Ketika fajar telah menyingsing di pagi hari. Valerie membuka kedua matanya tepat di pukul setengah sembilan pagi, dan ia hanya mendapati dirinya sendiri yang terbaring di ranjang, tanpa suaminya. Ia bahkan tidak tahu kapan pria itu keluar dari kamarnya. Bahkan suara jam Beker di atas nakas yang sejak tadi berbunyi pun tidak ia dengar. Pun demikian rasa mual yang setiap pagi berlangsung tidak juga ia rasakan. Ya, biasanya rutinitas setiap pagi saat bangun tidur ia akan langsung berlama-lama di kamar mandi demi memuntahkan cairan beningnya. Tapi, hari ini tidak ia justru merasa nyaman dan hangat dalam tidurnya. Valerie bahkan tidak pernah merasa senyenyak itu dalam tidurnya selama ini. Masih dalam kondisi berbaring, Valerie menatap langit-langit kamarnya. Pikirannya kembali melayang pada kejadian semalam, seketika pipinya bersemu. Bagaimana ia begitu terbuai dalam permainan panas yang menggelora oleh Max. Kata-kata manis dan bujuk rayunya yang keluar dari bibir pria itu membuat ia mera
“Kau benar-benar payah! Kau bilang kau akan menaklukkan Max dengan mudah. Mana buktinya dia bahkan tiba-tiba menikah!!” Johnson menatap sang putri dengan kesal.“Aku sudah berusaha, Pa. Tapi, menarik simpati Max itu tidak semudah menarik simpati lain,” keluh Monica tidak terima di salahkan. “Jika saja Papa mengijinkan dengan kejahatan. Mungkin lebih baik musnahkan saja Valerie,” sambungnya kemudian.“Jangan bodoh. Jika kau menggunakan kejahatan sampai titik liang lahat pun pasti akan Max gali.” Jhonson terdiam sejenak seolah tengah mencari ide lain. “Apalagi, Pa.” Monica menghentakkan kakinya dengan kesal. “Aku bahkan kemarin sudah rela datang ke rumah sakit menawarkan bantuan. Setidaknya untuk menarik simpati Max. Tapi, apa yang aku dapatkan. Dia menghinaku, Pa. Dia bilang darahku banyak virus. Hingga akhirnya kedatangan teman Valerie mengacaukan segalanya,” lanjutnya kemudian kedua tangannya mengepal seolah tidak terima. Pesonanya bisa dikalahkan seorang Valerie, perempuan yang bah
Satu jam sebelumnya.Max tengah makan malam bersama Jerry sambil membicarakan pekerjaan. “Di mana Nona Valerie, Tuan?” tanya Jerry yang merasa heran tidak mendapati Valerie di ruang makan. Max pun memanggil pelayan, tapi yang datang justru Sarah. “Di mana, Nona? Panggilkan.” “Mohon maaf, Tuan. Nona Valerie belum pulang.”Dan di detik berikutnya Max menatap tajam ke arah Sarah. Ia ingat sejak pukul sepuluh pagi Valerie ijin pergi ke rumah sahabatnya, dan sekarang bahkan sudah malam. “Lalu kenapa kau ada di sini? Bukankah seharusnya kau bersamanya!”“Nona meminta saya untuk tetap di rumah, Tuan. Dia bilang sudah cukup membawa sopir.”Dengusan kasar terdengar dari bibir Max sebelum kemudian ia menggerakkan tangannya mengusir Sarah pergi. Matanya beralih menatap tajam ke arah Jerry, seketika sang asisten merasa merinding. Apa yang salah? Pikirnya. Dalam kekalutannya Jerry merogoh ponselnya melihat notifikasi sebuah foto yang masuk, seketika matanya melotot.“Kemarikan ponselmu!!” Max
Valerie duduk termenung menatap pantulan rembulan di atas danau. Sesekali mengusap lengannya yang terasa dingin akibat belaian angin malam. Sudah sejak yang lalu ia duduk termenung di sana, sebelumnya ia sudah mencoba untuk memejamkan matanya. Namun, yang terjadi hari ini terasa begitu mengusiknya. Tak terkecuali dengan ucapan Max yang menuduhnya mempunyai kekasih. “Apa yang sedang kau lakukan?!” teguran dingin dari sang pemilik suara bariton itu membuyarkan ia dari lamunannya. “Max.” Ia menoleh dengan raut wajah terkejut, mendapati Max berdiri tidak jauh darinya dengan membawa satu gelas susu. “Aku hanya cari angin segar.”“Apakah memang hobimu itu cari penyakit.” Max melangkah mendekat lalu meletakkan segelas susu itu di atas meja tepat di depan Valerie. “Minumlah!!”Valerie melihat segelas susu itu, kemudian beralih ke arah Max tidak percaya. “Seharusnya kau tidak perlu membawakan susu itu padaku, Max. Itu—”“Aku melakukan hal itu demi anakku!” tegasnya memotong ucapan Valerie. Te
