Krystal mondar-mandir tidak jelas di dalam kamar. Ya, pikiran Krystal saat ini memikirkan Felicia yang tadi pagi dia telepon dalam keadaan menangis. Tak dipungkiri, Krystal begitu mencemaskan keadaan Felicia. Pun, Krystal sempat menghubungi telepon rumah mertuanya tetapi kenyataan yang didapatkan Felicia tidak ada di rumah. Hal ini yang membuat Krystal semakin khawatir. Andai saja Felicia ada di rumah pasti Krystal nekat ke rumah mertuanya menemui adik iparnya itu.Sejenak, Krystal terdiam memikirkan apa yang harus dia lakukan. Hingga tiba-tiba sesuatu muncul dalam benak Krystal. Dengan cepat, Krystal mengambil ponselnya dan mengirimkan pesan pada Felicia.Krystal : Fel, are you okay? Apa kamu membutuhkanku?Krystal meremas pelan ponsel di tangannya. Dia tak henti memikirkan keadaan Felicia. Krystal takut kalau Felicia menangis karena Aryan. Di saat rasa cemas melanda, terdengar dering pesan masuk dari ponsel Krystal. Dengan cepat Krystal melihat ke layar—seketika senyum di bibir Krys
Krystal melirik jam dinding—waktu menunjukan pukul enam sore. Kini Krystal tengah duduk di ruang tamu. Dia tengah menunggu Kaivan pulang dari kantor. Hari ini Kaivan berjanji padanya akan menemaninya makan rujak di tempat Pak Udin—penjual rujak yang berjualan di dekat rumah lama Krystal dulu. Beruntung kemarin Kaivan mau menemaninya. Andai saja tidak, sudah pasti Krystal akan pergi sendiri. Well, tapi rasanya Kaivan tak mungkin tidak menuruti permintaan Krystal. Tentu apa pun itu Kaivan akan berusaha menuruti. Meski dengan raut wajah suaminya yang kesal akibat permintaan anehnya itu.“Kaivan di mana? Apa masih lama?” gumam Krystal pelan seraya mengembuskan napas panjang. Pagi ini Kaivan berangkat benar-benar lebih awal. Karena hari ini Kaivan ada meeting penting. Akan tetapi, Kaivan berjanji akan pulang cepat sesuai dengan janjinya. Jika saja Kaivan berani pulang terlambat maka Krystal sudah dipastikan akan marah besar pada sang suami. Lagi pula, Krystal yakin Kaivan tak mungkin mengi
“Bagaimana keadaan istriku?” Suara Kaivan bertanya dengan nada yang terdengar cemas dan khawatir pada dokter yang baru saja selesai memeriksa keadaan Krsytal. Ya, tepat di saat Felicia menyerang Krystal; Kaivan langsung meminta pelayan memanggilkan dokter untuk memeriksa keadaan istrinya. Tentu saja Kaivan cemas mengingat saat ini Krystal tengah hamil muda.“Tuan, istri Anda baik-baik saja. Kandungan istri Anda juga baik-baik saja, Tuan. Luka memar di leher Nyonya Krystal juga sudah diobati. Nanti malam Anda bisa membantu istri Anda untuk mengoleskan salep yang saya berikan pada luka memar di leher istri Anda,” ujar sang dokter memberitahu.Kaivan mengangguk singkat. “Aku mengerti. Terima kasih.”“Sama-sama, Tuan. Kalau begitu saya permisi.” Sang dokter menundukan kepalanya, lalu pamit undur diri dari hadapan Kaivan.Saat sang dokter sudah pergi, Kaivan melangkah mendekat pada Krystal yang masih terbaring di ranjang. Kini Kaivan duduk di tepi ranjang. Menatap istrinya dengan hangat. “
Krystal mengerjapkan matanya beberapa kali dan menyipitkan matanya ketika cahaya matahari menebus jendela menyentuh wajahnya. Detik selanjutnya, Krystal menoleh ke samping melihat tidak ada Kaivan di sampingnya. Tampak kening Krystal mengerut. Dia langsung mengendarkan pandangannya mencari keberadaan sang suami. Namun, sayangnya Krystal tak kunjung menemukan keberadaan Kaivan. Raut wajah Krystal berubah. Tadi malam Kaivan memang berpamitan pergi. Tapi rasanya tidak mungkin jika Kaivan tidak pulang ke rumah.“Kaivan di mana?” gumam Krystal dengan embusan napas pelan. “Apa mungkin Kaivan tidak pulang?” Krystal mengambil ponselnya, dan memeriksa ke layar—terlihat layar ponselnya hanya terpampang beberpa pesan dari Maya, Nadia, dan Galen. Tapi tak ada satu pun pesan dari Kaivan. Kalau benar Kaivan tidak pulang maka suaminya itu pasti akan mengirimkan pesan padanya.Suara ketukan pintu terdengar, membuat Krystal menoleh ke arah pintu dan menginterupsi untuk masuk. Ya, kala pintu sudah terb
