Home / Horor / Belenggu Rumah Darah / Bab 78 - Arga yang Terpilih

Share

Bab 78 - Arga yang Terpilih

Author: Rizki Adinda
last update Last Updated: 2024-11-04 18:09:19

Suara angin yang menderu di luar rumah tua itu seolah menjadi bisikan lembut dari kegelapan yang lebih dalam, memanggil-manggil Arga setiap kali dia melangkah lebih dekat. Rumah itu bukan lagi sekadar bangunan tua yang terkutuk—kini terasa seperti makhluk hidup yang penuh amarah dan kehendak, yang tak henti-hentinya menarik Arga lebih dalam ke dalam teror yang tersembunyi di balik dinding-dindingnya.

Mira berjalan di sampingnya, napasnya tercekat, dan meskipun tak satu pun dari mereka berbicara, ketegangan di antara mereka terasa jelas. Setiap langkah yang mereka ambil di rumah itu seolah menggiring mereka menuju sesuatu yang tak terhindarkan—sebuah takdir yang semakin hari semakin jelas.

Ruangan demi ruangan yang mereka lewati tampak lebih pekat oleh bayang-bayang. Suara lantai kayu yang berderit, gemerisik angin yang menusuk dari celah jendela tua, semuanya menambah rasa ngeri yang menggantung di udara. Namun, satu hal yang terasa paling berbeda kali ini

Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Belenggu Rumah Darah   Bab 79 - Pengaruh Kegelapan

    Malam semakin pekat saat Arga dan Mira terus menjelajahi rumah tua itu, mencari cara untuk menghentikan siklus kegelapan yang hampir mencapai puncaknya. Namun, semakin lama mereka berada di dalam rumah, semakin jelas bahwa sesuatu yang lebih kuat sedang menguasai Arga. Suasana rumah terasa semakin menyesakkan, seolah-olah dinding-dinding kayu tua itu mulai menutup, perlahan-lahan menelan mereka.Di balik kegelapan yang membelit setiap sudut ruangan, Arga mulai mendengar bisikan-bisikan. Awalnya, mereka samar—hanya suara-suara halus yang hampir tidak terdengar, seperti angin yang lewat di sela-sela jendela. Namun, semakin lama, bisikan-bisikan itu semakin jelas, semakin tegas. Mereka tidak lagi seperti suara angin, tetapi suara yang langsung masuk ke dalam benaknya."Tinggal... Kau harus tinggal... Ini tempatmu sekarang..."Arga berhenti sejenak, mencoba memahami apa yang baru saja dia dengar. Dia memandang sekeliling, tapi tidak ada siapa pun sela

    Last Updated : 2024-11-05
  • Belenggu Rumah Darah   Bab 80 - Perlawanan Terakhir

    Malam terasa semakin mencekam di Desa Sinarjati. Bayang-bayang panjang dari pepohonan bergoyang perlahan seiring angin dingin yang berhembus, sementara udara di sekitar desa dipenuhi oleh ketakutan yang merayap. Hilangnya Pak Kusuma, semakin kuatnya pengaruh rumah tua, dan fakta bahwa Arga telah dipilih sebagai pengorbanan berikutnya membuat segalanya tampak tak terhindarkan. Namun, Mira tahu bahwa mereka tidak bisa menyerah begitu saja. Ada satu kesempatan terakhir untuk melawan kegelapan yang semakin kuat itu—dan dia bersumpah untuk memanfaatkannya sebaik mungkin.Di dalam balai desa yang kecil, Mira berkumpul bersama beberapa penduduk desa yang masih berani. Wajah-wajah mereka dipenuhi kecemasan, namun tekad mereka tak tergoyahkan. Mereka tahu bahwa jika kutukan ini tidak dihentikan sekarang, maka mereka semua akan terperangkap dalam kegelapan selamanya, bersama roh-roh yang terjebak di rumah tua itu."Saya sudah memeriksa catatan Pak Kusuma dan buku-buku ritu

