Share

Bab 87B. Demam

Author: Syatizha
last update Last Updated: 2025-01-15 23:30:03

"Bi ... Bianca ...." Namira menghela napas panjang, menggelengkan kepala. Melihat jam dinding kamar, sudah pukul 06.20 menit. Tapi, Bianca masih tidur.

Namira melangkah masuk, duduk di sisi ranjang, memerhatikan Bianca yang masih menutup mata.

"Bi, Bianca, bangun, Bi ... udah siang tau!"

Bianca bergeming, kedua matanya masih terpejam.

"Bianca, sarapan dulu yuk! Jam delapan kan kamu harus ke kampus. Nanti Evan udah datang jemput, kamu malah masih tidur. Bangun, yuk!" ajak Namira tanpa menyentuh Bianca.

Lagi, telinga Bianca seolah tuli, tidak mendengar ucapan Namira. Jangankan menimpali ucapan Namira, membuka kedua matanya saja tidak.

Namira berdiri, membuka gorden agar cahaya matahari pagi masuk ke dalam kamar anak sambungnya. Menoleh ke belakang, Bianca masih saja bergeming. Masih berada di posisi semula.

"Bianca ... bangun dong. Udah siang ... Bianca ... Bi ...." Namira kembali duduk di sisi ranjang. Sebelah tangannya terulur menepuk pipi Bianca namun kedua mata Namira membeliak s
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 88. Sakit Jiwa

    Jam 8 pagi, kondisi Bianca sudah lebih baik. Suhu badannya tidak terlalu tinggi. Satu jam lalu juga, Daniel memanggil dokter keluarga. Dokter mengatakan kalau Bianca hanya demam biasa. Mungkin karena terkena angin malam. Dia memang tidak biasa pulang larut malam, ditambah sampai jam empat Subuh, Bianca menangis. Gadis itu merasa kesepian. Bubur yang dimasak Nida juga sisa setengah. Usai makan bubur, Bianca minum obat yang diresepkan oleh dokter Jatmika, dokter pribadi keluarga Bragastara. "Sayang, aku keluar kamar dulu. Mau telepon Yuda kalau hari ini aku gak masuk kantor," ucap Daniel pada istrinya. "Iya, Mas.""Pah, aku udah baikan. Papah ke kantor aja. Aku gak apa-apa kok," sela Bianca yang raut wajahnya sudah tidak memerah karena panas seperti sebelumnya. "Enggak apa-apa. Papah gak bisa kerja dengan tenang kalau kondisimu kayak gini."Namira dan Bianca tak menimpali lagi. Dari dulu, Daniel selalu memprioritaskan Bianca di atas segalanya. Jangankan Bianca sakit demam seperti ini

    Last Updated : 2025-01-15
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 89A. Terkejut

    "Apa? Mutiara sakit jiwa?" Tidak hanya Yuda yang terkejut, Daniel juga sama. Tidak menyangka kalau Mutiara mengalami penyakit jiwa. "Iya, Pak. Tadi saya sempat merekamnya. Nanti saya kirim lewat pesan singkat. Sekarang saya mau ke rumah sakit jiwa, mau meminta pihak rumah sakit mengevakuasi Mutiara, Pak," jelas Yuda menyampaikan rencananya. "Ya sudah, lebih baik ditangani oleh pihak rumah sakit jiwa daripada nantinya dia luntang-lantung di jalanan.""Iya, Pak."Sambungan telepon terputus, tidak berselang lama, terdengar notifikasi pesan masuk. Daniel langsung membuka pesan berupa rekaman video Mutiara yang tengah meraung-raung menyebut namanya. Daniel langsung menghapus video tersebut karena jijik melihat kondisi Mutiara. Yuda dan beberapa petugas rumah sakit jiwa telah berada di rumah Mutiara. Namun, Yuda tidak mau keluar dari dalam mobil. Ia takut sekaligus jijik melihat kondisi Mutiara. Belum lagi, ada kotoran Mutiara yang melekat di kedua kakinya seolah sudah kering dan bau. Su

