“Lalu siapa gadis itu, Mr. Kent?” tanya Ilona. Beberapa pemikiran kembali berkelebat di dalam kepalanya.
Kent menyeringai. Menurunkan tangan kanannya dari atas sandaran kepala bersamaan dengan melepas pangkuan kaki. Bunyi gesekan dari kain baju Kent menggema, membuat Ilona bergeming. Sekilas menatap ke arah dua paha yang barusan menjauh itu. Entah kenapa, menatapnya membuat Ilona bergidik.
Tubuh Kenedict bagai magnet yang memanggil nyawanya untuk menatap pria itu. Sampai sejauh ini, Ilona masih tidak mengerti mengapa manusia bernama Kenedict Archer itu selalu sanggup melucuti pandangannya.
“Gadis itu … dia salah satu gadisku,” ucap Kent begitu enteng.
Pria itu tidak menyadari jika jawabannya barusan begitu berpengaruh pada Ilona. Selapis bening cairan kembali terbentuk pada manik berwarna cokelat milik Ilona. Gadis itu mencoba membohongi perasaannya. Ia memalingkan wajah ke samping.
‘Gadisku.’
Ilona
CALIFORNIA, USA__________________Tak ada pertanyaan lagi yang keluar dari bibir Ilona. Ia telah mendapatkan jawaban atas semua pertanyaannya. Kecuali, satu hal. Sejak turun dari pesawat ia telah begitu gelisah namun masih saja ia mencari waktu yang tepat untuk kembali bertanya. Mereka dalam perjalan yang entah kemana Ilona tak ingin tahu lagi. Baginya, yang terpenting sekarang ia telah terlepas dari kekangan Chris."Mr. Kent," panggil Ilona.Yang di panggil hanya menoleh dengan tatapan datar. Seketika membuat Ilona mengurungkan niatnya untuk meneruskan pertanyaan. Gadis itu kembali membawa tatapannya keluar jendela. Satu tangan menopang wajah, ia membawa punggung jari telunjuk ke bibir sebagai bentuk pelampiasan.Segala pertanyaan yang telah ia timang dalam hati, nyatanya tak sanggup ia ucapkan. Hanya satu. Ilona hanya ingin tahu keberadaan keluarganya. Hanya itu."Mr. Kent," panggil Ilona s
Sepatu boots milik Ilona terdengar mengetuk lantai marmer memecah di sepanjang koridor. Langkahnya pelan, tak sebanding dengan degup jantung yang tiba-tiba meningkat. Ilona meremas bibirnya kuat-kuat.Dari kejauhan tampak sebuah pintu kayu terbuka lebar seakan-akan telah menunggu dirinya. Ilona memindahkan kegugupan yang sekarang menyeruak kedalam kepalanya dengan meremas jemarinya.Gadis itu menghela napas. Langkahnya terhenti tepat di bawah tiang pintu. Tatapan Ilona terarah pada seorang pria yang sedang memejamkan mata di atas kursi goyang berwarna hitam. Sepatu fantovel berwarna hitam yang melekat di kakinya bergoyang-goyang di atas meja.Ilona menelan ludah lalu mengambil langkah mendekati pria yang telah mengambilnya lagi.Sekarang Ilona merasa hidupnya malah di lempar dari satu sisi kelam ke sisi lain yang entah akan berakhir pada bagian apa nantinya."Tutup pintunya."Ilona
Suara dentuman musik EDM menggema di antara lautan manusia yang sedang berjingkrak dengan gerakkan tanpa arah di atas lantai dansa sebuah klub kenamaan di San Diego, Pub The Lion.Satu-satunya club tempat dimana Kenedict Arhcer bisa menemukan sebuah ketenangan. Sepanjang hari ia tak bisa berpikiran jernih. Sejak terakhir kali perbincangannya dengan Ilona, pikiran pria itu menjadi kacau.Dalam hati ia masih begitu heran mengapa sampai saat ini ia tidak bisa menunjukan otoritas tak terbatasnya pada seorang gadis bernama Ilona. Hanya dia. Hanya gadis Indonesia itu yang tak bisa ia taklukan dan sialannya, gadis itu tak mau pergi dari pikirannya. Bahkan menuntut sebuah kejelasan dari hubungan mereka."Cih!" Tanpa sadar decihan halus itu samar keluar dari mulutnya. "Jack!" panggil Kent dengan nada menyentak.Seorang bartender pria menghampiri sang miliarder."Berikan martini-nya," ucap Kent. Sang bartende
