Ana bergerak gelisah di dalam kereta kuda, berulang kali tampak melirik kearah luar jendela hingga membuat Hera yang sedang duduk disebelahnya merasa terusik dengan gerakan resah pelayan setianya itu.
Hera lalu meraba-raba, menyentuh lengan atas Anastasya dan menanyakan kegelisahan pelayan yang ditunjuk untuk menemaninya selama tinggal di Istana kegelapan.
"Ana, kau kenapa?"
Ana terkejut. Memaksakan senyuman lalu balas menyentuh tangan Hera.
"Saya hanya sedikit merasa cemas Nona Hera. Karena sebentar lagi kita akan tinggal di Istana kegelapan," gumam pelayan itu pelan, bahkan nyaris tak terdengar.Ana diam-diam meringis merasa bersalah karena telah berbohong.
Namun, dia tidak punya pilihan lain selain harus melakukan kebohongan itu.
Karena tidak mungkin dirinya menceritakan masalah pribadinya pada Hera bukan?
Apalagi, saat ini posisi Hera sudah bukan lagi sekedar tuan putri Goldenmoon pack.
Melainkan Hera adalah belahan jiwa dari sang penguasa kegelapan.
Iblis terkutuk yang merupakan junjungan para makhluk immortal.
Kedudukan Hera tentu jauh lebih tinggi dari hanya sekedar seorang tuan putri dari Goldenmoon pack belaka saat ini.
"Apakah kau takut, Ana. Apakah King Demon Zeus menakutimu?"
Mendengar pertanyaan yang baru saja Hera lontarkan, sontak saja langsung membuat Anastasya gelagapan.
Jika dipikir-pikir, memangnya makhluk mana yang tidak takut jika harus berhadapan dengan iblis terkutuk seperti Zeus?
Siapapun akan berkata dengan terus terang bahwa takut adalah opsi paling utama untuk menyebutkan betapa mengerikannya sosok dingin itu.
Selain terkenal dengan sifat dingin dan arogannya, Zeus juga dikenal sebagai makhluk penghisap darah yang bengis dan kejam.
Karena Zeus adalah keturunan Sang Lucifer.
"Saya hanya sedang merasa gugup. Nona tidak perlu mengkhawatirkan saya."
Namun meski begitu, Anastasya berusaha menutupi difat asli iblis itu dari Hera. Karena bagaimana pun juga, harus ada kesan baik agar Hera tidak merasa takut jika berhadapan dengan King Demon Zeus mulai hari ini.
Bukan hanya karena tidak ingin membuat Hera sedih, tentu Ana juga tidak ingin mengambil resiko dijadikan santapan makan malam Zeus jika sampai pria iblis itu bisa mendengar Anastasya mengatakan sesuatu yang buruk tentangnya.
"Apakah King Demon Zeus sangat tampan Ana? Bisakah kau menceritakannya padaku seperti apa rupa pria itu?"
Ana mengulas senyum tipis lalu mengusap punggung tangan Hera dengan usapan lembut.
"Sangat tampan Nona. Anda sangat beruntung karena memiliki belahan jiwa dengan fisik sempurna tanpa cela seperti King Demon Zeus."
Hera lalu tersenyum mendengarnya,"Baguslah. Setidaknya, ada yang bisa aku banggakan dari pria itu. Meskipun sifatnya terkenal begitu buruk."
Anastasya terkejut lalu menolehkan kepalanya kearah Hera yang langsung memalingkan wajahnya secara tiba-tiba.
Pelayannya itu bertanya-tanya, darimana Hera tahu tentang tabiat Zeus yang terkenal buruk padahal selama ini Hera jarang keluar Istana apalagi sampai mendengar gosip diluaran sana.
Padahal, Ana sudah berusaha menutupi tabiat asli Zeus agar Hera tidak bersedih dan takut pada sosok iblis itu nanti.
"Nona Hera ...," Ana menelan ludah dengan susah payah. "Anda tidak perlu khawatir. King Demon Zeus tidak seburuk yang orang-orang katakan kok."
Hera malah menggelengkan kepala dengan lengkungan senyum masam.