    Last Updated : 2025-01-16
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 89B. Terkejut

    "Ferry, aku gak mau tinggal di sini. Aku pengen pulang, Ferry ... tolong aku. Tolong bebasin aku ...." rengek Hesti ketika dirinya sudah berada di dalam sel penj4ra sendirian. Hati Ferry sebenarnya tak tega meninggalkan Hesti di sini, tapi apa daya, dia tidak bisa berbuat banyak apalagi sekarang Ferry juga tidak memiliki banyak uang."Sayang, tadinya kalau ada Pak Daniel, aku akan memohon lagi padanya agar kamu bebas bersyarat. Jangan sampai tinggal di sini. Tapi, kata Pak pengacara, Pak Daniel tidak bisa datang karena anaknya jatuh sakit."Hesti sangat terkejut mendengar anak kandungnya sedang jatuh sakit. "Bi-Bianca sakit?" tanya Hesti memastikan ucapan Ferry. "Iya. Tadi pengacaranya bilang kayak gitu. Makanya Pak Daniel enggak bisa datang ke sini karena harus menunggu Bianca," ucap Ferry pada wanita yang sekarang di dalam ruangan jeruji besi. Setetes air mata membasahi wajah Hesti. Tiba-tiba saja dia teringat Bianca. Anak yang selama ini disia-siakan. "Tante, aku mohon jangan n

    Last Updated : 2025-01-16
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 90A. Dihancurkan

    "Pak Daniel, saya minta maaf gara-gara Bianca pulang larut malam, dia jatuh sakit," ucap Evan menyesali perbuatannya yang tidak dapat memaksa Bianca cepat pulang. Malam itu, Bianca hanya iri dengan kedatangan Nida. Harusnya sikap Bianca tidak boleh demikian. Semestinya Bianca senang karena keponakan Daniel yang selama ini dicari-cari, telah datang sendiri tanpa dicari lagi. Namun, yang dirasakan Bianca justru sebuah ancaman apalagi Nida adalah anak kandung papanya Evan dari Danial. Bianca khawatir nantinya hubungannya dengan Evan ditentang Gita yang tak lain ibu kandung Evan sendiri. Memang sejauh itu pikiran Bianca sampai ia lupa kalau Nida juga merupakan darah daging keluarga Bragastara. Daniel menghela napas panjang. Satu sisi, Daniel salut pada Evan yang dengan berbesar hati mengakui kesalahan dan meminta maaf padanya. Tapi, sisi lain, kenapa Evan melanggar aturannya. "Van, saya paling enggak suka seseorang yang melanggar aturan yang sudah saya tetapkan. Lain kali, saya enggak

    Last Updated : 2025-01-16
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 90B. Dihancurkan

    Ucapan Evan membuat Bianca terdiam. Ia berpikir sejenak, mengingat kembali sikap Evan selama dikenalnya. Selama dekat dengan Evan, lelaki itu tidak pernah berbuat kur4ng 4jar atau bersikap k4sar. Evan selalu baik dan perhatian padanya. Cenderung melindungi."Ya, Van. Aku minta maaf," lirih Bianca berkata. Terlihat kesedihan yang mendalam pada raut wajahnya. "Enggak apa-apa. Aku senang kalau kondisimu udah lebih baik. Besok sebaiknya jangan ke kampus dulu. Kamu istirahat sampai sembuh total," timpal Evan mencemaskan kesehatan Bianca. Meski Bianca bilang bukan karenanya ia jatuh sakit, tapi perasaan bersalah masih Evan rasakan. "Iya, Van.""Sekarang aku mau pulang dulu. Assalamualaikum." Evan menyudahi, tidak ingin mengganggu Bianca lebih lama lagi. "Waalaikumsalam."Meski obrolan keduanya hanya sebentar, tapi cukup puas mengobati kerinduan Evan pada gadis pujaan hatinya.*** "Mas Ayang, tadi marahin Evan gak?" tanya Namira ketika mereka sudah berada di dalam kamar. Daniel duduk di

