Reyhan melangkah masuk ke rumah keluarga Diningrat dengan langkah yang berat. Di ruang tamu, Arya sedang duduk membaca beberapa dokumen.Saat Reyhan masuk, Arya mengangkat wajahnya dan memandang lelaki itu dengan tatapan bertanya.“Ada apa, Reyhan? Tumben datang sepagi ini,” tanya Arya sambil meletakkan dokumen di meja.Reyhan menghela napas, menaruh map yang ia bawa di meja di depan Arya. "Arya, aku perlu bicara soal restoran. Ini laporan terbaru yang harus kamu tahu."Arya mengambil map tersebut dan membukanya."Apa lagi masalahnya? Bukannya laporan bulan lalu sudah cukup baik?"Reyhan menatap Arya dengan serius. "Arya, angka-angka ini menunjukkan penurunan omzet yang signifikan dalam tiga bulan terakhir. Semua strategi yang kita coba. Diskon, promosi media sosial, bahkan kerja sama dengan influencer, tidak memberikan dampak besar. Kalau terus seperti ini, kerugian akan semakin banyak."Arya membaca data di map dengan teliti, matanya terpaku pada grafik yang menunjukkan penurunan
Tiara duduk di ruang tamu dengan Reyhan. Berkas-berkas untuk kepindahannya ke kota berserakan di atas meja. Wajah Tiara tampak tegang. Sementara Reyhan berusaha menenangkan dengan senyuman kecil.Reyhan membuka percakapan. "Aku sudah atur semuanya, Tiara. Rumah di kota sudah siap. Dan aku juga sudah menghubungi beberapa sekolah untuk Shara. Kamu hanya tinggal memilih."Tiara menghela napas panjang. "Aku tahu ini langkah yang tepat, Reyhan. Tapi... meninggalkan Ibu di kampung sendirian, aku merasa bersalah."Reyhan menatapnya lembut. "Ibu Darsih sudah memutuskan. Dia ingin tetap di sini. Kau sudah mencoba membujuknya, kan? Kita ngg bisa memaksa. Lagipula, dia bilang bahagia tinggal di kampung ini, dekat dengan makam Tuan Baskoro."Tiara mengangguk, tapi hatinya tetap berat. "Iya, tapi... aku merasa seperti anak yang durhaka. Gimana kalau Ibu butuh sesuatu? Gimana kalau Ibu sakit?"Reyhan menyentuh tangan Tiara. "Aku akan sering mengunjungi ibumu. Lagipula, aku masih punya bisnis s
Tiara dan Reyhan duduk berseberangan di sebuah meja kafe kecil di pinggir jalan, katalog franchise berserakan di atas meja. Tiara mengambil salah satu brosur dan membaca dengan serius. "Rey, ini kelihatannya menarik," katanya sambil menunjukkan brosur tentang franchise makanan penutup premium. "Mereka punya banyak pilihan menu yang unik. Dan tren dessert seperti ini sedang naik daun."Reyhan mengangguk, mengambil brosur itu dan membacanya. "Memang bagus. Konsepnya modern, dan kalau kita bisa dapat lokasi strategis, pasti ramai. Tapi lihat ini," ujarnya sambil mengambil brosur lain. "Franchise minuman boba ini juga menarik. Brand-nya sudah terkenal. Dan mereka punya konsep drive-thru yang jarang ada di Indonesia."Tiara tertawa kecil, lalu menggeleng. "Aku suka, tapi aku lebih tertarik sama yang dessert. Lebih cocok sama gaya dan seleraku."Reyhan tersenyum, meletakkan brosur boba itu kembali di meja. "Oke, jadi kita shortlist dua ini ya? Dessert premium dan boba. Selanjutnya kit