"Massimo ...," gumam Kent.Efek samping alkohol yang dikonsumsi Kenedict semakin mengambil alih kesadarannya. Ia benar-benar tampak kacau. Lebam di sekujur wajah ditambah darah yang terus keluar dari bibir, membuat Massimo begitu khawatir.Massimo hanya mampu mendesah panjang. Dalam sejarah hidupnya yang telah mengabdikan diri sebagai pelayan pribadi seorang Kenedict Archer, ini kali pertamanya Massimo melihat Kent mabuk tak berdaya."Matanya bertanya padaku, Massimo." Kent tertawa sebelum selesai mengucapkan maksudnya. Tubuh pria itu terkulai di kursi belakang sambil satu tangannya melayang-layang membayangkan Ilona tepat berada di depannya."Mr. Kent, kau bisa minta apa pun kecuali hal itu," ucap Kent dengan suara yang di mirip-miripkan dengan suara Ilona.Massimo tertawa kecil. Ini kali pertamanya ia melihat Kenedict bertingkah konyol. Mobil masih terus berjalan menuju sebuah distrik kecil di pin
Bila terlalu menyakitkan, aku akan lebih memilih untuk tetap bertahan. Cukup dengan genggaman tanganmu saja, aku yakin jika aku bisa melalui semua ini.Ilona Audrey~_________________Terdengar erangan rendah dari pemilik suara barriton berat. Kelopak matanya menekan dengan kuat kedalam saat pening yang hebat menghantam kepalanya. Ia meringis.Di sisi lain, sayup terdengar suara desisan. Saat kesadaran mulai terkumpul, rasa sakit yang dirasakan semakin menyiksa. Memaksa sang pemilik membuka mata.Dua pasang kelopak mata mulai terbuka, keduanya terlihat bingung.Yang satu menatap ke langit-langit ruangan dan yang satunya menatap sesuatu yang gelap.'Apa ini?' Batinnya bertanya. Refleks, ia pun menarik wajah tepat saat sepasang iris hijau menoleh ke arahnya."Astaga!" pekik keduanya bersamaan. Mereka refleks menjauhkan
"Bagaimana perasaanmu?" tanya Kent.Ilona hanya mampu menelan ludah. Ia masih berusaha membetulkan napasnya. Manik berwarna coklat miliknya bergerak ragu, mencari celah menghindari sergapan mata Kent. Ilona menggelengkan kepalanya, pelan. Ia tak tahu harus menjawab apa."Mau merasakannya lagi?" tanya Kent.Sekali lagi Ilona menelan ludah setengah mati. Demi apa pun, jarak mereka sangat dekat hingga Ilona bisa merasakan napas Kenedict dalam tenggorokannya. Ilona bagai daun kering yang jika di sentuh sedikit saja, akan langsung jatuh. Luluh, tak berdaya."Hem?" Suara berat Kent menggema, disertai tatapan menuntut.Ilona makin tak berdaya hingga ia hanya mampu menganggukkan kepala. Kent tertawa berat, ia kembali mendapat penyerahan dari sang gadis. Pemuda Archer itu tak ingin menyia-nyiakan kesempatan. Ia bergerak cepat menerjang bibir Ilona. Ilona tersentak. Ia menghela napas menikmati keliaran mulut Kent.TOK TOKBola mata Ilona membes