    Last Updated : 2025-01-16
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 91A. Akan Datang

    "Kamu udah bangun?" tanya Yuda begitu kedua matanya terbuka melihat istrinya sedang duduk di sofa sudut kamar sambil menghisap sepuntung r0kok. Posisi Gita tengah bersandar di pegangan sofa, kedua kakinya berselonjor. Wanita itu terkejut, menoleh pada lelaki yang amat sangat dicintainya. "Ah, iya ... aku udah bangun," jawab Gita menurunkan kedua kaki, mematikan puntung r0kok dan duduk tegak. Ia melipat bib1r, khawatir dimarahi Yuda karena ketahuan melakukan kebiasaan buruknya lagi. Yuda tidak tahu saja kalau semalaman Gita tidak tidur sama sekali. Setiap menit yang dilewatinya terbayang kejadian yang menimpanya belasan tahun silam. Seorang gadis, cinta pertama suaminya merusak kebahagiaan Gita. Kebahagiaan yang hanya menurut Gita saja, tidak bagi Yuda. Semalaman Gita seperti ditarik ke masa lalu. Bayangan senyum Dania ketika suaminya menc1um dan mencvmbu begitu jelas di pelupuk mata. Mereka seolah tak pedulikan hati Gita sedikitpun. Gita yang baru memiliki buah hati Evan, berusia

    Last Updated : 2025-01-17
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 91B. Akan Datang

    "Om, apa benar, hari ini Om mau anterin aku ke kampung setelah urusan Om di sini selesai?" tanya Nida disela sarapan pagi. Pagi ini, Daniel, Namira, Nida dan Bianca sarapan satu meja. Nida memberanikan diri bertanya masalah kabar yang semalam disampaikan Namira padanya. "Iya. Kamu siap-siap aja. Setelah Om selesai mengurusi masalah di kantor kepolisian, kita langsung berangkat," tandas Daniel pasti. "Alhamdulillah ... makasih ya, Om?" Nida terlihat sangat bahagia, begitu pula Namira. Istri Daniel itu tersenyum. Berbeda dengan Bianca yang tampak biasa-biasa saja. Bahkan ia terkesan tak mendengar obrolan antara Nida dan papahnya. "Sama-sama. Mungkin agak siangan berangkatnya." "Enggak apa-apa, Om." Setelah itu tidak ada yang bicara. Mereka melanjutkan sarapan hingga selesai. Namira menggamit lengan suaminya, mengantar Daniel sampai depan rumah. "Mas Ayang, apa enggak capek, setelah dari kantor polisi, langsung ke Bogor?" tanya Namira mencemaskan keadaan suaminya.

    Last Updated : 2025-01-17
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 92A. Mencari Seseorang

    "Bukan gitu, Bi ... Astaghfirullah kamu suuzhon aja. Aku cuma kaget soalnya di rumah gak ada kue atau cemilan apa-apa. Kamu tau sendiri, selama aku hamil, aku jarang ke dapur, jarang bikin kue-kuean. Masa calon ibu mertuamu dikasih buah-buahan doang? Ya udah deh, aku mau nyuruh Bibi beli deh. Oh ya, sekarang mereka masih di rumah atau dah jalan?"Sebisa mungkin, Namira bersikap tenang dan mencari alasan supaya Bianca tidak menaruh curiga jika dirinya memang tidak ingin Gita datang ke sini. Mengingat, orang yang menyembunyikan Nida adalah Gita. "Tadi Evan bilang, mau otewe. Kayaknya sih lagi di jalan.""Waduh, kalau begini lebih baik aku yang beli. Supaya lebih cepat.""Janganlah, Mih. Udah biarin, Bibi aja. Nanti pas Tante Gita datang, aku gak ada temennya. Udah, Mamih di sini aja. Biar Bibi yang beli. Oke?""Ya udah deh. Aku keluar kamar dulu. Mau nyuruh Bibi beli. Sebentar."Namira mulai panik. Dia tidak tahu harus menyembunyikan Nida di mana. Nida tidak boleh bertemu dengan Gita,

