Zeus terbang diatas awan dengan sepasang sayap besarnya yang berwarna gelap.
Pria iblis itu lalu turun dan segera mendaratkan sepasang kakinya di tepi lautan yang membentang luas.
Tanpa dipanggil, seekor mermaid perempuan muncul dari dalam air dan tersenyum lebar ketika melihat Zeus berkunjung ke lautan tengah malam.
Emerald berenang mendekat hingga tubuhnya terdampar ditepian laut.
Gadis bersurai coklat itu kemudian berdiri lalu menunduk hormat dihadapan Zeus dengan tubuh manusianya.
"Apa yang membuat Yang Mulia penguasa kegelapan sampai jauh-jauh datang kemari? Apakah anda ingin mendapatkan pelayanan dari saya lagi, Yang Mulia Zeus?"
Zeus menatap Emerald dengan tatapan mata nyalang menghunus tajam.
"Dimana Rajamu?""Apa yang Anda inginkan?"
"Aku ingin membunuhnya."
Kepala Emerald tertunduk gugup.
Aura hitam yang terpancar dalam kemarahan Zeus terlampau kuat membuat gadis setengah duyung itu tidak bisa mengangkat kepalanya untuk menggoda seperti biasa."Raja Darius sedang tidak berada di Istana bawah laut, Yang Mulia. Saat ini tahta kerajaan laut sedang kosong karena Raja Darius masih belum kembali."
"Apa kau mencoba membohongiku Emerald."
Emerald segera bersimpuh dibawah kaki Zeus.
"Mohon ampun Yang Mulia. Sumpah atas nama Anda, Raja Darius benar-benar menghilang sejak seminggu yang lalu. Semua makhluk dilautan sudah dikerahkan untuk mencarinya diseluruh perairan di muka bumi ini, namun tidak ditemukan sama sekali batang hidungnya."Iris mata Zeus berkilat-kilat merah. Pria itu menggeram kesal dan memilih mengepakkan kembali sepasang sayap besarnya terbang keatas langit.
Meninggalkan Emerald yang sudah jatuh pingsan secara tiba-tiba setelah kepergiannya.
Zeus pergi dengan suasana hati yang begitu buruk.
Bahkan dalam perjalanannya, Zeus menghancurkan hutan dan membunuh semua binatang yang terbang melewatinya.
Pria itu mengamuk dalam amarah, merasa butuh pelampiasan untuk meluapkan emosi dalam dadanya.
Hutan yang terbakar ketika kakinya melangkah turun membuat berberapa makhluk keluar dari persembunyian mereka, lalu bersujud ketika melndapati Zeus yang ternyata berdiri dihadapan mereka.
Para siluman memohon ampunan karena sempat melakukan penyerangan.
"Jika ada yang melihat Darius, bawa makhluk kotor itu kehadapanku hidup-hidup!"
Perintahnya pada semua makhluk disana.
Zeus kemudian menghilang dalam sekejap dan membuat semua makhluk disana saling berpandangan dengan ekspresi wajah kalut.
Raja Darius adalah penguasa lautan, sama-sama keturunan lucifer dan merupakan musuh terbesar Zeus.
***
Hera duduk menunggu di aula utama. Semua orang juga berada disana, menunggu kedatangan Zeus yang masih belum kembali hingga larut tengah malam.
Enrico yang mendapatkan kabar bahwa Zeus sedang mengamuk di hutan bagian selatan segera mengambil sikap waspada, merasa was-was karena kemungkinan besar Zeus akan kembali masih dengan amarahnya.
Enrico berusaha mengantisipasi hal tak terduga yang bisa saja terjadi malam ini.
"Yang mulia!"
Hera tiba-tiba bangkit dari duduknya, gadis buta itu melangkah pelan dengan bantuan Ana ketika merasakan kedatangan Zeus yang masuk dari arah pintu kastil.
Ana tiba-tiba berhenti melangkah ketika merasakan aura hitam yang mengelilingi Zeus.
Hera yang turut merasakan hal serupa perlahan melepaskan pegangan tangan Anastasya dan memilih melangkah sendirian dengan hati-hati.
Semua orang yang melihat kedatangan Zeus langsung menundukan kepala mereka dan berbaris rapi.
Enrico segera menarik Ana menjauh ketika merasakan kemarahan dari tuannya itu.
"Yang Mulia."
Hera mengangkat tangannya, meraba-raba dan berusaha mencari keberadaan Zeus. Namun, tanpa disangka gadis itu malah mendapatkan tepisan kasar yang tidak terduga.
