“Nona Elena, jangan jauh-jauh. Kau bisa tersesat. Kami tak boleh sampai kehilanganmu.” Lizzie berlari kecil mengejar Elena berjalan agak jauh di depannya. Meski sedang hamil, energi yang dimiliki Elena memang luar biasa. Bahkan gadis muda seperti Annabeth dan Lizzie pun nyaris selalu tertinggal dengan langkahnya yang cepat. Elena bahkan belum ada berhenti sama sekali selama berjalan kaki menjelajahi pusat perbelanjaan yang sangat luas itu. Ia sangat senang, akhirnya diberikan izin untuk keluar mencari udara segar. Sudah lama memang dia tak cuci mata di tempat keramaian seperti ini. “Kalian pikir aku anak kecil? Yang gampang tersesat saat jauh dari orang tuanya? Aku lahir dan besar di kota ini, juga sudah sering ke sini sendirian. Asal kalian tahu, aku selalu menemukan jalan pulang. Aku justru takut kalian berdua yang tersesat di dalam Mall sebesar ini.” Elena tertawa saat melihat dua asistennya itu sampai dengan nafas terengah-engah. “Tapi Tuan Rev pasti akan membunuh kami kalau t
“Bagaimana ini?” Elena semakin panik karena menyadari jarak antara mereka dan dua asistennya itu semakin menipis.“Entahlah! Aku tak bisa berpikir. Mungkin kau ada ide?”Elena berdecak karena di saat genting seperti ini, Reviano justru membuatnya harus ikut berpikir.“Huh, seharusnya kau sudah punya rencana cadangan kalau seandainya hal seperti ini terjadi, Revi,” ucapnya kesal. “Sekarang berjongkoklah dan menghadap ke dinding. Apa pun yang aku lakukan, jangan membalas apalagi sampai menunjukkan wajahmu,” lanjutnya.“Memangnya kau mau melakukan apa?”Belum sempat Reviano mendengar jawaban Elena, tiba-tiba saja Elena sudah memberi tanda dengan suara tertahan, “Sekarang!”Spontan Reviano melakukan apa yang diperintahkan Elena tadi. Tak lama ia merasa punggungnya dipukuli Elena dengan tas kecil yang dibawanya.“Apa-apaan....!” Reviano nyaris berteriak dan berdiri dengan marah. Untungnya dia cepat menyadari kalau hal itu hanya dilakukan untuk mengelabui Annabeth dan Lizzie yang sudah bera
“Apa kau sudah selesai?” tanya Reviano sembari memasang kancing di lengan kemejanya.Elena hanya mengangguk.“Ayo keluar.” Reviano berjalan menuju pintu dan Elena mengekor di belakangnya.Setelah memastikan kalau tak ada siapa pun di lorong, Reviano memberi kode pada Elena agar keluar bersama.Merasa hanya berpapasan dengan beberapa orang yang tak dikenal, Reviano dan Elena bergandengan tangan.“Kita berpisah di lift depan, untuk menghindari kecurigaan orang-orang.” Reviano menghentikan langkah, menatap Elena seakan tak mau berpisah.“Kau turun duluan Revi. Aku akan menyusul nanti.”Reviano menekan punggung Elena dengan tangan hingga dada mereka bertemu. Sebuah ciuman hangat yang lumayan lama mendarat di bibir plumpy milik Elena, menandakan perpisahan.Saking asyiknya, mereka tak sadar ada pasangan lewat yang memperhatikan. Terlihat seperti sepasang kekasih biasa, namun sang wanita terlihat jauh lebih tua.Elena yang baru saja melepaskan ciumannya, tanpa sengaja melihat ke arah mereka
[ Datanglah ke alamat ini. Aku menunggumu ] Begitu bunyi pesan yang dikirim Reviano malam tadi, membuat Elena sibuk memikirkan seribu cara yang dapat ia pakai untuk mengelabui dua asistennya yang selalu mengikuti ke mana pun ia pergi. Annabeth dan Lizzie seakan tak pernah membiarkan ia jauh meski itu untuk sekedar menghilang sebentar dari pandangan. Bahkan mereka berdua bergantian menunggui Elena yang pergi ke kamar mandi. “Kami takut lantainya licin dan Nona terpeleset. Tuan Rev akan sangat marah, karena orang hamil yang jatuh di kamar mandi itu bisa membahayakan bayinya.” Begitu jawaban yang diberikan Lizzie saat Elena protes karena menungguinya buang air besar. Kotoran di perutnya bahkan tak bisa keluar karena merasa canggung akibat ditunggui. “Hah, bagaimana aku bisa mengeluarkan semuanya kalau kau ada di situ Lizzie? Kalau begini caranya, aku akan sakit karena kena sembelit, bukan terpeleset. Pergilah, aku akan teriak kalau ada apa-apa!” tukas Elena. “Tapi Nona...” “Kalian
