Jane menghela nafas kasar bekali-kali. Raiden, pria di depannya itu tidak mau pergi sama sekali padahal Jane sudah dengan keras memintanya untuk pergi.
Acara beres-beres rumah sudah selesai sejak satu jam yang lalu, namun Raiden malah memilih untuk duduk di sofa ruang tamu milik Jane dengan santai. Tidak hanya duduk biasa, dia juga menjulurkan kakinya di atas sofa tersebut.
"Kau benar-benar tidak tahu malu," ketus Jane lalu meninggalkan Raiden ke dapur. Dia sudah lelah dan menyerah untuk meminta mantan suaminya itu pergi.
Raiden bukannya tidak menyadari raut kesal yang dengan jelas Jane tunjukkan, namun dia memilih untuk mengabaikannya sebelum Jane bersedia untuk diajak bicara.
Setelah menunggu 15 menit lamanya, Jane tak kunjung kembali ke ruang tengah. Raiden yang merasa bosan akhirnya memilih untuk menyusul perempuan mungil tersebut.
Begitu sampai di dapur, Raiden tersenyum keci
"Yakk Mark, berhenti mencium pipi Hila!" teriak seorang perempuan cempreng dari arah dapur saat mendapati anak sulungnya tengah menciumi sang bayi yang sedang tertidur di box nya.Sedangkan yang dipanggil namanya hanya tersenyum tanpa dosa. "Hila menggemaskan mom." sebuah cengiran ditunjukkan oleh anak laki-laki tampan berusia 5 tahun tersebut."No Markeu jangan menyentuh Hila terlalu sering, nanti kulitnya bisa iritasi." keluh sang ibu yang kini sedang menghapus bekas ciuman Mark di pipi gembul putri bungsunya.Track yang baru saja pulang dari kantor pun hanya mampu mendesah pelan. Pasalnya semenjak istrinya melahirkan anak kedua, sang istri menjadi lebih sering bertengkar dengan anak sulungnya. Bukan pertengkaran serius
Anna, Esa dan Dareen tengah menikmati acara keluarga dengan menonton film bersama. Anna menyandarkan kepalanya di pundak Dareen sementara Esa tidur di paha ibunya. Film yang mereka tonton adalah film horor.Esa terus memejamkan matanya karena dia memang takut pada film horor, sementara Dareen memilih untuk acuh dan tidak terlalu memperhatikan film karena dia sendiri tidak menyukai film horor sama seperti Esa. Tapi apa daya, mereka tidak bisa menolak untuk menonton karena ini permintaan Anna. Sekali lagi ini permintaan Anna."Ada apa dengan kalian?" Anna berdecak malas. Kepalanya menoleh ke kiri dan melihat Esa yang sama sekali tidak membuka mata. Kemudian menoleh ke kanan, dan hasilnya sama saja Dareen malah so sibuk sendiri dengan pura-pura fokus pada majalah bisnis di tangannya.Dengan kesal Anna menarik majalah tersebut dan langsung dihadiahi desahan pelan oleh Dareen. "Anna, kembalikan," pinta Dareen dengan pelan.
Esa menikmati teh yang disajikan oleh Jane. Konsultasi mereka baru selesai beberapa menit yang lalu. Tadinya Esa berniat pulang bersama sang ibu namun niatnya dia urungkan. Dan disinilah mereka. Di halaman belakang rumah perempuan mungil nan manis tersebut. Mengobrol dan menikmati suasana halaman belakang yang cukup sejuk. "Sepertinya semua sudah baik-baik saja Sa," ucap Jane yang masih memeriksa beberapa dokumen perkembangan kesehatan mental Esa selama ini. "Baguslah jika begitu," jawab Esa dengan senyuman tulusnya. "Terima kasih untuk semuanya dok."Jane menghela nafas. "Aku tahu kau bisa mengendalikan dirimu sendiri. Trauma mu tidak seserius yang Dareen khawatirkan."