Semua orang sampai terkesiap ketika melihat tubuh Hera yang telempar jatuh keatas tanah hingga kedua telapak tangannya terluka.
Marrine dan beberapa pelayan secara spontan ingin mendekat, namun kembali urung ketika Zeus mengeluarkan nada geram dari nada suaranya.
"Jangan menyentuhku!" Sentak iblis itu kasar.
Hera meringis nyeri ketika merasakan telapak tangannya yang perih.
Gadis itu merasakan kakinya juga terkilir.
Namun tidak membuat Hera patah semangat dan tetap berdiri dengan bantuan diri sendiri.
Hera segera menundukan kepala ketika menyadari Zeus yang sedang dilingkupi kabut emosi.
"Maafkan saya Yang Mulia. Saya hanya mengkhawatirkan anda."
Zeus hanya menatap sekilas lalu kembali melangkah melewati Hera dan melewati semua makhluk yang tengah menunggu kedatangannya.
Zeus lalu menatap Enrico yang berdiri tepat didepan pasangannya, berusaha menyembunyikan Anastastya dibalik punggungnya yang merupakan seorang manusia biasa.
"Bawakan satu tumbal untukku. Jika tidak, gadismu itu yang akan kuhabisi." Secara naluriah, Enrico menggeram karena merasa nyawa Anastasya terancam.
Pria itu menunduk meski dengan kedua tangan yang memegang erat lengan Ana yang masih berdiri tegang dibelakang tubuhnya.
Hera menelan ludah susah payah, merinding dengan tubuh gemetar ketika mendengar suara Zeus.
Tubuhnya hampir jatuh kembali saat Zeus menghilang meninggalkan pelataran Istana.
Marrine dan semua pelayan bergegas mendekati Hera untuk membersihkan luka lecet dikedua telapak tangannya dan membawa gadis itu menuju kamar dilantai atas menggunakan portal.
Sementara Ana masih terdiam kaku dengan tubuh gemetar ditempatnya.
"Apakah Yang Mulia Zeus benar-benar akan memakanku?"
"Aku harus berburu manusia untuknya, pergilah ke kamarmu Ana."
"Tapi bagaimana dengan Queen Hera?"
"Ada Marrine dan pelayan Istana Darken yang bersedia membantunya. Aku tidak ingin Zeus hilang kendali dan benar-benar akan memakanmu. Jadi segeralah masuk kedalam kamar sekarang Anastasya."
Ana mengangguk setuju, hingga akhirnya menuruti perintah Enrico.
Semua orang telah masuk kedalam Istana untuk menghadap Zeus yang ingin melakukan rapat dadakan.
Sementara Hera sudah menyandarkan punggungnya pada kepala ranjang, Marrine sedang mengobati luka Hera menggunakan ramuan obat yang di bawakan para pelayan.
Luka lecet ditangannya berangsur menghilang di detik setelah Marrine meneteskannya.
"Apakah Yang Mulia Raja sering hilang kendali seperti tadi, Marrine?"
Marrine terdiam dengan pikiran menerawang.
Hal seperti tadi, sebenarnya sudah menjadi makanan sehari-hari untuk semua makhluk yang tinggal di Istana Darken ini.
Kemarahan Zeus yang seperti tadi bahkan tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan kemarahan Zeus yang sebelum- sebelumnya.
Selalu ada nyawa yang melayang jika Zeus tengah murka.
Namun menjelaskan secara detailnya kepada Hera, hanya akan menumbuhkan rasa takut di hati murni ratu baru mereka itu.
Marrine berharap banyak pada sosok Hera yang mungkin bisa menjadi penenang bagi kemarahan sang penguasa kegelapan itu.
"Anda tidak perlu khawatir, Yang Mulia Ratu. Raja tidak akan melukai Anda. Karena jika itu sampai terjadi, itu sama saja dengan Yang Mulia Zeus melukai dirinya sendiri."
Hera terdiam, gadis itu tanpa sadar meremas selimut tebal yang menutupi sebatas pinggangnya.
Setelah menghela napas dan berusaha menormalkan degup jantungnya sendiri, pada akhirnya gadis itu memutuskan untuk tidur.
Marrine segera meminta semua pelayan keluar dan menutup pintu kamar membiarkan Hera menenangkan diri.
Meski dalam benak Marrine, wanita separuh baya itu merasa khawatir pada Hera yang pasti sedang meragukan dirinya sendiri perihal akankah dia bisa menjadi pawang dari sang penguasa kegelapan sekuat Zeus.