    Last Updated : 2025-01-17

Latest chapter

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 357. Kasih Pinjaman

    "Lima juta kamu bilang cuma?" tanya Hanif setengah tidak percaya adiknya berbicara demikian. Selama ini Hanif tipikal orang yang berhemat. "Iyalah, Mas. Uang Mas Hanif lebih dari segitu. Apalah arti uang lima juta buat Mas Hanif dan Mbak Friska," ucap Hanifa tanpa beban. Hanif menghela napas berat, memijat pelipis. Hanifa tidak tahu saja kalau dirinya tidak punya tabungan bahkan ketika mendaftarkan proses perceraian harus mencuri uang Friska dari dalam brankas. "Aku enggak ada uang." Hanif berbicara datar. Mendengar jawaban kakaknya, Hanifa mendengus kesal. Ternyata benar kata ibu Ros kalau Hanif orangnya pelit. "Mas Hanif aku mohon. Suamiku belum gajian. Nanti uangnya aku ganti kok kalau mas Tedi udah gajian. Aku mohon, Mas ...." Hanifa tak mungkin menyerah. Malam ini juga dia harus mendapatkan uang untuk anak-anak besok. Meski dirinya tak ada uang, tetapi Hanif tak tega mendengar adiknya memohon seperti itu. Selama ini, Hanifa maupun Haifa tidak pernah meminta uang padanya. Tanp

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 356. Lima Juta

    Di mata Rangga, Haifa wanita bodoh dan mudah dibohongi. Bukan satu dua kali Rangga ketahuan selingkuh tetapi dengan mulut manisnya, Rangga dapat meyakinkan Haifa jika dirinya tidak akan mengulangi bahkan Rangga sering berjanji akan membuat rumah tangganya jauh lebih baik dan memiliki perekonomian yang mencukupi. "Ya udah, Mas. Sekarang kamu mandi. Kamu tadi beli nasi kan?""Beli dong. Aku tadi beli pecel lele. Lelenya dibagi dua aja ya sama anak kita. Kamu jangan makan banyak kalau malam. Aku enggak mau kalau kamu sampe gendut," ujar Rangga mengedipkan sebelah mata. Sontak, Haifa tersipu malu, menganggukkan kepala, mengiyakan kemodusan suaminya. Di kamar lain, Hanifa pun sedang berbincang dengan sang suami, Tedi namanya. "Jadi Mamamu udah tau sertifikatnya kita gadai ke Bank?" tanya Tedi, usai Hanifa bercerita tentang kejadian tadi siang. Hanifa tampak santai. Sebatang rokok terselip di antara ruas jarinya. "Iya. Dia baru sadar, hehehe ...."Hanifa mengembuskan asap rokok ke wajah

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 355. Dibodohi

    "Biasa aja kali, Ma. Enggak usah kaget gitu," kata Hanifa santai. Mereka berdua tidak merasa bersalah sedikit pun. Aneh juga, kenapa Hanifa dan Haifa bisa membawa sertifikat itu ke Bank tanpa sepengetahuan ibu Ros?"Kamu bilang enggak usah kaget??" desis ibu Ros berusaha menahan emosi. Biar bagaimana pun ia tak mau cucu-cucunya mendengar keributan ini. "Udah deh, Ma. Lagipula semuanya udah ada di Bank. Mau gimana lagi? Ya kami bisa saja menebusnya tapi Mama punya enggak uang buat nebusnya?"Tanpa rasa bersalah dan rasa penyesalan, Haifa bertanya demikian. Hanifa yang mendengar ucapan sang adik, menyunggingkan senyum mengejek. "Kurang ajar! Kalian anak kurang ajar! Uangnya kalian pake buat apa? Semua keperluan dan kebutuhan rumah ini kan pake uang Mama. Bahkan kalian juga sering minta uang ke Mama. Terus, uang pinjaman dari Bank itu digunakan buat apa? Buat apaaaa?" Sangat kesal ibu Ros berkata. Wajahnya memerah karena emosi yang sudah menguasai diri. Hanifa dan Haifa terdiam sesa

