Malam semakin larut, Danisa masih menikmati tayangan televisi yang ada di dalam kamar Daren. Dia yang sebelumnya telah mengistirahatkan diri, belum mampu membawa tubuhnya beristirahat kembali ke alam mimpi. Dia masih setia menunggu pria yang sudah sah menjadi suaminya itu karena ada hal penting yang ingin disampaikan olehnya.Bahkan, waktu pun sudah beranjak pukul dua belas malam lebih sepuluh menit. Danisa yang sebelumnya telah mengistirahatkan diri sejak sore hingga senja hampir menghilang itu masih terlihat segar. Sama sekali tidak merasakan kantuk pada kedua matanya. Hingga handle pintu bergerak, dan Danisa dapat melihat pergerakan pintu yang mulai perlahan bergerak terbuka dan menampilkan pria yang sejak tadi ditunggunya. Danisa sama sekali tidak peduli dengan tatapan cuek dari suaminya itu. Karena baginya itu adalah hal biasa. Daren sama sekali tidak menyapa Danisa. Pria itu lebih memilih menuju ke walk in closet dan Danisa hanya memberikan lirikan pada pria tersebut. Tida
NEGOSIASISejak tadi, saat Danisa memutuskan untuk menunggu Daren karena ingin bicara itu dia diliputi oleh keresahan yang begitu sangat. Tidak ingin mengulur waktu, karena Danisa yang ingin memiliki kepastian atas keadaan yang dialaminya saat ini. Hal itu lah yang membuat Danisa memantapkan diri berharap dia bisa tidur minyak malam ini jika semuanya sudah pasti.Jika dibilang materialistis, baginya itu sudah hal biasa memang fakta dirinya yang memang sangat menyukai banyaknya uang. Jadi, tak masalah jika Danisa akan dicap sebagai wanita mata duitan lagi oleh pria kaku di hadapannya itu.“Jangan buang waktuku. Apa kau tak tahu jika waktu itu sangat berharga dan kau sudah menyia-nyiakannya,” ketus Daren, yang sudah melangkah Kembali menuju ke sofa. Menunggu Danisa untuk bicara, namun nyatanya wanita itu sepertinya ragu untuk memberi mengungkapkan. Dan itu berhasil membuat Daren malas menanggapinya. “Tunggu,” cegah Danisa saat melihat suaminya itu sudah menang kembali melangkah menuju
TAWARAN SATU RANJANGMeski merasa sangat geram, Daren tidak tidak menyalahkan sikap Danisa yang meminta bayaran lebih darinya. Karena memang tidak ada yang tahu jika hasil dari percobaan bayi tabung yang dilakukan olehnya dan Danisa akan membuahkan dua janin sekaligus. Bagi darah, itu adalah hal yang sangat membahagiakan. Maka, dia tidak akan mempersulit dan bisa untuk mendapatkan hak yang dimintanya lagi darinya itu.Daren sama sekali tidak menyangka, Danisa akan mengatakan itu semua cara berterus terang. Jika bukan darah dagingnya yang ada dalam kandungan wanita itu, mungkin dia sudah meluapkan kemurkaannya padanya. Beruntung, Danisa adalah wanita yang sudah mengandung benihnya. Dalam keadaan seperti ini, dia harus mampu meredam emosinya. Menarik nafas dalam-dalam, Daren mengeluarkannya secara kasar. Tatapan tajam yang semula Daren lakukan pada Danisa. Perlahan mulai menguar, namun tetap dengan tatapan dingin yang pria itu lakukan. “Akan aku bayar dua kali lipat. Dan aku pastika