Esa tengah sibuk memainkan handphone sambil sesekali bersenandung. Tidak ada hal menarik sebenarnya, ia hanya membuka beberapa fitur media sosial secara acak tanpa jelas apa yang sedang ingin dia lihat. Wajahnya sesekali tampak mengernyit, lalu kemudian cerah kembali dan begitulah seterusnya. Sementara seseorang lainnya hanya menatap Esa dengan tatapan bosan. Sudah hampir satu jam mereka dengan posisi seperti itu. Esa yang tiduran di pahanya namun atensinya sepenuhnya tertuju pada handphone. "Bukan kencan seperti ini yang aku harapkan," dengus nya. "Benarkah?" tanya Esa tanpa minat. Dia bahkan tidak menolehkan sedikitpun kepala kepada lawan bicaranya. "Ayolah Sa, ini su
Track terbangun dari tidurnya, lagi-lagi dia bermimpi buruk. Mimpi yang sudah bertahun-tahun menemaninya. Selama beberapa tahun terakhir mimpi itu tidak pernah hadir terutama sejak kelahiran Mark. Tapi, setelah Dareen datang dan menanyakan semua tentang ayahnya, mimpi buruknya kembali datang.Ten yang ikut terbangun segera mengambil air minum dan memberikannya kepada Track. "Mimpi buruk itu lagi?" tanya Ten dengan raut wajah khawatir.Track tersenyum lembut. "Maaf aku membangunkan mu dan membuatmu khawatir."Ten menggeleng. "Tidak apa, aku mengerti. Sekiranya semua hal ini kembali mengganggumu, aku akan minta Dareen untuk tidak pernah bertanya apapun lagi padamu.""Aku tidak tahu. Tiba-tiba saja mimpi itu kembali. Mimpi saat aku melepas kepergian ibu. Hari dimana semua kehidupanku dan ayah berubah. Jujur sekarang aku mengkhawatirkan ayah. Dia mungkin jahat, tapi dia tidak pernah&
Jane baru saja akan memejamkan mata namun bel rumahnya tiba-tiba berbunyi. Tidak hanya sekali, tapi berulang-ulang bahkan terdengar tidak sabaran. Awalnya Jane berniat mengabaikan karena ini sudah mendekati tengah malam namun suara bel yang tidak kunjung berhenti membuatnya lama-lama menjadi jengkel juga.Jane sedikit mengernyit bingung karena tidak banyak yang tahu tentang alamat rumahnya. Dan yang sering berkunjung hanya keluarga Dareen dan juga Raiden. Jane pikir Dareen atau keluarganya tidak mungkin berkunjung karena Anna sedang sakit sedangkan Raiden? Laki-laki itu bahkan sejam lalu baru menghubunginya dan tentu saja dia masih berada diluar kota.Dengan langkah gontai dan malas, akhirnya Jane memutuskan untuk melihat siapa tamu tak diundang yang tidak punya sopan santun sama sekali itu.Mata Jane memicing tajam saat melihat siapa tamunya. Jane berdiri di
Esa memeluk Anna dengan erat. Hari ini dia merasa sangat lelah dan ingin bermanja-manja dengan ibunya. Sudah lama rasanya sejak terakhir kali dia menempeli sang ibu. Sejak ibu dan ayahnya rujuk, kesempatan Esa untuk bersama sang ibu juga berkurang terutama karena dia sendiri jarang di rumah untuk beberapa alasan penting.Anna yang memang sedang bedrest hanya menghabiskan kesehariannya di tempat tidur, dan kali ini ada Esa di sampingnya yang memeluknya dengan erat. Sedangkan Dareen berada diruang kerja."Mama--" panggil Esa yang kini menelusupkan kepalanya di depan dada Anna. Sementara Anna mengusap punggungnya dengan lembut."Hmm, kenapa sayang?" tanya Anna yang sedang menikmati cuddling bersama sang anak."Aku sangat menyayangi mama.""Mama juga," jawab Anna disertai senyuman hangat."Mama, sekarang aku tenang karena ada papa dan adik bayi. Jadi kalau aku pergi, aku tidak perlu mengkhawatirkan mama lag
Tiba dimana hari Dareen mengantarkan Esa ke sekolah. Meski dengan berat hati, namun demi memenuhi keinginan sang anak akhirnya Dareen rela mengalah.Begitu mereka sampai, Dareen tidak lantas membiarkan Esa pergi begitu saja, namun dia memberikan sejumlah aturan yang harus dan tidak boleh Esa lakukan. Bukan bermaksud mengekang kebebasan anaknya, hal ini Dareen lakukan justru untuk melindungi sang putra."Dengarkan papa baik-baik. Semua yang papa katakan tadi demi kebaikanmu." Dareen memegang kedua sisi lengan Esa."Aku tahu papa. Tapi bukankah itu berlebihan? Aku bukan Dara, setidaknya aku sehat dan baik-baik saja."Dareen menghela nafas, sepertinya Esa belum paham situasinya. Dia melarang putranya jelas karena Dareen tahu kon