Opening usaha baru Tiara berlangsung meriah di dalam sebuah mall yang ramai pengunjung. Dekorasi minimalis dengan balon berwarna pastel menghiasi booth miliknya. Sementara staf berseragam rapi dan casual menyambut tamu-tamu yang datang. Tiara mengenakan seragam yang sama, berdiri di depan booth dengan Reyhan yang setia di sisinya. Mereka tersenyum pada setiap tamu yang datang memberikan ucapan selamat."Semangat, Cantik," ujar Reyhan sambil merapikan rambut Tiara yang sedikit terjatuh di wajahnya. "Ini adalah langkah besar untuk kita."Tiara mengangguk, mencoba menenangkan debaran jantungnya. Beberapa hari terkahir ini, Reyhan kerap menyentuhnya tanpa sungkan. "Semoga semuanya berjalan lancar. Aku sedikit gugup."Reyhan merangkul Tiara dengan lembut. "Kamu pasti bisa. Semua ini hasil kerja kerasmu."Namun, kegugupan Tiara bertambah ketika dia melihat Arya tiba-tiba berdiri di antara kerumunan tamu yang memadati area sekitar booth. Arya mengenakan kemeja putih polos dan celana jean
Arya memberhentikan mobilnya di depan lokasi yang Tiara kirimkan melalui pesan singkat. Sebuah rumah sederhana tapi nyaman terlihat dari luar. Shara, yang duduk di kursi belakang, tampak murung. Arya mematikan mesin mobil lalu menoleh ke putrinya, dan tersenyum lembut.“Shara, ayo turun. Papa antar kamu ke Mama,” katanya dengan suara penuh kasih.Shara menggeleng pelan, matanya mulai berkaca-kaca. “Aku nggak mau, Papa. Aku masih mau sama Papa.”Arya menelan ludah, hatinya mencelos melihat ekspresi Shara. “Sayang, Papa nggak akan pergi jauh kok. Papa selalu ada buat kamu, meskipun kita nggak tinggal bareng.”Shara tetap terdiam, mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Arya mencoba membujuknya lagi. “Gimana kalau Papa janji nanti kita jalan-jalan lagi? Kamu suka, kan, jalan-jalan sama Papa?”Shara akhirnya mengangguk, meski wajahnya masih muram. Arya keluar dari mobil, lalu membukakan pintu untuk Shara. Sambil menggandeng tangan putrinya, lelaki itu melangkah ke pintu depan rumah.
Arya duduk di kursi belakang mobil, menatap kosong ke luar jendela. Langit mendung seperti hatinya. Pikirannya dipenuhi kekacauan. Bayangan Tiara yang dingin, pelukan Shara yang erat, dan kenangan pahit masa lalu. Ia merasa seperti orang yang kehilangan arah.Arya bergumam pelan."Apa semua ini salahku? Kalau aku dulu tidak gegabah bersikap… mungkin Tiara masih di sisiku. Tapi apa? Aku malah menghancurkan semua."Supir, yang mendengar gumaman itu, bertanya hati-hati."Den Arya, apa Anda baik-baik saja? Perlu kita berhenti sebentar?"Arya menggeleng sambil memaksakan senyum kecil. "Lanjutkan saja, Pak. Kita harus cepat sampai."Tiba-tiba, ponsel Arya bergetar. Ia merogoh benda itu dari saku jas. Nama Raka, salah satu polisi yang menyrlidiki kasus bapaknya, tertera di layar. Dengan cepat, Arya menjawab."Halo, Pak. Ada apa?" tanya Arya sedikit cemas.Suara di ujung telepon terdengar serius. "Mas Arya, kami punya perkembangan penting soal kasus kematian Tuan Baskoro. Kalau memungkinka
Reyhan berdiri di tengah ruangan yang sudah dihias dengan indah untuk opening kedua usaha Tiara, yaitu monuman boba. Tempat itu dipenuhi dengan teman, keluarga, dan rekan bisnis yang datang untuk memberikan dukungan. Bu Dewi dan Rina juga datang. Bahkan anak-anak panti semua ikut serta dan diberikan seragam. Karena usaha yang ini letaknya di ruko dengan halaman luas, Tiara mengundang semua orang yang dikenalnya. Tiara mengenakan gaun simpel berwarna pastel yang membuatnya terlihat anggun. Ia sibuk menyambut tamu, mengobrol dengan beberapa mitra, dan memastikan semuanya berjalan lancar.Saat acara berjalan, Reyhan tampak lebih tenang dari biasanya, meski ada sesuatu yang mengganjal di wajahnya. Ia sering melirik Tiara, menunggu momen yang tepat."Reyhan, kenapa melamun? Semua sudah siap?" tanya Tiara saat menghampirinya dengan segelas minuman di tangan.Reyhan tersenyum. "Iya, semuanya sudah siap. Kamu tenang saja. Hari ini akan berjalan sempurna."Tiara mengangguk sambil membenahi r