“Tuan! Ini serius?” Leo yang diminta untuk menyiapkan surat perjanjian baru dari atasannya itu pun terkejut. Melihat nominal yang akan diberikan Daren kepada Danisa membuat Leo menganga tak percaya.Bukan jumlah yang sedikit. Jumlah yang cukup fantastis hanya untuk perjanjian yang hanya akan berlangsung sembilan bulan saja. Bahkan, setahu Leo di luaran sana. Jumlah yang akan dibayar untuk melakukan sewa rahim tidak sebesar yang dibayarkan Daren pada Danisa. “Lakukan saja sesuai yang aku pinta. Aku rasa, yang aku bilang semua sudah jelas. Jadi seharusnya aku tak perlu lagi menjelaskan secara detail kepadamu. Atau perlu, aku memecatmu dan mengganti asisten baru yang lebih mumpuni,” ancam Daren dengan kalimat tegasnya. Dia menatap datar pada Leo yang masih tidak percaya dengan perintah yang daran berikan terhadap dirinya.Leo yang yang mendapati tatapan datar dari Daren itu pun menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal. Dia tersenyum kaku pada atasannya, atas ancaman yang tentu saj
MULAI POSESIF 1Bukan sambutan hangat yang Danisa dapatkan dari tatapan sang suami. Melainkan, tatapan tajam yang Daren beri saat melihat wanitanya itu masuk ke dalam ruang kerjanya dengan membawa satu cup coffee di tangannya.Kesal. Itu yang saat ini Daren rasakan pada Danisa. Bisa-bisanya wanitanya itu meminum minuman yang sebelumnya sudah diperingatkan oleh dokter Christie kepadanya. Entah apa yang ada di pikiran Danisa saat ini, hingga dia sama sekali seolah tak merasa bersalah sedikitpun atas perbuatan yang dilakukannya itu.Tanpa berkata apapun lagi, Daren bangkit dari kursi kebesarannya. Tatapan tajam dari mata elang pria yang saat ini menjadi suaminya itu menghentikan langkah Danisa. Tentu saja, dia bingung dengan sikap yang Daren lakukan. Danisa merasa jika dia sama sekali tidak melakukan kesalahan sedikitpun.Lalu, Mengapa pria itu memberikan tatapan bersahabat kepadanya?“Kau kenapa?” Tanya Danisa tanpa rasa bersalah sedikitpun darinya. Tanpa menjawab sepatah kata pun ata
POSESIF LAGI“Ayo, pulang,” ajak Daren pada wanitanya. Danisa mendongak, menatap wajah pria yang sedang membawa sebelah tangannya itu ke dalam kantong celana serta tatapan datar yang dilakukan olehnya. “Hm. Okey,” jawab Danisa tak membantah. Dia merapikan pekerjaannya, dan pria kaku itu nyatanya masih setia menunggu di dalam ruangan dengan duduk pada sofa tunggu di sana. Saat melihat Danisa mengambil tas mahal yang memang sudah disediakan untuk Denisa dari Riana – mama mertuanya saat menyambut kehadiran Danisa di rumah utama. Daren bangkit dari duduknya, melangkah lebih dulu dari wanitanya dan membukakan pintu untuk Danisa. Danisa tidak menanggapi, dia mengikuti kemauan Daren dan mengabaikan sikap pria kaku itu yang peduli kepadanya. Sungguh, sikap yang Daren lakukan itu bukanlah hal yang biasa. Karena pria kaku itu biasa lebih cuek dengan hal di sekitarnya. Lalu, kali ini dia seolah peduli pada dirinya.“Tidak. Tidak.”Danisa segera menepis pikiran tiba-tiba lewat dalam benakny
Danisa mengerucutkan bibirnya kesal, mendapati suaminya itu terus memberikan ancaman untuknya. Hingga suara seseorang yang begitu familiar di antara mereka itu pun mengalihkan perdebatan yang terjadi di antara keduanya. Daren dan Danisa menoleh ke sumber suara, mendapati wanita yang sangat mereka kenal. Dia adalah Marisa, wanita yang sempat akan dijodohkan kepada Darren dan juga menjadi perancang busana di acara pernikahan Daren dan Danisa. Danisa yang melihat kehadiran orang yang dikenalnya itu menarik ke atas kedua ujung sudut bibirnya. Memberikan senyum yang mengembang, kepada Marisa yang sudah beberapa minggu tidak ditemuinya. Tentu saja Danisa sangat bahagia, Kebetulan sekali dia juga akan membicarakan soal rencana dirinya dan mama mertuanya yang akan melakukan kursus membuat kue bersama mertuanya. “Hai, aku ada di sini?’ Tanya Danisa ke arah Marisa yang sudah berdiri beberapa jarak antara dirinya dan sang suami. Marisa merekahkan senyum ramahnya kau mau menyambut perjumpaan
