Pada kenyataannya, komunikasi Tiara dan Tristan tidak putus setelah pertemuan itu. Mereka memang tidak, belum, bertemu lagi. Namun, ada sesuatu yang mendorong Tiara untuk mengirimkan pesan, terutama ketika ia sedang makan. Entah karena kebiasaan dari awal kontak mereka, atau karena ia… merindukannya?
Yang jelas, Tristan memenuhi pikirannya.
Sedangkan Tristan, dirinya pun tidak mengerti, mengapa semua pesan Tiara selalu dijawab sendiri olehnya. Tidak pernah sekali pun diserahkan pada admin. Baik itu pertanyaan serius tentang menu diet dan konsultasi gizi untuk ayahnya dulu, apalagi sekarang, ketika obrolan mereka telah semakin meluas. Apakah karena ia… menikmatinya?
Yang jelas, Tiara pernah hadir dalam mimpinya.
‘Tapi mimpi kan bunga tidur yang tid
Makan siang untuk membayar taruhan pertama disepakati di resto Jepang di sebuah hotel bintang lima di Jakarta Selatan. Ini baru urutan nomor satu. Masih ada sekitar enam atau tujuh lagi setelah ini. Dan mungkin akan bertambah setelah mereka melakukan taruhan lain.[Daftarnya hutangnya sudah mulai panjang nih, harus mulai nyicil bayar.] Begitu pesan Tiara kemarin.[Oh ya, siapa yang kalah lebih banyak?] Jawab Tristan.[Kamu. {emoticon tertawa sampai menangis} Yakin gak sengaja mengalah?][Enggak, memang kamu lebih pinter kok. {emoticon senyum}][Aduh, bagaimana mungkin pak dokter bisa kalah pinter dari yang cuma lulusan SMA.][Biar ‘cuma’ lulusan SMA, tapi pengusaha suk
“Waktu melahirkan Kirana, usiaku baru dua puluh dua. Sendirian dan tidak punya pekerjaan.” Tiara memulai ceritanya.“Ayahnya? Maksudku, tadi kamu mengatakan melahirkan sendirian, apakah suami kamu… meninggal, atau kamu… berpisah dengannya sebelum melahirkan? Maaf, tidak perlu dijawab kalau pertanyaanku terlalu pribadi.”Tiara menggeleng. “Anakku punya ayah, tapi aku tidak ingin membicarakan dia. Kalau bisa, aku ingin melupakan rentang waktu itu, meskipun tidak mungkin, karena setiap kali melihat anakku, aku tahu bahwa itu telah terjadi.”Tristan mengangguk. “Aku menghormati keinginan kamu. Setiap orang boleh punya rahasia yang ingin disimpan sendiri. Aku gak akan bertanya lagi. Maaf ya…” Tiara melihat sorot penyesalan di mata Tristan.&n
[Aku tadi ketemu dengan klien di Monotone.] Pesan dari Tristan.[Oh? Dan?][Tidak apa-apa, cerita saja.] Sebenarnya Tristan ingin mengetik bahwa itu membuatnya teringat pertemuan pertama mereka di lokasi yang sama. Dan, bahwa itu hanya kebetulan berpapasan, bukan pertemuan dengan janji seperti mereka.Namun, entah mengapa Tristan menahan jarinya untuk mengetik lebih banyak. Hatinya tergelitik ingin melihat reaksi Tiara.[Klien ini… perempuan? Atau laki-laki?] Tiara bertanya lagi.Gotcha![Perempuan.] Tristan memutuskan untuk jujur.[Apa yang terjadi?][Tidak ada.]
