Bab 79. Sepasang Pezina Meregang Nyawa
=======
Berjingkat gadis itu kembali masuk ke dalam kamar maksiat, tanpa sepatah kata, tanpa isyarat apa-apa, benda itu menghujam ke tubuh para durjana. Seketika ranjang menjadi basah, tergenang cairan warna merah, leguhan yang begitu meyakitkan tadi di gendang telinganya, berganti menjadi teriakan kesakitan kedua mahkluk yang tengah meregang nyawa.
“De … sy! Ka … mu?” Fajar berucap lirih. Sembari memegangi
Bab 80. Alisya Dijemput Polisi=============“Eh, kamu, ya! Anak kecil juga!” Raja mengacak pucuk kepala Intan.“Anak kecil!” protes Intan pura-pura manyun.“Iya, kan? Kamu itu persis Niken! Adik bungsuku.”“Alhamdulillah dianggap adik!” Intan kecewa.“Hehehe! Belajar yang baik! Dua hari lagi ujian, kan? Setelah Ujiannya selesai, kamu mulai ke kantor, ya!”&
Bab 81. Pertengkaran Hebat Deva dengan Haga Wibawa=======“Baik, saya akan mendapingi Alisya ke kantor polisi! Anda berdua tak perlu menangkapnya. Saya sendiri yang akan mengantarnya!”“Maaf, tapi Bu Alisya harus kami bawa sekarang!”“Saya akan mengantarnya sekarang! Alisya belum tertuduh, bukan? Anda masih menduga, betul? Saya hargai dugaan Anda! Mari kita berangkat sekarang! Tapi Alisya ikut di mobil saya, bukan di mobil Anda!”&ldqu
Bab 82. Deva Melamar Alisya==============“Mau kan, maafin sikap Papa, tadi?” Deva mengulang pertanyaannya.Alisya mengangguk. Apa yang dapat dia perbuat selain pasrah.“Kemungkinan ancaman Papa kali ini akan terlaksana. Aku siap menghadapinya. Bagaimana dengan kamu?”Alisya menggeleng.“Maksud kamu?”“Maaf, aku memaafkan sikap kasar Pak Direktur Utama terhadap aku. Tetapi, aku tidak siap denagn resiko&nbs
Bab 83. Desy Menyerang Alisya======Perempuan itu duduk di lantai. Lantai yang tak beralas. Rambut sebahunya terurai lepas, menutupi seluruh wajah yang menunduk menekuri lantai nan dingin. Sesekali bahunya berguncang hebat, lalu perlahan menurun, dan akhirnya diam bergeming.“Silahkan, Pak, Bu!” Petugas mempersilahkan Alisya, Deva dan Ardho berbincang dengannya.“Terima kasih, Pak.” Ardho menggangguk hormat.“Des!” Suara Alisya terdengar bergetar. Memanggil&nbs
Bab 84. Alisya Bebas Dari Tuduhan==========Alisya mendongah, meminta pendapat Ardho dan Deva. Kedua laki-laki itu mengangguk, pun dengan polisi yang sejak tadi merekam pembicaraan itu.“Baiklah! Apa yang kau ingin bisikkan?” Alisya mendekatkan kepala hingga menempel di jeruji besi, setelah menyibakkan anak rambut yang menutupi daun telinganya.Desi mendekatkan mulutnya ke arah telinga Alisya melalui lubang antara batang-batang besi kokoh itu.
Bab 85. Pertengkaran Alisya dengan Mantan Mertua di Rumah Sakit===========Alisya mengutuki dirinya, bagaimana mungkin dia bisa dibodohi selama ini. Bagaimana bisa dia tak tahu kalau lelaki ini telah mengkhianatinya berkali-kali. Laki–laki pemuja napsu. Bahkan sebelum menikahi dirinya, Fajar telah berulang kali tidur dengan wanita lain. Pun setelah mereka menikah.Alisya baru tahu sekarang, kalau suaminya terlibat affair dengan istri Bos nya. Bahkan itu penyebab suaminya di PHK dari kantor tempatnya bekerja.&n
Bab 86. Fajar Menjadi Tersangka==========“Aku gak bisa, Sya! Aku gak bisa! Aku gak bisa pisah dari kamu, Sya!” Fajar memberontak. Laki-laki itu berusaha bangkit dan mencengkram lengan Alisya.“Maaf, Mas!” tegas Alisya mengibaskan cengkraman Fajar.Seorang Dokter dan seorang perawat datang. Pembicaraan terhenti. Dengan seksama mereka memeriksa kondisi Fajar. Setelah berbincang sesaat dengan Rahmi, sang Dokter keluar. Perawat menyuntikkan obat melalui selang&
Bab 87. Genting di Rumah Keluarga Wibawa=====Dua pasang insan tampak keluar dari gedung UGD. Mereka berjalan menuju areal parkiran. Deva berjalan paling depan, beriringan dengan Alisya. Di belakang mereka Raja dan Intan. Sore sudah menjelang. Mentari sudah condong ke arah barat.Ponsel Raja berdering. Sambil berjalan pemuda itu menerima panggilan.“Ya, Ma?” jawab pemuda bertubuh tinggi dan berkulit putih itu mendekatkan ponsel