Marrine menutup pintu dengan hati-hati.
"Tidak mudah berburu manusia ditengah malam begini."
Marrine tersentak kaget ketika suara Enrico tiba-tiba terdengar ditelinganya.
Wanita itu menatap Enrico yang sedang duduk di pembatas anak tangga, sambil melipat kedua tangan didepan dada.
Marrine segera menyapa Enrico dengan kepala tertunduk hormat.
"Apakah anda sudah mendapatkan tumbal yang Raja minta, Tuan Enrico?"
Enrico tersenyum kecut.
"Awalnya, aku berpikir untuk menculik Luna Goldenmoonpack saja. Namun mengingat Ratu Hera sangat menyayangi kakak iparnya itu, pada akhirnya aku memutuskan untuk menculik seorang manusia yang sedang berkemah di hutan bagian timur."
Marrine berdoa dalam hati, semoga manusia yang menjadi tumbal malam ini masuk surga dan ditempatkan di tempat yang layak.
Mengingat siksaannya malam ini sungguh miris, Marrine yakin kali ini Zeus bukan hanya menghisap darahnya, melainkan juga menikmati tubuh manusia itu seperti malam yang sebelum-sebelummya.
"Ana, bisakah kau ceritakan padaku apakah Istana Darken sekarang terlihat indah?"Ana mengulas senyum manis begitu Hera bertanya padanya.Seperti yang biasa Hera lakukan ketika masih tinggal di Goldenmoonpack, gadis itu membuka jendela dan merasakan sapuan angin yang menyapu kulit wajah hingga menerbangkan beberapa helai rambut panjangnya yang indah.
Hera terbaring di kamarnya dengan pikiran kosong. Gadis itu hanya terus melamun meski Ana dan Marrine sudah membujuknya untuk makan malam. Sejak siang hingga malam hari, Hera masih enggan menyentuh makanan yang disajikan oleh para pelayan istana. Bahkan ketika mereka ingin mengobati luka memar yang masih terlihat membekas di leher Hera, gadis itu melarang dan malah terus menjauhkan diri. Ana yang tidak pernah melihat Hera dalam keadaan seperti ini, merasa sangat cemas dan begitu khawatir. Biasanya jika sedang merajuk atau marah, Alpha Elios yang akan datang dan menenangkan adiknya. Namun ditempat ini, tidak ada Alpha Elios yang bisa membujuk Hera seperti biasa. "Ratu Hera, apakah anda tidak lapar? Kami sudah menyiapkan menu spesial .... " "Bagaimana caranya aku bisa keluar dari tempat ini?" Marrine ter
"Ratu Hera, apakah anda tidak ingin keluar untuk menghirup udara segar?"Diambang pintu masuk, Anastasya tampak berdiri disana dan mencoba mengajak Hera keluar karena gadis itu terlihat sangat tidak bersemangat, seperti seseorang yang tidak lagi memiliki gairah hidup.Anastasya sangat cemas dan begitu khawatir karena mendapati wajah lesu Hera dan mata bengkaknya pertanda sehabis menangis.
Hera mengerjapkan kedua matanya, berusaha menyesuaikan cahaya dan mengambil posisi duduk diatas ranjang.Wanita itu tampak mengamati sekelilingnya, pada ruangan klasik super luas yang saat ini tengah Hera tempati. Hera bahkan merasakan tubuhnya juga terasa sangat ringan, seakan semua beban berat yang selama ini dipikulnya telah menghilang dari atas pundak."Apakah ini surga?" Hera bertanya-tanya dalam hati atau lebih tepatnya pada dirinya sendiri.Lalu menundukkan kepalanya, melihat kearah kedua tangan dan tubuhnya sendiri."Jadi, aku benar-benar sudah mati?"Cklek."Ratu Hera?"Hera terkesiap.Secara spontan, gadis itu langsung menoleh kearah asal suara lalu mengerjapkan kedua matanya bingung sekaligus bertanya-tanya, siapakah gerangan ketika dirinya melihat seorang perempuan dengan rambut panjang hitam yang tersampir di bahu sebelah kiri, yang tengah berdiri diambang pintu kamar H
Dengan tubuh bersimbah darah Zeus menatap bengis Darius.Wajah keduanya tak jauh berbeda, terdapat banyak luka menganga dan goresan penuh akan darah. Kedua iris mata mereka sama-sama berwarna merah menyala. "Bagaimana kau bisa menemukanku, heh?" Darius menyeringai sinis, menatap remeh Zeus yang tampak murka dengan urat-urat yang menonjol di lengan dan lehernya. "Apa sebenarnya maumu, keparat!" sentak Zeus marah. Darius malah tertawa keras, suara tawanya bahkan bahkan mampu menggetarkan bumi. Semua makhluk yang berdiri tak jauh dari mereka sampai bergidik ngeri karena mendengar suara Darius yang bergema di dalam hutan. Zeus dan Darius sama-sama seorang iblis sejati. Seorang penguasa kegelapan dengan tingkatan yang berbeda. Jika Zeus merupakan seorang penguasa kegelapan di bagian daratan, maka Darius adalah sang penguas
