Desahan napas panjang kembali terdengar. Kenedict merebahkan tubuhnya di samping Ilona. Alunan napas kasar, tersendat dan kaku membuat Kenedict tertawa berat. Ia membalikkan tubuh lalu mengangkat kepala Ilona untuk menyelipkan tangannya ke belakang tengkuk sang gadis. Kent menjadikan lengannya sebagai bantal Ilona. Sebuah kecupan mesra mendarat di dahi Ilona yang telah dibanjiri peluh.
Dalam hal ini, Kenedict merasa telah memiliki Ilona sepenuhnya. Membuatnya semakin yakin pada keputusan yang telah ia ambil di sela-sela ia merasakan tubuh sang gadis.
“Kau hanya miliku, ingat itu.” Kent berucap sambil menatap Ilona dari samping, sedang gadis itu masih terlalu sibuk bermonolog dengan pikirannya sambil terus memperbaiki napas.
“Katakan sesuatu,” bisik Kent lagi.
Ilona berusaha keras mencapai kesadaran penuh. Sesuatu di antara kedua pangkal pahanya masih berdenyut menikmati sisa-sisa sensasi nikmat yang membuat bagian lembab dan sensitif itu terasa perih.
Jangan lupa Review-nya yah, Kakak. :)
Ilona mendengus. Ia mengangkat pandangannya memberikan tatapan sinis pada Kenedict. Pria itu menyengir. Ia membawa tangannya meraih dagu Ilona yang langsung ditepis oleh gadis itu. Kent menyeringai lalu memajukan wajahnya.“Kalau tidak buru-buru aku ingin menggaulimu sekarang,” bisik Kent.KREK“Awh!” Kent meringis saat Ilona menarik kedua sisi dasinya. Otomatis benda itu mengencang lantas mencekik lehernya.“Rasakan itu,” gerutu Ilona. Ia berbalik.Kent tertawa berat. “Kau semakin berani, Tiger.”Ilona membalikkan tubuh saat ia tepat berada di depan lemari. “Tiger?” tanya gadis itu sambil mendelik menatap Kenedict.Kent mendekat. Ia langsung merangkul tubuh Ilona dari belakang. Wanita muda itu terdiam. Lebih-lebih ketika Kenedict menaruh dagunya di atas bahu seraya mengencangkan pelukannya, ia memblokir semua pergerakkan Ilona dan memaksa gadis itu untuk diam di tempat.“Yah, Tiger. Tingkahmu seperti tiger.”Ilona menol
“Mr. Kent,” panggil Layla. “Nikmati koktailnya, Tuan-tuan,” ucap Kent. Ia bergegas menghampiri Layla. Wanita muda nan seksi itu menghampiri Kenedict sambil memoles senyum menggoda di wajah. Ia membawa dua gelas sampanye di tangannya. Layla menyerahkan salah satu gelas kepada Kenedict dan pria itu menerimanya begitu saja. Kent menoleh ke sekeliling. Sesekali ia tersenyum ketika bola matanya tak sengaja berpapasan dengan beberapa orang yang berada di dalam bar. Pria itu mengangkat gelas kristal di tangannya sekedar untuk menyapa orang-orang penting tersebut. Layla menatap Kenedict dengan mata menggoda. Ia tak sungkan untuk meletakkan satu tangannya di atas pundak Kenedict. “Apa-apaan kau ini!” hardik Kenedict. Ia menghempaskan tangan Layla dengan kasar. Kent mendekat dengan cepat. Seketika tatapannya berubah nyalang. Rahang pria itu tampak mengencang saat hendak berbicara dengan gadis itu, “Jaga sikapmu!” Layla memutar bola mata sambil m
“Apa yang akan kau lakukan?”“Membuang benalu dalam hidupku,” kata Kent dengan santai. Ia menutup ucapannya dengan seringaian. “Selamat tinggal jalang!”BYUR“Hah!”“Ya Tuhan ….”Semua orang terkejut saat melihat tindakan Kenedict.“Kenedict, kau!” Dante berteriak sambil memberi tatapan keras pada Kenedict.Kent menyeringai. Ia mengedikkan kepalanya membuat Dante menoleh ke bawah.“Sial!” umpat Dante. Pria itu langsung menceburkan tubuhnya ke laut.Kent tak peduli dengan semua orang-orang yang tengah menilainya jahat. Baginya, hukuman itu pantas didapatkan oleh Layla.“Apa?!” bentak Kent. “Wanita gila itu atlit renang.”“Oh astaga ….” Beberapa orang tampak mengusap dadanya saat mendengar perkataan Kenedict.“Massimo!” teriak Kent.Secepat kilat Massimo menghampiri Kenedict. “Ya, tuan.”“Persiapkan penjemputan untuk para tamu,” titah Kent. Massimo mengangguk.Kenedict mendengkus.