Acara pertunangan Tiara dan Reyhan digelar sederhana namun penuh kehangatan di sebuah restoran yang disewa khusus. Dekorasi ruangan yang didominasi warna pastel dengan lampu gantung kecil menciptakan suasana romantis. Keluarga dan sahabat terdekat hadir, menyaksikan momen penting itu. Tiara, yang mengenakan dress anggun berwarna peach, tampak menawan. Sementara Reyhan tampil gagah dengan setelan jas abu-abu.Reyhan berdiri di depan semua tamu, mengambil mikrofon, dan mulai berbicara. “Selamat malam semuanya. Terima kasih telah meluangkan waktu untuk hadir di acara yang sangat spesial ini. Hari ini, saya ingin mengungkapkan rasa syukur karena bisa berdiri di sini. Di samping wanita yang luar biasa, Tiara. Dia adalah alasan aku ingin menjadi pria yang lebih baik setiap hari.”Tiara tersipu, menundukkan wajahnya sambil tersenyum malu-malu. Tepuk tangan terdengar dari para tamu. Termasuk Shara yang duduk di meja depan bersama Darsih, ibu Arya.Setelah pidato singkat Reyhan, seorang pela
Malam di Taiwan itu begitu indah, langit dipenuhi bintang-bintang yang bersinar terang. Seakan memberikan cahaya pada perjalanan baru Tiara dan Reyhan sebagai pasangan suami istri. Suasana kota yang ramai di siang hari kini berubah menjadi tenang dan damai. Dengan suara langkah kaki mereka yang bergema pelan di sepanjang jalan.Di sebelah mereka, Shara berjalan dengan ceria, menggandeng tangan Tiara. Sementara Darsih, berjalan di samping mereka."Aku nggak percaya kita akhirnya bisa liburan bareng kayak begini," kata Tiara sambil tersenyum lebar ke arah Reyhan. "Ini seperti mimpi yang menjadi kenyataan."Reyhan tersenyum dan merangkul bahu Tiara, "Aku juga merasa begitu. Kita sudah melewati banyak hal untuk sampai di titik ini, Tiara. Ini saat yang tepat untuk menikmati hidup."Mereka berjalan menyusuri jalanan yang dipenuhi dengan lampu-lampu warna-warni, menciptakan suasana yang romantis dan hangat.Shara terlihat sangat bahagia. Matanya berbinar-binar melihat lampu-lampu di sepa
Malam itu, suasana rumah Tiara begitu berbeda. Lampu-lampu kecil berbinar lembut di sepanjang taman belakang, memancarkan nuansa hangat dan romantis.Meja makan yang dihiasi lilin serta kelopak bunga mawar merah menjadi pusat perhatian. Reyhan telah merencanakan semuanya dengan sempurna.Ketika Tiara turun dari tangga, mengenakan gaun panjang berwarna biru lembut, Reyhan menatapnya tanpa berkedip. "Kamu cantik sekali malam ini," ucap Reyhan tulus, berdiri dan meraih tangan Tiara.Tiara tersenyum kecil, menyembunyikan kegugupannya. "Dan kamu selalu tampan," balasnya sambil tertawa pelan, mencoba mencairkan suasana.Reyhan menarik kursi untuk Tiara. “Silakan, istriku.”Tiara duduk dengan anggun. Reyhan mengisi gelas untuk mereka berdua. Hidangan makan malam pun dimulai dengan suasana hangat. Mereka menikmati makanan favorit Tiara. Ternyata Reyhan sendiri pesan secara khusus dari restoran ternama.“Ini terlalu sempurna,” ucap Tiara setelah menyantap hidangan utamanya.Mata Tiara berb
