Krystal mengerjapkan matanya beberapa kali dan menyipitkan matanya ketika cahaya matahari menebus jendela menyentuh wajahnya. Detik selanjutnya, Krystal menoleh ke samping melihat tidak ada Kaivan di sampingnya. Tampak kening Krystal mengerut. Dia langsung mengendarkan pandangannya mencari keberadaan sang suami. Namun, sayangnya Krystal tak kunjung menemukan keberadaan Kaivan. Raut wajah Krystal berubah. Tadi malam Kaivan memang berpamitan pergi. Tapi rasanya tidak mungkin jika Kaivan tidak pulang ke rumah.“Kaivan di mana?” gumam Krystal dengan embusan napas pelan. “Apa mungkin Kaivan tidak pulang?” Krystal mengambil ponselnya, dan memeriksa ke layar—terlihat layar ponselnya hanya terpampang beberpa pesan dari Maya, Nadia, dan Galen. Tapi tak ada satu pun pesan dari Kaivan. Kalau benar Kaivan tidak pulang maka suaminya itu pasti akan mengirimkan pesan padanya.Suara ketukan pintu terdengar, membuat Krystal menoleh ke arah pintu dan menginterupsi untuk masuk. Ya, kala pintu sudah terb
“Krys, pelan-pelan. Penjual rujaknya masih di sini. Dia tidak pergi ke mana-mana.” Kaivan menegur Krystal yang begitu lahap memakan rujak. Dia hanya takut kalau sampai Krystal tersedak. Tadi sebelum rujak ini selesai dihidangkan, Kaivan dan Krystal harus melakukan perdebatan. Pasalnya Krystal meminta Pak Udin memberikan cabai sampai dua puluh cabai. Tentu saja Kaivan melarang. Kaivan hanya memberikan izin pada Krystal memakan rujak dengan bumbu rujak hanya menggunakan lima cabai saja. Tidak boleh lebih. Bukan Kaivan tak menuruti keinginan Krystal, tapi Kaivan tidak ingin membuat sang istri sakit perut akibat memakan bumbu rujak yang terlalu pedas. Sungguh, Kaivan tidak menyangka kalau kehamilan membuat Krystak menyukai makanan pedas. Bukan hanya pedas tapi juga asam.“Kai, apa tidak boleh meminta Pak Udin membuatkanku bumbu rujak yang lebih pedas dari ini, Kai? Bumbu rujak yang aku makan ini tidak ada rasanya, Kai,” ucap Krystal yang berusaha menawar pada sang suami. Dia berharap agar
Suara detuman musik memekak telinga. Para pelayan dengan pakaian seksi tengah sibuk mengantarkan minuman untuk para pelanggan. Tak sesekali pria hidung belang menggoda para pelayan yang berpenampilan seksi itu. Aroma tembakau yang kuat bercampur dengan aroma anggur mahal begitu menyeruak ke indra penciuman. Sebagaian para pelanggan Tampak dua wanita cantik tengah duduk di depan bartender. Salah satu wanita cantik itu terus menegak vodka di tangannya. Entah sudah berapa puluh gelas. Wanita itu pun tak memedulikan jika dirinya harus mabuk.Ya, kini Felicia bersama dengan Susi berada di salah satu klub malam yang ada di Kawasan Jakarta Selatan. Ini adalah tempat yang Felicia maksud untuk Susi menemaninya. Pikirannya begitu kacau dan hati yang hancur. Klub malam adalah tempat yang selalu Felicia jadikan pelarian dikala Felicia memiliki masalah. Namun, dari semua masalah yang terjadi di hidupnya; ini adalah masalah yang terberat bagi Felicia. Masalah hati bukanlah hal yang mudah. Hati yang
BrakkkkAryan membanting kasar tubuh Felicia ke ranjang. Ya, kini Aryan tengah membawa Felicia ke sebuah hotel yang terdekat dengan klub malam di mana Felicia kunjungi. Aryan tidak mungkin mengantarkan Felicia dalam keadaan seperti ini. Meski Felicia masih belum mabuk tapi aroma alkohol begitu melekat di tubuh Felicia. Hal itu yang menyebabkan Aryan mau tidak mau harus membawa Felicia ke hotel.“Apa yang kamu lakukan, Felicia? Apa kamu sudah gila?” seru Aryan meninggikan suaranya.Felicia menggeram penuh dengan emosi yang memuncak dan terbendung dalam dirinya. Sorot mata Felicia terhunus begitu tajam pada Aryan. Detik selanjutnya, Felicia bangkit berdiri. Mendekat pada Aryan yang ada di hadapannya.“Apa pedulimu, hah? Aku berhak melakukan apa pun! Kenapa kamu melarangku?” Felicia menjawab ucapan Aryan dengan nada tinggi. Ini yang Felicia benci. Felicia benci di mana Aryan terlihat peduli padanya. Karena pada akhirnya semua itu hanya membuat dirinya berpikir bahwa dia special. Sedangka