MENJADI AKRABDanisa yang memang memiliki kepribadian sangat ramah kepada siapapun itu pun dengan mudahnya akrab dengan anak kecil yang dibawa oleh Marissa.Dengan begitu mudahnya, wanita itu mampu merayu anak tersebut dan berakhir dia membawa Jessy-keponakan Marisa mengelilingi minimarket dengan memberikan banyak mainan dan juga makanan untuknya.“Kau jangan khawatir. Ambil apa pun yang kau mau, dan tante akan traktir untukmu hari ini,” kata Danisa, senyum wanita itu pun merekah bahagia. Saat ini doa sedang membawa keponakan Marisa berkeliling minimarket. Danisa membawa anak kecil itu, dan mengambilkan beberapa mainan dan banyak hal yang disukai anak-anak. Daren, pria itu saat ini sedang mendorong stroller yang sudah penuh berisi makanan anak-anak dan mainan anak yang diambil oleh Danisa dan dengan begitu semangatnya Dia memasukkan semuanya ke dalam keranjang belanjaan tersebut.“Benarkah, Tante? Jessy sangat bahagia sekali. Kali ini, Jessy bisa menikmati banyak makanan yang Jessy
Siang itu, mendadak suasana rumah sakit menjadi mencekam.Darren sudah keluar dari dalam ruang perawatan Rinaldi, ayahnya. Namun belum sempat Riana yang baru saja akan menghampiri putranya dan ingin bertanya tentang apa yang dilakukan Daren di dalam sana sudah dibuat terkejut dengan beberapa perawat yang saling berlari menuju ke ruang Reynaldi dengan tatapan mata yang terlihat panik.Bukan hanya Riana yang terkejut, Danisa pun ikut merasa panik dengan kejadian nyata yang saat ini dilihatnya.Lewat sorot matanya Ia pun bertanya pada Riana dengan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada Renaldi di dalam kamar perawatannya.Detak janur Riana berpacu kencang saat melihat para petugas medis berlarian yang tak lama diikuti oleh dokter pribadi Renaldi yang menangani langsung pria tua itu.“Apa yang terjadi?” Entah pada siapa Riana bertanya sebab Danisa dan Daren pun tidak mengerti dengan apa yang terjadi.Danisa mendekat ke arah Riana memeluk perempuan itu dengan maksud ingin menguatkan ji
Suasana ruang yang didominasi oleh warna putih itu begitu hening. Sambutan yang kini didapat oleh seorang pengusaha muda yang bernama Daren Raynaldi. Ya, dia sangat membenci nama Reynaldi yang begitu sangat dirinya benci. Daren begitu membenci nama itu. Sebab nama tersebut adalah nama dari pria yang memiliki aliran darah sama dalam tubuhnya. Nama yang begitu sangat dibencinya, sebab pria yang tak lain adalah ayahnya sendiri telah menorehkan luka yang begitu dalam untuk dirinya selama ini. Kini, dia dapat melihat penderitaan dari pria yang tak ingin ditemui olehnya itu. Pria yang sangat dibenci oleh Daren, kini tergeletak lemah tak berdaya. Bahkan, dirinya yakin untuk sekedar membuka mata pria itu tak akan mampu melakukannya. Daren masih berdiri di tempatnya, setelah dirinya usai menutup pintu ruang perawatan khusus yang hanya ada satu ranjang beserta pasien serta seluruh alat yang menempel dalam tubuh pria yang sudah sangat lemah tak berdaya. Ya, pria angkuh dan sombong itu sudah