Sehari sebelumnya~~~~~~San Diego — California, USAArcher's Mansion01.24 AM__________BRAKTerdengar bunyi dari botol yang menabrak dinding, memecah kesunyian di mansion milik Archer. Sepasang tangan mengepal dengan getaran di sekujur tubuh. Rahang yang mengencang dengan sorot mata nyalang.Berdiri tak jauh di belakangnya, dua orang pria bersetelan serba hitam. Mereka menunduk pias dengan kedua tangan tumpang tindih di depan perut."Jadi kalian tidak berhasil menemukan mereka, hah?"Seorang pria bertanya. Nadanya pelan namun raut wajahnya sangat menakutkan. Dua orang pria yang berdiri di belakangnya saling melempar tatapan."Jawab!" bentak sang bos, sontak membuat kedua anak buahnya kaget."Ma— maaf," gumam keduanya bersamaan."Maaf?" Ulang sang bos. Ia mendecih sinis. Sambil berkacak pinggang, ia pun mendekati dua anak buahnya.Wajah me
Roterdam Village — San Diego, USAVila milik Kenedict.___________________Kenedict menghela tangan Ilona dengan penuh kelembutan hingga mereka tiba di dalam sebuah ruangan yang lembab namun tetap terlihat elegan dan mewah seperti ruangan lainnya. Ilona sedikit merasa gugup. Semerbak aroma familiar merusuh di penciumannya. Perpaduan antara black musk dan citrus yang tajam selalu mampu mencekik Ilona namun semuanya luluh ketika berpadu dengan aroma rose wine yang begitu manis. Campuran aroma yg selalu membuat Ilona menegang dan tenang dalam satu waktu.Kent menuntun Ilona hingga ke dalam sebuah bilik kaca yang ruangannya tak lebih besar dari ukuran dua kali tiga meter. Pria itu sendiri berhenti di bawah pancuran air sementara Ilona disandarkannya ke dinding kaca.Jantung Ilona mulai memberikan hentakan keras. Ia menelan ludah. Sudah pernah terjebak dalam situasi seperti ini namun berbeda dari sebelumnya. Jika hari itu Ilona diper
Enam kemudian ><__________________San Diego – California USA Archer’s Mansion 07.23 PM_________ Ilona dan Jane begitu sibuk menata meja makan. Gadis itu sengaja turun ke dapur untuk membantu para pelayan mansion. Turun dari tangga, seorang pria bermata hijau dalam balutan sweater panjang berwarna abu-abu. Ia mengambil langkah panjang menghampiri dining room. Kedua kaki berhenti tepat saat tubuhnya tiba di pintu. “Katanya sup ayam mampu meningkatkan kekebalan tubuh saat hamil?” tanya Ilona. Ia membawa sesendok kuah ke mulutnya. Di sampingnya, Jane mengangguk. “Bagaimana rasanya?” Ilona menarik kedua sudut bibirnya ketika kelopak matanya melebar. “Mmmm …,” gumam gadis itu. Ia mengacungkan jempol. “Masakanmu selalu yang tebaik, Jane.” Jane tertawa. “Aku senang kau menyukainya, Nyonya.” “Em, em, em, em!” Hailey menggoyangkan telunjuk di depan wajahnya. “Sudah berkali-kali kubilang jangan pern
“Kalau begitu ayo kita mulai.” Hailey tersenyum penuh kemenangan. Melihat bagaimana manik berwarna biru milik suaminya kini berubah gelap membuat sesuatu dalam pangkal paha Hailey berkedut makin kencang. Embusan napas berat dari Christian menyapu kulit dadanya. Ditatapnya sang pria yang kini tengah melucuti bagian atas gaunnya dengan gerakan pelan. Seakan-akan tengah membuka kado spesial, Christian membukanya sepenuh hati. “Damn it,” gumam Christian ketika menatap bagian padat dan kenyal milik sang istri. Christian mendongak menatap Hailey lalu dilumatnya bibir istrinya dengan kasar. Hailey menghela napas di dalam mulut Christian lalu dengan cepat pria itu menarik bibirnya lagi. Tubuh Hailey menggeliat gelisah ketika Christian menempelkan lingualnya di leher wanita itu. “Oh, Chris. Mmmptthhh ....” Hailey mendesah. Kelopak matanya menutup sebagian manik berwarna cokelat itu. Tangan Hailey terangkat melepaskan jepit rambut. Membiarkan rambutnya