"Tidak perlu menutupinya Anastasya. Aku sudah tahu bagaimana sosok iblis yang dikenal kejam dan bengis itu."
Ana mengamati Hera dengan ekspresi raut wajah murung.
"Saat masih kecil, ibuku sudah menceritakan tentang sang penguasa kegelapan yang terkenal kejam dan berdarah dingin itu padaku. Dulu aku begitu takut, tapi siapa sangka takdir malah menjodohkanku dengan makhluk terkutuk itu saat ini."Hera memilih menyandarkan punggungnya dan memejamkan kedua matanya yang terasa lelah.
Perjalanan menggunakan kereta kuda menuju kastil Istana Darken membutuhkan waktu hampir dua hari dua malam.
Sebenarnya, jika saja Hera mau mengikuti saran Enrico untuk menggunakan portal saja, mereka bisa tiba di Istana kegelapan dalam waktu singkat.
Namun, Hera bersikeras ingin naik kereta kuda. Sembari menikmati udara segar disepanjang perjalanan, katanya.
Beberapa kali mereka sempat berhenti untuk sekedar beristirahat, mencari asupan makanan atau untuk sekedar membersihkan badan.
Beruntungnya tidak ada yang mengeluh meski Hera tahu beberapa pengawal yang menjaganya sering mengalami kendala karena jalanan di dalam hutan yang licin dan juga gelap.
Hera bahkan seringkali merasakan kereta kuda yang dinaikinya sedikit bergoyang.
"Nona Hera, apakah Anda sudah merasa lapar? Saya akan mengambilkan makanan yang mungkin sudah disiapkan para pengawal yang tadi sempat berburu mencari ikan."
"Apa aku bisa meminta daging kelinci?"
Ana menganggukkan kepala dan bergegas turun dari atas kereta kuda.
Namun baru saja perempuan itu ingin melangkah menjauh, tarikan halus pada satu lengannya membuat Anastasya terkejut bukan main, apalagi saat tubuhnya sudah masuk kedalam dekapan hangat seseorang secara tiba-tiba.
Tanpa mendongakan wajahnya sekalipun, perempuan itu tahu bahwa Enrico lah sosok yang tengah memeluk dan mengecupi lehernya saat ini
"Tu-tuan Enrico?" Ana menahan rasa gugup setengah mati. Jantungnya berdebar kencang, apalagi jika teringat momen terakhir mereka didalam goa, di pertemuan mereka saat itu.
"Kau meninggalkanku di goa sendirian sayang. Kurasa kau harus diberi hukuman sekarang."
Anastasya langsung bergidik ngeri, tak menyangka jika Enrico akan menemuinya secepat ini. Kegelisahannya sejak didalam kereta ternyata benar-benar terjadi.
"Ma-maafkan aku, Tuan Enrico."
"Tidak semudah itu Ana, kau harus ikut aku dan menebus semua dosamu itu."
Ana segera menahan Enrico yang hendak menarik tubuhnya pergi menjauhi kereta.
Anastasya mendongak dengan wajah serius ketika mendapati Enrico yang sudah mengeluarkan sepasang gigi taringnya, bersiap menghisap darahnya untuk yang kedua kalinya.
"Kumohon Tuan, jangan sekarang. Nona Hera menginginkan daging kelinci, aku harus meminta pengawal berburu sebelum aku memasaknya."
Enrico menaikan sebelah alisnya, "Daging kelinci? Apakah dia tidak suka daging rusa yang sudah ku serahkan pada para pengawal itu?"
"Mungkin, Nona Hera sedang tidak selera. Sekali lagi, tolong maafkan aku Tuan Enrico, aku harus melakukan kewajibanku terlebih dahulu untuk melayani Nona Hera."
"Sudahlah, lupakan saja mereka dan ayo kita selesaikan masalah pribadi kita lebih dulu."
"Tapi ... Tuan Enrico!" Anastasya memekik terkejut ketika Enrico tiba-tiba sudah membawanya melesat secepat angin.
Sementara didalam kereta kuda, Hera mengulas senyum kecil ketika mendengar percakapan antara dua pasangan itu.