Gelap, dingin dan juga horor. Itulah kesan pertama yang Hera rasakan saat kedua kakinya melangkah masuk kedalam ruangan itu. Hera bahkan sampai merasakan bulu kuduknya berdiri ketika kedua kakinya melangkah semakin masuk, sampai pintu dibelakangnya tertutup dengan sendirinya hingga menimbulkan suara decitan pelan namun terdengar menakutkan. Hera berjengkit sedikit sambil mengusap pelan dadanya. Lalu kembali menatap ke arah depan untuk mengamati seluruh ruangan yang gelap itu. Ruang peristirahatan Zeus tersebut sangat luas, namun tidak ada apapun didalamnya kecuali sebuah ranjang putih bersih yang berada tepat di tengah-tengah ruangan. Tubuh besar Zeus telah dibaringkan disana, dengan pencahayaan minim yang hanya berasal dari dua lilin di sisi kanan kiri yang terpasang tak jauh dari tiang ranjang. Hera menahan napas ketika bisa melihat tubuh Zeus
Hera masih tertidur diatas tubuh Zeus yang masih berbaring di tempat yang sama bahkan dengan posisi yang tidak jauh berbeda. Namun ada setitik keringat yang muncul di kening pria iblis itu membuat Hera yang baru saja membuka kedua matanya, buru-buru turun dari sana karena takut Zeus terbangun dan memergoki dirinya sewaktu-waktu. Wanita itu, segera merapikan pakaiannya yang kusut lalu menatap kearah Zeus yang masih setia memejamkan mata. "Yang Mulia, cepatlah sembuh." Hera menyempatkan diri mengusap setitik keringat di kening Zeus lalu, segera berlalu pergi dari sana, melangkah keluar setelah mengganti lilin yang terbakar hampir habis. Suara pintu yang terbuka lalu tertutup membuat Zeus secara perlahan mengulas senyum miring di bibir pria iblis itu. *** "Queen Hera, saya baru saja dari kamar Anda, tapi An
Hera membuka kedua matanya secara perlahan, hingga iris mata birunya bertemu dengan sepasang mata tajam milik Zeus. Wanita itu memekik, bahkan membelalak ketika melihat iris merah di mata kanan Zeus lalu iris abu di sebelah kiri pria iblis itu. Hera secara spontan mengangkat satu tangannya, menghapus kecanggungan yang sebelumnya terasa dengan menyentuh kelopak mata Zeus yang langsung terpejam. Wanita itu menatapnya dengan mata biru berbinar, penuh kekaguman. "Bagaimana bisa warna kedua matamu, berbeda?" Zeus hanya bergumam pelan, menahan sebelah tangan Hera lalu membawanya ke bibir, mengecup punggung tangan itu dengan lembut. Darah Hera berdesir seperti tersengat aliran listrik. "Kau takut?" Hera menggeleng gugup sambil menggigit pelan bibir bawahnya. "Apakah aku juga bisa memiliki
Seera membuka satu matanya, memastikan Hera benar-benar telah keluar dari dalam kamar meninggalkannya sendirian. Setelah yakin jika kondisi sudah aman, gadis kecil itu segera melompat turun dan berlari ke arah pintu. Sebelumnya Seera sudah mengambil gunting untuk memangkas bagian bawah rok gaun yang dikenakannya hingga sebatas lutut, membuat gaun panjang yang Seera kenakan menjadi gaun pendek agar memudahkan gadis itu bergerak nantinya. Tidak ada waktu untuk berganti baju, karena kesempatan untuk kabur seperti saat ini adalah hal yang paling langka Seera dapatkan. Seera kemudian berjalan mengendap-endap menuju kearah belakang Istana Kastil. Masuk kedalam kandang kuda menghampiri salah satu kuda pony berbulu putih kesayangannya. Delmon, salah seorang penjaga kudalanjut usia yang melihat kedatangan Seera segera berjalan mendekati tuan putri Istana Darken itu dengan tubuh sedikit membungkuk sopan. "Princess Seera, apa yang ingin and
Seera Aquinsha terlihat sedang berdiri di pembatas balkon, menatap kearah halaman samping Istana Darken dengan kedua tangan menopang dagu. Gadis kecil itu terlihat sedang dalam kondisi suasana hati yang buruk, terbukti dari bibir cembetut dan wajah ditekuknya. Tak lama kemudian, muncul sosok Marrine yang sedari tadi dibuat panik mencari-cari keberadaan Seera, dan langsung tersenyum lega begitu kedua netranya berhasil menemukan tuan putri dari Istana kegelapan itu. Marrine segera mendekat dan berdiri tepat di sebelah gadis kecil yang mengenakan gaun berwarna biru muda itu, ikut memperhatikan apa yang sedari tadi tampak menyita perhatian Seera. "Princess Seera, apa yang sedang anda lakukan disini, kita harus kembali melanjutkan latihan tata krama anda sekarang juga." "Aku bosan." "Tapi Princess, jika Queen Hera tahu nanti anda akan kena marah." Seera terlihat menghela napas kesal, sekali lagi kedua matanya kembali