Tiara berdiri di depan cermin, mengenakan gaun putih sederhana namun elegan. Gaun itu tidak terlalu mencolok, tapi sangat pas dengan konsep intimate wedding yang mereka rencanakan. Di belakangnya, Shara berdiri memandangi sang mama dengan mata berbinar."Mama cantik sekali," ucap Shara penuh kekaguman.Tiara tersenyum, lalu membungkuk untuk memeluk Shara. "Makasih, Sayang. Kamu juga cantik dengan gaun kecilmu itu."Terdengar ketukan di pintu, lalu Reyhan masuk, mengenakan setelan jas abu-abu yang terlihat santai tapi tetap berkelas. "Apa aku boleh melihat calon istriku?" tanyanya sambil tersenyum.Tiara menoleh dan tersenyum lembut. "Kamu datang terlalu cepat. Kita belum mulai acaranya.""Kalau begitu, aku akan menunggu di luar. Tapi aku harus bilang, kamu terlihat sangat cantik hari ini, Tiara," Reyhan berkata sambil menatapnya penuh cinta.Saat Tiara hendak menjawab, salah satu panitia kecil mereka datang memanggil. "Semua sudah siap. Kita bisa mulai kapan saja."Tiara dan Reyha
Acara pertunangan Tiara dan Reyhan digelar sederhana namun penuh kehangatan di sebuah restoran yang disewa khusus. Dekorasi ruangan yang didominasi warna pastel dengan lampu gantung kecil menciptakan suasana romantis. Keluarga dan sahabat terdekat hadir, menyaksikan momen penting itu. Tiara, yang mengenakan dress anggun berwarna peach, tampak menawan. Sementara Reyhan tampil gagah dengan setelan jas abu-abu.Reyhan berdiri di depan semua tamu, mengambil mikrofon, dan mulai berbicara. “Selamat malam semuanya. Terima kasih telah meluangkan waktu untuk hadir di acara yang sangat spesial ini. Hari ini, saya ingin mengungkapkan rasa syukur karena bisa berdiri di sini. Di samping wanita yang luar biasa, Tiara. Dia adalah alasan aku ingin menjadi pria yang lebih baik setiap hari.”Tiara tersipu, menundukkan wajahnya sambil tersenyum malu-malu. Tepuk tangan terdengar dari para tamu. Termasuk Shara yang duduk di meja depan bersama Darsih, ibu Arya.Setelah pidato singkat Reyhan, seorang pela
Reyhan berdiri di tengah ruangan yang sudah dihias dengan indah untuk opening kedua usaha Tiara, yaitu monuman boba. Tempat itu dipenuhi dengan teman, keluarga, dan rekan bisnis yang datang untuk memberikan dukungan. Bu Dewi dan Rina juga datang. Bahkan anak-anak panti semua ikut serta dan diberikan seragam. Karena usaha yang ini letaknya di ruko dengan halaman luas, Tiara mengundang semua orang yang dikenalnya. Tiara mengenakan gaun simpel berwarna pastel yang membuatnya terlihat anggun. Ia sibuk menyambut tamu, mengobrol dengan beberapa mitra, dan memastikan semuanya berjalan lancar.Saat acara berjalan, Reyhan tampak lebih tenang dari biasanya, meski ada sesuatu yang mengganjal di wajahnya. Ia sering melirik Tiara, menunggu momen yang tepat."Reyhan, kenapa melamun? Semua sudah siap?" tanya Tiara saat menghampirinya dengan segelas minuman di tangan.Reyhan tersenyum. "Iya, semuanya sudah siap. Kamu tenang saja. Hari ini akan berjalan sempurna."Tiara mengangguk sambil membenahi r
Arya duduk di kursi belakang mobil, menatap kosong ke luar jendela. Langit mendung seperti hatinya. Pikirannya dipenuhi kekacauan. Bayangan Tiara yang dingin, pelukan Shara yang erat, dan kenangan pahit masa lalu. Ia merasa seperti orang yang kehilangan arah.Arya bergumam pelan."Apa semua ini salahku? Kalau aku dulu tidak gegabah bersikap… mungkin Tiara masih di sisiku. Tapi apa? Aku malah menghancurkan semua."Supir, yang mendengar gumaman itu, bertanya hati-hati."Den Arya, apa Anda baik-baik saja? Perlu kita berhenti sebentar?"Arya menggeleng sambil memaksakan senyum kecil. "Lanjutkan saja, Pak. Kita harus cepat sampai."Tiba-tiba, ponsel Arya bergetar. Ia merogoh benda itu dari saku jas. Nama Raka, salah satu polisi yang menyrlidiki kasus bapaknya, tertera di layar. Dengan cepat, Arya menjawab."Halo, Pak. Ada apa?" tanya Arya sedikit cemas.Suara di ujung telepon terdengar serius. "Mas Arya, kami punya perkembangan penting soal kasus kematian Tuan Baskoro. Kalau memungkinka