Hera memiliki pendengaran yang begitu tajam dan kini ia tahu kegelisahan Anastasya sedari tadi memang bukan karena Zeus.
Melainkan karena Enrico yang ternyata merupakan pasangan dari pelayannya itu.
Hera menurunkan kedua kakinya sambil berpegangan. Dengan hati-hati, gadis itu turun dari atas kereta untuk melangkah menuju suara ramai yang terdengar ditelinganya.
Beberapa pengawal Goldenmoon Pack yang melihat Hera segera berlari cepat dan menunduk hormat pada tuan putri mereka meski Hera tidak bisa melihat.
"Nona Hera, mohon maaf telah membuat Anda menunggu. Anda pasti sudah sangat kelaparan sekarang."
"Apakah kalian sendiri sudah makan?"
Beberapa pengawal disana sontak saling berpandangan sebelum kembali fokus kearah Hera.
Hera dapat mencium aroma daging panggang ketika angin membawa asapnya.
"Kami sedang memanggangnya Nona Hera."
Hera mengulas senyum tipis dan mengangguk.
"Sepertinya aku tidak selera dengan daging rusa. Kalian habiskan saja semuanya."
"Apakah Nona menginginkan daging lain, kami akan mencarikannya sekarang."
Hera dapat mendengar beberapa pengawal yang sudah dengan sigap mengambil peralatan berburu mereka.
Namun, Hera malah menggelengkan kepala dan menghalangi mereka dengan kedua tangannya.
"Tidak perlu. Sebenarnya aku sedang membutuhkan air ketimbang makanan. Jadi, Apakah diantara kalian ada yang melihat mata air di deket sini. Tolong antarkan aku kesana."
Salah seorang pengawal mengangguk dan segera menuntun Hera ke arah danau yang sempat mereka lihat.
***
Hera duduk termenung diatas batang pohon besar yang telah tumbang tak jauh dari danau.
Gadis itu hanya sendiri. Setelah meminta para pengawal untuk mencarikannya buah-buahan segar sebagai bentuk pengusiran halus.
Suara gemuruh angin dan gemericik gelombang air danau yang terdengar membuat Hera perlahan menoleh lurus ke arah depan.
Lebih tepatnya, saat ia tiba-tiba mencium dan merasakan kehadiran seseorang dengan aroma kayu manis, dan rempah-rempah segar yang masuk ke dalam indra penciumannya.
Hera bahkan dapat merasakan tetesan air di ujung kepalanya ketika seseorang itu sepertinya tengah menjulang tinggi berdiri tepat dihadapannya.
"Apa yang kau lakukan?"
Hera berdehem sejenak ketika suara Zeus terdengar begitu serak di atas kepalanya. Pria itu tentu saja berdiri dengan keadaan tubuh basah karena baru saja keluar dari dalam danau, karena Hera bisa mendengar suara gemericik airnya.
"Aku mencarimu dan ternyata kau memang berada di tempat ini."
Zeus terdiam namun masih menatap lurus kearah Hera yang sedang menundukkan kepalanya.
"Kau suka air?"
Zeus hanya diam. Hera tampak menautkan kedua jemari tangannya dengan gelisah.
"Maafkan aku. Mungkin kedatanganku mengganggumu. Aku hanya ingin lebih mengenalmu. Apakah aku terdengar begitu lancang, Yang Mulia?"
"Dimana pelayan pribadimu?"
Ah! Akhirnya dia mau membalas ucapannya, Hera tersenyum tanpa sadar.
"Aku tidak membutuhkannya, Yang Mulia. Aku hanya ingin bersama denganmu saja."
"Aku tidak suka basa-basi."
Hera menelan ludah gugup, sebelum akhirnya gadis itu memilih bangkit berdiri.
Wajahnya tampak sejajar dengan dada bidang Zeus yang tegap.
"Aku ingin mengajukan sebuah permintaan, apakah boleh?"
Zeus tidak menjawab, hanya menaikkan sebelah alisnya masih mengamati wajah polos gadis itu. Hera menggigit bibir bawahnya dengan kedua tangan yang masih bertaut resah.
"King Demon Zeus, bisakah aku meminta sebuah bunga teratai dari Anda?"