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 354. Di Bank

    Kedua mata ibu Ros membeliak dibentak anak keduanya yakni Hanifa. Sorot mata Hanifa yang tajam dibalas serupa oleh wanita yang telah melahirkannya. "Durhaka kamu, Nifa!" balas ibu Ros tak kalah tinggi intonasi suaranya. "Berani sekali kamu ngebentak Mama? Marahin Mama! Kamu pikir ini rumah siapa, heuh? Ini rumah Mama!" tandas ibu Ros yang tak mau terlihat lemah di depan Hanifa. Anak kandungnya mencebik, melipat kedua tangan di depan dada. "Nanti juga akan menjadi milikku dan Haifa kalau Mama udah mati," timpal Hanifa tersenyum miring. "Apa kamu bilang?" Lagi, emosi ibu Ros semakin meluap. "Kamu bilang aku mati?" ulang ibu Ros, meyakinkan yang didengarnya. "Ini apaan sih? Siang-siang malah ribut?"Tiba-tiba dari arah belakang Hanifa, terdengar suara adiknya yang baru keluar dari kamar sambil menguap. Menghampiri mereka. "Mama nih, siang begini malah nangis sambil teriak. Kan berisik," jawab Hanifa memutar bola mata malas. "Ck, kebiasaan nih Mama. Udahlah, jangan diladenin. Harap

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 353. Berisik

    Sepanjang jalan pulang, Axel cemberut. Kesal pada adiknya dan Arfan. Bisa-bisanya mereka menguping pembicaraan Axel di depan pusara Daniel dan Namira. Alea sekarang satu mobil dengan Axel. Sedangkan Arfan, pulang sendirian padahal lelaki itu berharap bisa mengantar Alea pulang sampai rumah supaya lebih lama bersama. "Kak?" panggil Alea, menatap Axel dari samping. Namun, Axel bergeming. "Kak Axel?" Alea mengulang pertanyaan karena wajah Axel masih masam. "Kak Axeeeell!" teriak Alea tepat di depan telinga kakaknya. Axel langsung menancap rem mendadak. "Astaghfirullah, Lea!" pekik Axel melotot. Lalu menoleh ke belakang, khawatir ada mobil di belakang yang dekat dengan mobilnya. "Kamu udah gila, Lea! Teriak di depan telinga. Kalau kita kecelakaan gimana?" semprot Axel kesal, melajukan kembali kendaraannya. "Ya habisnya ditanya dieeeemm ... aja. Cemberuuutt aja. Kayak cewek lagi dateng bulan. Kalau ditanya jawab napa!"Bukannya minta maaf, Alea justru memarahi Axel. "Mau tanya apa em

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 352. Ngintip

    Di depan pusara kedua orang tua kandung, Axel menumpahkan kesedihan dan masalah yang tengah dihadapi. Sebelumnya ia membaca Quran Surat Yasin dan memanjatkan doa-doa untuk Daniel dan Namira. Alea mencegah pergerakan Arfan. Ia menggelengkan kepala, memberi isyarat pada Arfan agar tidak mendekati kakaknya. Alea mengajak Arfan duduk agak jauh dari Axlel. Ia ingin memerhatikan kakaknya. Bukan Alea tak mau mendoakan, hanya ingin tahu apa yang akan diungkapkan Axel. Benar saja, selesai berdoa, tangisan Axel pecah. Pun Alea. Gadis itu menahan dalam diam. Membekap mulut agar suara tangisannya tak terdengar Axel. Arfan tak tega, ingin merengkuh pundak Alea tetapi tak ada keberanian. Ia cukup tahu batasan. Arfan hanya mengusap pelan Alea agar tetap tenang. "Kenapa mama dan papa pergi begitu cepat? Apa mama dan papa enggak sayang kami? Apa aku dan Alea anak yang enggak kalian inginkan? Kenapa kalian enggak bertahan hidup demi kami? Paling tidak, salah satu dari kalian harus hidup. Kenapa kali