1 TAHUN KEMUDIAN.Hera berlari kecil meninggalkan taman bunga dengan menenteng rok gaun panjangnya menggunakan kedua tangan. Terus mengabaikan teriakan Marrine yang masih terdengar beberapa kali dibelakang sana.Senyumnya tak pernah pudar begitu mendengar kabar bahwa Zeus telah kembali.Sementara tak jauh dari posisinya, terlihat Marrine yang tampak sudah berhenti berlari dengan napas terputus-putus, mengusap keringat di keningnya sendiri menggunakan punggung tangan.Di usianya yang sudah bisa dikatakan tua ini, wanita setengah baya itu sudah tidak bisa lagi berlarian menyusul Hera yang telah menjauh. Marrine hanya bisa mengawasi ratunya itu dari arah kejauhan, meringis ngeri ketika melihat Hera yang beberapa kali terlihat hampir terjatuh karena tak sengaja menginjak rok gaunnya sendiri.Hera bahkan sudah berlari menaiki ribuan anak tangga pelataran yang akan membawanya kearah kastil Istana Darken yang terlihat semak
"Bukan begitu caranya!" Zeus mendelik. Merasa kesal karena Hera berulang kali terus memarahinya bahkan membentaknya. Akhir-akhir ini, Hera menjadi melunjak dan berani bersikap sok di hadapan King Demon Zeus. Seperti saat ini contohnya, raut wajah wanita itu tetap terlihat biasa saja meski King Demon Zeus sudah menampilkan wajah garangnya, tapi seakan sudah kebal dengan tatapan seperti itu, Hera lalu melengos tidak peduli sambil membenarkan posisi tubuh Ares dengan benar diatas pangkuan iblis itu agar bayi kecil mereka merasa nyaman. Ares sudah tidak menangis setelah Hera selesai menyusuinya lagi. Bayi kecil laki-laki itu memang sangat rakus dan kini tengah mengulum satu ibu jari tangan kanannya bahkan terlihat pasrah-pasrah saja ketika tubuhnya dijadikan kelinci percobaan oleh kedua orangtua kandungnya itu. "Letakkan tangan kirimu dibawah kepala antara leher dan kepalanya. Jangan mengabaikannya Zeus, kalau sampai salah nanti kepala Ares bisa tengleng." "Tengleng?" King Demon Zeus
"Hera?" Hera terkejut begitu ia terbangun dan langsung mendapati Alexa berada di dalam kamarnya. Wanita itu tampak mengamati sekeliling kamar, untuk memastikan bahwa dirinya benar-benar masih berada di dalam kamarnya di Istana Darken. "Luna Alexa, kau?" Alexa langsung menubruk tubuh Hera begitu saja, memeluknya. "Hera maafkan aku." Hera benar-benar terlihat masih tampak linglung. Nyawanya sepenuhnya belum terkumpul. Lalu ketika ia melihat kearah box bayi, Ares tiba-tiba sudah tidak berada di sana, membuat wanita itu panik. "Putraku! Dimana putraku Ares?" Alexa segera mengurai pelukan mereka dan menenangkan Hera. "Anastasya telah membawanya ke luar, sedang bermain bersama Abercio dan Alexandre." "Alexandre disini?" Alexa mengangguk."Aku sengaja membawanya kesini." Hera segera mengambil kedua tangan Alexa dan menatap tepat kedalam bola mata kakak ipar
"Saya benar-benar sangat terkejut ketika melihat anda tadi Yang Mulia Ratu."Ana sudah duduk dikursi sofa setelah tersadar dari pingsannya, wanita itu terus memperhatikan ratunya yang saat ini sudah menidurkan Pangeran Ares didalam box bayi seraya mengusap pelan puncak kepala bayi lelaki itu.Melihat Hera yang terus tersenyum mengamati Pangeran Ares, sungguh membuat Anastasya merasa terharu. Pasalnya baru kali ini Ana bisa melihat interaksi ratunya itu dengan anak kecil."Saya sudah mengirimkan pesan ke Goldenmoon pack tentang kembalinya anda Yang Mulia Ratu. Saya rasa Alpha Elios sedang merayakan kebangkitan anda kali ini."Hera kemudian segera duduk di single sofa tak jauh dari Anastasya berada."Apakah kakakku pergi ke Istana Darken ketika berita kematianku diumumkan, Ana?"Anastasya tampak terdiam."Ana, cepat ceritakan padaku apa yang sebenarnya sudah terjadi."