Seperti yang Darren katakan kepada Danisa yang meminta untuk ditemani. Kini, keduanya sedang berada di dalam mobil menuju ke sebuah tempat yang Danisa sendiri pun belum mengetahui. Iya, Danisa belum bertanya pada sang suami sebab setelah darah mengajak dia harus disibukkan dengan mengurus kedua buah hatinya yang kemudian mengantar Ara dan Aiden menuju ke tempat sang nenek.Setiba di sana, kedua anak kembar itu pun langsung turun dari mobil. Sebab tak sabar untuk bermain bersama nenek dan tantenya.“Mom dan daddy nggak usah anterin arah ke dalam. Nanti biar Ara yang bilang sama nenek jika Mommy dan Deddy akan pergi.”Ara yang sudah tidak sabar itu meminta ayah dan sang ibu untuk segera berlalu dari kediaman sang nenek. Tetapi Danisa tak langsung mengiyakan, sebab dia pun ingin bertemu dengan sang Ibu dan meminta izin untuk menitip kedua buah hatinya di sini.“Mommy mau bertemu nenek dulu, Princess. Nanti setelah ketemu nenek baru Mommy dan Deddy akan berangkat.”Danisa tersenyum lembut
“Apa kamu sibuk hari ini?” tanya Daren tiba-tiba saat subuh dan keduanya sedang berada di atas ranjang saling berpelukan satu sama lain. Danisa yang berada dalam dekapan hangat suaminya itu mendongak. Menatap penuh tanya pada sang suami akan maksud yang hendak Daren katakan kepadanya itu. “Kenapa?” tanya Danisa, balik bertanya ingin memastikan jika Daren ingin mengajaknya pergi ke suatu tempat. Daren membalas tatapan sang istri. Memberikan usapan lembut ke lengan Danisa setelah aktivitas panas malamnya telah berlangsung. Keduanya tak langsung tidur setelah melakukan ibadah subuhnya. Saling mendekatkan diri, dan Danisa tak ingin banyak tanya atau berbicara kecuali jika itu urusan kedua buah hatinya. “Temani aku,’ ucap Daren singkat, tak langsung memberitahukan tujuannya ke mana akan pergi mengajak wanitanya. “Aku akan temani, jika kamu butuh aku. Tak perlu bertanya,” jawab Danisa, merekahkan senyum manisnya dan kembali mengeratkan dekapan hangat yang Daren berikan untuknya. Daren
“Jangan bicara begitu sama mama,” kata Danisa minta agar Daren mampu meredam emosi pada sang mama.DADanisa tak ingin melihat hubungan ibu dan anak itu menjadi renggang. Sebab, dia tahu seberapa besar rasa sayang dan pengorbanan Riana yang begitu besar dalam membesarkan Daren dulu. Daren tak menjawab, pria itu masih diam merasakan sentuhan lembut dari Danisa yang memeluk dirinya dari belakang tubuh tegapnya itu. “Mama akan sedih, jika kamu berkata kasar padanya. Bukankah selama ini kau selalu memperjuangkan kebahagiaan mama,” lanjut Danisa mengingatkan pada suaminya. Perjuangan yang Daren lakukan untuk mamanya begitu besar. Hingga dia mampu melawan ego menikah demi bisa memberikan cucu yang selalu dituntut oleh mamanya dulu. Daren menarik nafasnya dalam-dalam. Kemudian membuangnya secara kasar sebelum akhirnya membuka suara menjawab setiap kalimat yang terucap dari wanitanya itu. “Kau tak mengerti,” jawab Daren singkat. “Aku tahu, Daren,” bela Danisa untuk dirinya sendiri, yang
Riana menghentikan langkah kakinya saat Daren menyebut kata ‘tua bangka’. Riana berpikir, mengapa Daren bisa mengetahui rahasia yang masih dijaga olehnya dengan begitu baik. Dia pun berpaling, menatap Daren yang sedang berusaha menahan amarah. Riana tahu, jika Daren tidak akan meluapkan amarahnya di hadapan anak-anaknya. Riana sudah menyiapkan segala sesuatu untuk segala kemungkinan yang akan terjadi jika Daren akan marah kepada dirinya. “Kau tak boleh bicara seperti itu Daren,” tegur Riana dengan nada rendahnya sebab tak ingin menunjukkan perdebatan yang akan berlanjut kemarahan putranya tersebut. Daren diam, tak langsung menjawab apa yang dikatakan oleh ibunya itu kepadanya. “Sejak kapan Mama berhubungan lagi dengannya?” tanya Daren dengan suara dinginnya. “Dan untuk apa mama menemui tua bangka itu lagi. Itu sebabnya mama tak mau kembali lagi ke Singapura dan memilih menetap di sini.” Daren masih tak menunjukkan sikap ramahnya. Danisa yang semula bersiap menghidangkan sarapan d