“Krys, pelan-pelan. Penjual rujaknya masih di sini. Dia tidak pergi ke mana-mana.” Kaivan menegur Krystal yang begitu lahap memakan rujak. Dia hanya takut kalau sampai Krystal tersedak. Tadi sebelum rujak ini selesai dihidangkan, Kaivan dan Krystal harus melakukan perdebatan. Pasalnya Krystal meminta Pak Udin memberikan cabai sampai dua puluh cabai. Tentu saja Kaivan melarang. Kaivan hanya memberikan izin pada Krystal memakan rujak dengan bumbu rujak hanya menggunakan lima cabai saja. Tidak boleh lebih. Bukan Kaivan tak menuruti keinginan Krystal, tapi Kaivan tidak ingin membuat sang istri sakit perut akibat memakan bumbu rujak yang terlalu pedas. Sungguh, Kaivan tidak menyangka kalau kehamilan membuat Krystak menyukai makanan pedas. Bukan hanya pedas tapi juga asam.“Kai, apa tidak boleh meminta Pak Udin membuatkanku bumbu rujak yang lebih pedas dari ini, Kai? Bumbu rujak yang aku makan ini tidak ada rasanya, Kai,” ucap Krystal yang berusaha menawar pada sang suami. Dia berharap agar
Suara detuman musik memekak telinga. Para pelayan dengan pakaian seksi tengah sibuk mengantarkan minuman untuk para pelanggan. Tak sesekali pria hidung belang menggoda para pelayan yang berpenampilan seksi itu. Aroma tembakau yang kuat bercampur dengan aroma anggur mahal begitu menyeruak ke indra penciuman. Sebagaian para pelanggan Tampak dua wanita cantik tengah duduk di depan bartender. Salah satu wanita cantik itu terus menegak vodka di tangannya. Entah sudah berapa puluh gelas. Wanita itu pun tak memedulikan jika dirinya harus mabuk.Ya, kini Felicia bersama dengan Susi berada di salah satu klub malam yang ada di Kawasan Jakarta Selatan. Ini adalah tempat yang Felicia maksud untuk Susi menemaninya. Pikirannya begitu kacau dan hati yang hancur. Klub malam adalah tempat yang selalu Felicia jadikan pelarian dikala Felicia memiliki masalah. Namun, dari semua masalah yang terjadi di hidupnya; ini adalah masalah yang terberat bagi Felicia. Masalah hati bukanlah hal yang mudah. Hati yang
BrakkkkAryan membanting kasar tubuh Felicia ke ranjang. Ya, kini Aryan tengah membawa Felicia ke sebuah hotel yang terdekat dengan klub malam di mana Felicia kunjungi. Aryan tidak mungkin mengantarkan Felicia dalam keadaan seperti ini. Meski Felicia masih belum mabuk tapi aroma alkohol begitu melekat di tubuh Felicia. Hal itu yang menyebabkan Aryan mau tidak mau harus membawa Felicia ke hotel.“Apa yang kamu lakukan, Felicia? Apa kamu sudah gila?” seru Aryan meninggikan suaranya.Felicia menggeram penuh dengan emosi yang memuncak dan terbendung dalam dirinya. Sorot mata Felicia terhunus begitu tajam pada Aryan. Detik selanjutnya, Felicia bangkit berdiri. Mendekat pada Aryan yang ada di hadapannya.“Apa pedulimu, hah? Aku berhak melakukan apa pun! Kenapa kamu melarangku?” Felicia menjawab ucapan Aryan dengan nada tinggi. Ini yang Felicia benci. Felicia benci di mana Aryan terlihat peduli padanya. Karena pada akhirnya semua itu hanya membuat dirinya berpikir bahwa dia special. Sedangka
“Terima kasih sudah mengantarku.” Felicia berucap dengan nada datar pada Aryan yang telah mengantarnya hingga ke depan rumah. Ya, setelah kejadian tadi malam; Felicia memang merasa canggung pada Aryan. Terutama ketika tadi malam Aryan mencium bibirnya. Ingatan Felicia tak henti-hentinya membayangkan itu.“Fel, ada yang ingin aku katakan padamu.” Aryan berucap dengan nada yang serius. Tatapannya tak lepas menatap Felicia.Felicia menghela napas dalam. Detik selanjutnya, Felicia menoleh pada Aryan dan memberikan tatapan lekat pada pria itu. “Ada apa lagi?” tanyanya dengan suara yang terdengar datar.“Aku ingin minta maaf untuk kejadian tadi malam. Aku tidak bermaksud—”“Kamu ingin membahas tentang kamu yang menciumku?” Felicia sudah langsung memotong ucapan Aryan. Dia sudah menduga pasti Aryan akan meminta maaf padanya. Karena sebelumnya tadi pagi Aryan tidak sama sekali membahas tentang kejadian tadi malam. “Kamu tidak perlu meminta maaf. Di Amerika aku sudah sering berciuman dengan ba