"Kudengar, King Demon Zeus sedang menyibukkan diri didalam ruang kerjanya hari ini.""Benarkah? Menurutmu, apakah Yang Mulia menyesal setelah Lady Anastasya kemarin bicara begitu padanya?""Entahlah. Tapi aku salut dengan Lady Anastasya yang berani bicara seperti itu kemarin."Dua orang pelayan Istana Darken itu terlihat tengah asik bercengkrama setelah memastikan semua pekerjaan mereka telah selesai di kerjakan. Marrine yang merupakan seorang kepala pelayan di Istana Darken yang kebetulan baru saja tiba segera menegur kedua pelayan itu."Kalian berhentilan bergosip. Apakah kalian lupa bahkan tembok memiliki dua mata dan juga dua telinga."Kedua orang pelayan Istana Darken yang ketahuan sedang membicarakan King Demon Zeus itu langsung menunduk kaku, tidak berani menatap kearah Marrine.Salah satu dari kedua pelayan itu akhirnya berani membuka suara, meski dengan suara ya
Hari demi hari telah berlalu, keadaan Istana Darken kembali menjadi sepi mencekam. Ada kehidupan didalamnya namun semua makhluk disana seakan tak lagi memiliki gairah untuk terus melanjutkan hidup sejak kematian Hera di umumkan.Tidak ada upacara untuk hari kematian Hera seperti yang King Demon Zeus perintahkan. Tidak ada yang berani melihat bahkan hanya untuk sekedar mendekati peti mati yang menyimpan tubuh wanita itu.Semuanya berjalan seperti biasa. Seakan tidak pernah ada Hera di Istana kegelapan itu. King Demon Zeus hanya berkata, bahwa tubuh Hera telah dia kremasi dengan semestinya, tanpa menjelaskan secara rinci apa lagi yang Pria Iblis itu lakukan hingga beritanya seakan lenyap begitu saja.Tidak ada satu makhluk pun yang berani mengungkitnya, bahkan Alpha Elios dan segenap keluarga Goldenmoon pack tidak mendapatkan kabar baik.Hanya ada suara tangisan bayi kecil bernama Ares dan Abercio yang mampu membuat s
Lengkingan suara tangis bayi lelaki itu terdengar bersamaan dengan kedua mata Hera yang telah terpejam rapat. Tubuh lemahnya tergelepar begitu saja keatas ranjang dengan wajah pucat penuh dengan bulir keringat. Ester dan Yasmin yang membantu Hera bersalin langsung saling berpandangan dengan raut wajah cemas mereka.Ester kemudian bergegas menyentuh urat nadi di satu lengan Hera, sementara Yasmin sudah menyerahkan bayi lelaki penuh darah itu pada Marrine untuk segera dibersihkan."Yasmin, bagaimana ini? Queen Hera kehilangan denyut nadinya." Yasmin segera mendekat, meraih apapun yang ia sebut sebagai obat untuk memberikan pertolongan pertama dengan beberapa ramuan yang dia punya. Membaui hidung Hera agar wanita itu segera tersadar dengan mengoleskannya sedikit di pelipis dan dan kedua telapak kaki ratunya yang terasa semakin dingin.BRAK!"Hera!"Alpha Elios masuk kedalam ruang bersalin itu beg