Hera merasa gugup.
Segala kejadian yang terjadi di sungai Dewarabiru membuat gadis itu merasa begitu yakin bahwa memang mereka pernah bertemu disana.Hera ingin memastikan bahwa kejadian penuh misteri tentang bunga teratai itu bukanlah sekedar mimpi belaka atau pun hanya imajinasi semata.
Hera yakin Zeus adalah sosok pria yang sama, yang di temuinya di sungai saat itu.
"Kau memerintahku?"
"Tidak. Bukan begitu maksudku. Aku hanya ...."
"Hm. Berapa yang kau minta?"
Hera mendongakkan kepala dengan senyum samar yang tersungging dibibir manisnya.
"Satu saja. Itu sudah cukup bagiku."
Zeus mengangkat sebelah tangannya, lalu sebuah bunga teratai muncul begitu saja meninggalkan asap berwarna hitam diatas telapak tangan kanannya.
Pria itu segera menyentuhkan kelopak teratai di sebelah pipi Hera, hingga tangan gadis itu secara reflek terangkat dan menerimanya dengan wajah berbinar bahagia.
"Jadi, kau benar-benar pria itu? Yang kulihat di sungai Dewarabiru?"
Zeus mendengkus.
Tidak menjawab pertanyaan Hera dan malah menarik pergelangan tangan gadis itu secara tiba-tiba.
Hera tentu saja terkejut bahkan langsung memekik ketika Zeus tiba-tiba sudah mengangkat tubuhnya dan membawanya menghilang begitu saja meninggalkan kabut hitam yang terbawa angin.
Hera secara reflek langsung memejamkan kedua matanya sambil mengalungkan kedua lengan pada leher Zeus.
Tak lama kemudian, punggungnya terasa menyentuh permukaan yang begitu lembut dan halus ketika Hera merasakan tubuhnya telah dibaringkan disebuah tempat nyaman, seperti ranjang.
Aura dingin di ruangan itu membuat Hera tanpa sadar meremas lengan kekar Zeus ketika pria itu hendak menarik tubuhnya menjauh.
"Apakah kau menculikku kabur dari tempat penginapan?"
"Lebih tepatnya kita sudah tiba di Kastil Istana Darken."
Hera bangun terduduk masih dengan menahan lengan Zeus dalam genggaman tangannya.
"Bagaimana dengan para pengawal yang menjagaku?"
"Apa kau pikir aku akan membiarkan makhluk lemah seperti mereka menginjakkan kaki di Istanaku."
Hera menelan ludah, merasa aura semakin mencekam ketika Zeus terasa menatap tajam kearahnya. Tempat ini adalah wilayah yang sakral dan tidak bisa sembarangan orang masuk.
Jadi besar kemungkinan semua pengawalnya akan segera kembali ke Goldenmoonpack ketika mengetahui dirinya telah menghilang begitu saja.
"Bagaimana dengan Anastasya? Bukankah dia adalah pasangan Enrico. Bisakah pelayan setiaku itu tetap menemaniku di tempat ini, King. Aku hanya ingin Anastasya yang melayaniku di tempat ini."
Zeus melepaskan secara paksa pegangan tangan Hera pada lengannya, sebelum melangkah menuju kearah jendela dan menyibak tirai hitamnya dengan kasar.
Sinar mentari langsung bersinar masuk membuat ruangan yang biasanya selalu dingin dan gelap itu seketika menjadi terang benderang dan penuh akan cahaya matahari.
"Tidurlah."
"Yang Mulia, tunggu!"
Hera segera turun dari atas ranjang dan berlari kecil menuju derap langkah kaki Zeus terdengar, sebelum pria itu benar-benar keluar dari dalam kamar meninggalkannya sendirian.
Zeus menatap Hera dengan raut wajah datar namun penuh kilat tanda tanya dikedua bola matanya.
"Apalagi?"
"Kau, tidak menanyakan apakah aku sudah makan? Aku ingin daging kelinci tapi mereka memanggang daging rusa. Aku ingin meminta darimu tapi takut lancang. Maafkan aku Yang Mulia, aku benar-benar merasa sangat lapar sekarang."