Pagi di kediaman rumah Daren terasa begitu berbeda seperti hari-hari biasanya. Danisa pagi-pagi sudah bangun dari tidurnya membantu pelayan yang bekerja di rumah mewah Daren itu untuk menyiapkan sarapan keluarga kecilnya.Beberapa kali pelayan meminta agar Danisa beristirahat. Tentu saja mereka tahu jika pengantin baru harus memiliki banyak waktu luang dan kebersamaan terlebih rumah tangga mereka yang terpisah lumayan lama.Akan tetapi, larangan yang dilakukan oleh pelayan untuk Danisa itu diabaikan oleh Danisa. Dia ingin sekali menyiapkan sarapan untuk kedua buah hatinya dan juga suaminya, maka dari itulah dia menyempatkan untuk pergi ke dapur dan membuatkan sarapan khusus untuk keluarga kecilnya.“Saya khawatir jika tuan dari nanti bangun akan menegur kami, Bu,” tutur wanita yang usianya jauh lebih tua dari pelayan lain yang bertugas menjadi ketua pelayan di rumah mewah itu.Indonesia menoleh, dia tersenyum hangat kepada wanita paruh baya yang begitu ramah sejak kedatangannya di rum
“Mama pergi dulu ya, kalian lanjutkan dulu sarapannya.” Riana mengakhiri sarapan paginya, di saat anggota keluarganya yang lain pun baru saja akan memulai.Kemudian dia beralih menatap kepada Ara yang sedang menggigit roti di tangannya.“Princess, Oma. Nanti kamu berangkatnya sama Mommy saja ya. Oma minta maaf, sebab tadi sudah janji akan antar Ara ke sekolah pagi ini seperti kemarin,” lanjut Riana berkata kepada Ara sebab dirinya tak bisa mengantarkan sang cucu sebelumnya. Sejak Daren tidak ada di rumah dan tak bisa mengantarkan kedua buah hatinya untuk bersekolah. Sejak saat itulah Riana yang selalu antar jemput bersama suster Ara dan juga sopir yang memang ditugaskan untuk mengantar jemput kedua buah hati Daren dan Danisa tersebut.“Ara nggak mau sekolah. Ara Mau di rumah saja bersama Mommy. Ara rindu sekali dengan Mommy. Hari ini, maka Ara akan menghabiskan waktu bersama Mommy. Dan Ara tak akan membiarkan Daddy mengganggu waktu kami.”Anak perempuan itu seperti sedang balas den
“Mommy!”Suara melengking yang Ara lakukan itu berhasil menusuk indera pendengaran Danisa dan Daren yang baru saja melangkah masuk ke dalam rumah setelah dua hari mereka memutuskan untuk menginap sebab tidak ingin mendapat gangguan dari kedua buah hatinya. Ara berlari, menuju ke arah kedatangan sang Mommy dan Daddy-nya. Anak perempuan itu begitu tak sabar untuk berjumpa dengan sang ibu. Bahkan, saat mobil yang Daren kendarai baru saja berhenti di area halaman rumah dan pelayan yang menyampaikan jika Daren dan Danisa telah kembali itu membuat anak perempuan yang baru saja akan menuju ke meja makan itu tak menunggu lama. Dia langsung berlari menuju ke luar rumah untuk menemui sang Mommy yang sudah sangat dia rindukan beberapa hari ini.Tanpa menunggu, Ara segera memeluk Danisa penuh Kerinduan. Sedangkan Daren hanya menggeleng dengan tingkah yang dilakukan oleh putrinya itu. “Mommy rindu sekali dengan putri mommy yang cantik ini,” kata Danisa memeluk hangat Ara dipekannya. Ara yang m