Arya memberhentikan mobilnya di depan lokasi yang Tiara kirimkan melalui pesan singkat. Sebuah rumah sederhana tapi nyaman terlihat dari luar. Shara, yang duduk di kursi belakang, tampak murung. Arya mematikan mesin mobil lalu menoleh ke putrinya, dan tersenyum lembut.“Shara, ayo turun. Papa antar kamu ke Mama,” katanya dengan suara penuh kasih.Shara menggeleng pelan, matanya mulai berkaca-kaca. “Aku nggak mau, Papa. Aku masih mau sama Papa.”Arya menelan ludah, hatinya mencelos melihat ekspresi Shara. “Sayang, Papa nggak akan pergi jauh kok. Papa selalu ada buat kamu, meskipun kita nggak tinggal bareng.”Shara tetap terdiam, mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Arya mencoba membujuknya lagi. “Gimana kalau Papa janji nanti kita jalan-jalan lagi? Kamu suka, kan, jalan-jalan sama Papa?”Shara akhirnya mengangguk, meski wajahnya masih muram. Arya keluar dari mobil, lalu membukakan pintu untuk Shara. Sambil menggandeng tangan putrinya, lelaki itu melangkah ke pintu depan rumah.
Opening usaha baru Tiara berlangsung meriah di dalam sebuah mall yang ramai pengunjung. Dekorasi minimalis dengan balon berwarna pastel menghiasi booth miliknya. Sementara staf berseragam rapi dan casual menyambut tamu-tamu yang datang. Tiara mengenakan seragam yang sama, berdiri di depan booth dengan Reyhan yang setia di sisinya. Mereka tersenyum pada setiap tamu yang datang memberikan ucapan selamat."Semangat, Cantik," ujar Reyhan sambil merapikan rambut Tiara yang sedikit terjatuh di wajahnya. "Ini adalah langkah besar untuk kita."Tiara mengangguk, mencoba menenangkan debaran jantungnya. Beberapa hari terkahir ini, Reyhan kerap menyentuhnya tanpa sungkan. "Semoga semuanya berjalan lancar. Aku sedikit gugup."Reyhan merangkul Tiara dengan lembut. "Kamu pasti bisa. Semua ini hasil kerja kerasmu."Namun, kegugupan Tiara bertambah ketika dia melihat Arya tiba-tiba berdiri di antara kerumunan tamu yang memadati area sekitar booth. Arya mengenakan kemeja putih polos dan celana jean
Tiara dan Reyhan duduk berseberangan di sebuah meja kafe kecil di pinggir jalan, katalog franchise berserakan di atas meja. Tiara mengambil salah satu brosur dan membaca dengan serius. "Rey, ini kelihatannya menarik," katanya sambil menunjukkan brosur tentang franchise makanan penutup premium. "Mereka punya banyak pilihan menu yang unik. Dan tren dessert seperti ini sedang naik daun."Reyhan mengangguk, mengambil brosur itu dan membacanya. "Memang bagus. Konsepnya modern, dan kalau kita bisa dapat lokasi strategis, pasti ramai. Tapi lihat ini," ujarnya sambil mengambil brosur lain. "Franchise minuman boba ini juga menarik. Brand-nya sudah terkenal. Dan mereka punya konsep drive-thru yang jarang ada di Indonesia."Tiara tertawa kecil, lalu menggeleng. "Aku suka, tapi aku lebih tertarik sama yang dessert. Lebih cocok sama gaya dan seleraku."Reyhan tersenyum, meletakkan brosur boba itu kembali di meja. "Oke, jadi kita shortlist dua ini ya? Dessert premium dan boba. Selanjutnya kit