"Shit! Jadi kau bahkan belum makan?!"
Hera menggeleng polos.
Zeus lalu menggeram, merasa kesal pada Enrico yang tidak melakukan tugasnya dengan benar.
Bagaimana bisa pria dracula itu melaporkan berita bohong padanya dan berkata bahwa Hera sudah makan dengan lahap daging rusa yang mereka bawakan.
Hera bahkan sangat menginginkan daging kelinci dan tidak mendapatkannya dengan benar.
Ingatkan Zeus untuk membunuh pria dracula itu nanti, sialan!
"Enrico sialan," umpat Zeus kejam. Mau tak mau Zeus segera membawa Hera keluar dari dalam kamar untuk dibawanya ke meja makan.
Hera duduk dengan tenang dikursinya sambil menikmati daging kelinci yang telah tersaji di atas meja makan besar. Ada begitu banyak variasi olahan daging kelici hingga membuat Hera bingung harus mengambil yang mana terlebih dahulu. Aroma dari masing-masing masakan berbahan utama daging kelinci itu sangat menggoda hidungnya. Alhasil Hera mencobanya satu persatu. Meski tidak bisa melihat, Hera biasa menggunakan indra penciumannya dan menggunakan kedua tangannya sendiri untuk makan
Suara tirai yang dibuka, mengusik tidur Hera. Gadis itu langsung mengambil posisi duduk dengan nyaman di atas ranjang ketika merasakan seseorang yang berada di dalam kamarnya. Bukan Zeus, melainkan aroma tidak asing yang telah menemaninya sejak Hera masih kecil. "Anastasya, kau kah itu?" Anastasya tersenyum lembut saat mendengar Hera yang menyadari keberadaannya.
Zeus terbang diatas awan dengan sepasang sayap besarnya yang berwarna gelap.Pria iblis itu lalu turun dan segera mendaratkan sepasang kakinya di tepi lautan yang membentang luas.Tanpa dipanggil, seekor mermaid perempuan muncul dari dalam air dan tersenyum lebar ketika melihat Zeus berkunjung ke lautan tengah malam.Emerald berenang mendekat hingga tubuhnya terdampar ditepian laut.Gadis bersurai coklat itu kemudian berdiri lalu menunduk hormat dihadapan Zeus dengan tubuh manusianya."Apa yang membuat Yang Mulia penguasa kegelapan sampai jauh-jauh datang kemari? Apakah anda ingin mendapatkan pelayanan dari saya lagi, Yang Mulia Zeus?"Zeus menatap Emerald dengan tatapan mata nyalang menghunus tajam."Dimana Rajamu?""Apa yang Anda inginkan?""Aku ingin membunuhnya."Kepala Emerald tertunduk gugup.Aura hit
"Ana, bisakah kau ceritakan padaku apakah Istana Darken sekarang terlihat indah?"Ana mengulas senyum manis begitu Hera bertanya padanya.Seperti yang biasa Hera lakukan ketika masih tinggal di Goldenmoonpack, gadis itu membuka jendela dan merasakan sapuan angin yang menyapu kulit wajah hingga menerbangkan beberapa helai rambut panjangnya yang indah.
Hera terbaring di kamarnya dengan pikiran kosong. Gadis itu hanya terus melamun meski Ana dan Marrine sudah membujuknya untuk makan malam. Sejak siang hingga malam hari, Hera masih enggan menyentuh makanan yang disajikan oleh para pelayan istana. Bahkan ketika mereka ingin mengobati luka memar yang masih terlihat membekas di leher Hera, gadis itu melarang dan malah terus menjauhkan diri. Ana yang tidak pernah melihat Hera dalam keadaan seperti ini, merasa sangat cemas dan begitu khawatir. Biasanya jika sedang merajuk atau marah, Alpha Elios yang akan datang dan menenangkan adiknya. Namun ditempat ini, tidak ada Alpha Elios yang bisa membujuk Hera seperti biasa. "Ratu Hera, apakah anda tidak lapar? Kami sudah menyiapkan menu spesial .... " "Bagaimana caranya aku bisa keluar dari tempat ini?" Marrine ter
"Ratu Hera, apakah anda tidak ingin keluar untuk menghirup udara segar?"Diambang pintu masuk, Anastasya tampak berdiri disana dan mencoba mengajak Hera keluar karena gadis itu terlihat sangat tidak bersemangat, seperti seseorang yang tidak lagi memiliki gairah hidup.Anastasya sangat cemas dan begitu khawatir karena mendapati wajah lesu Hera dan mata bengkaknya pertanda sehabis menangis.