    Last Updated : 2024-11-05
  • Belenggu Rumah Darah   Bab 81 - Kematian di Pintu Gerbang

    Malam yang seharusnya tenang setelah keberhasilan ritual tiba-tiba berubah menjadi kengerian baru. Penduduk Desa Sinarjati, yang sebelumnya merasa lega karena berhasil menghentikan siklus kegelapan di rumah tua itu, kini terjebak dalam mimpi buruk yang jauh lebih gelap. Entitas-entitas yang bersembunyi di balik kegelapan rumah tua itu tampaknya belum menyerah. Mereka merencanakan balas dendam yang lebih mengerikan—dan kali ini, mereka membunuh satu per satu.Mira berdiri di luar rumah Pak Gunadi, melihat ke arah rumah tua yang menjulang angkuh di kejauhan. Meski ritual yang mereka lakukan berhasil menghentikan pengorbanan Arga dan memutus sebagian besar pengaruh roh-roh itu, ada sesuatu yang tetap salah. Udara di desa terasa lebih berat, lebih pekat dengan teror yang tak terucapkan. Dan sekarang, penduduk desa yang membantunya dalam ritual mulai mati satu per satu, dengan cara yang mengerikan.Malam sebelumnya, Pak Gunadi, lelaki tua yang dengan gagah berani memi

    Last Updated : 2024-11-06
  • Belenggu Rumah Darah   Bab 82 - Jiwa yang Terperangkap

    Langkah kaki Arga terdengar pelan saat ia menyusuri lorong-lorong gelap rumah tua yang kini lebih mencekam daripada sebelumnya. Suara desis dan bisikan yang tak terjelaskan terus menghantui setiap sudut ruangan, membuat udara semakin berat. Kali ini, rumah itu terasa berbeda—lebih hidup, lebih penuh dengan kehadiran yang tak kasat mata. Arga tahu bahwa dia tidak sendirian, bahkan ketika bayang-bayang di sekelilingnya tampak sunyi.Di belakangnya, Mira mengikuti dengan hati-hati, matanya terus bergerak, waspada akan setiap gerakan atau suara aneh. Mereka berdua tahu, entitas-entitas jahat di rumah ini tidak lagi hanya mengawasi. Mereka sudah mulai menyerang, dan kali ini, mereka tidak akan ragu untuk membunuh."Arga, kita harus pergi dari sini," bisik Mira dengan suara gemetar. "Mereka membunuh orang-orang, satu per satu."Arga tidak menjawab. Ada sesuatu yang aneh terjadi dalam pikirannya. Suara-suara, jauh lebih banyak daripada sebelumnya, terdengar di ke

    Last Updated : 2024-11-06
  • Belenggu Rumah Darah   Bab 83 - Malam yang Mematikan

    Malam itu lebih gelap dari biasanya. Tak ada cahaya bintang di langit, hanya kegelapan pekat yang menelan segala sesuatu di sekitarnya. Udara di sekitar rumah tua itu terasa berat, seolah-olah waktu berhenti dan seluruh dunia menyusut ke dalam bayang-bayang rumah yang kini terasa lebih hidup, lebih berbahaya dari sebelumnya. Arga dan Mira terperangkap, dan entitas-entitas jahat yang menghuni rumah itu semakin dekat—mereka tahu bahwa waktu mereka hampir habis.Ketika mereka mencoba membuka pintu utama untuk keluar, gagang pintu terasa dingin seperti es, tetapi lebih dari itu, pintu itu seolah-olah menyatu dengan dinding. Arga menariknya berkali-kali dengan segenap tenaga, namun pintu itu tak bergerak. Hanya ada satu hal yang jelas—mereka tidak bisa pergi."Mira, pintunya terkunci," bisik Arga dengan nada ketakutan. Keringat dingin mengalir di wajahnya, meski udara di sekitarnya begitu dingin. "Rumah ini tidak akan membiarkan kita keluar."Mira, yang b