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 351. Tak Dipedulikan

    Siang hari, tubuh ibu Ros menggigil. Sejak tadi pagi, badannya tak enak. Mulutnya pun pahit. Di dalam kamar, ibu Ros meringkuk. Belum ada makanan yang masuk ke dalam perut padahal ia sangat kelaparan. Kedua mata memanas, hidung pilek bersin-bersin, mungkin karena ibu Ros terlalu sering menangis. Tubuh ringkih itu menyibak selimut. Memegang perut yang terasa lapar. Kemudian, dengan langkah tertatih, ia berjalan ke arah pintu, membuka pintu kamar. Kepalanya melongok ke kanan dan ke kiri. Sepi. "Kemana Hanifa dan Haifa? Apa mereka lagi tidur?" gumam ibu Ros, keluar dari kamar, lalu berjalan pelahan melewati ruangan demi ruangan. Sampai di dapur, ibu Ros tak mendapati kedua anak perempuannya. Kemana mereka? lagi pertanyaan ibu Ros tak ada jawaban. Wanita tua itu berjalan ke ruang meja makan. Membuka tudung saja, tidak ada lauk pauk. Kemudian berjalan ke rice cooker, tidak ada nasi. "Apa mereka enggak masak nasi?" Ibu Ros kembali bertanya pelan. Pandangannya beralih pada tempat penyim

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 350. Pertanyaan Teralihkan

    Jam pulang sekolah tiba. Alea menyambangi kelas kakaknya. Ia menunggu di depan. Arfan yang melihat Alea dari kejauhan menghampiri. "Lagi nungguin Axel?" tanya Arfan saat berdiri di samping Alea. "Iya. Lama banget tuh orang keluarnya. Emang ngeselin! Kamu sendiri belum pulang? Ada rapat?" Alea bertanya balik. "Enggak ada rapat. Kalau lama, Kenapa kamu enggak masuk ke dalam kelasnya?" Arfan bertanya lagi. Mengalihkan ke topik awal. "Males," jawab Alea singkat. "Kalau aku masuk kelas kak Axel, suka jadi pusat perhatian teman-temannya," jawab Alea cemberut. Mengingat kembali waktu ia pernah masuk ke dalam kelas Axel. Ada beberapa teman sekelas Axel yang cowok, minta kenalan. Atau enggak, teman-teman kelas Axel yang cewek, menatap Alea sinis. Padahal mereka tak saling kenal. Sejak saat itu, Alea malas masuk kelas kakaknya. "Mungkin karena kamu terlalu cantik, Lea."Ucapan Arfan membuat Alea terhenyak. "Ck, apaan sih kamu, Fan? Enggak juga kali." Alea malu-malu. Ia membuang wajah ke a

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 349. Harus Habis

    Gilang telah menyiapkan delivery order atas nama Nida. Wanita itu memang tak sempat keluar kantor untuk makan siang. Pekerjaannya sangat banyak. Terlebih mulai besok ia harus kerja di lapangan. Gilang telah siap berangkat. Namun, langkah kakinya terhenti ketika berpapasan dengan Bianca dan Evan di depan cafe. "Selamat siang, Ibu Bianca, Pak Evan," sapa Gilang sopan, agak membungkukkan badan. "Siang, Gilang. Kamu mau nganterin makanan?" balas Evan sambil bertanya. Sedangkan Bianca bersidekap sambil membuang muka. Gilang mengulum senyum, "Iya, Pak. Mau anterin makan siang.""Oh begitu.""Mas, mau makan siang apa mau ngobrol sama pelayan?" tanya Bianca ketus. Sorot matanya tampak tak suka pada Gilang. Evan tak enak hati mendengar pertanyaan sang istri. "Maaf, Pak. Saya permisi." Gilang tak mau lama-lama berhadapan dengan Bianca. Selalu saja makan hati. "Oh iya, silakan. Hati-hati Gilang.""Iya, Pak. Terima kasih."Bianca masuk ke cafe lebih dulu. Wajahnya bersungut kesal. Evan yang

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status