Hera mengerjapkan kedua matanya, berusaha menyesuaikan cahaya dan mengambil posisi duduk diatas ranjang.Wanita itu tampak mengamati sekelilingnya, pada ruangan klasik super luas yang saat ini tengah Hera tempati. Hera bahkan merasakan tubuhnya juga terasa sangat ringan, seakan semua beban berat yang selama ini dipikulnya telah menghilang dari atas pundak."Apakah ini surga?" Hera bertanya-tanya dalam hati atau lebih tepatnya pada dirinya sendiri.Lalu menundukkan kepalanya, melihat kearah kedua tangan dan tubuhnya sendiri."Jadi, aku benar-benar sudah mati?"Cklek."Ratu Hera?"Hera terkesiap.Secara spontan, gadis itu langsung menoleh kearah asal suara lalu mengerjapkan kedua matanya bingung sekaligus bertanya-tanya, siapakah gerangan ketika dirinya melihat seorang perempuan dengan rambut panjang hitam yang tersampir di bahu sebelah kiri, yang tengah berdiri diambang pintu kamar H
Dengan tubuh bersimbah darah Zeus menatap bengis Darius.Wajah keduanya tak jauh berbeda, terdapat banyak luka menganga dan goresan penuh akan darah. Kedua iris mata mereka sama-sama berwarna merah menyala. "Bagaimana kau bisa menemukanku, heh?" Darius menyeringai sinis, menatap remeh Zeus yang tampak murka dengan urat-urat yang menonjol di lengan dan lehernya. "Apa sebenarnya maumu, keparat!" sentak Zeus marah. Darius malah tertawa keras, suara tawanya bahkan bahkan mampu menggetarkan bumi. Semua makhluk yang berdiri tak jauh dari mereka sampai bergidik ngeri karena mendengar suara Darius yang bergema di dalam hutan. Zeus dan Darius sama-sama seorang iblis sejati. Seorang penguasa kegelapan dengan tingkatan yang berbeda. Jika Zeus merupakan seorang penguasa kegelapan di bagian daratan, maka Darius adalah sang penguas
Seera membuka satu matanya, memastikan Hera benar-benar telah keluar dari dalam kamar meninggalkannya sendirian. Setelah yakin jika kondisi sudah aman, gadis kecil itu segera melompat turun dan berlari ke arah pintu. Sebelumnya Seera sudah mengambil gunting untuk memangkas bagian bawah rok gaun yang dikenakannya hingga sebatas lutut, membuat gaun panjang yang Seera kenakan menjadi gaun pendek agar memudahkan gadis itu bergerak nantinya. Tidak ada waktu untuk berganti baju, karena kesempatan untuk kabur seperti saat ini adalah hal yang paling langka Seera dapatkan. Seera kemudian berjalan mengendap-endap menuju kearah belakang Istana Kastil. Masuk kedalam kandang kuda menghampiri salah satu kuda pony berbulu putih kesayangannya. Delmon, salah seorang penjaga kudalanjut usia yang melihat kedatangan Seera segera berjalan mendekati tuan putri Istana Darken itu dengan tubuh sedikit membungkuk sopan. "Princess Seera, apa yang ingin and
Seera Aquinsha terlihat sedang berdiri di pembatas balkon, menatap kearah halaman samping Istana Darken dengan kedua tangan menopang dagu. Gadis kecil itu terlihat sedang dalam kondisi suasana hati yang buruk, terbukti dari bibir cembetut dan wajah ditekuknya. Tak lama kemudian, muncul sosok Marrine yang sedari tadi dibuat panik mencari-cari keberadaan Seera, dan langsung tersenyum lega begitu kedua netranya berhasil menemukan tuan putri dari Istana kegelapan itu. Marrine segera mendekat dan berdiri tepat di sebelah gadis kecil yang mengenakan gaun berwarna biru muda itu, ikut memperhatikan apa yang sedari tadi tampak menyita perhatian Seera. "Princess Seera, apa yang sedang anda lakukan disini, kita harus kembali melanjutkan latihan tata krama anda sekarang juga." "Aku bosan." "Tapi Princess, jika Queen Hera tahu nanti anda akan kena marah." Seera terlihat menghela napas kesal, sekali lagi kedua matanya kembali