    Last Updated : 2024-11-07
  • Belenggu Rumah Darah   Bab 84 - Kutukan yang Tak Terhentikan

    Kegelapan yang melingkupi rumah tua itu terasa semakin padat, semakin hidup. Arga dan Mira berdiri di tengah ruang bawah tanah yang dingin dan sunyi, napas mereka terhenti oleh ketakutan dan kesadaran bahwa setiap usaha mereka untuk melarikan diri telah gagal. Kengerian rumah ini tidak lagi sekadar bisikan atau bayangan yang meliuk-liuk di sudut pandang mereka—rumah ini adalah penjara bagi jiwa-jiwa yang tak terhitung jumlahnya, dan kini mereka tahu, tak ada jalan keluar.Mira menatap sekeliling ruangan, menyadari bahwa dinding batu di bawah tanah ini dipenuhi dengan simbol-simbol mistik yang aneh, ukiran-ukiran kuno yang tampak jauh lebih tua dari rumah itu sendiri. Dia mendekati salah satu dinding dan menyentuhnya dengan hati-hati. Saat tangannya menyentuh permukaan dingin itu, sebuah sensasi aneh menjalar ke seluruh tubuhnya—seolah-olah dinding itu menyimpan kekuatan yang tak terkatakan."Arga, lihat ini..." suaranya hampir tak terdengar, penuh kekaguman

    Last Updated : 2024-11-07
  • Belenggu Rumah Darah   Bab 85 - Pengorbanan

    Malam semakin gelap, kegelapan yang menutupi rumah tua itu terasa semakin pekat, semakin mencekik. Jeritan roh-roh yang terperangkap mengisi udara, memenuhi setiap ruangan, setiap lorong dengan ketakutan yang tak terkatakan. Arga dan Mira berdiri di tengah-tengah ruangan yang hampa, tak ada jalan keluar, hanya kehampaan yang dingin dan perasaan tak terhindarkan bahwa mereka sedang menunggu sesuatu yang lebih mengerikan.Arga menatap wajah Mira, yang penuh dengan air mata dan ketakutan. Hatinya terasa begitu berat, dan dalam dirinya, pertempuran batin yang menghancurkan mulai merasuk. Dia tahu bahwa mereka telah sampai pada titik akhir—dan tidak ada lagi yang bisa mereka lakukan. Setiap usaha untuk melarikan diri, setiap upaya untuk menghentikan kutukan ini, semuanya sia-sia. Rumah ini, kutukan ini, lebih kuat daripada yang mereka bayangkan.Di dalam dirinya, Arga mulai menyadari satu kebenaran yang tak terelakkan: hanya ada satu cara untuk menghentikan semua ini.

    Last Updated : 2024-11-08
  • Belenggu Rumah Darah    Bab 86 - Akhir yang Tak Terelakkan

    Di dalam ruang utama rumah tua itu, kegelapan tampak lebih pekat dari sebelumnya, seolah-olah seluruh dunia di luar tak lagi ada. Jeritan roh-roh yang terperangkap memenuhi udara, semakin mendesak, semakin penuh dengan keputusasaan dan kemarahan. Di tengah ruangan, Arga berdiri tegak, meskipun tubuhnya terasa berat dan napasnya tersengal-sengal. Matanya tertuju pada pusat ruangan, tempat di mana ritual pengorbanan harus dilakukan—tempat di mana semuanya akan berakhir.Mira berdiri di sudut ruangan, tak berdaya dan penuh ketakutan. Dia ingin menghentikan Arga, tapi dia tahu dalam hatinya bahwa keputusan Arga sudah bulat. Di tengah-tengah kengerian yang melingkupi mereka, satu hal jelas—kutukan ini hanya bisa dihentikan dengan pengorbanan. Dan Arga telah memilih untuk menjadi pengorbanan itu."Arga, jangan lakukan ini," bisik Mira, suaranya parau oleh tangis yang tak bisa ia tahan lagi. "Kita bisa menemukan cara lain. Tolong... jangan pergi."Arga meno

