukkan ponselnya ke dalam saku celana."Para tamu sudah pulang semua?" tanyanya sambil memandang sekeliling ruangan yang sudah kosong.Aku mengangguk. "Sudah pada pulang. Kenzie juga sudah pergi bersama Sissi dan Bagas.""Pergi ke mana?" tanyanya penasaran."Kenzie bilang dia ingin beli es krim.""Malam-malam begini?" tanyanya terlihat agak cemas.Aku mengangguk. "Ya, Kenzie selalu menginginkan sesuatu dan Sissi akhirnya merasa kasihan padanya, jadi dia membawa Kenzie untuk membeli es krim.""Tapi nanti giginya sakit lagi," ujar Keenan sambil menggeleng."Aku juga sudah melarangnya, tapi kamu tahu sendiri Kenzie pasti akan merengek terus."Keenan mengangguk setuju, tapi ekspresinya terlihat agak khawatir. "Ya, itu masalahnya. Tetapi, sepertinya m

  • Benih Rahasia Sang Pewaris   Bab 97. Hari Pernikahan

    "Iya, itu memang cincin yang aku dapatkan dari pelelangan," jawab Keenan sambil tersenyum menatapku.Aku merasa bingung mengapa Keenan memberikan cincin itu kepadaku. "Tapi … kenapa kamu memberikannya untukku?" tanyaku yang masih bingung."Kiara, cincin itu adalah turun-temurun dari nenek moyang kami dulu, dan sekarang cincin itu memang sepantasnya untukmu," terang Tante Belinda."Tapi … kenapa harus untukku, Tante?""Mommy, kenapa Mommy terlihat bingung? Mommy sudah melahirkan aku, jadi cincin itu sekarang Mommy yang simpan. Kalau nanti aku udah besar, Daddy bilang nanti cincin itu aku yang simpan, iya, 'kan, Daddy?" ujar Kenzie dengan polos."Lihat, anakmu saja mengerti, kenapa kamu tidak mengerti," terang Keenan."Jadi … maksudnya, kamu ….""Iya, malam ini, aku ingin melamarmu, Kiara. Di depan keluarga kita," ucap Keenan yang membuatku tersipu malu. "Kamu mau 'kan menikah denganku, kita membesarkan Kenzie bersama?"Aku melihat ke arah Ibu, Ibu mengangguk tanda setuju, lalu aku meli

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status