Waktu terus berputar. Siang kini telah berganti malam dan sepanjang hari, Ilona hanya berbaring di atas ranjang dengan kedua mata yang terjaga. Lelah seharian ia habiskan dengan menangis tapi tetap tak sanggup membuatnya terlelap dalam tidur. Ilona tidak bisa memejamkan mata walau hanya sekejap. Semua rasa bercampur aduk membuat kepalanya pening.
Terdengar suara dari pintu pertanda seseorang kembali memasuki kamar itu. Suara ketukan sepatu yang berbenturan dengan lantai marmer cukup terdengar jelas di telinganya. Suara itu berhenti tepat di belakang punggung Ilona yang berbalut selimut tebal. Terdengar hembusan napas berat dari belakang punggungnya.
“Ilona ….”
Ilona menutup matanya. Ada kekecewan ketika yang ia harapkan ternyata salah. Lagi pula mana mungkin suara Christian berubah seperti suara baritone berat milik seseorang.
Ilona diam tak menyahut. Terasa ujung kasur yang bergerak pertanda seseorang tengah duduk di sana. Sedetik kemu
“Akan kubuat kau menjadi milikku. Hanya diriku yang layak berada di sisimu,” bisik Chris.Christian pun mendekat dan lebih dekat untuk mengeliminasi semua jarak yang tersisa. Satu helaann napas panjang untuk meredam detak jantung yang kian berpacu kencang. Kedua pipinya terasa panas begitu pun dengan darahnya yang seperti di masak.Christian tahu ini tidak benar namun, akal sehat dan pemikiran warasnya menghilang saat kedua tangannya mulai menaikkan kaos oblong milik Ilona hingga lolos melewati kepala. Christian menunduk, menelan ludah susah payah.Ia menatap wajah yang terlelap itu sekilas kemudian kembali bergerak. Membuka kancing celana jeans milik Ilona lalu melucutinya perlahan hingga melewati pergelangan kaki sang gadis.Sungguh, Christian makin di bakar oleh gairah. Ia tak lantas memikirkan apa yang akan terjadi setelah ini. Yang ada dalam pikirannya saat ini adalah bagaimana untuk menyatukan dirinya bersama dengan Ilona agar tak ada la
Kesedihan dan kepedihan beruntun menciptakan tragedy memilukan bagi seorang gadis berumur delapan belas tahun. Ilona Audrey Nateli. Nama yang indah itu tak sebanding dengan takdir hidupnya yang seolah-olah begitu pantas di sebut mengenaskan.Ia tumbuh dewasa dengan pendirian yang teguh. Mandiri di segala sisi. Menjadi anak yang patut di banggakan andai saja ia punya sepasang orang tua yang begitu menyayanginya. Hanya itu. Tak lebih.Namun, gadis itu terlanjur melapangkan dada. Mengikhlaskan apa pun yang terjadi dalam hidupnya sebelum ia mengalami kejadian buruk beruntun. Diculik, di perlakukan seperti peliharaan, lalu kembali ke Indonesia mendapati kabar tidak menyenangkan dari sang kekasih yang telah menikahi seseorang. Tak cukup semua kepedihan itu, ia pun kembali harus menerima sebuah perbuatan yang bukan saja melecehkan dirinya sebagai seorang wanita namun juga merenggut semua hak dan harga diri yang ia miliki.Ilona benar-benar tidak menyangka