“Awh!” Kent menggeram saat Ilona mengusap lehernya dengan kasar. “Diam!” bentak Ilona. Ia memberikan tatapan keras pada Kent. Kent tergelak. Pria itu mendongakkan wajahnya. Untuk pertama kali dalam hidup Kenedict Archer dimarahi oleh seorang gadis layaknya seorang ibu sedang menghukum anaknya yang nakal. Kent jadi tidak bisa menahan tawanya. “Kau pikir semua ini lelucon, hah?” gumam Ilona. Ia terus menggosok leher Kenedict dengan sponge mandi. Wanita muda itu benar-benar ingin menghilangkan kiss mark di leher Kenedict. Melihat wajah masam Ilona malah membuat Kenedict bergairah. Terlebih, ia tengah berdiri tanpa busana sedang gadisnya tampak sangat seksi dengan pakian yang basah. Kent menurunkan tatapan. Ia menatap Ilona dalam diam. Memerhatikan ekpresi wajah kesal milik gadisnya. Pemuda Archer itu langsung meraih kedua tangan Ilona yang tengah mengusap dadanya. Ilona mendongak. “Lepas!” bentaknya dalam volume suara kecil. Kent
Kent menggenggam tangan Ilona. Mereka berjalan menuju geladak utama. Ilona dibuat terkejut saat melihat dekorasi geladak utama. Ia memalingkan wajah. Memandag Kenedict dengan senyum sumringah. “Siapa yang mendekor semua ini?” tanya Ilona. “Massimo,” jawab Kent. Ilona terkekeh mendengar jawaban Kenedcit. “Kenapa?” Kali ini giliran Kent yang bertanya. Ilona menggelengkan kepalanya. “Aku hanya tidak percaya jika pria seperti Massimo bisa mendekor tempat secantik ini.” “Hemm … dia bahkan bisa mendandanimu jika kau mau.” Ilona makin terkikik. Ia mencubit perut Kenedict dengan gemas. “Awh!” Kent meringis. Ia melotot sambil memegang perutnya. “Aku serius,” ucapnya. “Memangnya siapa yang bilang kau bohong?” tanya Ilona sambil mengangkat dagu lantas memanyunkan bibir. Kent menepis bibir. “Sudahlah. Aku malas berdebar,” ujar pria itu. Ia menarik Ilona dari samping lalu merangkul tubuh gadis itu. Sedang Ilona mendongak menatapnya.