    Last Updated : 2024-11-08

Latest chapter

  • Belenggu Rumah Darah   Bab 120 - Desa yang Kembali Hidup

    Desa Sinarjati, yang dulu begitu sunyi dan dipenuhi ketakutan, kini mulai berangsur kembali hidup setelah rumah tua terkutuk itu hancur. Penduduk yang selama bertahun-tahun hidup di bawah bayang-bayang kegelapan, akhirnya bisa merasakan kelegaan yang telah lama mereka rindukan. Matahari yang bersinar di atas ladang dan pepohonan tampak lebih hangat, lebih terang, seolah-olah alam itu sendiri sedang merayakan berakhirnya kutukan yang selama ini membelenggu desa.Di pasar kecil desa, para pedagang kembali dengan senyum di wajah mereka, menawarkan dagangan dengan lebih ceria daripada sebelumnya. Anak-anak mulai berlarian di jalan-jalan yang dulu sunyi, tidak lagi takut untuk mendekati area yang dulu dikenal sebagai tanah terkutuk. Suasana penuh harapan tampak mengisi setiap sudut desa, membawa angin segar yang sebelumnya tertahan oleh kegelapan.Namun, kelegaan itu tidak berlangsung lama.Desas-desus mulai menyebar di antara penduduk. Seiring berjalannya hari, bebe

  • Belenggu Rumah Darah   Bab 119 - Kehadiran Tak Terlihat

    Malam di kota seharusnya membawa keheningan yang menenangkan, namun bagi Mira, setiap malam justru terasa semakin menakutkan. Keheningan yang menyelimuti apartemennya kini bukan lagi tanda kedamaian, melainkan awal dari sesuatu yang mengerikan. Malam demi malam, kehadiran yang tak terlihat semakin kuat, membayangi setiap gerakan dan napasnya. Suara-suara yang awalnya samar kini semakin jelas, seperti sesuatu yang tak kasat mata berusaha mendekatinya.Mira berdiri di jendela apartemennya, memandangi jalanan kota yang sepi. Tirai di sebelahnya berkibar pelan, meskipun tidak ada angin yang masuk dari jendela tertutup. Dia menelan ludah, mencoba mengabaikan perasaan cemas yang semakin menekan dadanya. Tapi dia tahu, di dalam hatinya, bahwa apa yang dia rasakan bukanlah imajinasi semata. Sesuatu telah berubah, dan kehadiran itu semakin nyata, semakin sulit untuk diabaikan.Langkah-langkah kecil terdengar samar dari koridor apartemen, seperti seseorang sedang berjalan pelan,

  • Belenggu Rumah Darah   Bab 118 - Penglihatan yang Mengganggu

    Pagi itu, matahari terbit seperti biasa di luar jendela apartemen Mira, memancarkan sinar hangat yang lembut ke dalam ruang tamunya yang tenang. Hari yang cerah seharusnya membawa perasaan damai, namun bagi Mira, keheningan ini terasa tidak wajar—terlalu sunyi, terlalu kosong. Dia telah mencoba menenangkan pikirannya sejak mimpi buruk yang semakin sering menghantuinya, namun rasa cemas itu tetap melekat, merayap di sudut pikirannya.Dengan setengah sadar, Mira berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan wajahnya yang masih lelah akibat malam tanpa tidur. Saat dia membuka keran, air dingin mengalir, memercikkan kesegaran yang sejenak menghilangkan rasa kantuk. Namun, ketika dia mengangkat wajah untuk menatap cermin, sesuatu yang aneh terjadi—sesuatu yang membuat tubuhnya membeku seketika.Di balik bayangannya sendiri di cermin, Mira melihat sekilas sosok lain, seseorang yang begitu dikenalnya. Arga. Dia berdiri di belakangnya, tersenyum samar, seperti bayanga