Ilona menarik napas dalam-dalam sambil memejamkan mata. Ketika kedua matanya terbuka ia pun berbalik.PLAKTangan kanannya mengalun begitu saja. Memberikan tamparan keras pada wajah sang Adonis. Siapa lagi kalu bukan Christian Archer.“Aha!”Terdengar kekehan dari bibir pria itu. Ia membawa tangannya memegang sebelah pipi yang terasa panas. Pria itu mulai mengembalikan posisi wajahnya.“Kau pikir kau siapa, hah?!”Urat-urat di wajah Ilona begitu tampak. Sanggup menggambarkan emosi yang sedang dialaminya. Bibir gadis itu tak bisa berhenti bergetar seiring dengan kepalan tangannya yang kembali mengencang. Ingin sekali ia menghantam rahang pria di depannya.Kekehan Christian berubah menjadi tawa sinis. Pria itu mendongak sekilas lalu kembali menatap Ilona. Dengan cepat ia meraih kedua tangan Ilona. Mencengkram pergelangan tangan gadis itu, begitu kuat.Ilona tersentak. Ia mendongak memberikan tatapan nyalan
Sepintas terdengar suara melenguh. Samar-samar pandangan yang memburam pun mulai terlihat ketika sepasang kelopak mata memaksa untuk terbuka. Ada rasa seperti terbakar di tenggorokkan yang membuat Ilona sontak memegang lehernya.“Ehh ….” Ilona meringis. Tenggorokkannya begitu perih. Suaranya tercekat. Berkali-kali gadis itu mencoba berdehem namun makin ia melakukannya, semakin tenggorokannya terasa perih. Ia mencoba menelan ludah berkali-kali, berharap akan terjadi perubahan namun, Ilona pasrah saat tenggorokannya tidak membaik.Bukan hanya tenggorokkan. Matanya sulit terbuka. Sebam di wajahnya makin kentara. Sementara kepalanya berdenyut membuat penglihatannya memburam dan seperti berputar. Telinganya pening. Napasnya juga terasa panas menyapu kulit wajahnya.“Ck!” Hanya decakkan kesal yang bisa keluar dari bibir gadis itu.Ilona tak ingat bagaimana ia kembali berada di atas ranjang. Hal terakhir yang ia ingat adalah ia sed
Sebuah pulau yang kerap kali menjadi tempat impian beberapa orang untuk dapat melangsungkan pernikahan. Pemandangan laut yang indah dengan segala kemegahan langit. Mengikat perjanjian suci di bawah matahari yang hampir menyentuh tempatnya. Bukankah terdengar begitu romantis? Dimana lagi tempat itu kalau bukan Bali. Tempat beberapa pesohor dan orang-orang berduit menyelenggarakan pernikahan. Dalam sebuah tempat sakral tak jauh dari tepian pantai, seorang pria telah menunggu di atas altar. Tuxedo berwarna putih tampak begitu elegan membalut tubuh atletisnya. Ada tiga orang pria bersetelan jas hitam mereka merupakan anak buah yang hari ini menjadi kerabat dari mempelai pria. Dan salah satu dari mereka memegang sebuah kotak berwarna merah tempat dua benda yang akan menjadi simbol suci pernikahan. Seorang pria pertengahan lima puluh, tampil dengan setelan jas formal berwarna hitam. Berdiri berdampingan bersama sang mempelai pria. Dialah yang nantinya akan mengikat
[–FLASHBACK–]_____________Madison Vila, Denpasar – Bali.11.32 AM***“Mr. Kent ….”Nama itu mengalun pelan dengan lirihan yang tertahan. Mata Ilona terasa perih. Ada sesuatu yang membuat dadanya terasa ngilu ketika menatap sepasang iris berwarna hijau di depannya. Dalam jarak yang sangat dekat.“Aku merindukanmu.”Dengan suara baritone berat yang terus mengalun di depan telinganya. Ilona tak bisa berbuat apa-apa. Air matanya mengalir begitu saja membasahi wajahnya. Suara tangisannya mulai terdengar. Ia menunduk.Entah harus bersyukur atau malah merasa makin takut. Entahlah. Tak ada yang jelas dari perasaannya ini. Ilona ingin berharap jika semua ini hanya mimpi namun sentuhannya begitu nyata.Angin mendorong tubuh itu menjauh membuat Ilona merasakan kekecewaan yang besar jauh di lubuk hatinya yang terdalam.“Mr. Kent,” Kembali ses