“Jangan jatuh cinta padaku, Ilona!” teriak Kent. Ilona terkekeh. Ia menggoyangkan kepala. “Siapa juga yang mau jatuh cinta pada pria seperti dirimu,” gumamnya. “Ohya?” Ilona tersentak saat mendengar suara barusan. Ia langsung menoleh ke samping lantas melebarkan matanya. “Kau?!” pekik Ilona. Pria di sampingnya menyengir membuat Ilona mendesis pelan. “Kupikir kau tidak bisa berbicara selain bahasa formal, Massimo.” Pria di samping Ilona terkekeh. “Yah. Aku harus menjaga batasanku,” ucap Massimo. Pria itu bertengger pada besi, sementara Ilona bersedekap seraya memandang laut. Ilona mengecilkan mata saat melihat Kenedict mulai turun dari speed boat. Wanita muda itu memutar tatapannya kepada Massimo. “Ap-apa … apa yang akan dia lakukan?” tanya Ilona. Ia menggagap. Massimo tersenyum. “Wakeboarding,” kata Massimo. “Apa itu?” Ilona bertanya makin penasaran. “Lihat saja sendiri,” ucap Massimo. Ilona kemb
Kenedict melebarkan senyum yang malah terlihat menggoda bagi seorang Ilona Audrey. “Kent,” lirih Ilona. Tanpa sadar ia memejamkan mata lalu mengigit bibir bawahnya. Ilona melingkarkan tangannya pada lengan sebelah kiri milik Kent lalu menyandarkan wajahnya di sana. “Kau suka?” tanya Kent. Tangan pria itu masih asik meremas puncak dada Ilona dari balik pelampung yang masih melekat di tubuh Ilona. Kent mendorong punggung Ilona dengan lembut. “Buka dulu pelampungnya,” ucap Kent. Ilona pasrah. Tak bisa munafik, sesuatu dalam dirinya mulai menuntut sentuhan lebih sekedar untuk memuaskan hasrat. Pria itu kembali menarik tubuh Ilona hingga punggungnya mendarat lembut di dada bidangnya. Deru napas Kenedict yang terdengar memberat membuat Ilona bergidik geli. Wanita itu kembali membiarkan harga dirinya. Saat bersama Kenedict, semuanya seolah melebur begitu saja. Seperti sekarang ini. “Lautnya indah, bukan?” tanya Kent.
Kent mengecup punggung Ilona yang terbuka. Wanita muda itu menutup matanya, membiarkan lelakinya melakukan apa pun yang ia inginkan. Beberapa menit yang lalu benar-benar begitu mendebarkan. Ilona masih merasakan getaran yang tersisa dari sensasi luar biasa. Suara ketukan pintu terdengar membuat keduanya kompak menoleh. Kent kembali memutar pandangan. Mereka bertatapan lewat pantulan cermin. “Akan kubuka pintunya,” ucap Kent. Pria itu kembali menarik bath robes hingga menutupi tubuh polos Ilona. Kent memutar lutut. Ia melangkah menghampiri pintu lantas menarik gagangnya. Tampak dua orang wanita tengah menunggu di depan kamar. Kent menoleh, memeriksa keadaan Ilona lalu kembali menatap dua orang di depannya. Kenedict mengedikkan kepala mengajak dua orang wanita itu untuk masuk. “Sayang,” panggil Kent. Ilona langsung memutar tubuhnya. Wanita muda itu sedikit terkejut saat melihat dua orang wanita masuk ke kamar mereka. Ilona melem
Enam kemudian ><__________________San Diego – California USA Archer’s Mansion 07.23 PM_________ Ilona dan Jane begitu sibuk menata meja makan. Gadis itu sengaja turun ke dapur untuk membantu para pelayan mansion. Turun dari tangga, seorang pria bermata hijau dalam balutan sweater panjang berwarna abu-abu. Ia mengambil langkah panjang menghampiri dining room. Kedua kaki berhenti tepat saat tubuhnya tiba di pintu. “Katanya sup ayam mampu meningkatkan kekebalan tubuh saat hamil?” tanya Ilona. Ia membawa sesendok kuah ke mulutnya. Di sampingnya, Jane mengangguk. “Bagaimana rasanya?” Ilona menarik kedua sudut bibirnya ketika kelopak matanya melebar. “Mmmm …,” gumam gadis itu. Ia mengacungkan jempol. “Masakanmu selalu yang tebaik, Jane.” Jane tertawa. “Aku senang kau menyukainya, Nyonya.” “Em, em, em, em!” Hailey menggoyangkan telunjuk di depan wajahnya. “Sudah berkali-kali kubilang jangan pern