  • Belenggu Rumah Darah   Bab 117 - Langkah yang Tertinggal

    Mira duduk di depan meja kerjanya, menatap layar komputer yang dipenuhi dengan laporan-laporan jurnalistik yang harus dia selesaikan. Di sekitar kantor, suara ketikan cepat dan obrolan singkat antar rekan kerjanya menggema, menciptakan suasana sibuk yang biasa di tempat itu. Namun, bagi Mira, hiruk-pikuk itu tidak bisa menutupi kegelisahan yang terus menghantui pikirannya. Setiap detik terasa berat, dan di balik setiap kasus aneh yang dia tangani, ada bayangan yang selalu mengintip dari masa lalu—dari rumah tua di Desa Sinarjati.Sudah beberapa minggu sejak Mira kembali ke kota, mencoba menjalani hidupnya seperti biasa. Dia kembali bekerja sebagai jurnalis, meliput berbagai peristiwa yang terjadi di sekitar kota. Namun, meskipun tangannya sibuk mengetik, pikirannya terus melayang kembali ke desa, ke kegelapan yang pernah menyelimutinya, ke rumah tua yang kini hanya tinggal reruntuhan. Setiap kasus misterius yang dia tangani seolah mengingatkan pada sesuatu yang lebih be

  • Belenggu Rumah Darah   Bab 116 - Cahaya di Tengah Kegelapan

    Malam di kota besar tampak tenang, namun dalam keheningan itu, Mira tidak bisa merasa benar-benar damai. Sejak kembali dari Desa Sinarjati, rasa lega yang semula ia rasakan mulai memudar, digantikan oleh kecemasan yang kian hari kian membesar. Meskipun dia tahu rumah tua itu telah hancur, meskipun kutukan itu telah dipatahkan, ada sesuatu yang terus menghantuinya—bayangan kegelapan yang seolah-olah tidak mau pergi.Setiap malam, Mira terbangun dengan jantung berdetak kencang, peluh dingin membasahi tubuhnya, dan mimpi buruk yang selalu sama menghantuinya. Dalam mimpi itu, dia berdiri di depan rumah tua yang tak lagi ada. Kegelapan pekat menyelimuti sekeliling, dan meskipun rumah itu telah runtuh, ia merasakan kehadiran sesuatu yang lebih kuat, lebih jahat. Bayangan hitam tanpa wajah terus mendekatinya, menyeretnya ke dalam kegelapan, dan setiap kali dia mencoba melarikan diri, kakinya terbenam di tanah yang basah dan berat, seperti lumpur yang menahannya.Mira te

  • Belenggu Rumah Darah   Bab 115 - Mira yang Terbebaskan

    Matahari baru saja terbit ketika Mira menginjakkan kaki di stasiun kereta kota. Udara pagi di kota besar terasa berbeda—segar, penuh kehidupan, dan jauh dari suasana mencekam yang selama ini menyelimuti Desa Sinarjati. Suara deru kendaraan dan aktivitas pagi hari mulai menggema, menciptakan simfoni perkotaan yang dinamis. Bagi sebagian besar orang, itu hanyalah pagi yang biasa, namun bagi Mira, hari ini menandai awal yang baru, sebuah kebebasan yang baru dia rasakan.Dia menarik napas dalam-dalam, membiarkan udara segar masuk ke paru-parunya, merasa beban berat di pundaknya yang selama ini menghantuinya mulai terasa lebih ringan. Ketika dia meninggalkan desa, dia tahu bahwa dia tidak meninggalkan masa lalu sepenuhnya—jejak kutukan yang pernah merantai hidupnya tidak akan sepenuhnya hilang. Namun, kini dia menyadari bahwa kutukan itu bukan lagi sesuatu yang membebani atau mengurungnya. Itu hanyalah bagian dari sejarah dirinya, dan dia telah belajar menerima itu.Mira be