Christian menggendong pengantinnya dengan begitu lembut memasuki salah satu kamar mewah di hotel termegah kota ini. Desain serba putih dengan taburan bunga mawar merah di atas tempat tidur. Sementara sang pengantin wanita mengalungkan tangan ke leher Christian. Hailey memandang lelakinya lekat-lekat lantas ia menarik kedua sudut bibirnya. Hailey tersenyum. Hatinya dipenuhi bunga-bunga yang bermekaran. Betapa tidak menyangkanya wanita itu mendapatkan Christian sebagai suaminya. Sepertinya ia harus sering berterimakasih kepada Kenedict yang telah mengirim Hailey kepada kakaknya. Walaupun pertemuan mereka dibilang tragedy, tetapi Hailey sungguh bersyukur. Ia tak menginginkan hal yang lain selain pria bermata biru yang kini sedang mendekapnya mesra. Christian menaruh tubuh istrinya dengan begitu lembut di atas ranjang. Sambil mengunci tatapan pada Hailey, Christian bergerak menudungi tubuh sang istri. Ia tetap menjaga bobot tubuhnya dengan kedua lutut dan satu ta
Hallo :)Dengan berakhirnya kisah romansa dewasa ini, aku mau mengucapkan terima kasih untuk seluruh pembacaku yang sudah mengikuti kisah ini dari awal sampai akhir. Terima kasih juga untuk kalian yang telah berbaik hati memberikan VOTE & RIVIEW untuk novel ini. Mohon maaf apabila Novel ini kurang memuaskan. Sekali lagi, novel ini hanyalah sebuah karangan yang datang dari imajinasi penulis. Tidak ada sangkut paut dengan dunia nyata dan tidak ada maksud untuk menyinggung satu dan atau beberapa pihak/golongan. Apa pun yang tersuguhkan dalam novel ini, niatnya hanyalah untuk menghibur. Semoga ada pesan moral yang bisa diambil dari kisah Kenedict, Christian, Ilona dan Hailey. Sampai bertemu di karya-karyaku selanjutnya, yah :)Sehat terus. Jaga kesehatan dan semoga TUHAN MEMBERKATI :)Your lovely Author : DREAMER QUEEN
London – England09.23 AM________Kenedict mondar-mandir di dalam ruang ganti. Sementara di sudut ruangan terdengar embusan napas panjang dari Christian yang sedang duduk di kursi tunggal berwarna putih.“Kent, apa kau butuh popok?” cibir Christian. Pria itu gemas melihat tingkah Kent.“Sial!” Kent mendesis sambil menatap kakaknya dengan nyalang.Wajahnya pucat. Benar-benar pucat, tapi telinganya merah. Ia kembali berlari ke kamar mandi dan datang setelah sepuluh detik. Christian menggelengkan kepalanya. Pria itu akhirnya berdiri lalu mengambil jas berwarna hitam yang disampirkan ke sandaran kursi.TOK TOKKeduanya kompak menengok ke arah pintu. Hailey muncul dengan senyum sumringah.“Mempelai wanita telah siap,” kata Hailey.Christian tersenyum. Ia menjulurkan tangan saat Hailey berjalan cepat menghampirinya. Pria itu mendekap tubuh Ha