Bapak kritis.Sejak ditemukan tak sadarkan diri di kamarnya dan langsung dibawa dengan ambulan ke rumah sakit, Bapak tak pernah lagi membuka mata. Dia telah koma.Selama dirawat intensif, Tiara bersikeras menunggunya di ruang tunggu yang disediakan rumah sakit. Hanya pulang tiga hari sekali. Menukar baju kotor yang akan dicuci dengan baju baru untuk tiga hari ke depan. Itu pun dia hanya asal comot yang terlihat mata di lemari, lalu langsung kembali ke rumah sakit.Seluruh kegiatan bisnisnya diserahkan kepada GM produksi dan kepala desain. Saat ini seluruh otaknya yang terisi bayangan Tristan untuk sementara teralihkan.Dan kini, setelah dua minggu di ICU, kondisi Bapak tiba-tiba memburuk.Menyerahkan dia? Akankah
Tiara mengedarkan pandang, memperhatikan semua perabot yang telah ia obrak-abrik. Hanya tempat tidur yang masih belum disentuh. Ia menghampiri tumpukan bantal, membaliknya satu demi satu. Dan ia menemukan satu kertas baru. Sepertinya itu surat terakhir yang ditulis Bapak. Kertasnya bahkan belum terlipat.Berbeda dengan surat-surat lain yang pendek, Tiara melihat surat yang panjang.Atik,Ternyata aku tidak sekuat yang kukira.Entah kenapa aku sakit-sakitan terus. Mungkin aku sudah tua.Atau mungkin aku lelah. Lelah menghitung setiap bangun di pagi hari adalah satu hari lagi yang harus aku lewati tanpa kamu.Aku berusaha tidak mengeluh.
Bapak disemayamkan di rumah duka. Tubuhnya telah selesai dimandikan. Dia mengenakan jas, terbaring damai di dalam peti dengan bibir tersenyum.Surat-surat Bapak, seluruh surat yang tak pernah dikirimnya, disertakan ke dalam peti matinya.“Berikanlah pada Ibu, Pak. Biarkan Ibu membacanya. Atau bacakan padanya di sana, agar Ibu bisa bercerita dengan bangga pada teman-temannya, bahwa cinta Bapak tidak mati walau dipisahkan maut.” Tiara memandang wajah Bapak untuk terakhir kali, lalu menutup wajah Bapak dengan sapu tangan renda.Malam kembang atau upacara penutupan peti akan dilaksanakan malam ini. Dalam tiga hari ini kenalan dan kerabat telah banyak yang datang melayat. Ruby dan Nikos telah menyatakan belasungkawa lewat panggilan video."Maaf gua gak bisa mendampingi
Di perjalanan pulang, setelah menurunkan sang ibu mertua di rumahnya, Tristan mengemudi dengan Tantri di sampingnya. Keduanya tidak berbicara.Malam telah tua, langit hitam pekat.Tantri melongok ke luar jendela, menengadahkan kepala ke langit.“Menurut Ayah, malam ini akan hujan atau tidak?” Tantri memecah keheningan yang sejak tadi menyelubungi mereka.Pertanyaan itu, membuat Tristan seketika teringat ‘tebakan taruhan’ dengan Tiara, sehingga tanpa sadar ia menghela napas.Helaan napas itu halus, tetapi Tantri menangkapnya.“Kok sepertinya berat banget? Padahal cuma hujan, asal gak banjir gak apa-apa kan Yah?” Tantri menoleh padanya.
Tristan berbaring nyalang di tempat tidur. Tantri telah pulas di sampingnya. Ia bukan tidak merasakan tingkah aneh istrinya. Sepertinya dia mencurigai sesuatu.Tristan menelaah kembali pertemuan mereka dengan Tiara di rumah duka tadi siang. Ia merasa yakin tidak menunjukkan apa-apa yang patut dicurigai. Mungkin memang benar bahwa firasat seorang istri itu tajam. Mereka selalu tahu kalau suaminya menyembunyikan sesuatu, terutama jika sesuatu itu adalah wanita lain.Untungnya, besok ia tidak ada janji makan siang dengan Tiara. Jadi ia telah mengiyakan usulan Tantri, dan besok mereka akan makan siang bersama di kantin rumah sakit. Di kantin rumah sakit! Padahal biasanya ia selalu makan siang dengan Tiara di tempat-tempat berbeda, di resto atau cafe yang suasananya tenang.Ia memang telah tidak berkomunikasi denga