1 TAHUN KEMUDIAN.Hera berlari kecil meninggalkan taman bunga dengan menenteng rok gaun panjangnya menggunakan kedua tangan. Terus mengabaikan teriakan Marrine yang masih terdengar beberapa kali dibelakang sana.Senyumnya tak pernah pudar begitu mendengar kabar bahwa Zeus telah kembali.Sementara tak jauh dari posisinya, terlihat Marrine yang tampak sudah berhenti berlari dengan napas terputus-putus, mengusap keringat di keningnya sendiri menggunakan punggung tangan.Di usianya yang sudah bisa dikatakan tua ini, wanita setengah baya itu sudah tidak bisa lagi berlarian menyusul Hera yang telah menjauh. Marrine hanya bisa mengawasi ratunya itu dari arah kejauhan, meringis ngeri ketika melihat Hera yang beberapa kali terlihat hampir terjatuh karena tak sengaja menginjak rok gaunnya sendiri.Hera bahkan sudah berlari menaiki ribuan anak tangga pelataran yang akan membawanya kearah kastil Istana Darken yang terlihat semak
"Bukan begitu caranya!" Zeus mendelik. Merasa kesal karena Hera berulang kali terus memarahinya bahkan membentaknya. Akhir-akhir ini, Hera menjadi melunjak dan berani bersikap sok di hadapan King Demon Zeus. Seperti saat ini contohnya, raut wajah wanita itu tetap terlihat biasa saja meski King Demon Zeus sudah menampilkan wajah garangnya, tapi seakan sudah kebal dengan tatapan seperti itu, Hera lalu melengos tidak peduli sambil membenarkan posisi tubuh Ares dengan benar diatas pangkuan iblis itu agar bayi kecil mereka merasa nyaman. Ares sudah tidak menangis setelah Hera selesai menyusuinya lagi. Bayi kecil laki-laki itu memang sangat rakus dan kini tengah mengulum satu ibu jari tangan kanannya bahkan terlihat pasrah-pasrah saja ketika tubuhnya dijadikan kelinci percobaan oleh kedua orangtua kandungnya itu. "Letakkan tangan kirimu dibawah kepala antara leher dan kepalanya. Jangan mengabaikannya Zeus, kalau sampai salah nanti kepala Ares bisa tengleng." "Tengleng?" King Demon Zeus
"Hera?" Hera terkejut begitu ia terbangun dan langsung mendapati Alexa berada di dalam kamarnya. Wanita itu tampak mengamati sekeliling kamar, untuk memastikan bahwa dirinya benar-benar masih berada di dalam kamarnya di Istana Darken. "Luna Alexa, kau?" Alexa langsung menubruk tubuh Hera begitu saja, memeluknya. "Hera maafkan aku." Hera benar-benar terlihat masih tampak linglung. Nyawanya sepenuhnya belum terkumpul. Lalu ketika ia melihat kearah box bayi, Ares tiba-tiba sudah tidak berada di sana, membuat wanita itu panik. "Putraku! Dimana putraku Ares?" Alexa segera mengurai pelukan mereka dan menenangkan Hera. "Anastasya telah membawanya ke luar, sedang bermain bersama Abercio dan Alexandre." "Alexandre disini?" Alexa mengangguk."Aku sengaja membawanya kesini." Hera segera mengambil kedua tangan Alexa dan menatap tepat kedalam bola mata kakak ipar
"Saya benar-benar sangat terkejut ketika melihat anda tadi Yang Mulia Ratu."Ana sudah duduk dikursi sofa setelah tersadar dari pingsannya, wanita itu terus memperhatikan ratunya yang saat ini sudah menidurkan Pangeran Ares didalam box bayi seraya mengusap pelan puncak kepala bayi lelaki itu.Melihat Hera yang terus tersenyum mengamati Pangeran Ares, sungguh membuat Anastasya merasa terharu. Pasalnya baru kali ini Ana bisa melihat interaksi ratunya itu dengan anak kecil."Saya sudah mengirimkan pesan ke Goldenmoon pack tentang kembalinya anda Yang Mulia Ratu. Saya rasa Alpha Elios sedang merayakan kebangkitan anda kali ini."Hera kemudian segera duduk di single sofa tak jauh dari Anastasya berada."Apakah kakakku pergi ke Istana Darken ketika berita kematianku diumumkan, Ana?"Anastasya tampak terdiam."Ana, cepat ceritakan padaku apa yang sebenarnya sudah terjadi."