Dan sekarang aku sadar, jika sebenarnya ada tempat di mana seharusnya aku berada di sana. Berlari ke sana. Tempat yang pernah kuanggap sebagai sebuah kengerian. Kini berdiri di depanku sebagai penyembuhku.Christian Archer~______________Restoran di hotel mewah ini sedikit ramai, oleh karena para eksekutif global company memilih untuk makan siang di Ritz Carlton.Terdengar gelak tawa dari suara bass berat milik tuan Dune. Diikuti kekehan dari beberapa teman sebayanya. Mereka menikmati makan siang dengan santai. Berusaha menghilangkan formalitas yang mengikat.Namun, ada satu tempat dekat jendela yang suasananya sangat canggung. Dua orang muda memilih untuk duduk di tempat tersudut. Seolah-olah yang lain memang memberikan ruang bagi mereka. Sesekali mereka memandang pada pemandangan di luar jendela. Namun, semua itu sekadar untuk melepaskan gugup yang sedari tadi membalut suasana makan siang mereka.&ldq
Dua jam lebih duduk dalam posisi tegang. Gelisah. Gugup. Terus terdengar suara deheman berbalas-balasan.Sesekali saling mencuri pandangan lalu membuang muka saat tak sengaja bertabrak pandang . Seperti seorang pencuri yang sudah tahu akan tertangkap, tapi tetap ke sana.“Bagaimana dengan Anda, Mr. Chris?”Christian akhirnya bergeming. Pria itu menoleh ke samping. Ia bergumam lalu menaikkan kedua alis.“Apakah Anda punya ide lain?” tanya seorang pria pertengahan tiga puluh.Christian berdehem. Sejujurnya pria itu tak bisa berkonsentrasi. Ia telah berusaha selama dua jam penuh untuk membentuk konsentrasi di otaknya, akan tetapi Christian gagal. Otaknya berhenti berpikir. Terpusat pada bagaimana seorang Hailey McAvoy bisa berada satu ruangan dengannya. Dan kenapa dia sangat sialan cantik.“Ehem!”Entah Christian sadar atau tidak, wajah Adonisnya kini sedang berubah warna. Bagai udang yang terken
Christian menatap dirinya di depan cermin. Kameja berwarna putih dengan dasi hitam metalik tampak begitu gagah membalut tubuh kekarnya. Namun, wajah pria itu terlihat suram. Terdengar dari embusan napas panjang yang menggema di dalam deluxe room hotel mewah ini. “Sepertinya aku memang harus diet,” gumam Christian. Sekali lagi ia menatap dirinya dari pantulan cermin. Oke, Chris tak menyangka jika dirinya akan termakan ucapan manipulative adiknya sendiri. Akhirnya semalam Christian ke salon yang berada di dalam hotel ini. Dalam semalam, Chris bisa mengembalikan tampilannya. Dia terlihat makin tampan dengan tatanan rambut klasik yang telah menjadi ciri khasnya selama ini. Pria itu tak pernah mengganti gaya rambut sama sekali. Terlalu betah dengan potongan rambut crew cut. Tak lupa Christian juga mencukur kumis. Ah! Ini sungguh tidak adil. Sejauh ini Christian memang tak pernah memerhatikan dan memedulikan penampilannya. Hanya saja … entah mengapa
Milan – Lombardia, Italia. _____________________“Semua sudah siap, Tuan.” Seorang pria dalam balutan sweater rajut berwarna hitam dan celana jins berwarna biru bangkit dari atas bangsal rumah sakit yang telah selama enam bulan ini menjadi tempat tinggalnya. “Terima kasih, Theo.” Dia berucap setelah asistennya memberikan over coat berwarna cokelat. Mereka bersiap meninggalkan rumah sakit ini. Setelah dokter ortopedi mengatakan jika Christian Archer telah sembuh dari cedera kakinya seminggu yang lalu. Tidak mudah. Selama enam bulan ini, Christian Archer menahan rasa sakit. Mengikuti fisio terapi bukanlah hal yang gampang bagi seseorang yang memiliki cedera kaki parah. “Tuan,” panggil Theo. Ia memberikan kruk kepada Christian. “Aku tidak membutuhkannya,” kata Christian. Asistennya tak dapat membantah. Melihat tuannya mampu berdiri dengan kedua kaki, membuat ia senang. Perjuangan sang tuan akhirnya