“Dari mana kau bisa mengambil kesimpulan seperti itu, Dad? Aku yakin Mommy juga sangat mencintaimu. Kalau tidak, tak mungkin dia berusaha untuk menjauhkan kita.”“Apa kau mau tahu alasannya, Elena?”Elena tak menyahut, artinya dia ingin tahu.“Dia menjauhkan kita bukan karena mencintaiku, tapi hanya agar harga dirinya tak jatuh. Dia ingin tetap menjadi satu-satunya wanita yang mendominasi keluarga ini. Kalau kau tetap di sana, dia seperti memiliki bayang-bayang gelap.”“Entahlah, kalau menurut perasaanku sebagai wanita, tetap saja Mommy merasa cemburu. Biar bagaimanapun, Dad adalah suaminya. Hatinya pasti terluka saat tahu kita melakukan hal ini,” ujar Elena, mendadak merasa bersalah.“Mungkin saja. Tapi aku rasa, dia tak akan terlalu sakit hati karena dia pun melakukan hal yang sama padaku.”“Maksudnya?”“Elena, aku memasang CCTV tersembunyi di ruang kerjaku. Dulu aku juga pernah membayar seseorang untuk membuntuti Caitlyn ke mana pun ia pergi, sejak aku mulai merasa curiga dengan ge
“Katakan, apa maksud semua ini?! Kalau kau tak mau mengatakannya, maka tamat riwayatmu, anak sialan!” Harland terus menampar wajah Elena yang sudah terduduk lemah di lantai.“Hentikan! Kau bisa membunuhnya!” Nancy berteriak tak karuan sambil berusaha menarik tangan suaminya agar tak terus menganiaya Elena.“Biar saja! Anak yang mempermalukan keluarga memang pantas mati! Aku justru akan menyesal kalau membiarkannya tetap hidup! Minggir!” Harland menyingkirkan tubuh Nancy ke samping dengan keras, membuat wanita itu terjerembap.“Papa, tolong jangan pukul aku lagi. Aku sedang mengandung.” Elena menangis sambil berusaha beringsut mundur dengan tenaganya yang masih tersisa. Seluruh badannya sakit bukan main.Meski sejak kecil dia memang sudah sering mendapat perlakuan kasar dari ayahnya, tapi tetap saja ia ketakutan setengah mati setiap kali lelaki itu melampiaskan amarah.Terakhir kali ia dihajar seperti ini, adalah saat ia menolak dijodohkan dengan Leon. Waktu itu pun sama, ia sampai mas
Annabeth dan Lizzie saling berpandangan. Haruskah mereka mengatakannya pada Reviano?Meski tahu secara sekilas permasalahan yang terjadi saat Harland mengungkapkan lewat kemarahannya, mereka berdua segan untuk mengatakannya langsung di depan Reviano.Mereka tak mau dilibatkan dalam urusan rumit majikannya.“Kami hanya tahu isinya adalah foto-foto. Tapi kami sama sekali tak melihatnya. Dan saat marah, Tuan Harland mengatakan kalau Nona Elena... Perempuan jalang.” Intonasi suara Lizzie merendah saat menyebutkan kata terakhir. Tak berani menatap Reviano.Reviano membuang nafas kasar. “Apa kalian tahu, Elena dibawa ke rumah sakit mana?”Keduanya menggeleng. “Kami bahkan tidak tahu, apakah Nona Elena sudah di bawa ke rumah sakit atau belum. Karena saat Annabeth mau menelepon Ambulance, Tuan Harland sudah mengusir kami,” ujar Lizzie takut-takut.“Tuan, apakah kami dipecat?” nada suara Annabeth terdengar khawatir.Reviano diam. Itu bukanlah pertanyaan yang harus dia jawab. Sekarang keselamat
“Apa?! Kau menginginkan anak perusahaan milik mendiang Ayah Caitlyn?” Reviano terkejut bukan main saat mendengar apa yang diinginkan Harland.Tak tanggung-tanggung, yang diminta adalah Hak Milik dan Hak Guna Bangunan salah satu anak perusahaannya.Dan kenapa Harland harus meminta Broensley Corporation yang merupakan milik Caitlyn nantinya?“Iya, karena kudengar dari sekian banyak perusahaan kecil yang sudah diakuisisi olehmu, perusahaan lama milik Tuan Brown adalah yang paling banyak memberikan keuntungan setiap bulannya.”Reviano menggeleng. “Aku tak bisa memberimu perusahaan Broensley. Itu milik Caitlyn, dan aku sudah berjanji padanya bahkan sejak 30 tahun yang lalu akan mengembalikan perusahaan itu. Kau boleh minta hal lain atau anak perusahaan yang baru-baru ini aku akuisisi. Asal jangan milik Caitlyn.”Harland mendengkus. “Pulanglah Revi. Kita begini hanya buang-buang waktu karena tak akan menemukan ka