  • Belenggu Rumah Darah   Bab 114 - Hari yang Tenang

    Pagi di Desa Sinarjati akhirnya terasa lebih tenang dari biasanya. Matahari memancarkan sinar lembutnya, menyinari desa yang selama ini dikelilingi oleh kegelapan dan ketakutan. Burung-burung berkicau di atas pepohonan, dan angin lembut membawa aroma tanah basah yang baru saja disiram embun pagi. Bagi kebanyakan orang, pagi ini terasa berbeda—seolah-olah ada beban besar yang terangkat, meskipun masih ada rasa cemas yang menyelip di antara kehidupan sehari-hari.Penduduk desa perlahan-lahan kembali ke rutinitas mereka. Pasar kecil yang dulunya sepi karena ketakutan mulai ramai lagi dengan aktivitas. Orang-orang berbincang pelan sambil melakukan pekerjaan mereka, dan anak-anak berlarian di jalan-jalan desa, meskipun kali ini mereka berhati-hati untuk tidak terlalu mendekati area bekas rumah tua yang kini telah hilang dari pandangan.Mira, yang tinggal di desa untuk sementara waktu, berjalan di antara penduduk dengan tatapan kosong namun penuh pengamatan. Meskipun r

  • Belenggu Rumah Darah   Bab 113 - Penghancuran Rumah

    Pagi di Desa Sinarjati membawa udara yang berbeda. Setelah pengorbanan Laras, suasana yang selama ini terasa berat dan penuh ketegangan kini perlahan memudar, digantikan oleh rasa hening yang mendalam. Namun, di tengah ketenangan itu, ada sesuatu yang terjadi di tengah reruntuhan rumah tua—sesuatu yang hanya bisa dipahami oleh mereka yang telah terlibat dalam kutukan yang selama ini menjerat desa.Mira berdiri diam di pinggir reruntuhan, hatinya masih dipenuhi oleh keharuan dan kesedihan setelah melihat Laras mengorbankan dirinya demi kedamaian. Pengorbanan itu, yang dilakukan dengan kesadaran penuh, membawa perasaan lega yang begitu besar. Namun, saat itu juga, Mira merasakan getaran aneh di tanah di bawah kakinya. Tanah yang selama ini terasa diam dan menyimpan energi kegelapan, kini mulai bergerak, seolah-olah sedang bersiap untuk melepaskan sesuatu.Suara gemeretak kayu yang patah terdengar di kejauhan, mengalir dari arah sisa-sisa rumah tua yang tampak lebih

  • Belenggu Rumah Darah   Bab 112 - Kekuatan Pengorbanan

    Udara pagi di Desa Sinarjati terasa berat, diselimuti ketenangan yang aneh setelah malam yang penuh teror. Sinar matahari yang biasanya membawa harapan, tampak terhalang oleh sisa-sisa energi gelap yang masih mengendap di udara, seolah-olah desa itu belum benar-benar terbebas dari cengkeraman kutukan yang telah menghancurkan banyak hidup. Di tengah keheningan itu, Laras berdiri di reruntuhan rumah tua, tatapannya tegas namun penuh dengan kesedihan yang dalam. Dia tahu bahwa saat ini adalah titik akhir—satu-satunya cara untuk mengakhiri kutukan ini selamanya.Mira, yang baru saja mengucapkan selamat tinggal kepada Arga, berdiri di samping Laras. Dia merasa lelah, bukan hanya secara fisik tetapi juga emosional. Namun, di tengah semua kelelahan itu, ada tekad yang tidak bisa disangkal. Mereka berdua tahu bahwa masih ada satu hal yang harus dilakukan. Kutukan ini tidak akan berhenti hanya dengan menutup portal atau menghancurkan rumah tua. Kegelapan ini membutuhkan sesuatu

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status