NGURAH RAI, International Airport11.58 AM_________Sebuah mobil van berwarna hitam melesat dengan cepat memasuki landasan pesawat. Tak perlu pemeriksaan khusus lagi karena mobil tersebut telah mendapatkan label pada plat hingga sang supir hanya perlu mengangkat tanda pengenalnya saat melewati penjagaan menuju landasan.Di sudut landasan, terparkir pesawat jet bertuliskan Kenedict Archer’s. Jelaslah siapa pemilik pesawat super cepat itu.Mobil yang membawa Kenedict dua orang lainnya langsung terparkir di depan tangga yang telah siap menunggu mereka. Tanpa menuggu Massimo, Kent langsung mendorong pintu belakang. Pria itu tak pernah sekalipun melonggarkan genggaman tangannya pada pergelangan tangan Ilona.“Mr. Kent,” panggil Ilona. Ia sedikit menarik pergelangan tangan Kenedict dengan satu tangannya yang bebas. Kent menoleh, mendapati wajah gelisah dari gadis itu.“A
“Lalu siapa gadis itu, Mr. Kent?” tanya Ilona. Beberapa pemikiran kembali berkelebat di dalam kepalanya.Kent menyeringai. Menurunkan tangan kanannya dari atas sandaran kepala bersamaan dengan melepas pangkuan kaki. Bunyi gesekan dari kain baju Kent menggema, membuat Ilona bergeming. Sekilas menatap ke arah dua paha yang barusan menjauh itu. Entah kenapa, menatapnya membuat Ilona bergidik.Tubuh Kenedict bagai magnet yang memanggil nyawanya untuk menatap pria itu. Sampai sejauh ini, Ilona masih tidak mengerti mengapa manusia bernama Kenedict Archer itu selalu sanggup melucuti pandangannya.“Gadis itu … dia salah satu gadisku,” ucap Kent begitu enteng.Pria itu tidak menyadari jika jawabannya barusan begitu berpengaruh pada Ilona. Selapis bening cairan kembali terbentuk pada manik berwarna cokelat milik Ilona. Gadis itu mencoba membohongi perasaannya. Ia memalingkan wajah ke samping.‘Gadisku.’Ilona
Enam kemudian ><__________________San Diego – California USA Archer’s Mansion 07.23 PM_________ Ilona dan Jane begitu sibuk menata meja makan. Gadis itu sengaja turun ke dapur untuk membantu para pelayan mansion. Turun dari tangga, seorang pria bermata hijau dalam balutan sweater panjang berwarna abu-abu. Ia mengambil langkah panjang menghampiri dining room. Kedua kaki berhenti tepat saat tubuhnya tiba di pintu. “Katanya sup ayam mampu meningkatkan kekebalan tubuh saat hamil?” tanya Ilona. Ia membawa sesendok kuah ke mulutnya. Di sampingnya, Jane mengangguk. “Bagaimana rasanya?” Ilona menarik kedua sudut bibirnya ketika kelopak matanya melebar. “Mmmm …,” gumam gadis itu. Ia mengacungkan jempol. “Masakanmu selalu yang tebaik, Jane.” Jane tertawa. “Aku senang kau menyukainya, Nyonya.” “Em, em, em, em!” Hailey menggoyangkan telunjuk di depan wajahnya. “Sudah berkali-kali kubilang jangan pern
“Kalau begitu ayo kita mulai.” Hailey tersenyum penuh kemenangan. Melihat bagaimana manik berwarna biru milik suaminya kini berubah gelap membuat sesuatu dalam pangkal paha Hailey berkedut makin kencang. Embusan napas berat dari Christian menyapu kulit dadanya. Ditatapnya sang pria yang kini tengah melucuti bagian atas gaunnya dengan gerakan pelan. Seakan-akan tengah membuka kado spesial, Christian membukanya sepenuh hati. “Damn it,” gumam Christian ketika menatap bagian padat dan kenyal milik sang istri. Christian mendongak menatap Hailey lalu dilumatnya bibir istrinya dengan kasar. Hailey menghela napas di dalam mulut Christian lalu dengan cepat pria itu menarik bibirnya lagi. Tubuh Hailey menggeliat gelisah ketika Christian menempelkan lingualnya di leher wanita itu. “Oh, Chris. Mmmptthhh ....” Hailey mendesah. Kelopak matanya menutup sebagian manik berwarna cokelat itu. Tangan Hailey terangkat melepaskan jepit rambut. Membiarkan rambutnya