“Nona Valerie kau baik-baik saja?”Suara itu membuat ia tersadar, segera menarik tubuhnya menjauh. Masih dengan tubuh yang gemetar, saat mengingat baru saja ia hampir celaka. “Nona apa yang terjadi?” Sarah datang dengan wajah cemas melihat tubuh istri tuannya gemetar ketakutan. Beberapa orang di sana juga berkerubung ada juga seorang pria asing yang berada di sisinya. Samar-samar ia juga mendengar orang membicarakan tentang kejadian tadi. “Maafkan saya telah meninggalkan Anda, Nona.”“Sarah, aku hampir mati.” Valerie meremas kuat jemari Sarah ketakutan. Bayangan mobil itu hampir menyentuh tubuhnya terlintas. “Tidak apa-apa, Nona. Semua sudah baik-baik saja.”“Ayo pulang, Sarah.”Keduanya pun beranjak pulang, tanpa memperdulikan Victor yang masih tersenyum tipis menatap ke arahnya. ***Sementara di dalam sebuah mobil yang kini meninggalkan kawasan mall elit tersebut, seorang perempuan mencengkram kemudi, sesekali memukulnya dengan wajah marah. “Sialan! Lagi-lagi gagal. Kenapa sih su
Malam ini rembulan bersinar terang, berbeda dengan suasana hati Valerie yang terasa buruk setelah mendapatkan bentakan dari Max. Ah, entah kenapa perasaannya sesensitif itu sekarang. Mungkin karena pengaruh hormon kehamilan. Sungguh ia merasa hatinya tidak baik-baik saja. Ia pernah mendengarkan perkataan kasar, hinaan yang jauh lebih menyakitkan. Tapi, tidak sesakit saat Max membentaknya tadi. Mungkin karena keadaannya saat ini berbeda. Anak dalam kandungannya telah mengubah perasaannya. Bayangan senyum kemenangan Gracia tadi terlintas. Bagaimana kepuasan begitu nampak di sana. Sungguh gadis itu benar-benar bermuka dua. Ia pernah membaca sebuah cerita, atau menonton sebuah drama di mana ada seorang ipar yang begitu julid. Mungkin Gracia salah satunya. Terdiam sejenak ia kembali mengingat bagaimana sikap Gracia yang begitu manja, mungkin lebih tepatnya begitu mencoba menarik perhatian. Ia merasa ada yang aneh. Yang ia lihat Gracia tidak bersikap seperti seorang adik ke kakak pada umum
Head line news“Sebuah video syur skandal gelap Monica Hinata — seorang putri pengusaha sekaligus dewan perwakilan Johnson beredar luas. Diduga video tersebut direkam secara sadar. Dan lebih mengejutkannya lagi Monica ternyata pengguna narkoba.” Prang!!!Tubuh Monica seketika langsung menegang begitu melihat berita di televisi yang beredar. Terlihat di sana ada beberapa video yang beredar dirinya dengan beberapa pria. Wajahnya memucat, seakan-akan aliran darahnya telah habis. Bagaimana mungkin? Aib dan skandal yang selama ini ia jaga dengan rapat itu kini terbongkar ke publik. Siapa pelakunya? “Aaa.... Sial! Ini tidak mungkin! Siapa yang berani melakukan hal ini padaku!!” Ia berteriak marah mengejutkan beberapa pelayan rumahnya yang tengah bekerja. Remot televisi ia ambil kemudian ia lemparkan ke televisi, hingga bagian layarnya pun terlihat retak. Tak bisa berpikir jernih, dalam otaknya hanya terisi amarah. Ponselnya tiba-tiba berdering adanya panggilan dari sang Papa. Ia ambil d
Beberapa menit sebelumnya, Max yang masih berada di ruang kerjanya bersama Jerry tiba-tiba dikejutkan dengan ketukan pintu dari Sarah.“Tuan ...”“Ada apa?”“Nona Valerie tengah ribut dengan seorang perempuan di luar, Tuan.”Detik berikutnya Max dan Jerry saling memandang penuh keterkejutan. Hingga tanpa mengeluarkan kata-kata, keduanya melangkah ke luar. Dari jarak yang lumayan dekat keduanya bisa melihat dan mendengar suara Valerie dan seorang perempuan yang tengah beradu mulut.“Nona Monica, Tuan.”“Masih punya nyali dia dengan datang kemari,” ucap Max memandangnya dengan senyum menyeringai. Hingga tidak berapa lama ia terkejut melihat Monica mengangkat sebelah tangannya akan menampar Valerie. “Jangan berani menyentuh istriku!”Suaranya membuat keadaan seketika terasa mencekam. Valerie dan Monica lantas menoleh ke arahnya.“Max...” ucap keduanya berbarengan. Langkah pria itu semakin mendekat menatap ke arah Monica sejenak. Kemudian beralih ke Valerie tampak ia tatap lekat wajah per