"Kudengar, King Demon Zeus sedang menyibukkan diri didalam ruang kerjanya hari ini.""Benarkah? Menurutmu, apakah Yang Mulia menyesal setelah Lady Anastasya kemarin bicara begitu padanya?""Entahlah. Tapi aku salut dengan Lady Anastasya yang berani bicara seperti itu kemarin."Dua orang pelayan Istana Darken itu terlihat tengah asik bercengkrama setelah memastikan semua pekerjaan mereka telah selesai di kerjakan. Marrine yang merupakan seorang kepala pelayan di Istana Darken yang kebetulan baru saja tiba segera menegur kedua pelayan itu."Kalian berhentilan bergosip. Apakah kalian lupa bahkan tembok memiliki dua mata dan juga dua telinga."Kedua orang pelayan Istana Darken yang ketahuan sedang membicarakan King Demon Zeus itu langsung menunduk kaku, tidak berani menatap kearah Marrine.Salah satu dari kedua pelayan itu akhirnya berani membuka suara, meski dengan suara ya
Hari demi hari telah berlalu, keadaan Istana Darken kembali menjadi sepi mencekam. Ada kehidupan didalamnya namun semua makhluk disana seakan tak lagi memiliki gairah untuk terus melanjutkan hidup sejak kematian Hera di umumkan.Tidak ada upacara untuk hari kematian Hera seperti yang King Demon Zeus perintahkan. Tidak ada yang berani melihat bahkan hanya untuk sekedar mendekati peti mati yang menyimpan tubuh wanita itu.Semuanya berjalan seperti biasa. Seakan tidak pernah ada Hera di Istana kegelapan itu. King Demon Zeus hanya berkata, bahwa tubuh Hera telah dia kremasi dengan semestinya, tanpa menjelaskan secara rinci apa lagi yang Pria Iblis itu lakukan hingga beritanya seakan lenyap begitu saja.Tidak ada satu makhluk pun yang berani mengungkitnya, bahkan Alpha Elios dan segenap keluarga Goldenmoon pack tidak mendapatkan kabar baik.Hanya ada suara tangisan bayi kecil bernama Ares dan Abercio yang mampu membuat s
Lengkingan suara tangis bayi lelaki itu terdengar bersamaan dengan kedua mata Hera yang telah terpejam rapat. Tubuh lemahnya tergelepar begitu saja keatas ranjang dengan wajah pucat penuh dengan bulir keringat. Ester dan Yasmin yang membantu Hera bersalin langsung saling berpandangan dengan raut wajah cemas mereka.Ester kemudian bergegas menyentuh urat nadi di satu lengan Hera, sementara Yasmin sudah menyerahkan bayi lelaki penuh darah itu pada Marrine untuk segera dibersihkan."Yasmin, bagaimana ini? Queen Hera kehilangan denyut nadinya." Yasmin segera mendekat, meraih apapun yang ia sebut sebagai obat untuk memberikan pertolongan pertama dengan beberapa ramuan yang dia punya. Membaui hidung Hera agar wanita itu segera tersadar dengan mengoleskannya sedikit di pelipis dan dan kedua telapak kaki ratunya yang terasa semakin dingin.BRAK!"Hera!"Alpha Elios masuk kedalam ruang bersalin itu beg