“Terima kasih sudah mengantarku.” Felicia berucap dengan nada datar pada Aryan yang telah mengantarnya hingga ke depan rumah. Ya, setelah kejadian tadi malam; Felicia memang merasa canggung pada Aryan. Terutama ketika tadi malam Aryan mencium bibirnya. Ingatan Felicia tak henti-hentinya membayangkan itu.“Fel, ada yang ingin aku katakan padamu.” Aryan berucap dengan nada yang serius. Tatapannya tak lepas menatap Felicia.Felicia menghela napas dalam. Detik selanjutnya, Felicia menoleh pada Aryan dan memberikan tatapan lekat pada pria itu. “Ada apa lagi?” tanyanya dengan suara yang terdengar datar.“Aku ingin minta maaf untuk kejadian tadi malam. Aku tidak bermaksud—”“Kamu ingin membahas tentang kamu yang menciumku?” Felicia sudah langsung memotong ucapan Aryan. Dia sudah menduga pasti Aryan akan meminta maaf padanya. Karena sebelumnya tadi pagi Aryan tidak sama sekali membahas tentang kejadian tadi malam. “Kamu tidak perlu meminta maaf. Di Amerika aku sudah sering berciuman dengan ba
Krystal tengah duduk di sofa yang ada di dalam kamarnya. Dia baru saja menyudahi panggilan telepon dari Galen. Pun dia merasa lega setiap kali mendengar adiknya itu belajar dengan baik selama di Amerika. Tempat yang ditempati oleh Galen adalah apartemen yang mewah dan nyaman. Tentu Krystal bersyukur akan itu. Kaivan memang benar-benar mendukung Galen agar memiliki pendidikan yang baik.Namun, dalam benak Krystal saat ini bukanlah memikirkan Galen. Krystal tahu dan sangat yakin adik laki-lakinya itu akan baik-baik saja. Dalam benak Krystal saat ini memikirkan tentang Felicia. Ya, sudah empat hari Krystal tak lagi bertukar kabar dengan Felicia. Padahal biasanya setiap hari Felicia selalu menghubunginya. Adik iparnya itu sering menceritakan hal-hal konyol atau menceritakan kalau Felicia habis berbelanja. Sungguh, Krystal merindukan Felicia. Dia memang sangat dekat dengan adik iparnya itu. Sejak kemarin, Krystal ingin sekali menemui Felicia memberikan penjelasan padanya namun Kaivan masih
“Apa-apaan ini, Felicia? Apa maksudmu?”Suara Kaivan berseru dengan nada begitu tegas, dan sorot mata yang terhunus tajam pada Felicia yang ada di hadapannya. Ya, kini Kaivan berada di ruang keluarga bersama dengan kedua orang tuanya, Krystal, dan adik bungsunya. Baru saja Kaivan hendak pulang tapi dia sudah disodorkan beberapa surat kepindahan Felicia ke Amerika. Hal yang membuat Kaivan emosi adalah Felicia tidak bercerita apa pun padanya.“Kaivan, tenangkan dirimu. Biarkan adikmu menjelaskan padamu.” Elisa menegur putranya untuk bersikap tenang, dan tidak langsung menggunakan emosi.“Felicia, sudah mengatakan ini padaku sebelumnya,” sambung Farel dengan nada datar.Felicia menundukan kepalanya tidak berani menatap Kaivan yang sejak tadi menghunuskan tatapan tajam padanya. Ini hal yang sebenarnya membuat Felicia menunda bicara dengan Kaivan. Karena dia yakin kakaknya itu akan marah besar padanya.“Jawab aku, Felicia!” tegas Kaivan.Krystal ingin sekali membela Felicia tapi dia tidak
Aryan menyesap wine di tangannya, dengan pikiran yang menerawang lurus ke depan. Sejak di mana Krystal berbicara dengannya tentang Felicia, entah kenapa hati Aryan merasakan sesuatu. Suatu hal yang bear-benar mengganggu pikiran Aryan.Aryan meletakan gelas sloki di tangannya ke atas meja. Harusnya dia tidak memikirkan Felicia. Dan seharusnya dia senang karena Felicia memutuskan memulai kehidupan baru. Berharap padanya hanyalah sia-sia. Felicia akan hanya melukai dirinya jika mengharapkan Aryan. Tapi tak dipungkiri ucapan Krystal sukses membuat Aryan memikirkan Felicia. Hal yang membuat Aryan tidak lupa adalah ketika Felicia nekat pergi ke klub malam, dan berkenalan dengan pria asing. Ada rasa cemas dan khawatir dalam diri Aryan Aryan takut kejadian di klub malam itu akan terulang ketika Felicia berada di Amerika.“Shit! Kenapa aku memikirkan ini.” Aryan mengumpat dalam hati. Dia berusaha menepis pikirannya tentang Felicia. Bagaimana pun ini adalah yang terbaik. Tapi entah, semakin dia