“Kalau begitu ayo kita mulai.” Hailey tersenyum penuh kemenangan. Melihat bagaimana manik berwarna biru milik suaminya kini berubah gelap membuat sesuatu dalam pangkal paha Hailey berkedut makin kencang. Embusan napas berat dari Christian menyapu kulit dadanya. Ditatapnya sang pria yang kini tengah melucuti bagian atas gaunnya dengan gerakan pelan. Seakan-akan tengah membuka kado spesial, Christian membukanya sepenuh hati. “Damn it,” gumam Christian ketika menatap bagian padat dan kenyal milik sang istri. Christian mendongak menatap Hailey lalu dilumatnya bibir istrinya dengan kasar. Hailey menghela napas di dalam mulut Christian lalu dengan cepat pria itu menarik bibirnya lagi. Tubuh Hailey menggeliat gelisah ketika Christian menempelkan lingualnya di leher wanita itu. “Oh, Chris. Mmmptthhh ....” Hailey mendesah. Kelopak matanya menutup sebagian manik berwarna cokelat itu. Tangan Hailey terangkat melepaskan jepit rambut. Membiarkan rambutnya
Christian menggendong pengantinnya dengan begitu lembut memasuki salah satu kamar mewah di hotel termegah kota ini. Desain serba putih dengan taburan bunga mawar merah di atas tempat tidur. Sementara sang pengantin wanita mengalungkan tangan ke leher Christian. Hailey memandang lelakinya lekat-lekat lantas ia menarik kedua sudut bibirnya. Hailey tersenyum. Hatinya dipenuhi bunga-bunga yang bermekaran. Betapa tidak menyangkanya wanita itu mendapatkan Christian sebagai suaminya. Sepertinya ia harus sering berterimakasih kepada Kenedict yang telah mengirim Hailey kepada kakaknya. Walaupun pertemuan mereka dibilang tragedy, tetapi Hailey sungguh bersyukur. Ia tak menginginkan hal yang lain selain pria bermata biru yang kini sedang mendekapnya mesra. Christian menaruh tubuh istrinya dengan begitu lembut di atas ranjang. Sambil mengunci tatapan pada Hailey, Christian bergerak menudungi tubuh sang istri. Ia tetap menjaga bobot tubuhnya dengan kedua lutut dan satu ta
Hallo :)Dengan berakhirnya kisah romansa dewasa ini, aku mau mengucapkan terima kasih untuk seluruh pembacaku yang sudah mengikuti kisah ini dari awal sampai akhir. Terima kasih juga untuk kalian yang telah berbaik hati memberikan VOTE & RIVIEW untuk novel ini. Mohon maaf apabila Novel ini kurang memuaskan. Sekali lagi, novel ini hanyalah sebuah karangan yang datang dari imajinasi penulis. Tidak ada sangkut paut dengan dunia nyata dan tidak ada maksud untuk menyinggung satu dan atau beberapa pihak/golongan. Apa pun yang tersuguhkan dalam novel ini, niatnya hanyalah untuk menghibur. Semoga ada pesan moral yang bisa diambil dari kisah Kenedict, Christian, Ilona dan Hailey. Sampai bertemu di karya-karyaku selanjutnya, yah :)Sehat terus. Jaga kesehatan dan semoga TUHAN MEMBERKATI :)Your lovely Author : DREAMER QUEEN
London – England09.23 AM________Kenedict mondar-mandir di dalam ruang ganti. Sementara di sudut ruangan terdengar embusan napas panjang dari Christian yang sedang duduk di kursi tunggal berwarna putih.“Kent, apa kau butuh popok?” cibir Christian. Pria itu gemas melihat tingkah Kent.“Sial!” Kent mendesis sambil menatap kakaknya dengan nyalang.Wajahnya pucat. Benar-benar pucat, tapi telinganya merah. Ia kembali berlari ke kamar mandi dan datang setelah sepuluh detik. Christian menggelengkan kepalanya. Pria itu akhirnya berdiri lalu mengambil jas berwarna hitam yang disampirkan ke sandaran kursi.TOK TOKKeduanya kompak menengok ke arah pintu. Hailey muncul dengan senyum sumringah.“Mempelai wanita telah siap,” kata Hailey.Christian tersenyum. Ia menjulurkan tangan saat Hailey berjalan cepat menghampirinya. Pria itu mendekap tubuh Ha