Christian menggendong pengantinnya dengan begitu lembut memasuki salah satu kamar mewah di hotel termegah kota ini. Desain serba putih dengan taburan bunga mawar merah di atas tempat tidur. Sementara sang pengantin wanita mengalungkan tangan ke leher Christian. Hailey memandang lelakinya lekat-lekat lantas ia menarik kedua sudut bibirnya. Hailey tersenyum. Hatinya dipenuhi bunga-bunga yang bermekaran. Betapa tidak menyangkanya wanita itu mendapatkan Christian sebagai suaminya. Sepertinya ia harus sering berterimakasih kepada Kenedict yang telah mengirim Hailey kepada kakaknya. Walaupun pertemuan mereka dibilang tragedy, tetapi Hailey sungguh bersyukur. Ia tak menginginkan hal yang lain selain pria bermata biru yang kini sedang mendekapnya mesra. Christian menaruh tubuh istrinya dengan begitu lembut di atas ranjang. Sambil mengunci tatapan pada Hailey, Christian bergerak menudungi tubuh sang istri. Ia tetap menjaga bobot tubuhnya dengan kedua lutut dan satu ta
Hallo :)Dengan berakhirnya kisah romansa dewasa ini, aku mau mengucapkan terima kasih untuk seluruh pembacaku yang sudah mengikuti kisah ini dari awal sampai akhir. Terima kasih juga untuk kalian yang telah berbaik hati memberikan VOTE & RIVIEW untuk novel ini. Mohon maaf apabila Novel ini kurang memuaskan. Sekali lagi, novel ini hanyalah sebuah karangan yang datang dari imajinasi penulis. Tidak ada sangkut paut dengan dunia nyata dan tidak ada maksud untuk menyinggung satu dan atau beberapa pihak/golongan. Apa pun yang tersuguhkan dalam novel ini, niatnya hanyalah untuk menghibur. Semoga ada pesan moral yang bisa diambil dari kisah Kenedict, Christian, Ilona dan Hailey. Sampai bertemu di karya-karyaku selanjutnya, yah :)Sehat terus. Jaga kesehatan dan semoga TUHAN MEMBERKATI :)Your lovely Author : DREAMER QUEEN
London – England09.23 AM________Kenedict mondar-mandir di dalam ruang ganti. Sementara di sudut ruangan terdengar embusan napas panjang dari Christian yang sedang duduk di kursi tunggal berwarna putih.“Kent, apa kau butuh popok?” cibir Christian. Pria itu gemas melihat tingkah Kent.“Sial!” Kent mendesis sambil menatap kakaknya dengan nyalang.Wajahnya pucat. Benar-benar pucat, tapi telinganya merah. Ia kembali berlari ke kamar mandi dan datang setelah sepuluh detik. Christian menggelengkan kepalanya. Pria itu akhirnya berdiri lalu mengambil jas berwarna hitam yang disampirkan ke sandaran kursi.TOK TOKKeduanya kompak menengok ke arah pintu. Hailey muncul dengan senyum sumringah.“Mempelai wanita telah siap,” kata Hailey.Christian tersenyum. Ia menjulurkan tangan saat Hailey berjalan cepat menghampirinya. Pria itu mendekap tubuh Ha
Dan sekarang aku sadar, jika sebenarnya ada tempat di mana seharusnya aku berada di sana. Berlari ke sana. Tempat yang pernah kuanggap sebagai sebuah kengerian. Kini berdiri di depanku sebagai penyembuhku.Christian Archer~______________Restoran di hotel mewah ini sedikit ramai, oleh karena para eksekutif global company memilih untuk makan siang di Ritz Carlton.Terdengar gelak tawa dari suara bass berat milik tuan Dune. Diikuti kekehan dari beberapa teman sebayanya. Mereka menikmati makan siang dengan santai. Berusaha menghilangkan formalitas yang mengikat.Namun, ada satu tempat dekat jendela yang suasananya sangat canggung. Dua orang muda memilih untuk duduk di tempat tersudut. Seolah-olah yang lain memang memberikan ruang bagi mereka. Sesekali mereka memandang pada pemandangan di luar jendela. Namun, semua itu sekadar untuk melepaskan gugup yang sedari tadi membalut suasana makan siang mereka.&ldq
Dua jam lebih duduk dalam posisi tegang. Gelisah. Gugup. Terus terdengar suara deheman berbalas-balasan.Sesekali saling mencuri pandangan lalu membuang muka saat tak sengaja bertabrak pandang . Seperti seorang pencuri yang sudah tahu akan tertangkap, tapi tetap ke sana.“Bagaimana dengan Anda, Mr. Chris?”Christian akhirnya bergeming. Pria itu menoleh ke samping. Ia bergumam lalu menaikkan kedua alis.“Apakah Anda punya ide lain?” tanya seorang pria pertengahan tiga puluh.Christian berdehem. Sejujurnya pria itu tak bisa berkonsentrasi. Ia telah berusaha selama dua jam penuh untuk membentuk konsentrasi di otaknya, akan tetapi Christian gagal. Otaknya berhenti berpikir. Terpusat pada bagaimana seorang Hailey McAvoy bisa berada satu ruangan dengannya. Dan kenapa dia sangat sialan cantik.“Ehem!”Entah Christian sadar atau tidak, wajah Adonisnya kini sedang berubah warna. Bagai udang yang terken
Christian menatap dirinya di depan cermin. Kameja berwarna putih dengan dasi hitam metalik tampak begitu gagah membalut tubuh kekarnya. Namun, wajah pria itu terlihat suram. Terdengar dari embusan napas panjang yang menggema di dalam deluxe room hotel mewah ini. “Sepertinya aku memang harus diet,” gumam Christian. Sekali lagi ia menatap dirinya dari pantulan cermin. Oke, Chris tak menyangka jika dirinya akan termakan ucapan manipulative adiknya sendiri. Akhirnya semalam Christian ke salon yang berada di dalam hotel ini. Dalam semalam, Chris bisa mengembalikan tampilannya. Dia terlihat makin tampan dengan tatanan rambut klasik yang telah menjadi ciri khasnya selama ini. Pria itu tak pernah mengganti gaya rambut sama sekali. Terlalu betah dengan potongan rambut crew cut. Tak lupa Christian juga mencukur kumis. Ah! Ini sungguh tidak adil. Sejauh ini Christian memang tak pernah memerhatikan dan memedulikan penampilannya. Hanya saja … entah mengapa
Milan – Lombardia, Italia. _____________________“Semua sudah siap, Tuan.” Seorang pria dalam balutan sweater rajut berwarna hitam dan celana jins berwarna biru bangkit dari atas bangsal rumah sakit yang telah selama enam bulan ini menjadi tempat tinggalnya. “Terima kasih, Theo.” Dia berucap setelah asistennya memberikan over coat berwarna cokelat. Mereka bersiap meninggalkan rumah sakit ini. Setelah dokter ortopedi mengatakan jika Christian Archer telah sembuh dari cedera kakinya seminggu yang lalu. Tidak mudah. Selama enam bulan ini, Christian Archer menahan rasa sakit. Mengikuti fisio terapi bukanlah hal yang gampang bagi seseorang yang memiliki cedera kaki parah. “Tuan,” panggil Theo. Ia memberikan kruk kepada Christian. “Aku tidak membutuhkannya,” kata Christian. Asistennya tak dapat membantah. Melihat tuannya mampu berdiri dengan kedua kaki, membuat ia senang. Perjuangan sang tuan akhirnya