Dan sekarang aku sadar, jika sebenarnya ada tempat di mana seharusnya aku berada di sana. Berlari ke sana. Tempat yang pernah kuanggap sebagai sebuah kengerian. Kini berdiri di depanku sebagai penyembuhku.Christian Archer~______________Restoran di hotel mewah ini sedikit ramai, oleh karena para eksekutif global company memilih untuk makan siang di Ritz Carlton.Terdengar gelak tawa dari suara bass berat milik tuan Dune. Diikuti kekehan dari beberapa teman sebayanya. Mereka menikmati makan siang dengan santai. Berusaha menghilangkan formalitas yang mengikat.Namun, ada satu tempat dekat jendela yang suasananya sangat canggung. Dua orang muda memilih untuk duduk di tempat tersudut. Seolah-olah yang lain memang memberikan ruang bagi mereka. Sesekali mereka memandang pada pemandangan di luar jendela. Namun, semua itu sekadar untuk melepaskan gugup yang sedari tadi membalut suasana makan siang mereka.&ldq
Dua jam lebih duduk dalam posisi tegang. Gelisah. Gugup. Terus terdengar suara deheman berbalas-balasan.Sesekali saling mencuri pandangan lalu membuang muka saat tak sengaja bertabrak pandang . Seperti seorang pencuri yang sudah tahu akan tertangkap, tapi tetap ke sana.“Bagaimana dengan Anda, Mr. Chris?”Christian akhirnya bergeming. Pria itu menoleh ke samping. Ia bergumam lalu menaikkan kedua alis.“Apakah Anda punya ide lain?” tanya seorang pria pertengahan tiga puluh.Christian berdehem. Sejujurnya pria itu tak bisa berkonsentrasi. Ia telah berusaha selama dua jam penuh untuk membentuk konsentrasi di otaknya, akan tetapi Christian gagal. Otaknya berhenti berpikir. Terpusat pada bagaimana seorang Hailey McAvoy bisa berada satu ruangan dengannya. Dan kenapa dia sangat sialan cantik.“Ehem!”Entah Christian sadar atau tidak, wajah Adonisnya kini sedang berubah warna. Bagai udang yang terken
Christian menatap dirinya di depan cermin. Kameja berwarna putih dengan dasi hitam metalik tampak begitu gagah membalut tubuh kekarnya. Namun, wajah pria itu terlihat suram. Terdengar dari embusan napas panjang yang menggema di dalam deluxe room hotel mewah ini. “Sepertinya aku memang harus diet,” gumam Christian. Sekali lagi ia menatap dirinya dari pantulan cermin. Oke, Chris tak menyangka jika dirinya akan termakan ucapan manipulative adiknya sendiri. Akhirnya semalam Christian ke salon yang berada di dalam hotel ini. Dalam semalam, Chris bisa mengembalikan tampilannya. Dia terlihat makin tampan dengan tatanan rambut klasik yang telah menjadi ciri khasnya selama ini. Pria itu tak pernah mengganti gaya rambut sama sekali. Terlalu betah dengan potongan rambut crew cut. Tak lupa Christian juga mencukur kumis. Ah! Ini sungguh tidak adil. Sejauh ini Christian memang tak pernah memerhatikan dan memedulikan penampilannya. Hanya saja … entah mengapa
Milan – Lombardia, Italia. _____________________“Semua sudah siap, Tuan.” Seorang pria dalam balutan sweater rajut berwarna hitam dan celana jins berwarna biru bangkit dari atas bangsal rumah sakit yang telah selama enam bulan ini menjadi tempat tinggalnya. “Terima kasih, Theo.” Dia berucap setelah asistennya memberikan over coat berwarna cokelat. Mereka bersiap meninggalkan rumah sakit ini. Setelah dokter ortopedi mengatakan jika Christian Archer telah sembuh dari cedera kakinya seminggu yang lalu. Tidak mudah. Selama enam bulan ini, Christian Archer menahan rasa sakit. Mengikuti fisio terapi bukanlah hal yang gampang bagi seseorang yang memiliki cedera kaki parah. “Tuan,” panggil Theo. Ia memberikan kruk kepada Christian. “Aku tidak membutuhkannya,” kata Christian. Asistennya tak dapat membantah. Melihat tuannya mampu berdiri dengan kedua kaki, membuat ia senang. Perjuangan sang tuan akhirnya